• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GANTI RUG

KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dikemukakan di dalam skripsi ini, adalah :

1. Gugatan Class Action dalam terminologi hukum didefinisikan sebagai prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. Sesungguhnya gugatan class action merupakan suatu prosedur beracara dalam perkara perdata yang memberikan hak prosedural terhadap satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai penggugat. Tujuannya untuk memperjuangkan kepentingan para penggugat itu sendiri dan sekaligus mewakili kepentingan puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan orang lain yang mengalami penderitaan atau kerugian yang sama Kelebihannya, gugatan class action ini menjadikan proses berperkara lebih efisien, biaya lebih ekonomis, mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan-putusan yang berbeda atau putusan yang tidak konsisten.

Prosedur dan Mekanisme Pengajuan Gugatan Class Action, adalah : a. Permohonan pengajuan gugatan secara class action;

b. Proses sertifikasi; c. Pemberitahuan;

d. Pemeriksaan dan Pembuktian dalam class action; e. Pelaksanaan Putusan.

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

2. Keberadaan dan eksistensi Class Action di dalam instrumen hukum di Indonesia, adalah dengan adanya aturan hukum positif di Indonesia yang mengakui gugatan

Class Action terutama setelah diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Meski hal itu masih terbatas pada masalah- masalah lingkungan hidup. Namun keberadaan UU ini menjadi tonggak bagi pengakuan Class Action di Indonesia. Selain dalam bidang Lingkungan Hidup, pada tahun 1999 eksistensi Class Action. kembali diakui dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Mengenai prosedur acara Class Action telah diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok ( Class Action).

3. Kemungkinan penggunaan instrumen gugatan Class Action dalam rangka proses ganti rugi untuk kasus-kasus korupsi di Indonesia, adalah : dalam UU No. 28 tahun 1999 maupun UU No 31 Tahun 1999, meski bersifat limitatif telah memberikan peluang terlibatnya peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindaka pidana korupsi. Kedua undang-undang anti KKN tersebut tidak secara rinci menerangkan upaya- upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan sama sekali tidak mengatur tentang keterlibatan masyarakat atau organisasi masyarakat/LSM untuk mengajukan Class Action ataupun Legal Standing dalam kasus-kasus korupsi. Kasus-kasus korupsi seperti dalam perkara Jamsostek, Kasus Bulog, Kasus penyalahgunaan dana JPS sangat potensial untuk diajukan melalui gugatan Class

Action. Setidaknya ada 4 (empat) alasan yang dapat memperkuat argumen bahwa Class Action dalam kasus korupsi dapat digunakan, yaitu :

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

penangulangannya pun harus menggunakan cara-cara yang luar biasa pula. Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sedemikian sistematik dan meluas, terjadi hampir disemua lingkungan yudikatif, eksekutif dan legislatif. Bukan hanya merupakan ancaman dan serangan yang merugikan keuangan negara, akan tetapi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Sehingga korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan, sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary

crimes). Cara–cara pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan

pendekatan yang “konvensional” terbukti tidak berhasil dan mengecewakan. Penerapan Class Action terhadap kasus-kasus korupsi merupakan salah satu cara yang luar biasa dan khusus dalam penanggulangan korupsi.

b. Beberapa kasus korupsi memenuhi syarat-syarat diajukannya class action. Dalam pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2002 menyebutkan suatu gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan cara Class Action apabila jumlah anggota kelompok sedemikan banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-diri dalam satu gugatan, terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat subtansial serta adanya kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok.

c. Class Action telah diterima dalam aturan hukum di Indonesia. Saat ini di Indonesia telah memiliki 4 (empat) aturan hukum yang mengatur mengenai Class Action, yaitu UU Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Jasa Konstruksi dan UU tentang Kehutanan. Keberadaan para wakil kelas yang memiliki kepentingan dan kedudukan hukum untuk mewakili anggota kelas yang jumlahnya besar dalam

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

memperjuangkan hak-haknya dalam praktik peradilan di Indonesia telah diakui dalam berbagaai putusan pengadilan, seperti Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara Nomor. 50/Pdt.G/2000/PN. JKT.PST mengenai keterwakilan 139 tukang becak atas 5000 orang beacak lainnya di Jakarta, Putusana Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara Nomor. 550/Pdt.G/2000/PN. JKT.PST mengenai keterwakilan 9 orang konsumen LPG atas 200.000 konsumen LPG se-Jabotabek, Putusan Pengadilan Negeri Pekan 3 Baru dalam perkara Nomor. 32/Pdt.G/2000/PN. PBR mengenai keterwakilan Firdaus Basyir, SH atas 600.000 warga Riau yang terkena dampak Labd

Clearing dengan pembakaran di Riau dan yang terakhir Putusana Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat dalam perkara Nomor. 493/Pdt.G/2001/PN. JKT.PST, yaitu keterwakilan 8 masyarakat miskin kota mewakili komunitas masyarakat miskin kota dari unsur pengemudi becak, pengamen, dan penghuni pemukiman miskin.

D. Saran

Saran yang dapat dikemukakan di dalam skripsi ini, adalah :

1. Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) sehingga penangulangannya pun harus menggunakan cara-cara yang luar biasa pula. Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sedemikian sistematik dan meluas, sehingga korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan, sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes). Cara–cara pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan pendekatan yang “konvensional” terbukti tidak berhasil dan mengecewakan. Oleh karena, itu penerapan Class Action terhadap kasus-kasus korupsi merupakan salah satu cara yang luar biasa dan khusus dalam

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

penanggulangan korupsi, sehingga kasus-kasus korupsi di Indonesia dapat diselesaikan dengan baik.

2. Pihak-pihak yang mengajukan Class Action harus membuat perhitungan yang sangat matang, atau tidak asal mengajukan gugatan Class Actio. Karena tanpa adanya perhitungan yang matang, dikhawatirkan gugatan tidak akan diterima oleh hakim. Pihak-pihak yang mengajukan Class Action harus memperhatikan beberapa hal dalam mengajukan gugatan Class Action kasus korupsi, yaitu :

a. Anggota kelompok (class members) dan wakil kelompok (class representatif) harus jelas.

b. Harus ada kerugian yang nyata-nyata dialami oleh anggota kelompok dan wakil kelompok.

Oleh karena itu untuk mengajukan gugatan Class Action kasus korupsi segala sesuatunya perlu diperhitungkan dan dipersiapkan secara matang.

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009