• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sheet dapat ditekan denagn mengunakan penegendalian kualitas yang

dilakukan pada tigatahap yaitu meliputi pemeriksaan kualitas bahan dasar,

pemeriksaan selama proses produksi, serta pemerikasaan hasil akhir.

3. Rani Kurnia (2009) meneliti tentang “Pengendalian Mutu Produksi Benih

Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacquin) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit

menghasilkan kesimpulan bahwa adanya pengendalian mutu pada benih

yang diproduksi berpengaruh terhadap presentase hidup dan

pertumbuhan kelapa sawit.

4. Ahsan Maulana (2009) meneliti tentang “Pengujian Kualitas Kayu Jati

(Tectona grandis Lin. f) Pada Pengolahan Hutan Berbasis Masyarakat

Tersertifikasi di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.” Peneliti

menggunakan analisis deskriptif. Kesimpulan bahwa kualitas mutu kayu

melalui pengujian simulasi sedikit lebih baik disbanding pada pembagian

batang actual, hasil simulasi pembagian batang terbesar adalah kelas

mutu P, yaitu sebesar 32,59%.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan manajemen baik dalam persediaan bahan baku, pengawasan mutu

bahan baku, maupun proses produksi mempunyai pengaruh terhadap mutu atau

kualitas terhadap produk akhir yang dihasilkan penelitian ini mempunyai

persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini

menggunakan analisis yang sama yaitu analisis deskriptif. Perbedaan nya

terletak pada objek penelitian dan tempat penelitian untuk pengumpulan data.

B. Mutu dan Pengendalian Mutu

Para pakar memiliki definisi yang berbeda – beda tentang kata mutu,

namun pada intinya mengandung maksud yang sama. Menurut Juran (1979),

mutu merupakan kecocokan untuk digunakan, produk dapat memenuhi

kebutuhan dan kepuasan serta memberi jaminan kepercayaan pada konsumen.

Feigenbaum (1996) menyatakan, mutu produk dan jasa dapat

didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari

adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan pelanggan atau konsumen. (Garvin dan Davis dalam Nasution,

2004)

Nasution (2004) menyimpulkan bahwa ada beberapa persamaan dalam

definisi kualitas, yaitu dalam elemen – elemen sebagai berikut:

1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

2. Kualitas merupakan produk, jasa manusia, dan lingkungan.

3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang

dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang

berkualitas pada masa mendatang).

Pengendalian mutu adalah kegiatan untuk memastikan apakah

kebijaksanaan dalam hal tersebut (standart) dapat tercermin dalam hasil akhir.

Dalam kata lain pengendalian mutu merupakan mutu dari barang yang dihasilkan

agar sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan berdasarkan

kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Pengendalian dikaitkan mutu dengan

masalah pengembangan desain, produksi ekonomis definisinya adalah

melaksanakan pengendalian mutu adalah mengembangkan, mendisain,

memproduksi dan memberi jasa mengembangkan produk bermutu yang paling

ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan bagi konsumen

(Shikawa,1989).

1. Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu

Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin

bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan

nyata proses dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal

tersebut meliputi semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari

bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu

bertujuan untuk mencapai sasaran dikembangkannya peraturan di bidang

proses sehingga produk yang dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan

masyarakat dan konsumen. (Puspitasari, 2004).

Pengendalian mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki

mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang sudah

tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. Jangka panjang

perusahaan yaitu mempertahankan pasar yang telah ada atau menambah

pasar perusahaan.

Dalam arti luas, pengawasan mutu diartikan sebagai upaya memuaskan

pelangan bagi setiap produk yang dihasilkan. Dalam manajemen modern

yang memfokuskan perhatian kepada kepuasan pelanggan (costumer’s

satisfaction), pola pengendalian mutu sudah diubah menjadi manajemen

mutu. Pengendalian mutu adalah teknik dan kegiatan oprasional yang

digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu, sedangkan manajemen mutu

merupakan seluruh kegiatan yang menetapkan kebijakan mutu, jaminan

mutu dan peningkatan mutu dalam suatu sistem mutu. (Badan Standarisasi

Nasional, 2000).

Sistem mutu yang mengacu pada SNI 19-17025-2000 yang disertai

dengan akreditasi oleh Badan Standarisasi Nasional (BNS) memberi

pengakuan secara internasional kepada laboratorium yang lulus akreditasi.

2. Penegendalaian Mutu Terpadu

Manajemen Mutu Terpadu (MMT) adalah filosofi dan sistem untuk

pengembangan secara terus menerus (continuous improvement) terhadap

jasa atau produk untuk memenuhi kepuasan pelanggan (customer

satisfaction). Sistem pengembangan secara terus menerus dan kepuasan

pelanggan merupakan kalimat yang selalu ada dalam setiap definisi yang

dikemukakan pakar terhadap MMT. Sistem pengembangan secara terus

menerus menggambarkan bahwa MMT memiliki titik tekan pada proses dan

bekerja dengan mendasarkan pada sistem. (Fitzgerald, 2004 dalam

Pulungan, 2001).

MMT (Manajemen Mutu Terpadu) adalah suatu filosofi komprehensif

tentang kehidupan dan kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan

berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu,

produktifitas, dan mengurangi pembiayaan. Pendapat ini membuktikan

bahwa MMT merupakan manajemen yang tidak hanya mementingkan

produk tetapi lebih mementingkan proses. Produk yang bermutu pasti

dihasilkan oleh proses yang bermutu pula. Untuk dapat mencapai proses

yang bermutu, organisasi harus memiliki filosofi yang menyeluruh terhadap

mutu yang dipahami oleh semua komponen organisasi. Dengan difahaminya

filosofi tersebut, seluruh komponen organisasi akan selalu melakukan

pekerjaan sebaik mungkin, sehingga dapat terhindar dari berbagai

kesalahan dalam meningkatkan efisiensi. (Kovel Jarboe dalam Syafaruddin,

3. Pengendalian Mutu Bibit

Sampai sekarang pengertian bibit masih sering dirancukan dengan

pengertian benih (seed) dan tanaman induk (parent stock). Banyak orang

yang tertukar untuk mengistilahkan bibit pada benih. Pengertian bibit juga

sering tertukar dengan tanaman induk penghasil benih atau bibit. Pengertian

bibit yang dimaksud ialah tanaman kecil (belum dewasa) yang berasal dari

pembiakan generatif (dari biji), vegetative (cangkok, okulasi, setek), kultur

jaringan, atau teknologi perbanyakan lainnya. Selain itu, bibit juga dapat

diperoleh dari kombinasi cara-cara perbanyakan tersebut.

Bibit merupakan salah satu penentu keberhasilan budidaya tanaman.

Budidaya tanaman sebenarnya telah dimulai sejak memilih bibit tanaman

yang baik, karena bibit merupakan obyek utama yang akan dikembangkan

dalam proses budidaya selanjutnya. Selain itu, bibit juga merupakan

pembawa gen dari induknya yang menentukan sifat tanaman setelah

berproduksi. Oleh karena itu untuk memperoleh tanaman yang memiliki sifat

tertentu dapat diperoleh dengan memilih bibit yang berasal dari induk yang

memiliki sifat tersebut.

Pengertian bibit biasanya diterapkan bagi tanaman buah tahunan atau

tanaman tahunan. Pada tanaman buah tahunan dan tanaman tahunanlainya,

“calon tanaman” dijual dalam bentuk tanaman kecil (bibit). Lain halnya

dengan tanaman sayuran, hias, dan buah semusim yang sering dijual dalam

bentuk biji hasil penangkaran yang biasa disebut benih untuk

perbanyakannya. Berdasarkan cara perbanyakan, bibit dibagi menjadi dua,

a. Bibit Generatif

Bibit generatif diperoleh dari hasil perbanyakan secara kawin (sexual).

Bibit generatif lebih dikenal konsumen dengan bibit dari biji sebab bibit

ini dikembangkan dari biji. Anggapan seperti ini tidak selalu benar

sebab ada bibit dari biji yang tidak diperoleh dari hasil perkawinan (biji

apomiktik). Namun, pada kebanyakan buah memang biji ini telah

dibuahi atau sebagai hasil perkawinan antara bunga jantan dan bunga

betina. Mekanisme perkawinan terjadi pada saat penyerbukan, yaitu

kepala putik diserbuki dengan serbuk sari yang berlanjut sampai

pembentukan biji.

b. Bibit Vegetatif

Bibit vegetatif diperoleh dari pembiakan secara tak kawin (asexual).

Alasan yang utama sehingga banyak bibit yang diperbanyak secara

vegetatif ialah untuk mendapatkan bibit yang memiliki sifat-sifat yang

serupa dengan induknya. Pada perkembangan selanjutnya, sistem

pembiakan vegetatif memungkinkan penggabungan dua atau lebih

induk yang masing-masing memiliki sifat tertentu. Sebagai contoh

pada bibit sambung atau okulasi, bibit yang dihasilkan dapat memiliki

sifat yang baik dari batang atas (misal kualitas buah baik) dan sifat

yang baik dari batang bawah (misal perakaran baik).

Di pasaran dikenal berbagai macam jenis bibit. Konsumen sudah akrab

dengan jenis bibit biji, cangkokan, sambung, atau okulasi. Berdasarkan jenis

perbanyakannya, bibit terbagi enam jenis bibit yaitu bibit dari biji, bibit setek

(cuttage), bibit cangkok (air layerage), bibit okulasi (budding), bibit sambung

Gambar 1. Alur Pemeriksaan Mutu Fisik Menurut Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009.

Standart Mutu Bibit Tanaman Hutan, Dalam pelaksanaan Perdirjen RLPS

No. P.05/V-Set/2009 menjadi acuan BPTH dan lembaga sertifikasi lainnya

yang ditunjuk dalam penentuan mutu bibit. Persyaratan mutu bibit dalam

standart tersebut dibagi menjadi dua yaitu syarat umum dan syarat khusus,

yaitu:

a. Syarat umum meliputi :

1) Bibit berbatang tunggal dan lurus.

2) Bibit sehat : terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun

normal (tidak menunjukkan kekurangna nutrisi dan tidak mati pucuk).

3) Batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan

b. Syarat khusus meliputi :

1) Tinggi bibit, yang diukur mulai dari pangkal batang sampai pada titik

tumbuh teratas.

2) Diameter batang bibit, yang diukur pada pangkal batang.

3) Kekompakan media, yang ditetapkan dengan cara mengangkat

suatu persatuan dari beberapa jumlah contoh bibit.

4) Kekompakan media dibedakan ada 4 yaitu utuh, retak, patah, lepas.

5) Jumlah daun sesuai dengan jenisnya sedangkan untuk jenis

tanaman yang berdaun banyak seperti Pinus sp., Paraserianthes

sp., parameter yang digunakan adalah Live Crown Ratio (LCR).

6) LCR adalah nilai perbandingan tinggi tajuk dan tinggi bibit dalam

persen.

7) Umur sesuai dengan jenisnya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam usahatani penangkaran bibit

ialah antara lain luas lahan dan jarak tanam. Luas lahan akan jelas

mempengaruhi jumlah bibit yang dibutuhkan. Semakin luas lahan

penanaman, maka semakin banyak pula jumlah bibit yang dibutuhkan,

dengan demikian semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan untuk

membeli bibit. Demikian pula dengan jarak tanam, semakin lebar jarak

tanam yang digunakan maka semakin sedikit jumlah bibit yang dapat

ditanam dalam luasan tertentu. Sebaliknya dengan menggunakan jarak

tanam yang lebih rapat, maka semakin banyak populasi tanamannya.

4. Grading

Hanafie (2010), grading adalah proses pengelompokan tingkat mutu yang

Tujuan grading adalah untuk meminimalkan praktek – praktek kotor seperti

penjualan komoditi dengan kualitas yang sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Fungsi standarisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan

dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui

saluran pemasaran. Grading adalah proses pengelompokan tingkatan mutu

yang diberikan pada sekelompok produk yang memiliki keseragaman

tertentu. Setandarisasi adalah justifikasi kualitas yang seragam antara

pembeli dan penjual. Antara tempat dan antara waktu.

Faktor – faktor kualitas yang umumnya digunakan berbagai komoditi

untuk mengelompokkan ke berbagai sepesifikasi kualitas (grade) adalah:

a. Ukuran b. Berat c. Warna d. Aroma e. Panjang f. Kekuatan/kepadatan g. Tekstur h. Keseragaman

i. Kandungan berbagai elemen seperti uap dan bahan asing

j. Kerusakan fisik

Dalam proses grading ada beberapa kegiatan yang dilakukan, kegiatan –

kegiatan yang dilakukan dalam grading meliputi kegiatan penentuan

standartd, kegiatan menggrade, kegiatan menginspeksi benda dalam rangka

mendeterminasi grade atau kualitas, memberikan etiket sesuai dengan

Penetapan Standart Mutu Bibit dilakukan berdasarkan persyaratan umum

dan persyaratan khusus. Dalam pelaksanaan Perdirjen RLPS No.

P.05/V-Set/2009. Ada tiga tingkatan mutu berdasarkan hasil pemeriksaan dan

pengukuran persyaratan umum dan persyaratan khusus sebagai berikut :

a. Mutu pertama (P) : jika bibit memenuhi semua persyaratan umum lebih

besar 95% dan rata – rata dari persyaratan khusus lebih besar 90%.

b. Mutu kedua (D) : jika bibit yang memenuhi kriteria persyaratan umum

75% - 95% dan rata – ata persyaratan khusus 70% - 90%.

c. Bibit yang tidak memenuhi kelas mutu P dan D tidak diterbitkan

sertifikat / afkhir.

C. Tinjauan Tentang Tanaman Jati

1. Jati Plus Perhutani

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar ini

memiliki batang yang lurus, dapat tumbuh mencapai 30 – 40 m. berdaun

besar yang luruh di musim kemarau. (Rachmawati, et al., 2002).

Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Lamiales Famili : Lamiaceae Genus : Tectona Spesies : T. grandis

Nama binomial : Tectona grandis Linn. f.

Area penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailand dan

bagian barat Laos. Batas utara pada garis 250 LU di Myanmar, batas selatan

Penyebarannya ternyata terputus – putus. Hutan jati terpisah oleh

pegunungan, tanah – tanah datar, tanah – tanah pertanian dan tipe hutan

lainnya. Di Indonesia jati bukan tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak

beberapa abad lalu di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Sumbawa, Maluku dan Lampung. Jati dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 900

m dpl dengan curah hujan 1500 – 3000 m dpl. Tumbuh pada tanah

berlapisan dalam, subur, berdrainase baik, netral, toleran pada tanah padat

serta tahan terhadap api. Umum nya musim buah masak terjadi pada bulan

Juli – Agustus, jati pada umum nya baru bisa dipanen pada umur 30 – 50

tahun, tergantung pada tingkat kesuburan tanah tempat tumbuhnya.

(Nurhasybi, et al., 2010).

Pemuliaan pohon jati di Perhutani dimulai sejak tahun 1982 dengan

seleksi awal pohon jati plus dari populasi hutan alam maupun hutan tanaman

jati di Indonesia. Saat ini telah dihasilkan koleksi 600 pohon plus, 300 pohon

dari Pulau Jawa dan 300 pohon dari luar Jawa. Koleksi 600 pohon plus jati

materi genetiknya disimpan atau ditanam di dalam Bank Klon, KBK dan

Kebun Pangkas. Koleksi ini bertujuan untuk konservasi genetik (bank gen)

maupun untuk materi kegiatan pemuliaan lebih lanjut. Jati plus memiliki

beberapa keunggulan yaitu tumbuh lebih cepat, ketika jati berumur satu

tahun tingginya 4 m dan keliling batang 12 cm. Pada umur tiga tahun, tinggi

tanaman mencapai 8 m dan keliling batang rata – rata 26 cm. Saat dipanen

pada umur 12 tahun, diameter batang sudah mencapai 23 cm dengan tinggi

14 m, tahan penyakit dan adaptif di dataran tinggi maupun rendah, lahan

kritis yang tak bernutrisi, dan tekstur kayu mirip kayu jati konvensional walau

Sampai sekarang pengertian bibit masih sering dirancukan dengan

pengertian benih (seed) dan tanaman induk (parent stock). Banyak orang

yang tertukar untuk mengistilahkan bibit pada benih. Pengertian bibit juga

sering tertukar dengan tanaman induk penghasil benih atau bibit. Pengertian

bibit yang dimaksud ialah tanaman kecil (belum dewasa) yang berasal dari

pembiakan generatif (dari biji), vegetative (cangkok, okulasi, setek), kultur

jaringan, atau teknologi perbanyakan lainnya. Selain itu, bibit juga dapat

diperoleh dari kombinasi cara-cara perbanyakan tersebut. (Setiawan, 1999)

Salah satu hasil program pemuliaan pohon adalah diperolehnya klon

unggulan hasil uji klon. Klon adalah sekumpulan pohon atau bibit yang

berkualitas genetik (kualitas yang diturunkan dari induknya) sama persis,

karena merupakan hasil perbanyakan vegetative (pembibitan tidak

menggunakan benih) dari satu batang pohon. Pembibitan untuk

memperbanyak klon dilakukan melalui setek, cangkok, okulasi, atau kultur

jaringan. Sebelum klon – klon tersebut di kembangkan dilakukan tes

pembuktian lapangan di beberapa lokasi dengan silivikultur intensif.

Jati Plus Perhutani adalah jati unggul produk perhutani yang diperoleh

dari program pemuliaan pohon. Jati Plus Perhutani dikembangkan melalui

dua cara perbanyakan yaitu vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan

generative dengan menggunakan biji JPP asal kebun benih klonan (KBK).

Perkembang biakan vegetative adalah bibit yang diperoleh dari pembiakan

secara tak kawin (asexual). Alasan yang utama sehingga banyak bibit yang

diperbanyak secara vegetatif ialah untuk mendapatkan bibit yang memiliki

sifat-sifat yang serupa dengan induknya. Pada perkembangan selanjutnya,

sistem pembiakan vegetatif memungkinkan penggabungan dua atau lebih

induk yang masing-masing memiliki sifat tertentu. Sebagai contoh pada bibit

dari batang atas (misal kualitas buah baik) dan sifat yang baik dari batang

bawah (misal perakaran baik).

Perkembang biakan vegetatif yang dinilai paling baik untuk menghasilkan

bibit jati plus berkualitas dan cepat panen adalah perkembangbiakan secara

stek. Stek adalah bibit yang diperoleh dengan memisahkan atau memotong

beberapa bagian dari tanaman, seperti akar, batang, daun, dan tunas

dengan maksud agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Kelebihan

dari cara perbanyakan ini ialah caranya sederhana (tidak memerlukan

teknik-teknik tertentu yang rumit) dan bibit yang diperoleh mewarisi sifat-sifat

yang dimiliki induknya. Kelemahannya ialah tidak banyak jenis tanaman

yang dapat diperbanyak dengan cara ini sehingga penggunaannya terbatas.

(Setiawan, 1999)

3. Standart Jati Plus Perhutani

Pohon jati plus adalah pohon yang memiliki fenotip terbaik dibandingkan

dengan pohon di sekitarnya. Pohon jati plus dapat dipilih dari hutan alam

atau dari tegakan jati. Fungsi pohon jati plus selain dapat dimanfaatkan

kayunya, juga diambil mata tunasnya untuk grafting dan sebagai bahan

analisis keragaman genetik. Biji yang berasal dari pohon jati plus selanjutnya

diuji kemurniannya. Menurut Erni (2006), ciri-ciri/karakteristik pohon plus

adalah sebagai berikut :

a. Tinggi : Pohon plus harus memiliki tinggi minimal sama dengan

rata-rata tinggi pohon pembanding.

b. Bentuk batang : Pohon induk harus lurus paling tidak 1/3 dari tinggi

c. Diameter : Diukur pada 1,30 cm dari permukaan tanah, pohon plus

harus memiliki diameter pohon minimal 10% lebih besar dibanding

diameter pohon pembanding.

d. Batang bebas cabang : Pohon plus harus memiliki tinggi bebas cabang

lebih dari 25% dari tinggi.

e. Tinggi ke cabang besar pertama : Tinggi dari cabang besar pertama

paling tidak 50% dari tinggi pohon plus. Cabang besar adalah cabang

yang permanen dan biasanya berdiameter lebih dari 3 cm.

f. Permukaan batang halus : Permukaan batang harus halus, tanpa knob

(tonjolan) atau bekas cabang yang membesar.

g. Keselindrisan batang : Batang harus silindris dan persentase

taper/kemiringan yang terbentuk tidak terlalu tinggi.

h. Cacat batang yang lain : Batang tidak boleh menunjukkan tanda-tanda

pecah, serangan hama dan penyakit.

Menurut Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 untuk bibit yang abnormal

terdiri dari :

a. Bibit berbatang ganda, bibit yang berbatang lebih dari satu.

b. Tidak sehat adalah bibit terindikasi serangan hama dan penyakit dan

atau gejala kekurangan nutrisi dan mati pucuk.

c. Bibit belum berkayu adalah bibit yang batangnya belum berkayu atau

A. Kerangka Pemikiran

Pada tahun 1982 Perhutani memulai pemuliaan pohon jati dan

menemukan Jati Plus Perhutani atau biasa disingkat JPP dengan berbagai

macam keunggulannya. JPP ini dikembangkan melalui dua cara perbanyakan

yaitu vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan generative dengan

menggunakan biji JPP asal kebun benih klonan (KBK). Pengendalian mutu

ditujukan untuk mempertahankan standar kualitas produk yang dijanjikan oleh

perusahaan kepada konsumen. Tindakan pengendalian dapat membantu

mempertahankan kinerja proses produksi dalam batas – batas toleransi yang

diijinkan. Namun dalam pelaksanaannya, selain terbatasnya sumber benih yang

ada, kriteria mutu bibit juga masih diragukan karena sebagian besar

parameternya merupakan parameter fisik/morfologi yang belum teruji, sementara

itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu mencerminkan kemampuan tumbuh dan

beradaptasi bibit setelah penanaman.

Dalam menerapkan sistem pengendalian mutu bibit jati plus hasil stek

pucuk, KPH Blitar memulainya dari pemilihan pucuk di kebun pangkas hingga

penyeleksian bibit dan penetapn standart mutu di open area, rangkaian sistem

pengendalian mutu ini salig berkaitan antara satu dengan yang lainnya, karena

jika dalam salah satu rangkaian mengalami kegagalan proses maka hasil akhir

tidak akan maksimal atau bahkan tidak berhasil. Oleh karena itu di perlukan kerja

sama yang baik dengan para pekerja lapang, para pekerja di tuntut untuk

menjalankan POS (Prosedur Operasi Standart) pengendalian mutu yang telah

ditetapkan. Prosedur Operasi Standart atau POS adalah suatu set instruksi yang

kehilangan keefektifan nya, setiap sistem pengendalian mutu yang baik selalu

didasri oleh POS. Namun dilapangan banyak pekerja yang masih belum

memenuhi POS pengendalian mutu yang telah ditetapkan, oleh karena itu

dikawatirkan kualitas bibit jati plus menurun.

Selain pekerja yang masih belum memenuhi POS, kriteria mutu bibit juga

masih diragukan karena sebagian besar parameternya merupakan parameter

fisik/morfologi yang belum teruji, sementara itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu

mencerminkan kemampuan tumbuh dan beradaptasi bibit setelah penanaman.

Berikut adalah standart mutu fisik/morfologi.

1. Bibit berbatang tunggal dan lurus.

2. Bibit sehat : terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun

normal (tidak menunjukkan kekurangan nutrisi dan tidak mati pucuk).

3. Batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan setinggi

50% dari tinggi bibit.

Evaluasi dilakuakan disetiap sub sistem dalam proses pengendalian mutu

untuk mengetahui penyebab – penyebab kegagalan bibit jati plus, hal ini perlu

dilakukan untuk menekan jumlah bibit yang tidak sesuai standart, ada beberapa

akibat atau dampak bila standart mutu tidak dijalankan dengan baik yaitu.

Kualitas bibit jati menurun. Ketika jati dipindah dilapangan kurang dapat bertahan.

Perlakuan yang kurang tepat dapat mengakibatkan banyak bibit jati yang mati.

Namun slama ini bibit jati yang mengalami kematian sangat kecil atau

menurun, maka diduga penerapan sistem pengendalian mutu pada pembibitan

jati plus perhutani di KPH Blitar sudah mengalami keberhasilan, sehingga

mengakibatkan menurunnya tingkat kematian bibit pada proses pembibitan.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan membuktikan keberhasilan

KPH Blitar dalam Penerapan sistem pengendalian mutu pada pembibitan jati plus

B. Hipotesis

Penerapan sistem pengendalian mutu pada pembibitan jati plus perhutani

Dokumen terkait