• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENGENDALIAN MUTU PEMBIBITAN JATI PLUS PERHUTANI DI KPH BLITAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SISTEM PENGENDALIAN MUTU PEMBIBITAN JATI PLUS PERHUTANI DI KPH BLITAR."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

BRIAN PRAVILIA MINATA GITA NATALIS RASAI KINASIH

NPM : 0924010006

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi : Agribisnis

Oleh :

BRIAN PRAVILIA MINATA GITA NATALIS RASAI KINASIH

NPM : 0924010006

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(3)

Disusun oleh:

BRIAN PRAVILIA MINATA GITA NATALIS RASAI KINASIH NPM : 0924010006

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timut

Pada tanggal 20 Januari 2014

Telah disetujui oleh:

Pembimbing: Tim Penguji:

1. Pembimbing Utama 1. Ketua

Dr. Ir. SUDIYARTO, MMA Dr. Ir. SUDIYARTO, MMA

2. Pembimbing Pendamping 2. Sekretaris

Dr. Ir. EKO NURHADI, MS Dr. Ir. SUMARTONO, SU

3. Anggota

Ir. SETYO PARSUDI, MP

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi

(4)

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul SISTEM PENGENDALIAN MUTU

PEMBIBITAN JATI PLUS PERHUTANI DI KPH BLITAR. Skripsi ini merupakan

syarat yang harus dipenuhi guna mencapai gelar Sarjana pada jenjang S1

(Strata satu) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan tidak

terlepas dari sang khaliq dan juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Dr. Ir. Sudiyarto.MM selaku dosen pembimbing utama Dr. Ir. Eko Nurhadi.MS

selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan

pengarahan, motivasi, masukan serta meluangkan waktu dan tenaganya dengan

penuh kesabaran dan keikhlasan untuk membimbing penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS selaku ketua Jurusan Agribisnis, Fakultas

Pertanian-Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Seluruh Staf Perum Perhutani Unit II Jawa Timur tertutama Bapak Budi

Suharsono selaku kepala biro Kelola SDH, trima kasih atas kesempatannya

(5)

penulis dengan baik selama mengadakan penelitian di KPH Blitar, dan juga

Bpk Muchid, Spd. selaku Kasi Kelola SDHL, Bpk Hermawan, HS selaku Kaur

Tanaman dan Bpk Heru selaku Mandor kebun. Trimakasih atas kesempatan

dan tenaga serta informasi dan data yang melegkapi laporan ini.

5. Ucapan trimakasih yang tiada akhir wajib penulis sampaikan kepada kedua

orang tua ku, serta adik ku Dianthus Nelumbo Kinantan Raja Basa Kalangi

Ing Rasi Gala Kembara Minata. Berkat doanya yang tulus tiada henti dan

kasih saying merekalah yang selalu menyemangati penulis.

6. Sahabat-sahabatku ( Umam, Eko, Suci, Arifin dan Agus Eko). Kalian telah

banyak mengajarkan penulis tentang arti sebuah persahabatan dan

perjuangan dalam hidup lewat kata – kata bijak ataupun pengalaman, serta

teman – teman Angkatan 2009 Jurusan Agribisnis yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Namun demikian penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun

penyajian laporan penelitian skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih

terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis harapkan kepada pembaca, kritik

dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan laporan

penelitian skripsi ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga laporan

penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca umumnya.

Surabaya, Agustus 2013

(6)

ABSTRAK

RINGKASAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... .. vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Hasil Penelitian Terdahulu ... 6

B. Mutu dan Pengendalian Mutu ... 7

1. Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu ... 8

2. Pengendalian Mutu Terpadu ... 10

3. Pengendalian Mutu Bibit ... 11

4. Grading ... 14

C. Tinjauan Tentang Tanaman Jati ... 16

1. Jati Plus Perhutani ... 16

2. Teknologi Pembibitan Jati . ... 17

3. Standart Jati Plus Perhutani ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 21

(7)

A. Penentuan Lokasi... .... 25

B. Penentuan Responden ... 25

C. Pengumpulan Data ... 26

D. Analisis Data ... 28

E. Definisi Oprasional dan Pengukuran Variabel ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Keadaan Umum Perumperhutani KPH Blitar ... 34

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 34

2. Keadaan Umum Lapangan ... 35

3. Fasilitas Perusahaan ... 35

4. Visi dan Misi Perumperhutani ... 36

5. Fungsi Berdasarkan Struktur Organisasi di KPH Blitar ... 36

B. Penentuan Standart Mutu Bibit Jati Plus ... 38

1. Kebun Pangkas ... 39

2. Standart Pemanenan Pucuk ... 39

3. Standart Pembuatan Stek Pucuk ... 40

4. Standart Pembuatan Media Tanam ... 41

5. Standart Pembuatan Bedengan ... 42

6. Standart Penanaman Stek ... 42

7. Standart Perawatan Stek ... 44

8. Standart Mutu Bibit Jati Plus ... 46

9. Grading ... 47

(8)

4. Tahapan Produksi Bibit Jati Plus Perhutani di Kph Blitar ... 56

5. Penetapan Standart Mutu Bibit Jati Plus Perhutani ... 62

6. Klasifikasi Grade Mutu Jati Plus Perhutani ... 63

D. Evaluasi Penerapan Sistem Pengendalian Mutu dan Penyebab

Kegagalan di KPH Blitar

... 65

1. Menghitung Tingkat Kematian Bibit Jati Plus Perhutani Menggunakan Metode NPS ... 66

2. Faktor – faktor Penyebab Kegagalan Bibit Jati Plus ... 71

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(9)

Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui penentuan standart mutu bibit jati plus di KPH Blitar, mengetahui penerapan sistem pengendalian mutu bibit jati plus di KPH Blitar dan mengevaluasi penerapan sistem pengendalian mutu dan penyebab kegagalan di KPH Blitar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif dan mengunakan metode perhitungan yang disebut NPS atau (Normal Progress Schedule). Pengumpulan data melalui data primer dan data sekunder. Untuk mencapai tujuan pertama dan kedua yaitu digunakan analisis deskriptif kualitatif. Untuk mencapai tujuan ketiga yaitu menggunakan perhitungan yang disebut NPS atau (Normal Progress Schedule). Berdasarkan perhitungan NPS yang diaplikasikan pada saat evaluasi penerapan sistem pengendalian mutu pembibitan jati plus, perhutani berhasil menekan tingkat kematian pada pembibitan jati plus perhutani di KPH Blitar pada tahun 2012 sebesar 20,96% dari standart yang ditetapkan sebesar 25%. Sehingga hipotesis diterima dan penerapan sistem pengendalian mutu pada pembibitan jati plus perhutani di KPH Blitar pada tahun 2012 dinyatakan berhasil.

Kata kunci : pengendalian mutu, perhitungan NPS, jati plus perhutani

ABSTRACT

The research objective of this thesis is to investigate the determination of the standard of quality teak seedlings in KPH plus Blitar, knowing the implementation of the quality control system plus teak seedlings in KPH Blitar and evaluate the implementation of quality control system and cause failure in Blitar KPH. The method used in this research is descriptive qualitative analysis method and the method of calculation called NPS or (Normal Progress Schedule). Data collection through primary data and secondary data. To achieve the first goal and the second is to use a qualitative descriptive analysis. To achieve the third objective, namely using a calculation called NPS or (Normal Progress Schedule). Based on the calculation of the NPS applied when evaluating the application of the quality control system plus teak nursery, forestry successfully reduced the rate of death at nursery plus teak forestry in Blitar KPH in 2012 amounted to 20.96 % of the standard was set at 25 %. So the hypothesis is accepted and the application of quality control in breeding system plus teak forestry in Blitar KPH in 2012 declared a success.

(10)

Jati (Tectona grandis Linn F.) hingga saat ini masih menjadi komoditas mewah, karena kualitas kayunya yang dikenal awet dan kuat, kayu jati banyak diminati masyarakat walaupun harga jualnya dipasaran mahal. JPP (Jati Plus Perhutani) adalah jati unggul produk Perhutani yang diperoleh dari program pemuliaan pohon jati. Produk JPP ini terus di pertahankan kualitasnya dengan menjaga mutu JPP dengan standart – standart yang ditetapkan perhutani. JPP di ini dikembangkan melalui vegetatif (stek pucuk). Selain itu dalam standart yang diterapkan oleh perhutani sudah membedakan standart bibit yang berasal dari vegetative namun dalam pelaksananan nya belum optimal dan dilapangan masih banyak dijupai pekerja yang masih belum memenuhi SOP yang telah ditetapkan. Hal ini mengakibatkan kualitas bibit jati menurun dan perlakuan yang kurang tepat ini mengakibatkan bibit banyak yng mati.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penentuan standart mutu dan mengetahui penerapan sistem pengendalian mutu bibit jati plus, serta mengevaluasi penerapan sistem pengendalian mutu dan penyebab kegagalan. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Blitar pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive). Untuk mencapai tujuan pertama dan kedua yaitu digunakan analisis deskriptif. Untuk mencapai tujuan ketiga yaitu menggunkan metode perhitungan yang disebut NPS atau (Normal Progress Schedule).

Penentuan standart mutu pembibitan jati plus di KPH Blitar telah di atur di dalam Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 398/Kpts/Dir/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Kebun Pangkas (KP) dan Persemaian Stek Pucuk Jati Plus Perhutani (JPP). Penerapan sistem pengendalian mutu pembibit jati plus di awali dengan : Pemilihan pucuk sebagai bakal setek, persiapan lahan sebelum tanam, perlakuan pucuk sebelum tanam, tahapproduksi bibit (Bibit ditanam dalam 4 tahap yaitu Induksi selama 4 - 8 minggu, aklimatisasi 2 minggu, shading 2 minggu, open area 4 minggu), penyeleksian bibit menurut standart mutu bibit dan grading (bibit dikelompokan menjadi dua yaitu mutu P dan D).

Berdasalkan hasil perhitungan NPS atau (Normal Progress Schedule) KPH Blitar berhasil menekan tingkat kematian pada pembibitan jati plus perhutani di tahun 2012, dari standart yang ditetapkan sebesar 25% menjadi 20,96% dengan perincian sebagai berikut, Induksi 15 %, Aklimatisasi 2,08 %, Shading 1,8 %, Open 2,08 %.

(11)

A. Latar Belakang

Jati (Tectona grandis Linn F.) hingga saat ini masih menjadi komoditas

mewah, karena kualitas kayunya yang dikenal awet dan kuat, kayu jati banyak

diminati masyarakat walaupun harga jualnya dipasaran mahal. Jenis kayu ini

banyak di manfaatkan sebagai bahan bangunan, mebel dan sebagainya.

(Sumarna, 2002). JPP (Jati Plus Perhutani) adalah jati unggul produk Perhutani

yang diperoleh dari program pemuliaan pohon. Produk JPP ini terus di

pertahankan kualitasnya dengan menjaga mutu JPP dengan standart – standart

yang ditetapkan perhutani. (Perum Perhutani. 2011).

Di Indonesia sebagian besar pohon jati di produksi oleh Perhutani. Sekitar

512 ribu m3 kayu jati dihasilkan oleh perhutani pada tahun 2007 dan sebanyak

200 ribu m3 kayu jati kualitas menengah telah dijual oleh perusahaan ini. Sejalan

dengan peningkatan akan kebutuhan kayu jati, diharapkan juga diikuti dengan

pengembangan budidaya jati dan pembangunan hutan tanaman jati. Untuk itu

diperlukan bibit jati yang berkualitas dan berkarakter unggul, serta mempunyai

daur panen yang lebih pendek. (Perdana. 2011).

Hingga saat ini penilaian bibit tanaman hutan di Indonesia secara

oprasional mengacu pada Peraturan Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan

Perhutanan Sosial (Perdirjen RLPS) No. P.05/V-Set/2009 tentang Pedoman

Sertifikasi Mutu Bibit Tanaman Hutan. Dalam peraturan tersebut, bibit berkualitas

adalah bibit yang memenuhi setandart mutu, baik mutu genetik dan mutu fisik

atau morfologi. Mutu genetik didasarkan pada diameter batang, tinggi,

kekompakan media, jumlah daun dan umur. Dari 75 jenis ada 13 jenis tanaman

(12)

Dalam pelaksanaannya Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 persyaratan

mutu bibit dalam standart tersebut dibagi menjadi syarat umum dan syarat

khusus. Walaupun begitu penerapan standart mutu bibit masih banyak

kekurangannya. Dalam hal akurasi parameter maupun jumlah jenis yang

distandartkan. Standart yang ditetapkan seringkali masih berdasarkan morfologi

bibit siap tanam saja dan kurang didukung oleh data ilmiah hasil uji penanaman

yang bersifat fisiologi. Mutu fisiologi dipengaruhi oleh kandungan kimia dalam

benih yang dapat diukur dengan mengetahui kemampuan hidup (viabilitas), daya

kecambah, vigor (daya tumbuh) dan kesehatan benih. Mutu fisik dipengaruhi oleh

kondisi penampilan fisik benih yang dapat diketahui dengan mengukur kesegaran,

kadar air, warna dan kebersihan.

Yang dimaksud dengan data ilmiah hasil uji penanaman adalah, data

yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya. Yaitu sebagai berikut :

1. Objektif, data yang dihasilkan harus sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya.

2. Respresentatif, data harus mewakili lot bibit.

3. Teliti dan tepat terjamin kebenarannya.

4. Tepat waktu sesuai dengan kebutuhan pada saat tertentu.

5. Relevan, menunjang persoalan yang dihadapi.

Karena informasi tersebut akan bermanfaat bagi produsen, penjual maupun

konsumen benih.

Di perhutani bibit jati untuk keperluan internal, memiliki standart mutu bibit

siap tanam sendiri, baik yang dibiakan secara generatif maupun vegetatif (stek)

sebagai berikut:

1. Pertumbuhan normal.

2. Tinggi bibit 20 – 30 cm.

(13)

4. Daun tidak terlalu lebar, berwarna hijau, sedikit kunig.

5. Tidak terserang hama penyakit.

6. Perakaran banyak dan membentuk gumpalan yang kompak dengan

media.

Namun dalam pelaksanaannya, selain terbatasnya sumber benih yang

ada, kriteria mutu bibit juga masih diragukan karena sebagaina besar

parameternya merupakan parameter fisik / morfologi yang belum teruji,

sementara itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu mencerminkan kemampuan

tumbuh dan beradaptasi bibit setelah penanaman. Oleh karena itu perlu

diadakan penelitian penerapan standart mutu bibit tentang keadaan morfologi

yang dapat meningkatkan efektivitas pengujian sebagai perangkat pengendalian

mutu.

Berkenaan dengan program direksi dengan adanya Perhutani Hijau 2010

dimana diharapkan pada tahun 2010 semua lahan kosong di kawasan hutan di

Perhutani sudah bisa tertutup oleh tegakan jati plus. Permasalahan bagi

PUSLITBANG selaku produsen benih dan bibit unggulan Perhutani adalah

permintaan untuk internal Perhutani sendiri sudah mulai berkurang seiring

dengan berhasilnya Perhutani Hijau 2010. Kondisi tersebut merupakan peluang

bagi Perhutani untuk menambah penghasilan perusahaan dengan menjual bibit

ke pihak lain. Peluang tersebut didukung dengan tingginya minat masyarakat

dalam menanam tanaman jati di lahan-lahan mereka. Untuk kepentingan

pemasaran bibit tersebut, Perhutani dirasa perlu menganalisis harga bibit Jati

untuk mengetahui berapa harga yang harus dikenakan terhadap setiap grade

bibit supaya Perhutani tidak kalah bersaing dengan perusahaan penjual bibit

(14)

B. Perumusan Masalah

Kayu jati merupakan jenis kayu yang banyak diminati oleh masyarakat

dunia. Ini dikarenakan kayu jati mempunyai sifat-sifat kayu yang sangat bagus

dan cocok untuk menjadi bahan baku bangunan dan furniture. Ini merupakan

peluang bagi Perum Perhutani untuk meningkatkan produktivitas hutan jatinya.

Salah satu upaya Perum Perhutani tersebut adalah dengan cara

mengembangkan bibit jati unggul yang cepat tumbuh dan mempunyai kualitas

kayu yang bagus.

Namun dalam pelaksanaannya, selain terbatasnya sumber benih yang

ada, kriteria mutu bibit juga masih diragukan karena sebagian besar

parameternya merupakan parameter fisik/morfologi yang belum teruji, sementara

itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu mencerminkan kemampuan tumbuh dan

beradaptasi bibit setelah penanaman. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian

penerapan standart mutu bibit tentang keadaan morfologinya yang dapat

meningkatkan efektivitas pengujian sebagai perangkat pengendalian mutu.

Selain itu dalam standart Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 dan yang

diterapkan oleh perhutani sudah membedakan standart bibit yang berasal dari

vegetative namun dalam pelaksananan nya belum optimal dan dilapangan masih

banyak dijupai pekerja yang masih belum memenuhi SOP yang telah ditetapkan.

Hal ini mengakibatkan kualitas bibit jati menurun dan perlakuan yang kurang

tepat ini mengakibatkan bibit banyak yng mati.

1. Bagaimana mengetahui penentuan standart mutu bibit jati plus di KPH

Blitar?

2. Bagaimana penerapan sistem pengendalian mutu bibit jati plus di KPH

(15)

3. Mengevaluasi penerapan sistem pengendalian mutu dan penyebab

kegagalan di KPH Blitar?

C. Tujuan Penelitian

1. Ingin mengetahui penentuan standart mutu bibit jati plus di KPH Blitar.

2. Ingin mengetahui penerapan sistem pengendalian mutu bibit jati plus di

KPH Blitar.

3. Evaluasi penerapan sistem pengendalian mutu dan penyebab kegagalan

di KPH Blitar.

D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat dijadikan perbendaharaan ilmu dan pengetahuan

terutama tulisan yang bersifat ilmiah yang dapat didokumentasikan

didalam perpustakaan perguruan tinggi atau instasi terkait.

2. Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi

berupa konsep-konsep perbaikan dalam pengambilan kebijakan –

kebijakan berikutnya bagi instansi terkait.

3. Diharapkan mampu memberi informasi atau ide untuk penelitian

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Topik yang di bahas pada penelitian ini, sebelumnya pernah di bahas dan

di teliti oleh penelitian lain yaitu penelitian tentang Pengendalian Mutu dengan

obyek yang berbeda beda, antara lain:

1. Dede J. Sudrajat (2010) meneliti tentang “Tinjauan Standart Mutu Bibit

Tanaman Hutan di Indonesia.” Peneliti mengunakan analisis deskriptif.

Kesimpulan bahwa banyak jenis tanaman hutan yang disertifikasi/diuji

dengan setandart yang tidak jelas. Pengujian masih didasarkan pada

pengujian kondisi morfologi bibit dan belum melibatkan uji fisiologis.

Untuk jenis – jenis yang belum distandarkan pengujian yang digunakan

satu BPTH dengan BPTH lain berbeda. Penyempurnaan standart yang

berlaku perlu dilakukan, penyeragaman persepsi sertifikasi bibit, dan

kepercayaan terhadap label harus ditingkatkan, dan memperkuat

lembaga sertifikasi dengan menjadikan nya lembaga yang terakreditasi

agar mampu memberikan jaminan mutu atas hasil – hasil ujinya.

2. Januar Edwin Cahyadi (2005) meneliti tentang “Pengendalian Kualitas

Produk Karet di PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kota – Blater.

Jember”. Peneliti menggunakan analisis Teknik Kendali Mutu secara

Statistik menurut Kouru Ishikawa. Kesimpulan jumlah kerusakan (reject)

Sheet dapat ditekan denagn mengunakan penegendalian kualitas yang

dilakukan pada tigatahap yaitu meliputi pemeriksaan kualitas bahan dasar,

pemeriksaan selama proses produksi, serta pemerikasaan hasil akhir.

3. Rani Kurnia (2009) meneliti tentang “Pengendalian Mutu Produksi Benih

Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacquin) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(17)

menghasilkan kesimpulan bahwa adanya pengendalian mutu pada benih

yang diproduksi berpengaruh terhadap presentase hidup dan

pertumbuhan kelapa sawit.

4. Ahsan Maulana (2009) meneliti tentang “Pengujian Kualitas Kayu Jati

(Tectona grandis Lin. f) Pada Pengolahan Hutan Berbasis Masyarakat

Tersertifikasi di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.” Peneliti

menggunakan analisis deskriptif. Kesimpulan bahwa kualitas mutu kayu

melalui pengujian simulasi sedikit lebih baik disbanding pada pembagian

batang actual, hasil simulasi pembagian batang terbesar adalah kelas

mutu P, yaitu sebesar 32,59%.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan manajemen baik dalam persediaan bahan baku, pengawasan mutu

bahan baku, maupun proses produksi mempunyai pengaruh terhadap mutu atau

kualitas terhadap produk akhir yang dihasilkan penelitian ini mempunyai

persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini

menggunakan analisis yang sama yaitu analisis deskriptif. Perbedaan nya

terletak pada objek penelitian dan tempat penelitian untuk pengumpulan data.

B. Mutu dan Pengendalian Mutu

Para pakar memiliki definisi yang berbeda – beda tentang kata mutu,

namun pada intinya mengandung maksud yang sama. Menurut Juran (1979),

mutu merupakan kecocokan untuk digunakan, produk dapat memenuhi

kebutuhan dan kepuasan serta memberi jaminan kepercayaan pada konsumen.

Feigenbaum (1996) menyatakan, mutu produk dan jasa dapat

didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari

(18)

adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan pelanggan atau konsumen. (Garvin dan Davis dalam Nasution,

2004)

Nasution (2004) menyimpulkan bahwa ada beberapa persamaan dalam

definisi kualitas, yaitu dalam elemen – elemen sebagai berikut:

1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

2. Kualitas merupakan produk, jasa manusia, dan lingkungan.

3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang

dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang

berkualitas pada masa mendatang).

Pengendalian mutu adalah kegiatan untuk memastikan apakah

kebijaksanaan dalam hal tersebut (standart) dapat tercermin dalam hasil akhir.

Dalam kata lain pengendalian mutu merupakan mutu dari barang yang dihasilkan

agar sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan berdasarkan

kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Pengendalian dikaitkan mutu dengan

masalah pengembangan desain, produksi ekonomis definisinya adalah

melaksanakan pengendalian mutu adalah mengembangkan, mendisain,

memproduksi dan memberi jasa mengembangkan produk bermutu yang paling

ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan bagi konsumen

(Shikawa,1989).

1. Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu

Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin

bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan

(19)

nyata proses dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal

tersebut meliputi semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari

bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu

bertujuan untuk mencapai sasaran dikembangkannya peraturan di bidang

proses sehingga produk yang dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan

masyarakat dan konsumen. (Puspitasari, 2004).

Pengendalian mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki

mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang sudah

tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. Jangka panjang

perusahaan yaitu mempertahankan pasar yang telah ada atau menambah

pasar perusahaan.

Dalam arti luas, pengawasan mutu diartikan sebagai upaya memuaskan

pelangan bagi setiap produk yang dihasilkan. Dalam manajemen modern

yang memfokuskan perhatian kepada kepuasan pelanggan (costumer’s

satisfaction), pola pengendalian mutu sudah diubah menjadi manajemen

mutu. Pengendalian mutu adalah teknik dan kegiatan oprasional yang

digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu, sedangkan manajemen mutu

merupakan seluruh kegiatan yang menetapkan kebijakan mutu, jaminan

mutu dan peningkatan mutu dalam suatu sistem mutu. (Badan Standarisasi

Nasional, 2000).

Sistem mutu yang mengacu pada SNI 19-17025-2000 yang disertai

dengan akreditasi oleh Badan Standarisasi Nasional (BNS) memberi

pengakuan secara internasional kepada laboratorium yang lulus akreditasi.

(20)

2. Penegendalaian Mutu Terpadu

Manajemen Mutu Terpadu (MMT) adalah filosofi dan sistem untuk

pengembangan secara terus menerus (continuous improvement) terhadap

jasa atau produk untuk memenuhi kepuasan pelanggan (customer

satisfaction). Sistem pengembangan secara terus menerus dan kepuasan

pelanggan merupakan kalimat yang selalu ada dalam setiap definisi yang

dikemukakan pakar terhadap MMT. Sistem pengembangan secara terus

menerus menggambarkan bahwa MMT memiliki titik tekan pada proses dan

bekerja dengan mendasarkan pada sistem. (Fitzgerald, 2004 dalam

Pulungan, 2001).

MMT (Manajemen Mutu Terpadu) adalah suatu filosofi komprehensif

tentang kehidupan dan kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan

berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu,

produktifitas, dan mengurangi pembiayaan. Pendapat ini membuktikan

bahwa MMT merupakan manajemen yang tidak hanya mementingkan

produk tetapi lebih mementingkan proses. Produk yang bermutu pasti

dihasilkan oleh proses yang bermutu pula. Untuk dapat mencapai proses

yang bermutu, organisasi harus memiliki filosofi yang menyeluruh terhadap

mutu yang dipahami oleh semua komponen organisasi. Dengan difahaminya

filosofi tersebut, seluruh komponen organisasi akan selalu melakukan

pekerjaan sebaik mungkin, sehingga dapat terhindar dari berbagai

kesalahan dalam meningkatkan efisiensi. (Kovel Jarboe dalam Syafaruddin,

(21)

3. Pengendalian Mutu Bibit

Sampai sekarang pengertian bibit masih sering dirancukan dengan

pengertian benih (seed) dan tanaman induk (parent stock). Banyak orang

yang tertukar untuk mengistilahkan bibit pada benih. Pengertian bibit juga

sering tertukar dengan tanaman induk penghasil benih atau bibit. Pengertian

bibit yang dimaksud ialah tanaman kecil (belum dewasa) yang berasal dari

pembiakan generatif (dari biji), vegetative (cangkok, okulasi, setek), kultur

jaringan, atau teknologi perbanyakan lainnya. Selain itu, bibit juga dapat

diperoleh dari kombinasi cara-cara perbanyakan tersebut.

Bibit merupakan salah satu penentu keberhasilan budidaya tanaman.

Budidaya tanaman sebenarnya telah dimulai sejak memilih bibit tanaman

yang baik, karena bibit merupakan obyek utama yang akan dikembangkan

dalam proses budidaya selanjutnya. Selain itu, bibit juga merupakan

pembawa gen dari induknya yang menentukan sifat tanaman setelah

berproduksi. Oleh karena itu untuk memperoleh tanaman yang memiliki sifat

tertentu dapat diperoleh dengan memilih bibit yang berasal dari induk yang

memiliki sifat tersebut.

Pengertian bibit biasanya diterapkan bagi tanaman buah tahunan atau

tanaman tahunan. Pada tanaman buah tahunan dan tanaman tahunanlainya,

“calon tanaman” dijual dalam bentuk tanaman kecil (bibit). Lain halnya

dengan tanaman sayuran, hias, dan buah semusim yang sering dijual dalam

bentuk biji hasil penangkaran yang biasa disebut benih untuk

perbanyakannya. Berdasarkan cara perbanyakan, bibit dibagi menjadi dua,

(22)

a. Bibit Generatif

Bibit generatif diperoleh dari hasil perbanyakan secara kawin (sexual).

Bibit generatif lebih dikenal konsumen dengan bibit dari biji sebab bibit

ini dikembangkan dari biji. Anggapan seperti ini tidak selalu benar

sebab ada bibit dari biji yang tidak diperoleh dari hasil perkawinan (biji

apomiktik). Namun, pada kebanyakan buah memang biji ini telah

dibuahi atau sebagai hasil perkawinan antara bunga jantan dan bunga

betina. Mekanisme perkawinan terjadi pada saat penyerbukan, yaitu

kepala putik diserbuki dengan serbuk sari yang berlanjut sampai

pembentukan biji.

b. Bibit Vegetatif

Bibit vegetatif diperoleh dari pembiakan secara tak kawin (asexual).

Alasan yang utama sehingga banyak bibit yang diperbanyak secara

vegetatif ialah untuk mendapatkan bibit yang memiliki sifat-sifat yang

serupa dengan induknya. Pada perkembangan selanjutnya, sistem

pembiakan vegetatif memungkinkan penggabungan dua atau lebih

induk yang masing-masing memiliki sifat tertentu. Sebagai contoh

pada bibit sambung atau okulasi, bibit yang dihasilkan dapat memiliki

sifat yang baik dari batang atas (misal kualitas buah baik) dan sifat

yang baik dari batang bawah (misal perakaran baik).

Di pasaran dikenal berbagai macam jenis bibit. Konsumen sudah akrab

dengan jenis bibit biji, cangkokan, sambung, atau okulasi. Berdasarkan jenis

perbanyakannya, bibit terbagi enam jenis bibit yaitu bibit dari biji, bibit setek

(cuttage), bibit cangkok (air layerage), bibit okulasi (budding), bibit sambung

(23)

Gambar 1. Alur Pemeriksaan Mutu Fisik Menurut Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009.

Standart Mutu Bibit Tanaman Hutan, Dalam pelaksanaan Perdirjen RLPS

No. P.05/V-Set/2009 menjadi acuan BPTH dan lembaga sertifikasi lainnya

yang ditunjuk dalam penentuan mutu bibit. Persyaratan mutu bibit dalam

standart tersebut dibagi menjadi dua yaitu syarat umum dan syarat khusus,

yaitu:

a. Syarat umum meliputi :

1) Bibit berbatang tunggal dan lurus.

2) Bibit sehat : terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun

normal (tidak menunjukkan kekurangna nutrisi dan tidak mati pucuk).

3) Batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan

(24)

b. Syarat khusus meliputi :

1) Tinggi bibit, yang diukur mulai dari pangkal batang sampai pada titik

tumbuh teratas.

2) Diameter batang bibit, yang diukur pada pangkal batang.

3) Kekompakan media, yang ditetapkan dengan cara mengangkat

suatu persatuan dari beberapa jumlah contoh bibit.

4) Kekompakan media dibedakan ada 4 yaitu utuh, retak, patah, lepas.

5) Jumlah daun sesuai dengan jenisnya sedangkan untuk jenis

tanaman yang berdaun banyak seperti Pinus sp., Paraserianthes

sp., parameter yang digunakan adalah Live Crown Ratio (LCR).

6) LCR adalah nilai perbandingan tinggi tajuk dan tinggi bibit dalam

persen.

7) Umur sesuai dengan jenisnya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam usahatani penangkaran bibit

ialah antara lain luas lahan dan jarak tanam. Luas lahan akan jelas

mempengaruhi jumlah bibit yang dibutuhkan. Semakin luas lahan

penanaman, maka semakin banyak pula jumlah bibit yang dibutuhkan,

dengan demikian semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan untuk

membeli bibit. Demikian pula dengan jarak tanam, semakin lebar jarak

tanam yang digunakan maka semakin sedikit jumlah bibit yang dapat

ditanam dalam luasan tertentu. Sebaliknya dengan menggunakan jarak

tanam yang lebih rapat, maka semakin banyak populasi tanamannya.

4. Grading

Hanafie (2010), grading adalah proses pengelompokan tingkat mutu yang

(25)

Tujuan grading adalah untuk meminimalkan praktek – praktek kotor seperti

penjualan komoditi dengan kualitas yang sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Fungsi standarisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan

dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui

saluran pemasaran. Grading adalah proses pengelompokan tingkatan mutu

yang diberikan pada sekelompok produk yang memiliki keseragaman

tertentu. Setandarisasi adalah justifikasi kualitas yang seragam antara

pembeli dan penjual. Antara tempat dan antara waktu.

Faktor – faktor kualitas yang umumnya digunakan berbagai komoditi

untuk mengelompokkan ke berbagai sepesifikasi kualitas (grade) adalah:

a. Ukuran

b. Berat

c. Warna

d. Aroma

e. Panjang

f. Kekuatan/kepadatan

g. Tekstur

h. Keseragaman

i. Kandungan berbagai elemen seperti uap dan bahan asing

j. Kerusakan fisik

Dalam proses grading ada beberapa kegiatan yang dilakukan, kegiatan –

kegiatan yang dilakukan dalam grading meliputi kegiatan penentuan

standartd, kegiatan menggrade, kegiatan menginspeksi benda dalam rangka

mendeterminasi grade atau kualitas, memberikan etiket sesuai dengan

(26)

Penetapan Standart Mutu Bibit dilakukan berdasarkan persyaratan umum

dan persyaratan khusus. Dalam pelaksanaan Perdirjen RLPS No.

P.05/V-Set/2009. Ada tiga tingkatan mutu berdasarkan hasil pemeriksaan dan

pengukuran persyaratan umum dan persyaratan khusus sebagai berikut :

a. Mutu pertama (P) : jika bibit memenuhi semua persyaratan umum lebih

besar 95% dan rata – rata dari persyaratan khusus lebih besar 90%.

b. Mutu kedua (D) : jika bibit yang memenuhi kriteria persyaratan umum

75% - 95% dan rata – ata persyaratan khusus 70% - 90%.

c. Bibit yang tidak memenuhi kelas mutu P dan D tidak diterbitkan

sertifikat / afkhir.

C. Tinjauan Tentang Tanaman Jati

1. Jati Plus Perhutani

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar ini

memiliki batang yang lurus, dapat tumbuh mencapai 30 – 40 m. berdaun

besar yang luruh di musim kemarau. (Rachmawati, et al., 2002).

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Tectona

Spesies : T. grandis

Nama binomial : Tectona grandis Linn. f.

Area penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailand dan

bagian barat Laos. Batas utara pada garis 250 LU di Myanmar, batas selatan

(27)

Penyebarannya ternyata terputus – putus. Hutan jati terpisah oleh

pegunungan, tanah – tanah datar, tanah – tanah pertanian dan tipe hutan

lainnya. Di Indonesia jati bukan tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak

beberapa abad lalu di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Sumbawa, Maluku dan Lampung. Jati dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 900

m dpl dengan curah hujan 1500 – 3000 m dpl. Tumbuh pada tanah

berlapisan dalam, subur, berdrainase baik, netral, toleran pada tanah padat

serta tahan terhadap api. Umum nya musim buah masak terjadi pada bulan

Juli – Agustus, jati pada umum nya baru bisa dipanen pada umur 30 – 50

tahun, tergantung pada tingkat kesuburan tanah tempat tumbuhnya.

(Nurhasybi, et al., 2010).

Pemuliaan pohon jati di Perhutani dimulai sejak tahun 1982 dengan

seleksi awal pohon jati plus dari populasi hutan alam maupun hutan tanaman

jati di Indonesia. Saat ini telah dihasilkan koleksi 600 pohon plus, 300 pohon

dari Pulau Jawa dan 300 pohon dari luar Jawa. Koleksi 600 pohon plus jati

materi genetiknya disimpan atau ditanam di dalam Bank Klon, KBK dan

Kebun Pangkas. Koleksi ini bertujuan untuk konservasi genetik (bank gen)

maupun untuk materi kegiatan pemuliaan lebih lanjut. Jati plus memiliki

beberapa keunggulan yaitu tumbuh lebih cepat, ketika jati berumur satu

tahun tingginya 4 m dan keliling batang 12 cm. Pada umur tiga tahun, tinggi

tanaman mencapai 8 m dan keliling batang rata – rata 26 cm. Saat dipanen

pada umur 12 tahun, diameter batang sudah mencapai 23 cm dengan tinggi

14 m, tahan penyakit dan adaptif di dataran tinggi maupun rendah, lahan

kritis yang tak bernutrisi, dan tekstur kayu mirip kayu jati konvensional walau

(28)

Sampai sekarang pengertian bibit masih sering dirancukan dengan

pengertian benih (seed) dan tanaman induk (parent stock). Banyak orang

yang tertukar untuk mengistilahkan bibit pada benih. Pengertian bibit juga

sering tertukar dengan tanaman induk penghasil benih atau bibit. Pengertian

bibit yang dimaksud ialah tanaman kecil (belum dewasa) yang berasal dari

pembiakan generatif (dari biji), vegetative (cangkok, okulasi, setek), kultur

jaringan, atau teknologi perbanyakan lainnya. Selain itu, bibit juga dapat

diperoleh dari kombinasi cara-cara perbanyakan tersebut. (Setiawan, 1999)

Salah satu hasil program pemuliaan pohon adalah diperolehnya klon

unggulan hasil uji klon. Klon adalah sekumpulan pohon atau bibit yang

berkualitas genetik (kualitas yang diturunkan dari induknya) sama persis,

karena merupakan hasil perbanyakan vegetative (pembibitan tidak

menggunakan benih) dari satu batang pohon. Pembibitan untuk

memperbanyak klon dilakukan melalui setek, cangkok, okulasi, atau kultur

jaringan. Sebelum klon – klon tersebut di kembangkan dilakukan tes

pembuktian lapangan di beberapa lokasi dengan silivikultur intensif.

Jati Plus Perhutani adalah jati unggul produk perhutani yang diperoleh

dari program pemuliaan pohon. Jati Plus Perhutani dikembangkan melalui

dua cara perbanyakan yaitu vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan

generative dengan menggunakan biji JPP asal kebun benih klonan (KBK).

Perkembang biakan vegetative adalah bibit yang diperoleh dari pembiakan

secara tak kawin (asexual). Alasan yang utama sehingga banyak bibit yang

diperbanyak secara vegetatif ialah untuk mendapatkan bibit yang memiliki

sifat-sifat yang serupa dengan induknya. Pada perkembangan selanjutnya,

sistem pembiakan vegetatif memungkinkan penggabungan dua atau lebih

induk yang masing-masing memiliki sifat tertentu. Sebagai contoh pada bibit

(29)

dari batang atas (misal kualitas buah baik) dan sifat yang baik dari batang

bawah (misal perakaran baik).

Perkembang biakan vegetatif yang dinilai paling baik untuk menghasilkan

bibit jati plus berkualitas dan cepat panen adalah perkembangbiakan secara

stek. Stek adalah bibit yang diperoleh dengan memisahkan atau memotong

beberapa bagian dari tanaman, seperti akar, batang, daun, dan tunas

dengan maksud agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Kelebihan

dari cara perbanyakan ini ialah caranya sederhana (tidak memerlukan

teknik-teknik tertentu yang rumit) dan bibit yang diperoleh mewarisi sifat-sifat

yang dimiliki induknya. Kelemahannya ialah tidak banyak jenis tanaman

yang dapat diperbanyak dengan cara ini sehingga penggunaannya terbatas.

(Setiawan, 1999)

3. Standart Jati Plus Perhutani

Pohon jati plus adalah pohon yang memiliki fenotip terbaik dibandingkan

dengan pohon di sekitarnya. Pohon jati plus dapat dipilih dari hutan alam

atau dari tegakan jati. Fungsi pohon jati plus selain dapat dimanfaatkan

kayunya, juga diambil mata tunasnya untuk grafting dan sebagai bahan

analisis keragaman genetik. Biji yang berasal dari pohon jati plus selanjutnya

diuji kemurniannya. Menurut Erni (2006), ciri-ciri/karakteristik pohon plus

adalah sebagai berikut :

a. Tinggi : Pohon plus harus memiliki tinggi minimal sama dengan

rata-rata tinggi pohon pembanding.

b. Bentuk batang : Pohon induk harus lurus paling tidak 1/3 dari tinggi

(30)

c. Diameter : Diukur pada 1,30 cm dari permukaan tanah, pohon plus

harus memiliki diameter pohon minimal 10% lebih besar dibanding

diameter pohon pembanding.

d. Batang bebas cabang : Pohon plus harus memiliki tinggi bebas cabang

lebih dari 25% dari tinggi.

e. Tinggi ke cabang besar pertama : Tinggi dari cabang besar pertama

paling tidak 50% dari tinggi pohon plus. Cabang besar adalah cabang

yang permanen dan biasanya berdiameter lebih dari 3 cm.

f. Permukaan batang halus : Permukaan batang harus halus, tanpa knob

(tonjolan) atau bekas cabang yang membesar.

g. Keselindrisan batang : Batang harus silindris dan persentase

taper/kemiringan yang terbentuk tidak terlalu tinggi.

h. Cacat batang yang lain : Batang tidak boleh menunjukkan tanda-tanda

pecah, serangan hama dan penyakit.

Menurut Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 untuk bibit yang abnormal

terdiri dari :

a. Bibit berbatang ganda, bibit yang berbatang lebih dari satu.

b. Tidak sehat adalah bibit terindikasi serangan hama dan penyakit dan

atau gejala kekurangan nutrisi dan mati pucuk.

c. Bibit belum berkayu adalah bibit yang batangnya belum berkayu atau

(31)

A. Kerangka Pemikiran

Pada tahun 1982 Perhutani memulai pemuliaan pohon jati dan

menemukan Jati Plus Perhutani atau biasa disingkat JPP dengan berbagai

macam keunggulannya. JPP ini dikembangkan melalui dua cara perbanyakan

yaitu vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan generative dengan

menggunakan biji JPP asal kebun benih klonan (KBK). Pengendalian mutu

ditujukan untuk mempertahankan standar kualitas produk yang dijanjikan oleh

perusahaan kepada konsumen. Tindakan pengendalian dapat membantu

mempertahankan kinerja proses produksi dalam batas – batas toleransi yang

diijinkan. Namun dalam pelaksanaannya, selain terbatasnya sumber benih yang

ada, kriteria mutu bibit juga masih diragukan karena sebagian besar

parameternya merupakan parameter fisik/morfologi yang belum teruji, sementara

itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu mencerminkan kemampuan tumbuh dan

beradaptasi bibit setelah penanaman.

Dalam menerapkan sistem pengendalian mutu bibit jati plus hasil stek

pucuk, KPH Blitar memulainya dari pemilihan pucuk di kebun pangkas hingga

penyeleksian bibit dan penetapn standart mutu di open area, rangkaian sistem

pengendalian mutu ini salig berkaitan antara satu dengan yang lainnya, karena

jika dalam salah satu rangkaian mengalami kegagalan proses maka hasil akhir

tidak akan maksimal atau bahkan tidak berhasil. Oleh karena itu di perlukan kerja

sama yang baik dengan para pekerja lapang, para pekerja di tuntut untuk

menjalankan POS (Prosedur Operasi Standart) pengendalian mutu yang telah

ditetapkan. Prosedur Operasi Standart atau POS adalah suatu set instruksi yang

(32)

kehilangan keefektifan nya, setiap sistem pengendalian mutu yang baik selalu

didasri oleh POS. Namun dilapangan banyak pekerja yang masih belum

memenuhi POS pengendalian mutu yang telah ditetapkan, oleh karena itu

dikawatirkan kualitas bibit jati plus menurun.

Selain pekerja yang masih belum memenuhi POS, kriteria mutu bibit juga

masih diragukan karena sebagian besar parameternya merupakan parameter

fisik/morfologi yang belum teruji, sementara itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu

mencerminkan kemampuan tumbuh dan beradaptasi bibit setelah penanaman.

Berikut adalah standart mutu fisik/morfologi.

1. Bibit berbatang tunggal dan lurus.

2. Bibit sehat : terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun

normal (tidak menunjukkan kekurangan nutrisi dan tidak mati pucuk).

3. Batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan setinggi

50% dari tinggi bibit.

Evaluasi dilakuakan disetiap sub sistem dalam proses pengendalian mutu

untuk mengetahui penyebab – penyebab kegagalan bibit jati plus, hal ini perlu

dilakukan untuk menekan jumlah bibit yang tidak sesuai standart, ada beberapa

akibat atau dampak bila standart mutu tidak dijalankan dengan baik yaitu.

Kualitas bibit jati menurun. Ketika jati dipindah dilapangan kurang dapat bertahan.

Perlakuan yang kurang tepat dapat mengakibatkan banyak bibit jati yang mati.

Namun slama ini bibit jati yang mengalami kematian sangat kecil atau

menurun, maka diduga penerapan sistem pengendalian mutu pada pembibitan

jati plus perhutani di KPH Blitar sudah mengalami keberhasilan, sehingga

mengakibatkan menurunnya tingkat kematian bibit pada proses pembibitan.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan membuktikan keberhasilan

KPH Blitar dalam Penerapan sistem pengendalian mutu pada pembibitan jati plus

(33)

B. Hipotesis

Penerapan sistem pengendalian mutu pada pembibitan jati plus perhutani

(34)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengendalian Mutu Bibit Jati Plus Perhutani di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Blitar.

Pengendalian mutu bibit jati di Perhutani

Permasalahan:

- Penegendalian mutu bibit dilapangan masi bersifat morfologi serta belum terlaksana dengan maksimal

- Dilapangan banyak pekerja yang masih belum memenuhi POS pengendalian mutu yang telah diteteapkan

Pengendalian mutu yang masih berifat morfologis:

- Bibit berbatang tunggal dan lurus.

- Bibit sehat : terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun normal (tidak menunjukkan kekurangan nutrisi dan tidak mati pucuk).

- Batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan setinggi 50% dari tinggi bibit.

Upaya – upaya untuk meningkatkan kualitas Analisis:

Deskriptif kuantitatif. Analisis:

Deskriptif kualitatif.

Dampak:

- Kualitas bibit jati menurun.

- Ketika jati dipindah dilapangan kurang dapat bertahan.

(35)

IV. METODE PENELITIAN

A. Penentuan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur JL.

Genteng Kali No. 49, Surabaya. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

sengaja (purposive). Karena Perum Perhutani merupakan perusahaan yang

pertama kali bergerak dalam bidang pembibitan jati dan pemuliaan tanaman jati

yaitu yang di awali pada tahun 1976 dan menghasilkan Jati Plus Perhutani. Jati

Plus Perhutani (JPP) yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan SDH Perhutani terpilih menjadi juara III Anugerah BUMN 2011

untuk kategori Inovasi Produk Agrikultur BUMN Terbaik.

B. Penentuan Responden

Penentuan responden dilakukan dengan cara sengaja atau purposive,

yaitu didasarkan atas dasar ciri atau sifat tertentu yang sudah diketahui

sebelumnya dan dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan tujuan

penelitian. Data penelitian didapat dari Perhutani bidang kelola SDH bagian

Bidang Pemuliaan Pohon dan Uji Silvikultur.

Dengan beberapa pertimbangan dipilih beberapa responden yaitu, Kepala

sub bidang kebun benih dan persemaian serta 1 orang stafnya, Kepala sub

bidang laboratorium teknologi benih serta 1 orang stafnya, responden tersebut

dipilih karena diharapkan akan diperoleh informasi secara lengkap didalam

penentuan sampling produk pada proses pengendalian mutu bibit jati plus

(36)

C. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan secara langsung pada obyek yang

diteliti dalam hal ini adalah Jati Plus Perhutani, guna mengamati dan mempelajari

permasalahan yang sesungguhnya terjadi. Teknik pengumpulan data penelitian

menggunakan dua jenis metode pengumpulan data, yang dapat digolongkan

sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau

penelitian secara langsung dengan cara melakukan pengamatan ke

sumber yang memberikan informasi.

a. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan jalan

mengadakan wawancara secara langsung kepada pihak yang

berkepentingan sesuai dengan bidangnya, wawancara penelitian ini

dilakukan secara langsung pada pihak – pihak yang berkepentingan.

Dalam hal ini adalah Bidang Pemuliaan Pohon dan Uji Silvikultur, yang

meliputi Kepala sub bidang kebun benih dan persemaian berserta

stafnya sebayak 1 orang, dan Kepala sub bidang laboratorium

teknologi benih berserta stafnya 1 orang, hal ini digunakan untuk

memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan.

Data yang di dapat adalah data proses produksi, data tentang

(37)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui

ilmu – ilmu maupun literatur yang ada hubungannya dalam penelitian ini

dan juga pedoman data – data dokumenter yang sifatnya melengkapi

atau mendukung data primer sistem pengendalian mutu dan penyebab

kegagalan produk bibit jati plus perhutani.

a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah melakuan pengumpulan dan mempelajari

dokumen – dokumen pendukung seperti literatur, pedoman, dan ilmu –

ilmu terkait yang diperoleh secara langsung. Dalam hal ini dokumen –

dokumen seperti literatur serta pedoman diperoleh dari perpustakaan

Perum Perhutani.

Data yang diperoleh adalah data tentang sejarah Perum Perhutani,

struktur organisasi Perum Perhutani, dan sistem pengendalian mutu

bibit jati plus perhutani.

b. Observasi (Pengamatan)

Adalah suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan

pengamatan secara cermat terhadap obyek – obyek yang kajian diteliti

serta mencatatnya secara sistematis sesuai dengan data yang

dibutuhkan dalam penelitian.

Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati secara cermat bibit jati

plus kemudian mencatatnya secara sistematis. Data yang diperoleh

adalah data tentang penyebab kegagalan komoditas bibit jati plus

(38)

D. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil dokumentasi, observasi dan wawancara,

maka data yang telah terkumpul disempurnakan serta dianalisis yang selanjutnya

dipindahkan ke dalam bentuk analisis statistic. Dalam penelitian ini dilakukan

analisis dengan menggunakan:

1. Untuk mencapai tujuan pertama dalam penelitian ini yaitu Ingin

mengetahui penentuan standart mutu bibit jati plus, menggunakan

analisis deskriptif, dengan cara mengumpulkan data dari dokumentasi

yang berasal dari arsip atau literatur dari perpustakaan Perum Perhutani

yang berkaitan degan penentuan standart mutu jati plus.

2. Untuk mencapai tujuan kedua dalam penelitian ini yaitu penerapan sistem

pengendalian mutu pembibitan jati plus menggunakan analisis secara

deskriptif kualitatif.

Analisis Data secara Deskriptif kualitatif Suatu pengolahan data yang

dilakukan dengan cara menguraikan dalam bentuk kalimat dan

menghubugkan dengan teori – teori yang berguana untuk mendapatkan

kesimpulan dan juga Proses penelitian dan pemahaman yang

berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial

dan masalah manusia.

Menjawap tujuan pertama, hasil dari analisis tersebut akan diolah dan

disusun agar mudah untuk mengidentifikasi mekanisme sistem

pengendalian mutu pembibitan jati plus. Berikut Standart mutu umum dan

khusus Bibit Jati Plus Perhutani menurut Keputusan Direksi Perum

Perhutani Nomor : 398/Kpts/Dir/2010 tentang Pedoman Pengelolaan

Kebun Pangkas (KP) dan Persemaian Stek Pucuk Jati Plus Perhutani

(39)

a. Syarat umum Jati Plus Perhutani meliputi :

1) Bibit berbatang tunggal dan lurus.

2) Bibit sehat : terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun

normal (tidak menunjukkan kekurangan nutrisi dan tidak mati pucuk).

3) Batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan

setinggi 50% dari tinggi bibit.

b. Syarat khusus Jati Plus Perhutani meliputi :

1) Tinggi bibit Jati Plus Perhutani, yang diukur mulai dari pangkal

batang sampai pada titik tumbuh teratas adalah 20 – 30 cm.

2) Diameter batang bibit Jati Plus Perhutani, yang diukur pada pangkal

batang adalah 3 mm.

3) Kekompakan di tetapkan dengan cara mengangkat satu persatu

dari beberapa jumlah contoh bibit media yang baik adalah yang

tidak retak, patah atau lepas dari bibit.

4) Jumlah daun untuk bibit Jati Plus Perhutani yang memenuhi standat

adalah 3 helai, daun tidak terlalu lebar, agak sedikit meruncing,

berwarna hijau sedikit kuning.

5) Bibit Jati Plus Perhutani harus sehat / tidak terserang hama atau

penyakit.

6) Perakaran banyak dan membentuk gumpalan yang kompak dengan

media.

7) Berumur antara 3 – 6 bulan.

3. Tujuan ketiga yaitu evaluasi penerapan sistem pengendalian mutu dan

penyebab kegagalan komuditas bibit jati plus berdasarkan standart mutu

menggunakan analisis secara deskriptif Kemudian untuk menjawap

(40)

plus, Dan berikut ini adalah setandart tingkat kematian bibit yang

dinyatakan dalam presentase dan telah ditetapkan oleh perhutani dalam

tiap tahap pembibitan jati plus perhutani.

a. Pada tahapan Induksi Aklimatisasi yang berlangsung selama 4 - 8

Minggu, dengan tingkat kematian rata-rata 15 %.

b. Aklimatisasi - Shading = 2 Minggu, dengan tingkat kematian rata-rata

3 %.

c. Shading - Open Area = 2 Minggu, dengan tingkat kematian rata-rata

2 %.

d. Open Area - Bibit Jadi = ± 4 Minggu, dengan tingkat kematian rata-rata

5 %.

Rumus perhitungan kegagalan produksi bibit jati plus dengan

menggunakan metode NPS dalam satukali proses penanaman:

Bibit mati = bakal bibit/pucuk x 25%

E. Devinisi dan Pengukuran Variabel

Ada beberapa definisi dalam quality control yang perlu diketahui adalah

sebagai berikut:

1. Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar,

berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar,

yang luruh di musim kemarau. Nama ilmiah jati adalah Tectonagrandis L.f.

Jati memiliki pertumbuhan yang lambat yang membuat proses

perkembangbiakan secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk

menutupi permintaan atas kayu jati. Karena adanya lapisan luar biji yang

keras. Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini

seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau

(41)

dengan biji jati dapat juga dikembag biakan dengan vegetatif (stek pucuk

dan kultur jaringan).

2. Jati Plus Perhutani adalah jati unggul produk perhutani yang diperoleh

dari program pemuliaan pohon. Jati Plus Perhutani dikembangkan melalui

du cara perbanyakan yaitu Vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan

generative

3. Bibit adalah tumbuhan muda hasil perbanyakan dan pengembangbiakan

secara generatif (biji) maupun vegetatif.

4. Pembibitan adalah proses memperbanyak tanaman yang dipergunakan

untuk keperluan dan pengembangan usaha tani, memiliki fungsi

agronomis atau merupakan komponen agronomi, serta berorientasi pada

penerapan norma – norma ilmiah, jadi lebih bersifat teknologis.

5. Lot bibit adalah bibit yang berasal dari suatu sumberbenih, satu umur,

satu periode penanganan, dan satu perlakuan.

6. Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang

memenuhi/melebihi harapan pelanggan/konsumen. Selera atau harapan

konsumen pada suatu produk selalu berubah sehingga kualitas produk

juga harus berubah / disesuaikan. Dengan perubahan mutu produk

tersebut, diperlukan peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan

proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan agar produk

dapat memenuhi / melebihi harapan konsumen.

7. Manajemen mutu adalah aspek – aspek dari fungsi manajemen

keseluruhan yang menetapkan dan menjalankan mutu suatu organisasi.

Dalam rangka mencukupkan kebutuhan pelanggan dan ketepatan waktu

(42)

8. Pengendalain Mutu adalah mencakup semua aktivitas yang menyedikan

produk berkualitas ke pasaran. Teknik pengendalian mutu terpadu

mempertimbangkan semua bagian dari bisnis (konsumen, supplier, dan

karyawan). Pendekatan strategi dari teknik pengendalian mutu terpadu

berawal dari fokus konsumen.

9. Bibit bermutu adalah tanaman muda yang berasal dari hasil pembiakan

generatif atau hasil pembiakan vegetatif dari sumber benih yang

bersertifikat.

10. Grading adalah adalah proses pengelompokan tingkat mutu yang

diberikan pada sekelompok produk yang memiliki keseragaman tertentu.

11. Setandarisasi adalah justifikasi kualitas yang seragam antara pembeli dan

penjual, antara tempat dan antara waktu.

12. Fungsi standarisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan

dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi

melalui saluran pemasaran.

13. Ukuran produk adalah suatu varian bentuk dengan berbagai macam

ukuran yang dapat menyesuaikan antara kebutuhan dengan ukuran

produk yang ada.

14. Grading Jati Plus Perhutani Mutu Pertama (P) : jika bibit memenuhi

semua persyaratan umum lebih besar 95% dan rata-rata dari persyaratan

khusus lebih besar 90 %. Mutu Kedua (D) : jika bibit yang memenuhi

kriteria persyaratan umum 75 - 95 % dan rata-rata persyaratan khusus 70

- 90 %. Bibit yang tidak memenuhi kelas mutu P dan D tidak diterbitkan

sertifikat.

15. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen

yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, sistem

(43)

yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item – item penggerak,

sistem itu memang kompleks dan sangat terkait dengan hal yang ada

didalamnya, karena sistem tidak akan berjalan apabila salahsatu elemen

(44)

A. Keadaan Umum Perumperhutani KPH Blitar

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kawasan hutan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Blitar secara umum

dapat dilihat dari letak wilayah KPH Blitar secara geografis dan batas

wilayah, letak geografis KPH Blitar terletak pada 5° 18` BT – 5o 08` BT dan

8o 04` LS – 8o 16` LS, dengan total luas KPH Blitar adalah 57.327,80 Ha.

Secara administratif letak kawasan hutan berada pada 3 (tiga) wilayah

Pemerintah Daerah Tingkat II yaitu :

a. Di Kab. Blitar sendiri KPH Blitar memiliki kawasan hutan seluas

35.442,5 Ha (61 %). Yang meliputi : Kecamatan Ponggok, Nglegok,

Sanankulon, Kademangan, Bakung, Wonotirto, Sutojayan,

Panggungrejo, Binangun, Kesamben, Wates, Talun, Garum,

Gandusari, Wlingi, Doko, Selorejo.

b. Sedangkan di Kab. Tulungagung KPH Blitar memiliki kawasan hutan

seluas 19.132,0 Ha (34 %). Yang meliputi : Kec.Rejotangan,

Pucanglaban, Kalidawir, Ngunut, Campurdarat, Tanggunggunung,

Boyolangu.

c. Dan di Kab. Malang KPH Blitar memiliki kawasan hutan seluas 2.753,3

Ha (5 %). Yang meliputi : Kecamatan Sumberpucung, Kalipare, Singkil.

Sedangkan Batas wilayah pengelolaan hutan KPH Blitar yaitu di Sebelah

Utara, berbatasan dengan wilayah KPH Kediri dan KPH Malang. Sebelah

Timur, berbatasan dengan wilayah KPH Malang. Sebelah Barat, berbatasan

dengan wilyah KPH Kediri. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra

Indonesia. Sedangkan kantor KPH Blitar berkedudukan di Jalan S

(45)

2. Keadaan Umum Lapangan

Kawasan hutan KPH Blitar terletak pada ketinggian 125 mdpl s/d 650

mdpl diatas permukaan laut. Keadaan topografi lapangan pada umumnya

berada pada tingkat yang agak curam dan sangat curam, hanya sebagian

kecil wilayah saja pada tingkat kemiringannya datar dan landai. Lahan yang

demikian sangat cocok untuk tegakan jati dan akan baik pertumbuhannya.

3. Fasilitas Perusahaan

a. Gedung Perkantoran

Gedung ini merupakan sarana untuk memperlancar urusan

administrasi.

b. Perumahan Dinas

Perumahan dinas diperuntukkan bagi karyawan yang mempunyai

jabatan kepala sub seksi ke atas.

c. Kebun Pangkas.

Kebun pangkas adalah areal tanaman hasil perbanyakan vegetative

dan generative pohon jati plus yang dimanfaatkan sebagai sumber

bibit dengan teknik stek pucuk.

d. Persemaian

Lokasi persemaian terdiri atas bedeng induksi akar, bedeng

aklimatisasi, shading area dan open area yang digunakan untuk

menyemaikan bibit hasil stek pucuk asal kebun pangkas.

e. Mobil Dinas

Untuk kelancaran perjalanan, dilengkapi dengan 6 (enam) buah mobil

dan 2 (dua) sepeda motor.

(46)

4. Visi dan Misi Perumperhutani

a. Visi

Pengelola Hutan Lestari Untuk sebesar - besarnya Kemakmuran

Rakyat.

b. Misi

1) Mengelola sumber daya Hutan dengan prinsip Pengelolaan Hutan

Lestari berdasarkan karakteristik wilayah dan Daya Dukung

Daerah Aliran Sungai (DAS) serta meningkatkan manfaat hasil

hutan kayu dan bukan kayu, Ekowisata, Jasa Lingkungan,

Agroforestri serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya guna

menhasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan

perusahaan secara berkelanjutan.

2) Membangun dan mengembangkan perusahaan, Organisasi serta

sumber daya manusia perusahaan yang modern, Profesional dan

handal serta memperdayakan masyarakat desa hutan melalui

pengembangan lembaga perekonomian koperasi masyarakat desa

hutan atau koperasi petani hutan.

3) Mendukung dan turut berperan-serta dalam pembangunan wilayah

secara regional dan nasional, serta memberikan kontribusi secara

aktif dalam penyelesaian masalah lingkungan regional, nasional

dan internasional.

5. Fungsi Berdasarkan Struktur Organisasi di KPH Blitar

Kelola Sumber Daya Hutan dan Lapangan (SDHL) adalah salah satu

divisi yang berada di KPH Blitar, dipimpin oleh seorang Kasi yang

bertanggung jawab kepada Direksi Perum Perhutani KPH Blitar. Kegiatan

(47)

lapangan salah satunya adalah memproduksi bibit unggul. Dalam

menjalankan tugas-tugas pokoknya, Kasi Kelola SDHL dibantu oleh:

a. KSS (Kepala Sub Seksi) Renc. & Tan.

Bertanggung jawap mengepalai sub seksi rencana dan tanaman yang

meliputi . Kaur perencanaan, Kaur hugra, Kaur tanaman, Kaur DPB

pada PSDH dan Kaur SIM Dalam menjalankan tugas – tugasnya.

b. Kaur Perencanaan.

Bertanggung jawap dalam mengepalai urusan bidang perencanaan.

c. Kaur Hugra.

Bertanggung jawap dalam mengepalai urusan bidang Hugra.

d. Kaur Tanaman.

Bertanggung jawap dalam mengepalai urusan bidang Tanaman.

e. Kaur DPB Pada PSDH.

Bertanggung jawap dalam mengepalai urusan departemen perbenihan

dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

f. Kaur SIM

Bertanggung jawap dalam mengepalai urusan SIM.

g. KSS (Kepala Sub Seksi) Kelola SDH & Lingk.

Bertanggung jawap mengepalai sub seksi Kelola Sumberdaya Hutan

dan Lingkungan di KPH Blitar.

h. Karyawan Lapangan

Karyawan lapangan yang di miliki KPH Blitar secara keseluruhan

berjumlah 20 orang dengan tugas nya masing – masing, berasal dari

petani yang berada di sekitar KPH. Masuk kerja setiap hari (Senin –

Minggu) pukul 07.00 – 16.00, istirahat pukul 10.00 – 13.00 WIB dan

(48)

B. Penentuan Standart Mutu Bibit Jati Plus

Jati Plus Perhutani (JPP) adalah jati unggul produk Perum Perhutani yang

diperoleh melalui program pemuliaan pohon jati varietas unggulan, di KPH Blitar

ada dua cara perbanyakan bibit yaitu secara vegetatif dengan cara stek pucuk.

Bibit jati yang dikembangkan dengan teknologi persemaian stek pucuk telah

menjadi andalan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Blitar

untuk mendukung proses pembibitan dan penanaman di wilayah hutan setempat.

Pembibitan jati dengan teknologi stek pucuk ini telah dikembangkan di KPH Blitar

sejak tahun 2008 dan hasil bibitnya telah ditanam pada penanaman jati atau

reboisasi tahun 2009 hingga saat ini.

Dalam penentuan standart mutu nya jati plus perhutani telah di atur

menurut Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 398/Kpts/Dir/2010 tentang

Pedoman Pengelolaan Kebun Pangkas (KP) dan Persemaian Stek Pucuk Jati

Plus Perhutani (JPP): yang meliputi Penanaman indukan di kebun pangkas,

perawatan indukan, syarat – syarat pucuk yang dapat dijadikan bakalan stek,

standart pemanenan pucuk, standart pembuatan stek pucuk, standart pembuatan

media tanam, standart pembuatan bedengan, standart penanaman stek, standart

perawatan stek, standart mutu bibit jati plus dan grading.

Untuk standart – standart yang diterapkan di perawatan stek pucuk masih

dibagi lagi menjadi empat bagian yang berupa tahap induksi, aklimatisasi,

shading dan open. Dan ditiap bagian telah ditetapkan standart – standart yang

telah ditentukan berupa standart penyiraman, pemberian pupuk, pemberian

(49)

1. Kebun Pangkas

Tidak semua pucuk dapat dipanen sebagai bahan stek pucuk yang baik,

pucuk yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut menurut

Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 398/Kpts/Dir/2010 tentang

Pedoman Pengelolaan Kebun Pangkas (KP) dan Persemaian Stek Pucuk

Jati Plus Perhutani (JPP):

a. Tunas ortotrop : adalah suatu keadaan dimana tunas hasil

perbanyakan vegetatif tumbuh keatas seperti bentuk pohon normal.

b. Memiliki 3 atau 4 internodia / pasang daun.

c. Panjang batang kurang lebih 5 cm.

d. Minimal sudah berumur 2 minggu dari pecahnya mata tunas.

e. Batang silindris, lurus, berbulu hijau cerah.

f. Batang masih muda /

Gambar

Gambar 1. Alur Pemeriksaan Mutu Fisik Menurut Perdirjen RLPS No.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengendalian Mutu Bibit Jati Plus Perhutani di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Blitar
Tabel 2. Jumlah Pucuk Dan Hasil Stek Pucuk Jati Plus Perhutani Di KPH Blitar Pada Tahun 2008 Hingga 2012
Tabel 3. Tingkat Kematian Bibit Jati Plus Perhutani Dalam Satukali Proses

Referensi

Dokumen terkait

Adapun mengenai pengertian “mereka” yang bertindak sebagai pimpinan tersebut tidak terbatas hanya pimpinan dalam melakukan tindak pidana lingkungan, tetapi juga

Nilai perbandingan ini dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan fisik anak karena menunjukkan posisi anak tersebut pada persentil (%) keberapa untuk suatu

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa masalah yang perlu untuk dikaji dan diteliti, tetapi karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan maka penelitian akan dibatasi

Dari hasil analisis minyak nilam. ketujuh parameter di atas menunjukkan hasil yang memenuhi standar mutu ketiga acuan standar. kecuali indeks bias. Sedangkan untuk minyak daun

1.1 Hal-hal yang diperlukan dalam penilaian dan kondisi yang berpengaruh atas tercapainya kompetensi ini adalah tempat uji yang merepresentasikan tempat kerja, serta

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran visualization, auditory, kinestetic (VAK) dapat mempengaruhi

– Bozóky Mihály, Cantus catholici 1651, 1674, Dőri énekeskönyv, himnusz, Katolikus énekeskönyv (1768–1769), Katolikus énekeskönyv (1790), Magyar cantionale,

Dari hasil penelitian di SMKN 4 Bondowoso yang menunjukkan sebagian besar remaja berpengetahuan cukup dan baik karena disamping tempatnya sudah berada dekat kota