• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR TEORI

Pemancar AM (Amplitude Modulation) merupakan alat yang digunakan

untuk memancarkan sinyal yang telah dimodulasi amplitudo. Penulis mencoba

untuk menerapkan teknik frequency hopping dalam pemancar AM ini. Frequency

hopping diterapkan dengan mengubah-ubah frekuensi carrier secara periodis yang

diatur dengan urutan tertentu. Pengaturan perubahan frekuensi carrier

menggunakan PLL (phase locked loop). PLL memberi kemudahan dalam

mengatur frekuensi carrier secara periodis.

2.1 Modulasi Amplitudo

Modulasi adalah proses penumpangan sinyal-sinyal informasi yang berfrekuensi rendah pada sinyal pembawa (carrier) [3]. Modulasi amplitudo

merupakan salah satu jenis modulasi yang mengubah amplitudo sinyal carrier

dengan frekuensi tetap. Dalam modulasi amplitudo, suatu tegangan yang

sebanding dengan sinyal modulasi ditambahkan kepada amplitudo sinyal carrier.

Sinyal carrier dinyatakan dengan [3]

( ) ( )

ec t = Ec max cos

ω

c t +

φ

c (2.1)

dengan Ec max merupakan amplitudo sinyal carrier,

ω

c adalah frekuensi sudut

carrier, dan

φ

c adalah fasa carrier. Bentuk gelombang pembawa ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Sedangkan sinyal pemodulasi dinyatakan dengan

( ) ( )

em t = Em max cos

ω

m t +

φ

m (2.2)

dengan Em max merupakan amplitudo sinyal pemodulasi,

ω

m adalah frekuensi sudut pemodulasi, dan

φ

m adalah fasa pemodulasi. Bentuk gelombang pemodulasi ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Proses modulasi menghasilkan sinyal termodulasi yang dinyatakan dengan

e

(

t

)

=

[

Ec max e+ t

] (ω

t +

φ)

m ( ) cos (2.3)

Bentuk gelombang termodulasi ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.1 Bentuk Gelombang Carrier [3]

Gambar 2.3 Bentuk Gelombang Termodulasi [3]

2.2 Blok diagram pemancar AM

Bentuk dasar pemancar AM ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Osilator Driver Booster

Modula tor

Gambar 2.4 Diagram Blok Sistem Pemancar AM [3]

Keterangan dari setiap blok sistem adalah sebagai berikut [3]:

1. Osilator digunakan sebagai penghasil sinyal carrier yang akan dimodulasi oleh sinyal informasi.

2. Driver berfungsi untuk menguatkan tegangan karena amplitudo sinyal keluaran osilator masih kecil.

3. Booster berfungsi sebagai penguat akhir untuk menguatkan daya sinyal termodulasi ke antena.

4. Modulator adalah pengubah parameter sinyal carrier agar informasi yang akan ditumpangkan pada sinyal carrier lewat sebuah trafo modulator mempunyai daya yang cukup. Modulator AM digunakan sebagai alat untuk memodulasi sinyal informasi dengan sinyal dari osilator, sehingga menghasilkan gelombang termodulasi.

5. Antena pemancar digunakan untuk memancarkan sinyal termodulasi yang berupa sinyal elektromagnetik.

2.3 Phase Locked Loop

Phase Locked Loop (PLL) adalah suatu sistem dengan sinyal umpan balik yang digunakan untuk menghasilkan fasa sinyal keluaran yang tersinkronisasi (lock) dengan fasa sinyal masukan[4]. Bentuk sinyal masukan bisa berupa sinyal sinus atau digital. PLL dapat digunakan sebagai filter, sintesa frekuensi, kontrol kecepatan motor, modulasi-demodulasi dan beragam aplikasi lain. Kemampuan

self-correcting membuat PLL mampu untuk melacak perubahan frekuensi dari sinyal masukan.

Dua parameter penting dalam operasi PLL adalah Capture Range dan

Lock Range. Capture Range ± fC adalah jangkauan/range frekuensi di sekitar frekuensi pusat saat PLL mulai terjadi sinkronisasi. Lock range ± fL adalah jangkauan/range frekuensi di sekitar frekuensi pusat saat PLL dapat

mempertahankan sinkronisasi, dari sejak mulai terjadi. Secara umum lock range

jangkauan frekuensi yang lebih lebar dari jangkauan saat terjadi sinkronisasi. Diagram blok PLL terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Diagram Blok Umum PLL [5]

Sinyal masukan dapat berupa gelombang sinus atau kotak yang memiliki frekuensi radian ωi dan fasa θi. Keluaran dari phase detector diumpankan ke filter

dan dikuatkan untuk mengontrol frekuensi osilator (VCO). Keluaran VCO adalah

gelombang sinus atau kotak dengan frekuensi ωo dan menjadi masukan kedua

phase detector. Pada dasarnya PLL memiliki dua kegunaan utama, yaitu menghasilkan tegangan V3 yang mengontrol VCO dan frekuensi ωo sebagai masukan VCO. Secara sederhana fasa dan frekuensi sudut dapat dirumuskan dengan [5] ω = dθi (2.4) i dt ω = dθo (2.5) o dt

2.3.1 Operasi Phase Locked Loop

Gambar 2.6a menunjukkan jika kedua masukan detektor fasa adalah sinyal

sinusoida dengan frekuensi ωFR dengan fasa sama, maka beda fasa akan sama

dengan nol dan tegangan v1, v2, v3 pada Gambar 2.5. juga sama dengan nol. Tegangan v3 menjadi masukan VCO agar keluaran tetap pada frekuensi ωFR yang sama dengan ωi, sehingga loop terjaga atau yang sering disebut equilibrium loop. Jika frekuensi naik maka ωi berubah naik dan θi semakin besar, sehingga θi dengan θo yang menyebabkan terjadi bada fasa seperti pada Gambar 2.6 b [5].

Gambar 2.6 (a) Kedua masukan memiliki frekuensi dan fasa yang sama, beda fasa konstan. (b) Peningkatan frekuensi masukan menyebabkan kesalahan positif fasa

∆θ[5]

Dengan adanya beda fasa (∆θ), maka muncul tegangan v1 yang ditapis dan dikuatkan sehingga tegangan v3 semakin tinggi. Kecepatan sudut ωo akan naik mencapai ωo yang sama dengan ωi, sehingga kedua vektor berotasi pada kecepatan yang sama. Loop yang baru terjadi dan terjaga (new equilibrium loop).

Saat kondisi lock tercapai, tegangan v3 proposional terhadap frekuensi VCO. Jika ωi sama dengan ωo, maka

3

v = ωi −ωFR ko

(2.6)

dengan ωFR adalah kecepatan radian frekuensi running, ko adalah konstanta.

2.3.2 Detektor Fasa

Detektor fasa adalah rangkaian pendeteksi perbedaan sudut fasa dan beda frekuensi antara dua gelombang masukan dan membangkitkan suatu keluaran berupa tegangan koreksi dari perbedaan fasa yang terjadi [6]. Gambar 2.7

menunjukkan ada perbedaan fasa pada dua gelombang sinus f 1 sebagai sinyal

referensi dan f 2 sebagai sinyal dari VCO dengan perbedaan sudut sebesar sudut

θ

e (phase error).

Gambar 2.7 Dua Gelombang Sinus dengan Fasa berbeda [6]

Sinyal referensi pembanding fasa dianggap gelombang sinus, dengan persamaan

)( sin[

( )

]

u1 t = U1

ω

n t +

θ

1 t

dengan sudut fasa

θ

1 merupakan bagian dari fungsi waktu (t) dan dianggap

θ

1 = 0 untuk t < 0. Sedangkan pada t ≥ 0 nilai

θ

1 = ∆φ

θ

1 (t) = ∆ u

φ

(t) (2.8)

dengan u

( )

t adalah fungsi unit step. Fungsi merupakan bagian dari modulasi fasa (modulasi berbeda), sedang untuk perubahan frekuensi (frekuensi dan fasa berbeda) yaitu pada modulasi frekuensi, maka persamaan sinyal referensi menjadi

( )

u1 = U1 sin(

ω

o t +

ω

t ) = U1 sin

ω

o t +

θ

1

(2.9)

Sudut fasa

θ

1 dapat ditulis sebagai

θ (

t

)

= ∆ t

ω

1 (2.10)

Sinyal yang akan dibandingkan ( f 2 ), yaitu sinyal dari osilator VCO, adalah sinyal keluaran dengan persamaan

2

u

(

t

)

U=

[

2 cos

ω

o t +

θ

2

(

t

)]

(2.11)

Jika pembanding fasa digunakan pada sistem PLL linier dan bekerja pada π

frekuensi tengahnya, maka terdapat beda fasa sebesar

( )

antara sinyal2 90

o

referensi dengan sinyal keluaran. Jika dua sinyal adalah sinyal fungsi sinus dan fungsi kosinus, maka beda fasa

θ

e =

θ

1

θ

2 menjadi bernilai 0.

2.3.3 Voltage Controlled Oscillator

Voltage controlled oscillator (VCO) adalah suatu osilator elektronik yang frekuensi keluarannya diatur oleh suatu tegangan masukan DC yang diberikan[4]. Pada saat tegangan masukan pada VCO sama dengan nol, VCO akan menghasilkan frekuensi free running pada nilai frekuensi (fo). Pada saat tegangan

yang masuk ke dalam VCO bernilai positif, frekuensi VCO akan lebih besar dari pada fo. Saat tegangan yang masuk ke dalam VCO bernilai negatif, maka frekuensi VCO akan bernilai lebih kecil daripada fo. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Karakteristik VCO [14]

2.3.4 Low Pass Filter

Filter adalah rangkaian yang menghasilkan karakteristik tanggapan frekuensi yang telah ditentukan dengan tujuan melewatkan rentang frekuensi tertentu dan menekan/menolak rentang frekuensi yang lain[7]. Sedangkan low pass filter (LPF) adalah filter yang mampu melewatkan frekuensi rendah saja. Penapisan diperlukan agar tegangan kendali pada VCO berupa tegangan dc murni. Untuk itu diperlukan filter pelewat rendah. Filter pelewat rendah ini dapat dibangun dengan kombinasi resistor dan kapasitor. Tanggapan frekuensi untuk

low pass filter (LPF) dapat dilihat pada Gambar 2.9 Gambar 2.10 memperlihatkan low pass filter (LPF) pasif RC.

Gambar 2.9 Tanggapan Frekuensi Low Pass Filter (LPF) R1

input C1 output

Gambar 2.10 Low Pass Filter (LPF) Pasif RC

Frekuensi cut off filter (fc) dihitung menggunakan persamaan (2.12) dengan fc adalah frekuensi cut off filter, R1 adalah resistor filter dan C1 adalah kapasitor filter. = 1 f c π (2.12) 2 1R1C

2.4 Osilator

Rangkaian osilator merupakan rangkaian yang dapat membangkitkan gelombang sendiri. Pada dasarnya osilasi dapat dibangkitkan dengan adanya umpan balik untuk berosilasi dan adanya pembangkitan sendiri (self-excitation).

Osilator juga dapat dimodelkan sebagai amplifier berumpan balik positif. Hal ini

ditunjukkan pada Gambar 2.11[3]. Setiap gangguan kecil pada masukan terhadap

kepada masukan. Jika sinyal umpan balik mempunyai amplitudo yang cukup dan fasanya tepat, maka proses dapat menghasilkan pembentukan suatu sinyal yang menopang sendiri atau osilasi.

Pada Gambar 2.11 masukan dikalikan penguatan depan A untuk

memberikan keluaran . Keluaran dari B diumpan balikan untuk memberikan

masukan . Jadi, AB = atau AB=1 adalah kondisi yang diperlukan untuk

menopang osilasi. Hal ini dikenal sebagai kriteria Barkausen.

Gambar 2.11 Diagram Blok Osilator [3]

Dalam praktek, biasanya penguatan A tidak bergantung pada frekuensi dan

mendapatkan suatu pergeseran fasa 180°. Dalam kondisi close-loop, besarnya A

harus sama dengan besarnya 1/B agar dapat mempertahankan osilasi. Jaringan umpan balik B terdiri atas komponen pasif yang merupakan elemen penentu frekuensi dan memberikan pergeseran fasa 180°, sehingga total pergeseran fasa saat close-loop menjadi 360°.

Analisis sinyal kecil pada umumnya digunakan untuk memantapkan kondisi start bagi osilasi dan frekuensi saat osilasi itu terjadi. Analisis sinyal kecil memanfaatkan konsep impedansi dan admitansi yang ditetapkan untuk bentuk gelombang sinusoidal sehingga menghasilkan frekuensi osilasi sinusoidal. Osilasi

akan melewati tahapan transient dari keadaan awal permulaan hingga keadaan

steady akhir. Dalam steady state akhir, transistor biasanya bekerja dalam kondisi sinyal besar, sehingga parameter sinyal kecil tidak berpengaruh. Sinyal kecil menghasilkan kondisi minimum yang diperlukan agar osilasi dapat dipertahankan dan menunjukkan ketergantungan frekuensi pada parameter rangkaian.

Rangkaian umpan balik harus dalam kondisi close-loop sehingga

persamaan Barkhausen AB=1 selalu berlaku. Jaringan umpan baliknya merupakan

suatu rangkaian pasif, oleh karena itu amplifier gain harus berubah secara otomatis untuk mempertahankan A=1/B seiring dengan meningkatnya osilasi sampai kepada kondisi steady state.

Gambar 2.12 (a) Rangkaian amplifier sinyal kecil ekivalen dengan generator arus bergantung tegangan dan (b) Generator tegangan bergantung

tegangan [3]

Gambar 2.12(a) menunjukkan pemodelan amplifier untuk kondisi sinyal

kecil yang didasarkan pada model hybrid-π sinyal sinyal kecil. Impedansi

masukan merupakan impedansi masukan transistor yang peralel dengan

transistor yang paralel dengan komponen bias keluaran. Impedansi umpan balik adalah yang ada di dalam amplifier seiring dengan yang diberikan oleh

jaringan umpan balik eksternal B. Gambar 2.12(b) diperoleh dari Gambar 2.12(a)

dengan mengubah sumber arus Norton menjadi sumber tegangan ekivalen

Thevenin.

2.5 Frequency Hopping

Frequency hopping (FH) atau lompatan frekuensi adalah perubahan frekuensi sinyal pembawa secara periodis yang diatur oleh algoritma tertentu. Frekuensi ini akan membawa informasi selama periode tertentu dan berpindah ke frekuensi yang lain , begitu seterusnya seperti diperlihatkan Gambar 2.13[9].

Gambar 2.13 Teknik Frequency Hopping [9]

Anak panah pada Gambar 2.13 menunjukkan urutan lompatan (hop) frekuensi f1Æf4Æf2Æf1, demikian secara berulang-ulang[9]. Perpindahan frekuensi terjadi beberapa ratus sampai beberapa ribu kali dalam satu detik.

Stasiun penerima juga harus melakukan perpindahan frekuensi dengan lompatan yang sama supaya informasi yang dikirimkan dapat diperoleh kembali.

Frequency hopping (FH) merupakan salah satu dari teknik spektrum tersebar (spread spectrum). Bandwidth yang digunakan jauh lebih lebar dari

bandwidth minimum yang diperlukan untuk mengirimkan informasi yang sama jika menggunakan frekuensi pembawa tunggal.

Pemancar FH hanya dapat mengirimkan data pada setiap frekuensi dalam jumlah yang sangat terbatas, karena perioda antar lompatan frekuensi sangat singkat (400µs – 577 µs) berbeda untuk setiap sistem komunikasi digital. Perioda antar lompatan ini disebut chip atau time slot.

Lompatan dari satu frekuensi ke frekuensi yang lain diatur secara berurutan atau secara acak dengan menggunakan sandi pseudorandom. Sandi

pseudorandom adalah sandi acak yang mempunyai deretan sandi yang akan terulang secara periodis dalam perioda yang cukup lama. Dengan mengacak pola lompatan, sinyal pengganggu (interfering signal) diharapkan dapat dihindari. Jika interferensi muncul dan mengganggu salah satu kanal berfrekuensi, misal f2, maka sinyal pembawa akan selalu mengalami gangguan tetapi hanya saat berada pada frekuensi f2. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Interferensi pada Transmisi Frequency Hopping [9]

Sinkronisasi merupakan hal yang sangat penting dalam FH karena waktu dan frekuensi harus terdeteksi secara benar pada penerima. Pemancar harus selalu melakukan sinkronisasi dengan penerima. Untuk sinkronisasi awal, pemancar akan berada pada frekuensi tertentu (parking frequency) sebelum komunikasi dimulai. Jika interferensi muncul pada frekuensi ini, maka pemancar akan kesulitan dalam melakukan FH dan melakukan sinkronisasi dengan penerima.

2.6 Penguat Kelas A

Driver dibangun dari penguat kelas A karena lebih efisien dalam penguatan sinyal kecil. Gambar 2.15 menunjukkan garis beban AC dan DC beserta titik kerja penguat kelas A. Garis yang dibatasi oleh titik A dan B merupakan garis beban AC dan garis yang dibatasi oleh titik C dan D merupakan garis beban DC. Titik A merupakan titik jenuh AC, dan titik B merupakan titik

putus AC. Penguat kelas A mempunyai titik kerja sepanjang garis beban antara titik A dan titik B atau daerah aktif transistor.

Pada saat transistor mencapai titik jenuh, VCE sama dengan nol sehingga diperoleh [10] ( I C sat ) = T CQ I CEQV + T rC (2.13)

Sedangkan pada saat transistor mencapai titik putus, IC sama dengan nol, sehingga tegangan putus AC sebesar

CEV ( cut ) =

CEQV

+ I CQ Cr

T T (2.14)

dengan IC(sat) adalah arus jenuh AC, VCE(sat) adalah tegangan putus AC, ICQT adalah arus kolektor DC, VCEQT adalah tegangan kolektor emitor DC dan rC merupakan resistansi AC.

Gambar 2.15 Garis Beban AC dan DC Penguat Kelas A [10] Penguatan tegangan penguat kelas A dapat dinyatakan dengan

A = − Cr (2.15)

V re

dengan AV adalah penguatan tegangan dan re merupakan resistansi dalam transistor. Resistansi dalam transistor merupakan resistansi yang dihasilkan dengan adanya arus DC yang mengalir dalam transistor. Harga resistansi dalam dapat dinyatakan dengan

r = mV25 I e T CQ (2.16)

dengan ICQT adalah arus kolektor DC. Gambar 2.16 merupakan rangkaian penguat

kelas A. Vcc R1 L C3 C1 RL Input R2 RE C2

Gambar 2.16 Rangkaian Penguat Kelas A [10]

Persamaan loop tegangan yang melingkari basis adalah

VBE + I E RE VBQ + I B RBQ = 0

VB = VBE + VE

Karena I E I B

β

, maka persamaan 2.17 dapat disederhanakan menjadi

( )

(2.17) (2.18)

dengan I E I C adalah arus kolektor, β adalah penguatan arus transistor, RBQ adalah resistansi thevenin, RE adalah resistansi emitor, VBQ adalah tegangan

thevenin dan VBE merupakan tegangan basis emitor. Resistansi thevenin dari Gambar 2.16 adalah R = 1R 2R BQ + 1 R 2R (2.20)

Sedangkan tegangan thevenin diperoleh dengan

VBQ = R2

R1 + R2 CC V

(2.21)

Tegangan kolektor ke emitor sebesar

CEQ V

=

CCV

I EQ RE ; IEQRE = VE (2.22)

Agar menjadi penguat kelas A yang baik, rangkaian harus mempunyai faktor kualitas rangkaian Q dan faktor kualitas kumparan QL yang tinggi. Secara praktis harga minimum faktor kualitas rangkaian sebesar 10, sedangkan faktor kualitas induktor sebesar 50. Harga faktor kualitas induktor adalah

Q = X L L RS

(2.23)

dengan XL adalah reaktansi induktif dan RS merupakan resistansi kumparan seri Reaktansi induktif dapat dinyatakan dengan

X L =

π

2 f r L (2.24)

dengan XL adalah reaktansi induktif, fr adalah frekuensi sinyal masukan dan L

merupakan induktor. Sesuai dengan teorema kumparan, persamaan 2.23 dapat diubah menjadi

dengan RP adalah resistansi paralel kumparan.

Gambar 2.17 Rangkaian Ekivalen AC [10]

Pada Gambar 2.17 terdapat kapasitor gandeng masukan (C1) dan kapasitor gandeng keluaran (C3). Dengan menggunakan rangkaian ekivalen AC seperti ditunjukkan Gambar 2.17 dapat ditentukan impedansi masukan (Rin) sebesar

inR = R1 // R2 //

β

er (2.26)

Jaringan masukan mempunyai frekuensi sebesar

= 1

fin

π

2 (1CRin ) (2.27)

dengan fin adalah frekuensi masukan. Demikian pula jaringan keluaran mempunyai frekuensi keluaran

f out = 1 +

2

π

(Rp RL )C3 (2.28)

dengan fout adalah frekuensi keluaran, Rp adalah resistansi kumparan, RL adalah resistansi beban dan C3 adalah kapasitor gandeng keluaran.

Secara praktis sering kapasitor pintas emitor (C2) dianggap hubung singkat dalam rangkaian ekivalen AC. Jika rangkaian penggerak C2 diganti dengan rangkaian thevenin, maka resistansi thevenin yang menghadap kapasitor sebesar

Rout re + 1R // 2R (2.29)

β

Frekuensi pada jaringan emitor (fE) adalah

= 1 (2.30)

f E

π

2 Rout C2

dengan Rout adalah resistansi keluar yang menghadap kapasitor emitor dan C2 merupakan kapasitor emitor.

Daya pada penguat berkaitan erat dengan tegangan catu yang diberikan [10]

i

P dc) = VccICQ(

(2.31)

Daya output AC diberikan ke beban (RL) dengan persamaan

P (ac) = V 2 CE ( p) (2.32) o R 2 L Efisiensi daya maksimum (ηMAX) adalah

η

MAX = Po (ac)

Pi (dc)

(2.33)

dengan Po(ac) adalah daya output dan Pi(dc) adalah daya input [10].

2.7 Penguat Tertala

Penguat tertala adalah penguat yang mempunyai bandwidth sangat sempit,

karena memiliki Quality Factor (Faktor Q) yang besar [3]. Faktor Q disebut juga dengan faktor kualitas yang dapat didefinisikan sebagai perbandingan reaktansi induktif pada resonansi terhadap resistansi pada rangkaian yang ditala.

2.6.1 Rangkaian Tala

Rangkaian ini biasa dipakai dalam tapis ( filter), osilator, dan penguat radio. Rangkaian tala terdiri induktor dan kapasitor baik secara seri seperti ditunjukkan pada Gambar 2.18 maupun paralel seperti ditunjukkan pada Gambar 2.19[3].

C1 r L1

V1

1 2

SIGNAL AC

Gambar 2.18 Rangkaian tertala Seri [3]

Persamaan rangkaian tertala seri adalah [3]

Zs = r + jX (2.34)

Zs = r + j ( ωL - 1 ) (2.35)

C

ω

dengan adalah impedansi sumber, r adalah resistor, ω adalah kecepatan radian, L adalah lilitan, dan C adalah kapasitor.

Besarnya impedansi adalah

Karena

Zs = r 2 + X 2 (2.36)

ωL = 1 (2.37)

maka

ω = 1 (2.38)

LC

sehingga frekuensi tala/resonansi dapat dihitung dengan

fo = 1 (2.39) 2

π

LC R L C 1 2 SIGNAL AC

Gambar 2.19 Rangkaian tertala Paralel [3]

Frekuensi resonansi pada rangkaian tertala paralel adalah

1 2 fo = 1 − R (2.40) Jika L2 >> R2 , maka fo =

π

2 LC 2L 1 (2.41) 2

π

LC

2.6.2 Penguat RF Yang Ditala

Gambar 2.20 menunjukkan rangkaian penguat common emitter (CE) dengan rangkaian keluaran dan masukan tertala. C3 dan C4 adalah kapasitor pemblokir dc dengan reaktansi yang dapat diabaikan pada frekuensi tinggi. Resistor bias (RB) memasok arus bias ke base. Resistor ini dapat diabaikan pada frekuensi tinggi[3].

Gambar 2.20 Rangkaian Penguat Common Emitter (CE) Tertala [3]

Penguat-penguat tertala untuk frekuensi radio (radio frequency, RF)

digunakan untuk memberikan penguatan dan selektivitas ujung depan (front end)

pada pesawat penerima radio untuk memisahkan sinyal masuk dari antena, sehingga didapatkan penyaringan (filtering) bandpass yang tepat yang diperlukan penguat intermediated frequency (IF).

Analisis DC pada rangkaian tertala CE adalah sebagai berikut[11] a. Bagian Keluaran

Vcc = Ic.Rc + Vce + Ie.Re (2.42)

dengan Vcc adalah sumber tegangan, Ic adalah arus pada collector, Vce adalah tegangan antara collector dan emitter, dan Ie adalah arus pada emitter.

b. Bagian Masukan

Vcc = .Ib Rb + Vbe + .Ie Re

(2.43)

Nilai Ic dan β dapat diperoleh dengan grafik Ic-hfe (pada suhu kamar) yang diperoleh dari datasheet transistor yang digunakan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21 Grafik Ic-hfe Transistor 2N2222A [12]

Analisis AC Pada Rangkaian Tertala CE Menggunakan Rangkaian

hybrid-π Untuk BJT[3]. Rangkaian ekivalen hybrid-π adalah konfigurasi

rangkaian berbentuk π, dan unit-unitnya campuran (hybrid) yang mengandung

pembangkit arus yang tergantung tegangan. Rangkaian ekivalen hybrid-π untuk

transistor bipolar junction (sambungan dua kutub) yang disederhanakan ditunjukkan Gambar 2.22.

Terminal B,E, dan C adalah terminal base, emitter, dan collector. Terminal B' adalah internal bagi transistor dan ditunjukkan karena extrinsic base resistance

( ) harus diperhitungkan pada frekuensi tinggi.

Rangkaian pada Gambar 2.19 memiliki elemen yang berpengaruh pada tanggapan frekuensi tinggi. Elemen-elemen tersebut adalah :

a. Transkonduktans yang dirumuskan dengan

= (2.44)

dengan = 26 mV pada suhu ruang.

b. Resistansi keluaran

=

(2.45)

dengan sebagai tegangan awal.

c. Resistansi masukan adalah

=

(2.46)

dengan βo adalah penguatan arus pada frekuensi rendah.

d. Kapasitansi keluaran collector ( ) adalah kapasitansi deplesi sambungan isolasi collector ke substrate yang terjadi pada bias terbalik (reverse-biased). Biasanya bernilai kecil dibanding kapasitansi lain.

e. Kapasitansi collector ke-base ( ) adalah kapasitansi deplesi sambungan

collector ke-base pada bias terbalik. Nilai ( ) dapat diperbesar dengan efek

f. Kapasitansi base-to-base ( ) adalah kapasitansi dari sambungan base ke

emitter pada bias maju ( forward bias) yang terdiri dari

• adalah fungsi bias maju pada sambungan dan dispesifekasikan

untuk kondisi tertentu.

• adalah kapasitansi difusi dengan fungsi terkonduktans

= (2.47)

dengan adalah waktu untuk pembawa minoritas melalui basis.

g. Resistansi bulk base material ( ) adalah resistansi yang muncul antara

terminal luar dan bagian aktif sambungan base-emitter. Biasanya ( ) diabaikan

PERANCANGAN

3.1 Diagram Blok Sistem Komunikasi Radio AM Frequency

Hopping

Sistem komunikasi radio AM Frequency Hopping (FH) mempunyai blok-

blok utama penyusun sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 Pada bagian pemancar (Transmitter, Tx) terdapat blok tone generator yang berfungsi

untuk membangkitkan sinyal sinkronisasi dari empat frekuensi carrier. Empat

frekuensi carrier yang telah tersinkronisasi tersebut kemudian diterima oleh

penerima AM (Receiver, Rx) secara bergantian sesuai waktu yang telah ditentukan. Rx mempunyai blok tone detector untuk menerima sinyal sinkronisasi yang berfungsi untuk mendeteksi sinyal yang diterima sesuai dengan sinyal yang ditransmisikan dari tone generator.

Gambar 3.1 Blok Diagram Umum Sistem Komunikasi Radio AM FH

     

3.2 Diagram Blok Perancangan Pemancar AM Frequency

Hopping

Sistem perangkat pemancar AM FH terdiri dari osilator referensi, detektor fasa, Low Pass Filter, Voltage Controlled Oscillator, pembagi terprogram, dan komponen-komponen pendukung lainnya. Diagram blok dari sistem pemancar AM FH yang akan dirancang ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Diagram Blok Pemancar AM FH

Pemancar AM ini bekerja pada empat frekuensi carrier yaitu 900 kHz,

950 kHz, 1000 kHz, 1050 kHz. Sinyal informasi yang digunakan berasal dari AFG (Audio Function Generator), sedangkan untuk osilator referensi menggunakan osilator kristal yang akan dibandingkan dengan sinyal keluaran pembagi terprogram yang masuk ke detektor fasa. Keluaran pembagi terprogram ini akan dibandingkan dengan frekuensi referensi di detektor fasa, sehingga menghasilkan level tegangan untuk mengatur VCO dan menghasilkan frekuensi

carrier yang diinginkan. Keluaran detektor fasa merupakan sinyal dengan tegangan rata-rata sesuai karakteristik detektor fasa. LPF berfungsi untuk meloloskan komponen frekuensi rendah dan menghilangkan komponen frekuensi tinggi dari keluaran detektor fasa.

Waktu tunda perpindahan antar frekuensi carrier yang direncanakan sebesar 0,25 detik. Driver dan booster digunakan untuk menguatkan tegangan sinyal agar dapat ditransmisikan menuju perangkat penerima AM. Sinkronisasi tidak dibahas pada penelitian ini dan akan dibahas pada penelitian lain.

3.3 Rancangan Rangkaian Tiap Blok

3.3.1 Osilator Dengan Menggunakan PLL

Penentuan spesifikasi sistem perlu dilakukan untuk memberikan batasan dalam menentukan ukuran dan kemampuan alat yang akan dibuat. PLL yang dirancang mempunyai frekuensi keluaran 900 kHz, 950 kHz, 1000 kHz, dan 1050

kHz , frequency step 1 kHz, dan waktu 0.25 detik. Frekuensi keluaran merupakan

Dokumen terkait