• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN INSTRUMEN GUGATAN CLASS ACTION DALAM PROSES

GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

DEDI SAPUTRA

NIM :

020-200-059

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN INSTRUMEN GUGATAN CLASS ACTION DALAM PROSES

GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

DEDI SAPUTRA

NIM :

020-200-059

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS NIP. 131 764 556

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum Hermansyah, SH.M.Hum NIP.131 460 767 NIP. 131 570 457

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(3)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Syukur Penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengkaruniai kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul :.”Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

3. Bapak Syafruddin, SH.MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU. 4. Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

USU.

5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

6. Bapak Hermansyah, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana penulis menimba ilmu selama ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi.

Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.

Medan, Agustus 2007 Penulis,

(4)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009 B. Rumusan Permasalahan ... ... 4 C. Tujuan dan Manfaaat Penulisan... ... 5 G. Sisrtematika Penulisan ... ... 12 BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI INSTRUMEN HUKUM CLASS ACTION DI INDONESIA

Pengertian Class Action. ... 15

Persyaratan Class Action ... 16

Jenis-Jenis Class Action ... 21

Aturan Hukum Mengenai Class Action di Indonesia ... 26

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI INDONESIA

A. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Ganti Rugi ... 32

B. Ganti Rugi didalam KUHPerdata ... 36

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN INSTRUMEN GUGATAN CLASS ACTION DALAM PROSES GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI INDONESIA

A. Gugatan Class Action Untuk Kasus-Kasus Korupsi ...

(5)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Korupsi ... ... 45 C. Prosedur dan Mekanisme Penggunaan Instrumen Class Action ...

... 49 D. Beberapa permasalahan penerapan Class Action di Indonesia. ...

... 59 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

(6)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Gugatan Class Action atau Gugatan Perwakilan Kelompok merupakan fenomena yang menarik dalam perkembangan hukum di Indonesia Gugatan Class

Action dalam terminologi hukum didefinisikan sebagai prosedur pengajuan gugatan,

dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. Keberadaan dan eksistensi Class Action dalam instrumen hukum di Indonesia diakui setelah berlakunya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Meski hal itu masih terbatas pada masalah-masalah lingkungan hidup. Namun keberadaan UU ini menjadi tonggak bagi pengakuan Class

Action di Indonesia. Selain dalam bidang Lingkungan Hidup, pada tahun 1999

eksistensi Class Action. kembali diakui dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Mengenai prosedur acara Class Action telah diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok ( Class Action).

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemakaian instrument hukum class action dalam proses ganti rugi untuk perkara-perkara korupsi. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan penggunaan insturmen gugatan class action dalam proses ganti rugi untuk perkara-perkara korupsi. Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan

(Library Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,

majalah-majalah, surat kabar, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

Kemungkinan penggunaan instrumen gugatan Class Action dalam rangka proses ganti rugi untuk kasus-kasus korupsi di Indonesia dalam UU No. 28 tahun 1999 maupun UU No 31 Tahun 1999, meski bersifat limitatif telah memberikan peluang terlibatnya peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindakan pidana korupsi. Kedua undang-undang anti KKN tersebut tidak secara rinci menerangkan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan sama sekali tidak mengatur tentang keterlibatan masyarakat atau organisasi masyarakat/LSM untuk mengajukan Class Action ataupun

Legal Standing dalam kasus-kasus korupsi. Kasus-kasus korupsi seperti dalam

(7)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gugatan Class Action atau Gugatan Perwakilan Kelompok merupakan fenomena yang menarik dalam perkembangan hukum di Indonesia. Masyarakat mulai melihat, bahwa Class Action dapat digunakan sebagai salah satu upaya alternatif hukum dalam memperjuangkan dan mempertahankan hak-haknya. Sebuah model gerakan advokasi baru di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, banyak kasus yang diajukan ke pengadilan melalui gugatan Class Action. Tentunya masih diingat, ketika 15 orang warga yang mengatasnamakan seluruh warga DKI Jakarta melakukan gugatan class action kepada Presiden RI, Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat akibat banjir yang melanda Jakarta. Atau perkara gugatan Class Action sembilan konsumen elpiji se-Jabotabek kepada Pertamina atas kenaikan harga elpiji. Di Bogor, masyarakat melakukan gugatan class action atas penggalian situs Batu Tulis. Gugatan class action juga pernah dilakukan atas pembangunan “Sport Mall” di Kelapa Gading. Kasus terbaru adalah gugatan Class Action dari beberapa orang yang mengatasnamakan rakyat Indonesia atas kenaikan harga BBM1

Dalam terminologi hukum, gugatan Class Action didefinisikan sebagai prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. Sesungguhnya gugatan class

.

1

Emerson Yuntho, Divisi Hukum dan monitoring Peradilan ICW Jakarta, Class

Action untuk Kasus Korupsi, diakses dari situs

(8)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

action merupakan suatu prosedur beracara dalam perkara perdata yang memberikan

hak prosedural terhadap satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai penggugat. Tujuannya untuk memperjuangkan kepentingan para penggugat itu sendiri dan sekaligus mewakili kepentingan puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan orang lain yang mengalami penderitaan atau kerugian yang sama Kelebihannya, gugatan class

action ini menjadikan proses berperkara lebih efisien, biaya lebih ekonomis,

mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan-putusan yang berbeda atau putusan yang tidak konsisten.

Gugatan Class Action di Indonesia sudah dimulai pada 1987 dalam Kasus RO Tambunan melawan Bentoel Remaja, Perusahaan Iklan, dan Radio Swasta Niaga Prambors yang diajukan di PN Jakarta Pusat dan gugatan Class Action yang diajukan oleh Mochtar Pakpahan melawan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1988 dalam kasus Demam Berdarah. Namun karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Class Action, kedua kasus tersebut ditolak oleh hakim2

Peraturan hukum positif di Indonesia baru mengakui gugatan Class Action setelah diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Meski hal itu masih terbatas pada masalah-masalah lingkungan hidup. Namun keberadaan UU ini menjadi tonggak bagi pengakuan Class Action di Indonesia. Selain

.

Di Inggris, pengaturan Class Action telah dimulai pada 1873 berdasarkan

Supreme Court of Judicatur Act 1873 yang diperbaruhi tahun 1965 dalam bentuk

Supreme Court 1965. Di Canada sudah dimulai tahun 1881, yang diatur dalam The

Ontario Judicatur Act 1881, Di Amerika Serikat Class Action dimulai tahun 1912

dalam US Federal Equaty Rule 1912 yang kemudian diperbaharui lagi pada tahun 1966.

2

(9)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

dalam bidang Lingkungan Hidup, pada tahun 1999 eksistensi Class Action. kembali diakui dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Mengenai prosedur acara Class Action telah diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (Class

Action).

Baik dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme maupun UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, meski bersifat limitatif telah memberikan peluang terlibatnya peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kedua undang-undang anti KKN tersebut tidak secara rinci menerangkan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan sama sekali tidak mengatur tentang keterlibatan masyarakat atau organisasi masyarakat/LSM untuk mengajukan

Class Action ataupun Legal Standing dalam kasus-kasus korupsi. Kasus-kasus korupsi

seperti dalam perkara Jamsostek, Kasus Bulog, Kasus penyalahgunaan dana JPS sangat potensial untuk diajukan melalui gugatan Class Action3

Ada beberapa alasan yang dapat memperkuat argumen bahwa Class Action dalam kasus korupsi dapat digunakan. Salah satu alasan dapat digunakannya insturmen Class Action untuk kasus korupsi, karena korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) sehingga penangulangannya pun harus menggunakan cara-cara yang luar biasa pula. Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sedemikian sistematik dan meluas, terjadi hampir disemua lingkungan yudikatif,

.

3

(10)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

eksekutif dan legislatif. Bukan hanya merupakan ancaman dan serangan yang merugikan keuangan negara, akan tetapi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Sehingga korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan, sebagai kejahatan luar biasa

(extra-ordinary crimes). Cara–cara pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan

pendekatan yang “konvensional” terbukti tidak berhasil dan mengecewakan. Penerapan Class Action terhadap kasus-kasus korupsi merupakan salah satu cara yang luar biasa dan khusus dalam penanggulangan korupsi4

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :

.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pada penulisan skripsi ini penulis mencoba untuk membuat suatu analisa yuridis mengenai kemungkinan penggunaan insturmen Class Action yang merupakan gugatan perwakilan masyarakat terhadap kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Karena banyak kita lihat kasus-kasus korupsi yang tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Selanjutnya beberapa kasus korupsi memenuhi syarat-syarat diajukannya class action. Dalam pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2002 menyebutkan suatu gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan cara Class Action apabila jumlah anggota kelompok sedemikan banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-diri dalam satu gugatan, terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat subtansial serta adanya kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok.

B. Rumusan Permasalahan

4

(11)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

1. Bagaimana Prosedur Pengajuan Gugatan Class Action, yang meliputi Dasar Hukum, Syarat-Syarat Pengajuan Gugatan dan Prosedur Pengajuan Gugatan Class

Action.

2. Bagaimana keberadaan dan eksistensi Class Action di dalam instrumen huku m di Indonesia.

3. Bagaimana kemungkinan penggunaan instrumen gugatan Class Action dalam rangka proses ganti rugi untuk kasus-kasus korupsi di Indonesia.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Proses Pengajuan Gugatan Class Action.

2. Untuk mengetahui keberadaan dan eksistensi Class Action di dalam instrumen hukum di Indonesia.

3. Untuk mengetahui kemungkinan penggunaan instrumen gugatan Class Action dalam rangka proses ganti rugi untuk kasus-kasus korupsi di Indonesia.

Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : a. Manfaat secara teoritis.

Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan instumrent gugatan Class Action dalam rangka proses ganti rugi untuk kasus-kasus korupsi di Indonesia.

(12)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang penggunaan instumrent gugatan Class Action dalam rangka proses ganti rugi untuk kasus-kasus korupsi di Indonesia. Seperti yang diketahui bersama bahwa instrumen gugatan Class Action ini dapat dipakai untuk ganti rugi kasus-kasus korupsi, karena korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra

ordinary crime) sehingga penangulangannya pun harus menggunakan cara-cara

yang luar biasa pula. Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sedemikian sistematik dan meluas, terjadi hampir disemua lingkungan yudikatif, eksekutif dan legislatif. Bukan hanya merupakan ancaman dan serangan yang merugikan keuangan negara, akan tetapi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Sehingga korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan, sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary

crimes).

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini dengan judul : “Tinjauan Yuridis Terhadap

Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Prosesganti Rugi Kasus-Kasus

Korupsi Di Indonesia” adalah masalah merupakan wacana yang sebenarnya telah

(13)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Class Action

Definisi-definisi tentang Class Action yang dapat dikemukakan, antara lain 5

5

Emerson Yuntho, Class Action Sebuah Pengantar, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, 2005, hal. 1-2.

: a. Meriam Webster Colegiate Dictionary Dalam Meriam Webster Colegiate

Dictionary edisi ke-10 tahun 1994 disebutkan yang dimaksud class action : a

legal action under taken by one or more plaintiffs on behalf of themselves and all

other persons havings an identical interest in alleged wrong. (Class action adalah

tindakan hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mewakili kelompok besar yang mempunyai kepentingan yang sama).

b. Black’s law dictionary Class action adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili kekompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili. Glorilier Multi Media Encyclopedia Class action adalah gugatan yang diajukan oleh seseorang atau lebih anggota kelompok masyarakat mewakili seluruh anggota kelompok masyarakat.

(14)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Menurut UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud class action adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

d. PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok

Di Indonesia terminologi class action diubah menjadi Gugatan Perwakilan Kelompok. PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

e. Mas Achmad Santosa menyebutkan Class Action pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injuntction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak, misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class repesentatif) mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan sebagai class members .

(15)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

2. Pengertian Korupsi dan Tindak Pidana Korupsi

Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya. Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Masih banyak lagi pengertian-pengertian lain tentang korupsi baik menurut pakar atau lembaga yang kompeten6

6

Pengertian atau Definisi Korupsi, diakses dari situs :

.

Di dalam UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur sebanyak 13 pasal tentang korupsi. Pasal-pasal tersebut telah menerangkan secara terperinci mengenai perubatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melawan/melanggar hukum dengan

menyalahgunakankewenangan/kesempatan/sarana yang ada pada

seseorang karena jabatan/kedudukannya (abuse of power)

untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi

sehingga menimbulkan kerugian keuangan

/kekayaan/perekonomian negara.

(16)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Pengertian lain tentang korupsi, adalah bahwa korupsi diartikan sebagai sebagian kecil dari Fraud (penyimpangan). Fraud menurut ACFE (Association of Certified Fraud Examiner) dalam Report to

the Nation on Occupation Fraud & Abuse 2002, diartikan

sebagai 7

7

Holid Azhari, Definisi Korupsi, diakses dari situs :

: "the use of one's occupation for personal

enrichment though the deliberate misuse or misaplication

of the employing organization's resources or assets".

Definisi memberikan pengertian bahwa korupsi adalah

penyalahgunaan asset berdasarkan wewenang/jabatan untuk

memperkaya diri sendiri.

Fraud dapat terjadi dalam berbagai bentuk, menurut

ACFE ada beberapa hal yang bisa dikelompokkan ke dalam

fraud:

a. Asset missapropriation yang meliputi

penyalahgunaan/pencurian aset atau harta pers atau

pihak lain.

b. Fraudulent statement merupakan tindakan yang dilakukan

oleh pejabat pers untuk merekayasa laporan keuangan

(Financial engineering) untuk memperoleh keuntungan

/menutupi hal sebenarnya, atau dapat dianalogikan

dengan dengan window dressing.

(17)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

c. Corruption : termasuk suap, conflict of interest,

ilegal comission.

penyebab fraud secara umum:

1). Tekanan/kebutuhan.

2). Kesempatan.

3). Pembenaran (rasionalisasi) karena lemahnya

internal control dan penyimpangan analitis.

Selanjutnya yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi adalah :

a). Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

b). Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (sesuai Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999).

Sedangkan yang dimaksud dengan Keuangan Negara dalam undang-undang ini adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena8

(2). Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan

:

(1). Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

8

(18)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

F. Metode Penelitian 1. Sifat/Bentuk Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemakaian instrument hukum class action dalam proses ganti rugi untuk perkara-perkara korupsi. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan penggunaan insturmen gugatan class action dalam proses ganti rugi untuk perkara-perkara korupsi.

2. D a t a

Bahan atau data yang diteliti berupa data skunder yang terdiri dari :

a. Bahan/sumber primer berupa peraturan perundang-undangan, buku, kertas kerja.

b. Bahan/sumber skunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi yang mendukung penulisan skripsi ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan

(19)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

majalah-majalah, surat kabar, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, sedikit Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI INSTRUMEN HUKUM CLASS

ACTION DI INDONESIA

(20)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI INDONESIA

Pada bab ini dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan Pengertian dan Bentuk-Bentuk Ganti Rugi, Ganti Rugi di dalam KUHPerdata dan Ganti Rugi Menurut Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya pada Peradilan TUN

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN INSTRUMEN GUGATAN CLASS ACTION DALAM

PROSES GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI

INDONESIA

Pada bab ini dibahas mengenai Gugatan Class Action Untuk Kasus-Kasus Korupsi, Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi, Prosedur Penggunaan Class Action di Indonesia dan Beberapa permasalahan penerapan Class Action di Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(21)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI INSTRUMEN HUKUM CLASS ACTION DI INDONESIA

C. Pengertian Class Action.

Ada beberapa definisi yang mencoba menjelaskan istilah class action, baik menurut kamus hukum, peraturan perundangan maupun dari ahli hukum, yakni :

1. Meriam Webster Colegiate Dictionary

Dalam Meriam Webster Colegiate Dictionary edisi ke-10 tahun 1994 disebutkan yang dimaksud class action : a legal action under taken by one or more

plaintiffs on behalf of themselves and all other persons havings an identical interest in

alleged wrong9

Class action adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu

perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili kekompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili

. Definisi menyatakan bahwa class action adalah tindakan hukum

yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mewakili kelompok besar yang mempunyai kepentingan yang sama.

2. Black’s law dictionary

10

Class action adalah gugatan yang diajukan oleh seseorang atau lebih anggota

kelompok masyarakat mewakili seluruh anggota kelompok masyarakat .

3.. Glorilier Multi Media Encyclopedia

11

Di dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dalam Pasal 71 menyatakan bahwa :

. 4. UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

9

Emerson Yuntho, Op.cit, hal. 4.

10

Ibid, hal. 5

11

(22)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

(1). Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.

(2). Hak mengajukan……….dan seterusnya.

Memang di dalam ketiga UU tersebut, yaitu UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan tidak ada mengatur mengenai masalah acara atau proses memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang diajukan oleh perwakilan kelompok tersebut.

5. PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok Di Indonesia terminologi class action diubah menjadi Gugatan Perwakilan Kelompok. PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. Seperti dimaklumi, berdasarkan asas peradilan yang sederhana, murah dan cepat, tidaklah tepat apabila perkara yang fakta dan dasar hukumnya dialami sekelompok orang harus diajukan oleh masing-masing anggota kelompok.

D. Persyaratan Class Action.

Dari beberapa definisi class action maka didapatkan unsur-unsur class action terdiri dari 12

1. Gugatan secara perdata :

12

(23)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

2. Wakil Kelompok (Class Representative)

Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of

law) antara pihak yang mewakili (class representative) dan pihak yang diwakili (class

members).

Ada persyaratan–persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan prosedur class action. Tidak terpenuhi persyaratan ini dapat mengakibatkan gugatan yang diajukan tidak dapat diterima. Di beberapa negara yang menggunakan prosedur

class action pada umumnya memiliki persyaratan umum yang sama yaitu :

a. Adanya sejumlah anggota yang besar

(Numerosity) Jumlah anggota kelompok (class members) harus sedemikan banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri (individual).

b. Adanya kesamaan (Commonality)

Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of

law) antara pihak yang mewakilili (class representative) dan pihak yang diwakili

(class members). Wakil Kelompok dituntut untuk menjelaskan adanya kesamaan ini.

c. Sejenis (Typicality)

Tuntutan (bagi plaintiff Class Action) maupun pembelaan (bagi defedant Class

Action) dari seluruh anggota yang diwakili (class members) haruslah sejenis. Pada

umumnya dalam class action, jenis tuntutan yang dituntut adalah pembayaran ganti kerugian.

d. Wakil kelompok yang jujur (Adequacy of Repesentation)

(24)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

tergantung dari penilaian hakim. Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok. Namun, dalam hal wakil kelompok mewakilkan proses beracara kepada pengacara, maka wakil kelompok harus memberikan surat kuasa khusus kepada pengacara pilihannya.

Terdapat beberapa keuntungan/manfaat yang dapat diperoleh apabila mengajukan gugatan menggunakan prosedur class action. John Basten Q. C melihat ada lima manfaat yang dapat diperoleh yaitu13

Secara umum ada tiga manfaat yang dapat diperoleh apabila menggunakan prosedur class action, yaitu

:

1) Mengatur penyelesaian perkara yang menyangkut banyak orang yang tidak dapat diajukan secara individual.

2) Memastikan bahwa tuntutan-tuntutan untuk ganti kerugian yang kecil serta dana yang terbatas diperlukan dengan sepantasnya.

Sedangkan Ontario Law Reform Commission melihat ada tiga manfaat yang dapat diperoleh dari prosedur class action, yakni :

a) mencapai peradilan yang lebih ekonomis,

b) memberi peluang yang lebih besar ke pengadilan dan

c) merubah perilaku yang tidak pantas dari para pelanggar atau orang-orang yang potensial melakukan pelanggaran.

14

(1). Proses berperkara menjadi sangat ekonomis (Judicial Economy) Bukan rahasia lagi bagi masyarakat bahwa berperkara di pengadilan akanmemakan biaya yang

:

13

Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class Action (Suatu Studi Perbandingan dan Penerapannya di Indonesia), Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002, hal. 20.

14

(25)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

tidak sedikit. Bagi pihak penggugat, dengan melalui mekanisme class action maka biaya perkara dan biaya untuk pengacara menjadi lebih murah dibandingkan dengan dilakukan gugatan secara individu, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan besarnya ganti kerugian yang akan diterima. Tidak sedikit pihak (individu) yang mengurungkan niatnya untuk menyelesaikan perkaranya, dengan mengajukan gugatan ke pengadilan disebabkan karena mahalnya biaya perkara dan biaya pengacara. Manfaat secara ekonomis tidak saja dirasakan oleh penggugat namun juga oleh tergugat, sebab dengan pengajuan gugatan secara

class action, pihak tergugat hanya satu kali mengeluarkan biaya untuk melayani

gugatan dari pihak-pihak yang dirugikan. Sedangkan bagi pengadilan sendiri sangatlah tidak ekonomis jika harus melayani gugatan yang sejenis secara satu persatu dan terus menerus serta dalam jumlah yang cukup besar.

(2). Akses terhadap keadilan (Access to Justice)

Mendorong bersikap hati-hati (Behaviour Modification) dan merubah sikap pelaku pelanggaran. Pengajuan gugatan secara class action dapat “menghukum” pihak yang terbukti bersalah, bertanggung jawab membayar ganti kerugian dengan jumlah yang diperuntukkan untuk seluruh penderita korban (dengan cara yang lebih ringkas) akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Hal ini dapat mendorong setiap pihak atau penangung jawab usaha (swasta atau pemerintah) untuk bertindak ekstra hati-hati. Selain itu dengan sering diajukannya gugatan secara class

action diharapkan merubah sikap pelaku pelanggaran sehingga menumbuhkan sikap

(26)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Meskipun ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dalam mengajukan gugatan secara class action, namun tidak berarti tidak memiliki kelemahan. Beberapa

kelemahan dari prosedur class action adalah 15

Pemberitaan media massa dan adanya pemberitahuan gugatan class action di media massa dapat menjadi serangan bagi kedudukan atau kekuasaan pihak tergugat. Biasanya pembaca media akan mempunyai prasangka yang tidak baik. Padahal belum

: (a). Kesulitan dalam mengelola.

Semakin banyak jumlah anggota kelompok, semakin sulit mengelola gugatan

class action. Kesulitan yang terjadi biasanya pada saat pemberitahuan dan

pendistribusian ganti kerugian. Jumlah anggota kelompok yang banyak dan menyebar di beberapa wilayah yang tidak sama akan menyulitkan dalam hal pemberitahuan dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Apabila gugatan dimenangkan dan ganti rugi diberikan, bukan tidak mungkin jumlah ganti kerugian tidak sebanding dengan biaya pendistribusiannya.

(b). Dapat menyebabkan ketidakadilan.

Sedangkan apabila prosedur yang dipilih untuk menentukan keanggotaan adalah dengan prosedur opt out maka tidak ada pernyataan opt out dari orang yang potensial menjadi anggota kelompok, hanya karena tidak tahu adanya pemberitahuan akan mengakibatkan mereka menjadi anggota kelompok dengan segala konsekuensinya. Konsekuensinya adalah mereka akan terikat dengan putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Yang menjadi persoalan adalah apabila gugatan dikalahkan atau digugat balik maka anggota kelompok juga harus menanggung akibatnya.

(c). Dapat menyebabkan kebangkrutan pada tergugat.

15

(27)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

tentu tergugat adalah pihak yang bersalah karena benar tidaknya tergugat masih harus dibuktikan oleh pengadilan.

E. Jenis-Jenis Class Action.

Berikut ini kita lihat beberapa jenis class action, yaitu16

Hybrid class action adalah class action dimana hak yang dituntut oleh suatu

kelompok orang ada beberapa tetapi objek gugatannya adalah untuk memperoleh putusan hakim tentang tuntutan terhadap suatu barang atau hak milik tertentu dari tergugat. Contoh kasus class action jenis ini adalah ada desain setir mobil yang berbentuk tanduk rusa yang membahayakan para konsumennya apabila ada kecelakaan. Sudah banyak korban yang mengalami kecelakaan akibat tertusuk setir berbentuk tanduk rusa tersebut. Oleh karena itu baik pengemudi yang telah atau belum mengalami kecelakaan dapat mengajukan gugatan ke perusahaan setir mobil tersebut, dengan beberapa tuntutan : ada yang menuntut supaya diganti dengan desain

: 1. Plaintiff Class Action dan Defendant Class Action

Defendant class action adalah pengajuan gugatan secara perwakilan oleh

seorang atau lebih yang ditunjuk untuk membela kepentingan sendiri dan kepentingan kelompok dalam jumlah yang besar. Negara-negara seperti Inggris, Australia, India, Amerika Serikat dan Kanada serta Indonesia menggunakan Defendant class action. 2. Public Class Action dan Private Class Action

16

(28)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

yang aman, ada yang menuntut ganti setir yang lain yang aman, dan ada yang menuntut ganti rugi berupa uang karena telah mengalami kecelakaan.

Spourious class action adalah class action dimana beberapa kepentingan dari

para anggota kelompok yang tidak saling berhubungan satu sama dengan yang lain dalam permasalahan yang sama terhadap seorang tergugat. Contoh gugatan ini adalah misalnya adanya permasalahan dari konsumen suatu perumahan. Para konsumen Blok I mengeluhkan belum adanya sarana air bersih seperti yang dijanjikan pengembang. Para konsumen Blok II mengeluhkan tidak adanya taman bermain dan para konsumen Blok III mengeluhkan tidak ada sarana jalan yang baik. Para konsumen Blok I , II, II dapat mengajukan gugatan class action berdasarkan permasalahan yang dialaminya17

Menurut Gokkel, actio popularis adalah gugatan yang dapat diajukan oleh setiap orang, tanpa ada pembatasan, dengan pengaturan oleh negara. Menurut

. Namun setelah ketentuan dalam Federal Rule of Civil Procedure tahun 1938 direvisi pada tahun 1966, pembagian tersebut ditiadakan karena sering kali membingungkan dalam penerapannya. Namun meski dalam sistem hukum federal telah ditiadakan, ada beberapa negara bagian yang masih menganutnya, meskipun tidak semua jenis. Negara bagian Lousiana masih menganut True class action dan negara bagian Georgia masih menganut Spurious class action.

Negara-negara yang tidak menganut sistem hukum Common Law tidak mengenal prosedur class action, namun mereka mempunyai suatu prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan sejumlah besar orang secara perwakilan. Berikut adalah gugatan–gugatan yang berdimensi kepentingan umum di luar class action :

a. Actio Popularis

17

(29)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Kotenhagen-Edzes, dalam actio popularis setiap orang dapat menggugat atas nama

kepentingan umum dengan menggunakan pasal 1401 Niew BW (pasal 1365 BW)18

Dalam Black’s Law Dictionary, public interest atau kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat luas atau warga negara secara umum yang berkaitan dengan negara atau pemerintah. Namun pengertian yang lebih mudah mengenai kepentingan mumum adalah kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan pribadi atau individu atau kepentingan lainnya, yang meliputi kepentingan bangsa dan negara, pelayanan umum dalam masyarakat luas, rakyat banyak dan atau pembangunan di berbagai bidang

. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa actio popularis adalah suatu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap orang terhadap suatu perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan umum, berdasarkan peeraturan perundang-undangan yang mengatur adanya prosedur tersebut.

19

Actio Popularis memiliki kesamaan dengan class action, yaitu sama-sama

merupakan gugatan yang melibatkan kepentingan sejumlah besar orang secara perwakilan oleh seorang atau lebih. Yang membedakan dengan class action adalah dalam actio popularis yang berhak mengajukan gugatan adalah setiap orang atas dasar bahwa ia adalah anggota masyarakat tanpa mensyaratkan bahwa ia adalah orang yang

.

Penyelenggaraan kepentingan umum merupakan tugas dari pemerintah, sehingga gugatan secara actio popularis pada umumnya ditujukan kepada pemerintah. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pelayanan umum juga dilaksanakan oleh pihak swasta, sehingga gugatan actio popularis dapat diajukan pula kepada swasta yang ikut menyelenggarakan kepentingan umum tersebut.

18

Emerson Yuntho, Op.cit, hal. 23.

19

(30)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

menderita kerugian secara langsung. Dalam class action tidak setiap orang dapat mengajukan gugatan, melainkan hanya satu atau beberapa orang yang merupakan anggota kelompok yang mengalami kerugian secara langsung.

Kepentingan yang dituntut dalam actio popularis adalah kepentingan umum yang dianggap kepentingan setiap anggota masyarakat juga, sedangkan dalam class

action kepentingan yang dituntut adalah kepentingan yang sama dalam suatu

permasalahan yang menimpa kelompok tersebut.

b. Citizen Law Suit

Prinsip actio popularis dalam sistem hukum civil law sama denga prinsip

citizen law suit dalam sistem hukum common law, misalnya dalam gugatan terhadap

pelanggaran pencemaran lingkungan yang diajukan oleh warga negara, lepas apakah warga negara tersebut mengalami secara langsung atau tidak langsung dari pencemaran tersebut. Hal ini dikarenakan masalah perlindungan lingkungan merupakan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat luas, maka setiap warga negara berhak menuntutnya.

c. Groep Acties

(31)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

maupun anggota kelas pada umumnya merupakan pihak korban atau yang mengalami kerugian nyata. 20

Sedangkan dalam UU Kehutanan, Legal Standing diistilahkan sebagai gugatan perwakilan oleh organisasi bidang kehutanan. Definisi secara bebas dari legal

standing adalah suatu tata cara pengajuan gugatan secara perdata yang dilakukan oleh

satu atau lebih lembaga swadaya masyarakat yang memenuhi syarat atas suatu tindakan atau perbuatan atau keputusan orang perorangan atau lembaga atau Sedangkan dalam konsep Legal Standing, LSM sebagai penggugat bukan sebagai pihak yang mengalami kerugian nyata. Namun karena kepentingannya ia mengajukan gugatannya. Misalkan dalam perkara perlindungan lingkungan hidup, LSM sebagai penggugat mewakili kepentingan perlindungan lingkungan hidup yang perlu diperjuangkan karena posisi lingkungan hidup sebagai ekosistem sangat penting. Lingkungan Hidup tentu tidak dapat memperjuangkan kepentingannya sendiri karena sifatnya yang in-animatif (tidak dapat berbicara) sehingga perlu ada pihak yang memperjuangkan.

Pihak yang dapat mengajukan class action dapat orang perorangan atau beberapa orang atau kelompok orang yang mewakili beberapa orang dalam jumlah yang banyak. Sedangkan pihak yang dapat mengajukan legal standing hanyalah LSM / Kelompok Organisasi yang memenuhi syarat-syarat. Perbedaan lainnya adalah tuntutan ganti rugi dalam class action pada umumnya adalah berupa ganti rugi berupa uang, sedangkan dalam legal standing tidak dikenal tuntutan ganti kerugian uang. Ganti rugi dapat dimungkinkan sepanjang atau terbatas pada ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan oleh organisasi tersebut.

20

(32)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

pemerintah yang telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Tidak semua organisasi atau LSM yang dapat mengajukan hak gugat LSM (legal standing). Untuk bidang Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa hanya organisasi Lingkungan Hidup /LSM Lingkungan Hidup yang memenuhi beberapa persyaratan yang dapat mengajukan gugatan Legal Standing, yaitu21

Pada lingkup Perlindungan Konsumen, gugatan pelanggaran perilaku usaha dapat dilakukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Dalam gugatan pada

: 1). Berbentuk badan hukum atau yayasan;

2).Dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup;

3). Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Tidak setiap organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan lingkungan hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya persyaratan tersebut, maka secara selektif keberadaan organisasi lingkungan hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan, baik ke peradilan umum ataupun peradilan tata usaha negara, tergantung pada kompetensi peradilan yang bersangkutan dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.

21

(33)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

lingkungan Hidup, hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil22

F. Aturan Hukum mengenai Class Action di Indonesia. .

1. UU No. 33 Tahun 1995 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dalam pasal 37 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.

Dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

2. UU No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 46 ayat 1 huruf b UU No. 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 46 ayat 1 Huruf b menjelaskan bahwa Undang-undang ini (Perlindungan Konsumen) mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.

3. UU No. 19 Tahun 1992 tentang Jasa Konstruksi

22

(34)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Dalam pasal 38 ayat 1 UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi disebutkan bahwa masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara :

a. orang perorangan;

b. kelompok orang dengan pemberian kuasa;

c. kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan.

Sedangkan dalam penjelasan pasal 38 ayat (1) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “hak mengajukan gugatan

perwakilan” adalah hak sekelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili

masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum, dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Dalam pasal 39 UU No. 18 Tahun 1999 disebutkan bahwa gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu dan/atau berupa biaya atau pengeluaran nyata, dengan tidak menutup kemungkinan tuntutan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan pasal 39 UU No. 18 Tahun 1999 disebutkan bahwa khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu :

(35)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

2) Menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melawan hukum karena melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak kerja konstruksi;

3). Memerintahkan seseorang (salah satu orang) yang melakukan usaha/kegiatan jasa konstruksi untuk membuat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi para pekerja jasa konstruksi.

4. UU No. 91 Tahun 1992 tentang Kehutanan

Pengaturan mengenai gugatan class action dalam UU No. 91 Tahun 1992 tentang Kehutanan diatur dalam Pasal 71 ayat 1 yang menyatakan bahwa masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat. 5. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 Tahun 2001 tentang Acara

Gugatan Perwakilan Kelompok

PERMA ini mengatur mengenai prosedur atau tata cara gugatan perwakilan kelompok (Class Action). PERMA ini terdiri dari enam bab.

Bab I mengenai ketentuan umum. Dalam bab ini mengatur mengenai definisi

beberapa elemen penting dari gugatan perwakilan kelompok seperti definisi dari gugatan perwakilan kelompok, wakil kelompok, anggota kelompok, sub kelompok, pemberitahuan dan pernyataan keluar.

Bab II mengenai Tata Cara dan Persyaratan gugatan perwakilan kelompok.

Dalam bab ini diatur masalah kriteria gugatan perwakilan kelompok, persyaratan formal, surat kuasa, penetapan hakim dikabulkannya/ditolaknya gugatan perwakilan kelompok, penyelesaian perdamaian.

Bab III mengenai Pemberitahuan/ Notifikasi. Dalam bab ini diatur mengenai

(36)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

menyatakan dirinya keluar keanggotaan apabila tidak menghendaki hak-haknya diperjuangkan melalui gugatan perwakilan kelompok serta sarana pemberitahuan.

Bab IV mengenai Pernyataan Keluar. Di dalamnya dijelaskan bahwa hanya

anggota kelompok yang ingin menyatakan dirinya keluar wajib memberitahukan secara tertulis dan bagi yang tetap ingin bergabung tidak perlu melakukan tindakan apa-apa.

Bab V mengenai putusan. Putusan dalam gugatan perwakilan kelompok wajib

mengatur hal-hal seperti jumlah ganti kerugian secara rinci, penentuan kelompok dan atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti kerugian dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.

Bab VI mengenai Ketentuan Penutup. Dalam bab ini disebutkan bahwa

ketentuan lain yang telah diatur dalam hukum acara perdata tetap berlaku di samping ketentuan dalam PERMA ini.

1.1. Periode sebelum adanya pengakuan class action.

(37)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Menyusul kemudian Kasus Muchtar Pakpahan melawan Gubernur DKI Jakarta & Kakanwil Kesehatan DKI (kasus Endemi demam Berdarah) di PN Jakarta Pusat pada tahun 1988 dan Kasus YLKI melawan PT. PLN Persero (kasus

pemadaman listrik se-Jawa Bali tanggal 13 April 1997) pada tahun 1997 di PN

Jakarta Selatan.

Dalam gugatan Bentoel Remaja, Pengacara R.O. Tambunan mendalilkan dalam gugatannya bahwa ia tidak hanya mewakili dirinya sebagai orang tua dari anaknya namun juga mewakili seluruh generasi muda yang diracuni karena iklan perusahaan rokok Bentoel.

Dalam kasus demam berdarah, pengacara Muchtar Pakpahan selaku penggugat mendalilkan bahwa ia bertindak untuk kepentingan diri sendiri sebagai korban wabah demam berdarah maupun mewakili masyarakat penduduk DKI Jakarta lainnya yang menderita wabah serupa.

Dari ketiga kasus class action di atas sayangnya tidak ada satupun gugatan yang dapat diterima oleh pengadilan dengan pertimbangan :

1). Gugatan class action bertentangan dengan adagium hukum yang berlaku bahwa tidak ada kepentingan maka tidak aksi (point d’intetrest, point d’action). Hal ini diperkuat dalam yurisprudensi MA dalam putusannya pada tahun 1971 yang mengisyaratkan bahwa gugatan harus diajukan oleh orang yang memiliki hubungan hukum.

(38)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

3). Belum ada hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai gugatan class

action, baik soal definisi maupun prosedural mengajukan gugatan class action ke

pengadilan

4). Bahwa class action lebih didominasi di negara yang menganut stelsel hukum

Aglo Saxon, sementara tradisi hukum di Indonesia lebih dominann dipengaruhi

oleh stelsel huku m eropa kontinental.

2.1. Periode setelah adanya pengakuan class action

Class Action dalam Hukum Positif di Indonesia baru diberikan pengakuan

setelah diundangkannya UU Lingkungan Hidup pada tahun 1997 kemudian diatur pula dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU Kehutanan pada tahun 1999. Namun pengaturan Class Action hanya terbatas dan diatur dalam beberapa pasal saja. Selain itu ketiga UU tersebut tidak mengatur secara rinci mengenai prosedur dan acara dalam gugatan perwakilan kelompok (Class Action). Sebelum tahun 2002, gugatan secara

class action umumnya dilakukan tanpa adanya mekanisme pemberitahuan bagi

anggota kelompok dan pernyataan keluar dari anggota kelompok. Gugatan secara

class action dilaksanakan melalui prosedur yang sama dengan gugatan perdata biasa.

Ketentuan yang secara khusus mengenai acara dan prosedur Class Action baru diatur pada tahun 2002 dengan dikeluarkannya PERMA No. I Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 mengatur tentang

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI GANTI RUGI KASUS-KASUS KORUPSI DI INDONESIA

(39)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Pada prinsipnya ada tiga hal mendasar yang menyebabkan seseorang secara hukum mesti bertanggungjawab membayar nilai ganti rugi. Pertama karena kesalahan orang tersebut (Pasal 1365 KUH Perdata). Kedua, karena kelalaian orang tersebut (Pasal 1366 KUH Perdata). Dan ketiga, karena pertanggungjawaban tersebut telah diatur dengan undang-undang (misalnya: Pasal 43 ayat (1) UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan).

Unsur kesengajaan bahkan sama sekali tidak berarti untuk pertanggungjawaban atas dasar undang-undang yang lazimnya mengenal apa yang dikenal sebagai pertanggungjawaban kualitatif (strict liability). Pertanggungjawaban seperti ini, pada dasarnya mewajibkan si ‘pelaku’ untuk mengganti kerugian yang timbul seperti yang tercantum dalam aturan undang-undang, baik dengan, atau tanpa kesalahan dari si pelaku. Bila memang kerugian tersebut timbul bukan akibat dari kesalahan pelaku, maka dari pihak pelakulah yang mesti membuktikan hal sebaliknya tersebut23

23

Imam Nasima, Ganti Rugi terhadap Korban, diakses dari situs :

.

Ketatnya aturan pertanggungjawaban ini biasanya berkaitan dengan kualitas yang disandang oleh pelaku, keuntungan yang mungkin dia dapat, atau adanya risiko yang dianggap menjadi tanggungjawab pelaku. Karenanya, penulis mempertanyakan maksud aturan pasal 43 ayat (1) UU No. 15/1992 berkaitan dengan bukti ‘kesalahan’ pengangkut. ‘Kesalahan’ di sini semestinya diartikan sebagai segala kejadian selain daya paksa (overmacht) dan atau selain akibat kesalahan pihak ketiga atau penggugat sendiri. Karena sudah selayaknya maskapai penerbangan melindungi kepentingan pengguna jasa layanan penerbangan. Bukankah mereka dalam kualitasnya sebagai penyedia jasa harus memastikan aman dan nyamannya jasa yang dia berikan.

(40)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

Tuntutan pertanggungjawaban tersebut tentu saja membutuhkan penjelasan yang berbeda dari nilai ganti rugi tertentu yang ditetapkan dengan undang-undang. Bukankah kita tidak bisa mengatakan bahwa jika A adalah lima, maka 5 X B dengan sendirinya adalah dua puluh lima. Berikut beberapa bentuk ganti rugi dapat kita lihat, yaitu24

Di Amerika sendiri dikenal sistem diagnosa yang bersumber pada Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorders yang dikembangkan oleh American

Psychiatric Association dan International Classificitasion of Diseases versi WHO,

untuk menetapkan adanya gangguan psikis serius. Ini sehubungan dengan ketentuan di negara bagian Kansas, misalnya, bahwa yang bisa menjadi dasar tuntutan ganti rugi psikis adalah gangguan psikis serius, yaitu gangguan psikis yang terbatas pada:

:

1. Ganti rugi psikis

Kalau kita lihat dalam sistem hukum Amerika, barangkali pendapat Lord

Wensleydale di tahun 1861 dapat dijadikan penjelas. Beliau berpendapat: “Mental

pain and anxiety, the law cannot value, and does not pretend to redress, when the

unlawful act complained of causes that allone.” (ganti rugi atas cedera psikis pada

mulanya hanya diakui dalam kaitannya dengan kerugian yang timbul akibat luka,

cacat, atau cemarnya nama baik). Kerugian semacam ini disebut juga ‘parasitic

damages’. Barulah di tahun 1948 ditetapkan dalam § 46 Restatement of Torts bahwa:

“One who, without a privilege to do so, intentionally causes severe emotional distress

to another is liable for such emotional distress and for bodily harm resulting from it.

(ganti rugi psikis diberikan terhadap kerugian yang timbul akibat luka, cacat, atau cemarnya nama baik).” Ketentuan tersebutlah yang pada akhirnya menjadi pegangan hakim-hakim di Amerika untuk mengakui adanya ganti rugi psikis.

24

(41)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

“…only highly unpleasant mental reactions such as fright, horror, grief, shame,

embarrasment, anger, chagrin, disappointment, and worry.” (ganti rugi psikis

diberikan terhadap gangguan psikis serius, seperti ketakutan, rasa malu, kekecewaan, kekhawatiran dan sebagainya).

2. Ganti rugi atas korban meninggal

Tuntutan ganti rugi atas korban meninggal bukanlah tuntutan yang datang dari korban yang meninggal. Dengan kata lain, gugatan datang dari pihak yang mengalami gangguan psikis serius akibat meninggalnya korban dan berhubungan langsung dengan insiden yang terjadi--di Amerika disebut juga bystander.

Ganti rugi psikis atas korban meninggal bagi ahli waris, keluarga, atau kerabat korban bukannya tidak kontroversial. Di sini setidaknya penulis mencoba mengutarakan satu hal mendasar sehubungan dengan keberlakuan moral dari ganti rugi seperti ini. Manusia pada dasarnya tidak ingin kehilangan orang yang dikasihinya. Bahkan kalaupun ganti rugi itu sebesar kekayaan Bill Gates, misalnya, secara hati nurani tidak akan cukup untuk mengganti hilangnya orang tersayang. Berapa, coba, nilai nominal orang yang anda kasihi? Dengan demikian, ganti rugi atas korban meninggal semestinya tidak dilihat sebagai nilai kompensasi, sebagaimana ganti rugi pada umumnya.

Penjelas dari ganti rugi tersebut bisa ditemukan pada nilai kompensasi atas cedera psikis yang diderita pihak penggugat, atau setidaknya pengakuan salah dari pihak yang telah berbuat salah atau lalai (appeasement) sehingga mengakibatkan meninggalnya korban, dan bukan pada nilai kompensasi atas meninggalnya korban.

(42)

Dedi Saputra : Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Instrumen Gugatan Class Action Dalam Proses Ganti Rugi Kasus-Kasus Korupsi Di Indonesia, 2007.

USU Repository © 2009

sebagaimana sudah penulis bahas dalam paragraf di atas, perkembangan ilmu dan teknologi diyakini telah dapat mengenali, sekaligus menjadi landasan akan adanya ‘cedera’ yang tak nampak ini. Oleh karena itu, hukum pertanggungjawaban mau tak mau harus dapat mengikuti perubahan cara pandang masyarakat tersebut.

Namun demikian, sebagai fasilitator sekaligus mediator, hukum di samping harus dapat mengakomodir kepentingan korban tersebut, juga harus dapat melindungi kepentingan pihak tergugat. Dalam arti, seseorang wajib membayar ganti rugi pada orang lain, jika dan hanya jika dia mengakibatkan timbulnya kerugian pada orang tersebut (lihat juga konsep ‘harm principle’ John Stuart Mill dalam On Liberty). Karenanya, tuntutan dari pihak ke tiga (tak langsung mengalami insiden) biasanya mesti memenuhi beberapa syarat tertentu.

Di dalam sistem hukum Amerika persyaratan tersebut beragam. Keberagaman tersebut, selain dipengaruhi keunikan setiap kasus, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: di negara bagian mana tuntutan ganti rugi diajukan, ideologi hakim bersangkutan, maupun komposisi juri terpilih. Namun, sebagai gambaran abstrak dari perdebatan yuridis yang akan lahir, sekaligus penutup tulisan ini, penulis akan menyebutkan beberapa hal yang mungkin menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan tuntutan ganti rugi psikis dari pihak ketiga.

Dasar-dasar pertimbangan tersebut, atau yang dikenal sebagai basic principles

of bystander recovery meliputi beberapa hal. Pertama, pihak ketiga harus berada di

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002

Siswa dengan berbagai tingkah laku dan karakhteristiknya yang unik pasti akan dijumpai oleh seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang

Hasil penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep IPS materi penjajahan Belanda dapat meningkat melalui model pembelajaran kooperatif tipe

tali benda dipakai untuk mengikat -- air selokan kecil: -- perut usus pada pusat bayi -- temali berma- cam-macam tali bertalian berhu- bungan dengan; - anak tali ternali

Peubah yang diamati meliputi karakteristik komponen hasil (panjang dan lebar daun; jumlah dan panjang cabang poduksi; jumlah malai dan bobot buah/ malai; tinggi

Hal utama yang menjadi persoalan utama pemimpin bangsa Indonesia saat ini adalah sulitnya mencari kriteria pemimpin yang pas untuk memimpin Negara Indonesia, berbagai kondisi

Alasan mengapa penulis memilih tayangan program Are You Smarter Than 5th Grade di Global TV sebagai bahan penelitian adalah sebagai acuan untuk mendapatkan data tentang opini

Karakterisasi Mesopori Setelah Penjerapan Mesopori yang telah menjerap sampel uji (fraksi) dilakukan karakterisasi kembali untuk melihat perbedaan karakter material