• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

2.3 Phase Locked Loop…

Phase Locked Loop (PLL) adalah suatu sistem dengan sinyal umpan balik yang digunakan untuk menghasilkan fasa sinyal keluaran yang tersinkronisasi (lock) dengan fasa sinyal masukan[4]. Bentuk sinyal masukan bisa berupa sinyal sinus atau digital. PLL dapat digunakan sebagai filter, sintesa frekuensi, kontrol kecepatan motor, modulasi-demodulasi dan beragam aplikasi lain. Kemampuan

self-correcting membuat PLL mampu untuk melacak perubahan frekuensi dari sinyal masukan.

Dua parameter penting dalam operasi PLL adalah Capture Range dan

Lock Range. Capture Range ± fC adalah jangkauan/range frekuensi di sekitar frekuensi pusat saat PLL mulai terjadi sinkronisasi. Lock range ± fL adalah jangkauan/range frekuensi di sekitar frekuensi pusat saat PLL dapat

mempertahankan sinkronisasi, dari sejak mulai terjadi. Secara umum lock range

jangkauan frekuensi yang lebih lebar dari jangkauan saat terjadi sinkronisasi. Diagram blok PLL terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Diagram Blok Umum PLL [5]

Sinyal masukan dapat berupa gelombang sinus atau kotak yang memiliki frekuensi radian ωi dan fasa θi. Keluaran dari phase detector diumpankan ke filter

dan dikuatkan untuk mengontrol frekuensi osilator (VCO). Keluaran VCO adalah

gelombang sinus atau kotak dengan frekuensi ωo dan menjadi masukan kedua

phase detector. Pada dasarnya PLL memiliki dua kegunaan utama, yaitu menghasilkan tegangan V3 yang mengontrol VCO dan frekuensi ωo sebagai masukan VCO. Secara sederhana fasa dan frekuensi sudut dapat dirumuskan dengan [5] ω = dθi (2.4) i dt ω = dθo (2.5) o dt

2.3.1 Operasi Phase Locked Loop

Gambar 2.6a menunjukkan jika kedua masukan detektor fasa adalah sinyal

sinusoida dengan frekuensi ωFR dengan fasa sama, maka beda fasa akan sama

dengan nol dan tegangan v1, v2, v3 pada Gambar 2.5. juga sama dengan nol. Tegangan v3 menjadi masukan VCO agar keluaran tetap pada frekuensi ωFR yang sama dengan ωi, sehingga loop terjaga atau yang sering disebut equilibrium loop. Jika frekuensi naik maka ωi berubah naik dan θi semakin besar, sehingga θi dengan θo yang menyebabkan terjadi bada fasa seperti pada Gambar 2.6 b [5].

Gambar 2.6 (a) Kedua masukan memiliki frekuensi dan fasa yang sama, beda fasa konstan. (b) Peningkatan frekuensi masukan menyebabkan kesalahan positif fasa

∆θ[5]

Dengan adanya beda fasa (∆θ), maka muncul tegangan v1 yang ditapis dan dikuatkan sehingga tegangan v3 semakin tinggi. Kecepatan sudut ωo akan naik mencapai ωo yang sama dengan ωi, sehingga kedua vektor berotasi pada kecepatan yang sama. Loop yang baru terjadi dan terjaga (new equilibrium loop).

Saat kondisi lock tercapai, tegangan v3 proposional terhadap frekuensi VCO. Jika ωi sama dengan ωo, maka

3

v = ωi −ωFR ko

(2.6)

dengan ωFR adalah kecepatan radian frekuensi running, ko adalah konstanta.

2.3.2 Detektor Fasa

Detektor fasa adalah rangkaian pendeteksi perbedaan sudut fasa dan beda frekuensi antara dua gelombang masukan dan membangkitkan suatu keluaran berupa tegangan koreksi dari perbedaan fasa yang terjadi [6]. Gambar 2.7

menunjukkan ada perbedaan fasa pada dua gelombang sinus f 1 sebagai sinyal

referensi dan f 2 sebagai sinyal dari VCO dengan perbedaan sudut sebesar sudut

θ

e (phase error).

Gambar 2.7 Dua Gelombang Sinus dengan Fasa berbeda [6]

Sinyal referensi pembanding fasa dianggap gelombang sinus, dengan persamaan

)( sin[

( )

]

u1 t = U1

ω

n t +

θ

1 t

dengan sudut fasa

θ

1 merupakan bagian dari fungsi waktu (t) dan dianggap

θ

1 = 0 untuk t < 0. Sedangkan pada t ≥ 0 nilai

θ

1 = ∆φ

θ

1 (t) = ∆ u

φ

(t) (2.8)

dengan u

( )

t adalah fungsi unit step. Fungsi merupakan bagian dari modulasi fasa (modulasi berbeda), sedang untuk perubahan frekuensi (frekuensi dan fasa berbeda) yaitu pada modulasi frekuensi, maka persamaan sinyal referensi menjadi

( )

u1 = U1 sin(

ω

o t +

ω

t ) = U1 sin

ω

o t +

θ

1

(2.9)

Sudut fasa

θ

1 dapat ditulis sebagai

θ (

t

)

= ∆ t

ω

1 (2.10)

Sinyal yang akan dibandingkan ( f 2 ), yaitu sinyal dari osilator VCO, adalah sinyal keluaran dengan persamaan

2

u

(

t

)

U=

[

2 cos

ω

o t +

θ

2

(

t

)]

(2.11)

Jika pembanding fasa digunakan pada sistem PLL linier dan bekerja pada π

frekuensi tengahnya, maka terdapat beda fasa sebesar

( )

antara sinyal2 90

o

referensi dengan sinyal keluaran. Jika dua sinyal adalah sinyal fungsi sinus dan fungsi kosinus, maka beda fasa

θ

e =

θ

1

θ

2 menjadi bernilai 0.

2.3.3 Voltage Controlled Oscillator

Voltage controlled oscillator (VCO) adalah suatu osilator elektronik yang frekuensi keluarannya diatur oleh suatu tegangan masukan DC yang diberikan[4]. Pada saat tegangan masukan pada VCO sama dengan nol, VCO akan menghasilkan frekuensi free running pada nilai frekuensi (fo). Pada saat tegangan

yang masuk ke dalam VCO bernilai positif, frekuensi VCO akan lebih besar dari pada fo. Saat tegangan yang masuk ke dalam VCO bernilai negatif, maka frekuensi VCO akan bernilai lebih kecil daripada fo. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Karakteristik VCO [14]

2.3.4 Low Pass Filter

Filter adalah rangkaian yang menghasilkan karakteristik tanggapan frekuensi yang telah ditentukan dengan tujuan melewatkan rentang frekuensi tertentu dan menekan/menolak rentang frekuensi yang lain[7]. Sedangkan low pass filter (LPF) adalah filter yang mampu melewatkan frekuensi rendah saja. Penapisan diperlukan agar tegangan kendali pada VCO berupa tegangan dc murni. Untuk itu diperlukan filter pelewat rendah. Filter pelewat rendah ini dapat dibangun dengan kombinasi resistor dan kapasitor. Tanggapan frekuensi untuk

low pass filter (LPF) dapat dilihat pada Gambar 2.9 Gambar 2.10 memperlihatkan low pass filter (LPF) pasif RC.

Gambar 2.9 Tanggapan Frekuensi Low Pass Filter (LPF) R1

input C1 output

Gambar 2.10 Low Pass Filter (LPF) Pasif RC

Frekuensi cut off filter (fc) dihitung menggunakan persamaan (2.12) dengan fc adalah frekuensi cut off filter, R1 adalah resistor filter dan C1 adalah kapasitor filter. = 1 f c π (2.12) 2 1R1C

2.4 Osilator

Rangkaian osilator merupakan rangkaian yang dapat membangkitkan gelombang sendiri. Pada dasarnya osilasi dapat dibangkitkan dengan adanya umpan balik untuk berosilasi dan adanya pembangkitan sendiri (self-excitation).

Osilator juga dapat dimodelkan sebagai amplifier berumpan balik positif. Hal ini

ditunjukkan pada Gambar 2.11[3]. Setiap gangguan kecil pada masukan terhadap

kepada masukan. Jika sinyal umpan balik mempunyai amplitudo yang cukup dan fasanya tepat, maka proses dapat menghasilkan pembentukan suatu sinyal yang menopang sendiri atau osilasi.

Pada Gambar 2.11 masukan dikalikan penguatan depan A untuk

memberikan keluaran . Keluaran dari B diumpan balikan untuk memberikan

masukan . Jadi, AB = atau AB=1 adalah kondisi yang diperlukan untuk

menopang osilasi. Hal ini dikenal sebagai kriteria Barkausen.

Gambar 2.11 Diagram Blok Osilator [3]

Dalam praktek, biasanya penguatan A tidak bergantung pada frekuensi dan

mendapatkan suatu pergeseran fasa 180°. Dalam kondisi close-loop, besarnya A

harus sama dengan besarnya 1/B agar dapat mempertahankan osilasi. Jaringan umpan balik B terdiri atas komponen pasif yang merupakan elemen penentu frekuensi dan memberikan pergeseran fasa 180°, sehingga total pergeseran fasa saat close-loop menjadi 360°.

Analisis sinyal kecil pada umumnya digunakan untuk memantapkan kondisi start bagi osilasi dan frekuensi saat osilasi itu terjadi. Analisis sinyal kecil memanfaatkan konsep impedansi dan admitansi yang ditetapkan untuk bentuk gelombang sinusoidal sehingga menghasilkan frekuensi osilasi sinusoidal. Osilasi

akan melewati tahapan transient dari keadaan awal permulaan hingga keadaan

steady akhir. Dalam steady state akhir, transistor biasanya bekerja dalam kondisi sinyal besar, sehingga parameter sinyal kecil tidak berpengaruh. Sinyal kecil menghasilkan kondisi minimum yang diperlukan agar osilasi dapat dipertahankan dan menunjukkan ketergantungan frekuensi pada parameter rangkaian.

Rangkaian umpan balik harus dalam kondisi close-loop sehingga

persamaan Barkhausen AB=1 selalu berlaku. Jaringan umpan baliknya merupakan

suatu rangkaian pasif, oleh karena itu amplifier gain harus berubah secara otomatis untuk mempertahankan A=1/B seiring dengan meningkatnya osilasi sampai kepada kondisi steady state.

Gambar 2.12 (a) Rangkaian amplifier sinyal kecil ekivalen dengan generator arus bergantung tegangan dan (b) Generator tegangan bergantung

tegangan [3]

Gambar 2.12(a) menunjukkan pemodelan amplifier untuk kondisi sinyal

kecil yang didasarkan pada model hybrid-π sinyal sinyal kecil. Impedansi

masukan merupakan impedansi masukan transistor yang peralel dengan

transistor yang paralel dengan komponen bias keluaran. Impedansi umpan balik adalah yang ada di dalam amplifier seiring dengan yang diberikan oleh

jaringan umpan balik eksternal B. Gambar 2.12(b) diperoleh dari Gambar 2.12(a)

dengan mengubah sumber arus Norton menjadi sumber tegangan ekivalen

Thevenin.

Dokumen terkait