• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik di Stasi Muara Asa sudh cukup mendalam. Hanya saja pada pelaksanaannya harus ditingkatkan lagi terutama pada tindakan konkretnya supaya tanggungjawab tersebut tidak hanya sebatas dipahami saja, melainkan juga harus dilaksanakan. Karena sebagai keluarga Katolik tidak cukup hanya sebatas membesarkan anak-anak mereka, namun perlu juga melaksanakan tanggungjawabnya terutama para orang tua dalam

memberikan pendidikan iman kepada anak dengan penuh rasa tanggungjawab dan kesadaran bahwa pendidikan iman anak yang utama dan pertama adalah dari keluarga.

Kedua, pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di Stasi Muara Asa sudah baik. Keluarga Katolik melaksanakan tanggungjawabnya dengan sungguh-sungguh. Hal ini tidak hanya sebatas kata- kata namun perlu dikembangkan lagi agar tidak hanya sekedar memahami saja tetapi lebih pada tindakan konkretnya dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, keluarga Katolik di Stasi Muara Asa mengalami kesulitan dalam melaksanakan tanggungjawabnya. Kesulitan yang datangnya dari mereka yakni sebagian besar dari anak sibuk dengan dunia mereka sendiri. Kesulitan lainnya yakni perkembangan teknologi yang begitu cepat mampu mempengaruhi pola pikir dan tindakan anak-anak. Hal inilah menjadi suatu keprihatinan bagi orang tua dan juga pengurus Gereja stasi agar dapat menemukan cara-cara baru dalam memberikan pendidikan iman anak.

Keempat, umat Stasi Muara Asa memiliki harapan untuk meningkatkan tanggungjawabnya sebagai keluarga Katolik. Harapan itu di antaranya saling mendukung antar anggota keluarga serta dapat menerima keterbatasan dan kelibihan antar anggota keluarga. Tidak hanya itu, umat juga mengharapkan perlu adanya kerjasama antar orang tua dan anak sebagai satu keluarga serta perlu menjalin relasi dan kerjasama antara orang tua dan guru agama atau katekis. Dan yang terakhir umat mengharapkan adanya sarana dan prasarana demi menunjang

pendidikan iman anak yakni buku-buku penunjang iman Katolik dan Kitab Suci serta Puji Syukur.

BAB IV

REKOLEKSI SEBAGAI USAHA UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK

DI PAROKI YOHANES PENGINJIL LINGGANG MELEPAEH TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANNAK

Pada bab III penulis telah memaparkan hasil penelitian mengenai tanggungjawab keluarga Katolik di Stasi Muara Asa paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh terhadap pendidikan iman anak. Berdasarkan penelitian dapat dikatakan bahwa: pertama, tingkat kedalaman pemahaman akan tanggungjawab keluarga Katolik cukup mendalam. Kedua, pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di Stasi Muara Asa sudah baik. Ketiga, umat Stasi Muara Asa mengalami kesulitan untuk melaksanakan tanggungjawab di dalam keluarganya. Keempat, umat Stasi Muara Asa tetap memiliki harapan yang meningkatkan tanggungjawabnya sebagai keluarga Katolik dalam mendidik iman anak juga sarana dan prasarana untuk mendukung tercapainya pendidikan iman anak di dalam keluarga.

Pada bab IV ini, penulis memaparkan apa yang diharapkan umat untuk melaksanakan tanggungjawab keluarga Katolik Stasi Muara Asa berdasarkan kajian pustaka pada bab II dan hasil penelitian bab III. Upaya yang penulis ajukan pada bab ini mengarah pada tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak. Hal ini sangat perlu dalam melaksanakan tanggungjawab keluarga Katolik di Stasi Muara Asa. Penulis akan membagi bab IV ini dalam tiga bagian: pertama, pentingnya tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di Stasi Muara Asa. Kedua, penulis menyampaikan program yang dapat

mendukung pelaksanaan tersebut. Ketiga, penjelasan lebih rinci mengenai usulan program dalam bentuk rekoleksi keluarga.

A. Pentingnya Tanggungjawab Keluarga Katolik di Stasi Muara terhadap Pendidikan Iman Anak

Orang tua sebagai penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak (GE art. 3). Keluarga Katolik yang telah diperkaya dengan rahmat Sakramen Perkawinan mempunyai tanggungjawab untuk mendidik anaknya sejak dini secara Katolik. Mendidik secara Katolik berarti orang tua harus memperkenalkan Allah kepada anak-anak, baik tentang pribadi Allah dan bagaimana seharusnya anak berbakti pada Allah seperti yang telah orang tua terima dalam pembaptisan.

Perkawinan Katolik itu sendiri mempunyai tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan suami-istri serta terarah pada kelahiran dan pendidikan, seperti yang dirumuskan dalam Kitab Hukum Kanonik, kanon 1055 1, “yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak”. Artinya orang tua harus mendidik anak dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab, meski tidak mudah, apalagi di zaman sekarang ini. Mereka sebaiknya memikirkan dan mengupayakan pendidikan yang utuh dan menyeluruh bagi anak-anak mereka. Sebagai pendidik pertama dan utama, orang tua harus mendidik sendiri anak-anaknya. Mereka sungguh-sungguh bertanggungjawab terhadap pendidikan anaknya, bukan malah melimpahkan tanggungjawab tersebut kepada kakek-neneknya, apalagi pembantu rumah tangga,

sebab tanggungjawab pendidikan anak tidak dapat digantikan dan diambil oleh pihak lain (FC art. 36).

Awal kehidupan dan lingkungan utama anak adalah keluarga. Dalam keluarga anak belajar dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku yang akan di pergunakan untuk berhubungan dengan orang lain di luar keluarga (Adiyanti, 2003: 93). Apabila orang tua telah memperhatikan dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku anak dalam keluarga dengan memberikan kasih sayang dan perhatian penuh, maka iman anak bertambah dan berkembang kearah yang lebih baik.

Sebagai Gereja mini atau Gereja rumah tangga keluarga juga dipanggil untuk turut serta dalam tugas persekutuan Gereja melalui 4 (empat) kegiatan inti keluarga yaitu pesekutuan pribadi (koinonia), perwartaan (kerygma), perayaan iman (leiturgia), dan pelayanan (diakonia). Keempat fungsi tersebut yang seharusnya dapat dilakukan dan dikembangkan dalam keluarga tetapi kini belum berjalan dengan baik. Maka dari itu, guna mengusahakannya keempat fungsi tersebut dalam keluarga diperlukan suatu bentuk kegiatan pendampingan untuk meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik dalam mendidik iman anak.

B.Tanggungjawab Keluarga Katolik di Stasi Muara Asa terhadap Pendidikan Iman Anak

Setelah menyadari pentingnya tanggungjawab keluarga Katolik dalam mendidik iman anak-anak mereka, kini penulis akan memaparkan kegiatan untuk menghadapi hal tersebut. Untuk itu penulis mengajukan suatu kegiatan pembinaan yaitu rekoleksi keluarga

1. Alasan Pemilihan Program Rekoleksi Keluarga

Upaya yang penulis ajukan yaitu program Rekoleksi Keluarga. Kegiatan ini diusulkan oleh penulis sendiri dan disetujui oleh umat Stasi Muara Asa. Maka dari itu, kegiatan rekoleksi perlu dilaksanakan untuk membantu orang tua dalam meningkatkan pelaksanaan tanggungjawabnya sebagai keluarga Katolik dalam mendidik iman anak-anak mereka.

2. Rekoleksi Keluarga

a. Tujuan Program Rekoleksi

Tujuan dari rekoleksi dapat dilihat dari arti kata rekoleksi itu sendiri. Menurut Mangunhardjana (1985: 7) istilah rekoleksi berasal dari bahasa Inggris recollectio yang berarti berusaha mengumpulkan kembali. Dalam hal ini yang dikumpulkan adalah pengalaman peserta rekoleksi dalam kesahariannya. Maka tujuan umum rekoleksi adalah agar pesrta mampu menyadari peran Kristus dalam hidup mereka melalui pengalaman sehari-hari dalam berkarya.

Yang dilakukan dalam rekoleksi sama dengan apa yang ada dalam retret. Peserta meninjau karya Allah dalam dirinya, cara kerja serta bimbingan-Nya dan tanggapan terhadap karya Allah itu. Seperti dalam retret, bahan yang diolah dalam rekoleksi diambil dari pengalaman hidup yang sudah dijalani (Mangunhardjana, 1985: 18)

b. Waktu, Tempat, dan Peserta

Rekoleksi ini, pertama-tama bertujuan untuk mengembangkan iman serta nilai Kristiani dalam keluarga. Kegiatan ini diharapkan dapat mengembangkan

iman pribadi maupun keluarga sebagai suatu komunitas iman sehingga mereka mampu menjadi saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat. Maka setiap keluarga Katolik Stasi Muara Asa diharapkan ikut terlibat di dalamnya.

Rekoleski ini dilaksanakan satu tahun dua kali. Rekoleksi yang pertama akan dilaksanakan pada saat libur sekolah bulan Juli dan yang kedua pada bulan Desember. Rekoleksi yang pertama diambil bulan Juli karena bertepatan pada libur anak sekolah, sehingga para orang tua masih memiliki waktu senggang untuk mengikuti rekoleksi. Kemudian rekoleksi yang kedua dilaksanakan pada bulan Desember bertepatan dengan peserta Keluarga Kudus, dengan alasan agar dapat meneladani semangat hidup Keluarga Kudus Nazaret. Berkaitan dengan tempat pelaksanaannya dapat ditentukan secara bersama dengan pengurus kegiatan rekoleksi keluarga dan dapat mencari tempat yang nyaman untuk melaksanakannya.

C. Usulan Program Rekoleksi Keluarga 1. Latar Belakang Kegiatan

Keluarga Katolik merupakan Gereja Kecil yang sangat baik bagi tumbuhkembangnya iman anak sebab dari sanalah anak mulai belajar dan menemukan nilai-nilai hidup untuk membangun kehidupan di masa mendatang. Hal tersebut sesuai dengan GE art. 3, “agar dapat melaksanakan tugas perutusannya, keluarga perlu mempersiapkan anggota-anggotanya, terutama anak- anak, melalui pendidikan, baik mengenai iman Katolik maupun nilai-nilai kemanusian, karena keluarga adalah sekolah yang pertama dan utama bagi mereka”. Hal ini mengisyaratkan bahwa keluargalah tempat mendasar pendidikan

iman anak. Tugas dan tanggungjawab tersebut bukan berarti sesuatu yang mudah dilakukan oleh orang tua. Karena orang tua perlu memiliki komitmen, niat yang kuat, persiapan dan perencanaan yang matang. Dan tentunya hal ini tidak boleh begitu saja diserahkan kepada orang tua semata sebagai keluarga Katolik tetapi perlu juga bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak seperti guru agama, katekis, pembimbing rohani, dan lain-lainnya sehingga tugas dan tanggungjawab keluarga Katolik tersebut terlaksana dengan baik.

Keluarga Katolik Stasi Muara Asa pun diharapkan benar-benar memiliki komitmen, dan niat yang kuat melaksanakan tanggungjawabnya dalam memndidik iman anak-anak mereka. Namun, pada kenyataannya harapan tersebut cenderung terhambat oleh berbagai macam rutinitas serta pekerjaan yang benar- benar menyita banyak waktu.

Rekoleksi keluarga ini diharapkan membantu para keluarga Katolik untuk semakin menyadari tanggungjawabnya sekaligus menjadi pelaksana sekolah iman bagi anak-anak mereka sebab tugas mendidik anak itu “berakar pada panggilan utama suami/istri dalam karya penciptaan Allah” (FC art. 36).

2. Tema dan Tujuan Rekoleksi

Penulis mengusulkan tema rekoleksi keluarga yakni “Keluarga Menjadi

Pendidik Iman Anak yang Pertama”. Artinya, keluarga merupakan komunitas

pertama dan utama yang bertanggungjawab atas pendidikan anak-anak, karena dalam keluargalah anak-anak lahir, hidup dan bertumbuh dewasa (GE art. 3). Dalam keluarga anak menemukan pengalaman pertama masyarakat manusia yang

sehat serta Gereja, terutama dalam iman. Pendidikan iman anak yang dilakukan dalam keluarga Katolik mengcangkup 4 unsur, yakni koinonia, kerygma, leiturgia, dan diakonia. Tujuan yang hendak dicapai melalui rekoleksi keluarga adalah membantu peserta meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak dalam keluarga dengan meneladani cara hidup Keluarga Kudus Nazaret dengan demikian mereka semakin tergerak hatinya dan semakin setia menjadi pelaku utama dan utama melaksanakan tanggungjawab tersebut dalam keluarga Katolik.

Tema dan tujuan umum tersebut akan diuraikan sebagai berikuti:

Tema : Keluarga Menjadi Pendidik Iman Anak yang Pertama

Tujuan : Membantu Peserta memahami dan sekaligus tergerak melaksanakan tanggungjawab pendidikan iman anak dalam keluarga dengan cara meneladani hidup Keluarga Nazaret.

Tema : Keluarga Menjadi Pendidik Iman Anak yang Pertama

Tujuan : Membantu peserta memahami dan sekaligus tergerak melaksanakan tanggungjawab pendidikan iman anak dalam keluarga dengan cara meneladani hidup Keluarga Nazaret.

No Judul Pertemuan

Pertemuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Membangun Komunitas Iman dan Hidup Doa dalam Keluarga Membantu keluarga membangun sebuah komunitas iman dan hidup doa dalam keluarganya melalui pengalamannya sehingga mereka mampu melaksanakan perannya untuk memberikan pendidikan iman pada anak dengan demikian anak dapat

- Pengalaman hidup peserta/cerita pengalaman - Mendalami cara hidup Keluarga Kudus Nazaret:  Keluarga sebagai komunitas iman  Doa sebagai kekuatan keluarga - Pendidikan dan impian orang tua

- Sharing pengalaman - Tanya jawab - Informasi - Renungan - Refleksi - Peneguhan - Teks Kitab Suci Luk 2:21- 23; 41-52 - Teks dan video lagu “Harta yang paling berharga” - Cerita pengalaman hidup (keluarga Albert) - Speaker - Luk 2:21-23; 41-52 - Wignyasumart a, Ign., MSF, dkk (2002). Panduan Rekoleksi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius. Hal 36

tangguh. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2 Keluargaku menjadi saksi Kristus dengan saling Cinta dan Peduli satu sama lain Membantu keluarga menjadi saksi Kristus yang saling cinta dan melayani satu sama lain dalam keluarga dengan demikan mereka semakin mampu untuk

melaksanakannya dalam hidup sehari- hari baik di dalam keluarga maupun di tengah masyarakat. -Pengalam hidup peserta -Sikap dasar melayani bukan dilayani -Gereja dan masyrakat

-Gereja dan kaum miskin

-Keluarga Katolik sejati harus penduli dan berbagi. - Sharing pengalaman - Refleksi - Tanya jawa - Informasi - Peneguhan

-Teks Kitab Suci Kis 2:41-47; 4:32-37 -Video -“Keluarga itu saling melayni” -Speaker -Laptop -LCD - Kis 2:41-47 ; 4:32-37 - Edi Mulyono, Y,. SJ, dkk. (2001). Bunga Rampai XXI Mari Berbagi Menuju Perwujudan Diri Sejati. Jakarta: Konsursium Pengembangan Perbadayaan Pastoral Sosial Ekonomi Hal 63 - KWI 1996. Iman Katolik Buku Informasi. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 444-460

4. Contoh Persiapan Rekoleksi Keluarga

a. Tema : Keluarga Menjadi Pendidik Iman Anak yang Pertama

b. Tujuan : Membantu peserta memahami dan sekaligus tergerak melaksanakan tanggungjawab pendidikan iman anak dalam keluarga dengan cara meneladani hidup Keluarga Nazaret.

c. Susunan Acara

No Waktu Acara

1) 09.00-09.10 Snack dan presensi peserta 2) 09.10-09.20 Salam dan kata pembukaan 3) 09.20-09.30 Nyanyian dan doa pembukaan

4) 09.30-09.50 Pengarahan dari pembimbing rekoleksi dan penyampaian tema

5) 09.50-10.00 Ice Breaking

6) 10.00-10.10 Sesi I: Pengalaman hidup peserta/cerita pengalaman

7) 10.10-10.40 Refeksi pribadi

8) 10.40-11.30 Sesi II: Memahami cara hidup Keluarga Kudus Nazaret

9) 11.30-12.00 Refleksi pribadi 10) 12.00-12.30 Pleno hasil refleksi 11) 12.30-13.00 Makan siang 12) 13.00-13.15 Ice Breaking

13) 13.15-14.00 Sesi III: Pendididikan iman yang menjadi impian orang tua terhadap anaknya

14) 14.00-15.2 Misa 15) 15.20-15.30 Snack

d. Pelaksanaan

Waktu Rinian Kegiatan 09.00-09.10 Snack dan Absen peserta

09.10-09.20 Salam dan kata pembukaan

Ketua panitia mengucapkan selamat datang kepada semua peserta dan berterima kasih atas kedatangan mereka, serta kepada pembimbing atas kesedian mendampingi rekoleksi keluarga ini. Kemudian menyampaikan harapan agar rekoleksi ini memampukan peserta untuk semakin menyadari karya Allah, cara kerja serta bimbingan-Nya dan tantangan terhadap karya Allah itu; terutama sebagai keluarga Katolik dalam mendidik anak-anak mereka.

09.20-09.30 Nyanyian dan doa pembuka

Perserta diajak bersama-sama mengawali rekoleksi dengan bernyanyi “Harta yang paling berharga adalah keluarga”. Klip video ini ditanyangkan menggunakan LCD. Setelah itu, peserta masuk dalam doa pembuka sebagai langkah awal membuka rangkaian rekoleksi keluarga.

09.30-09.50 Pengarahan dari pembimbing rekoleksi tentang tema

Dalam rekoleksi keluarga ini kita akan masuk suasana kehidupan Keluarga Kudus di Nazaret. Kita akan melihat dan belajar bagaimana Yesus, Maria dan Yosef menghayati hidup bekeluarga sebagai anak, ibu dan bapak. Teladan hidup berkeluarga, khususnya dalam membangun komunitas iman hidup dan doa, ingin kita angkat menjadi contoh atau model bagi hidup keluarga kita.

09.50-10.00 Snack dan Ice Breaking

Untuk mencairkan suasana dan membangkitkan semangat peserta, permainan dilaksanakan dalam kelompok besar dan diikuti oleh peserta. Permainan yang diusulkan adalah gerak dan lagu “dengar Dia panggil nama saya”

10.00-10.10 Sesi I : Panggalian pengalaman hidup peserta dan cerita pengalaman. (cerita terlampir)

10.10-10.40 Refleksi pribadi

Pendamping mempersilakan peserta mengambil waktu dan tempat untuk hening masing-masing

dan menulis buah-buah rohani dari sesi I.

10.40-11.30 Sesi II : Memahami cara hidup Keluarga Kudus Nazaret

Kisah hidup Keluarga Kudus di Nazaret ini hanya secara singkat dilukiskan oleh Lukas, dan ini pun hanya sebagian peristiwa semasa Ia genap delapan hari, ketika harus disunat dan Yesus masih kanak- kanak, ketika Ia mempersembahkan ke Bait Allah di Yerusalem. Namun dari yang singkat ini kita petik pelajaran yang sangat berharga bagi kehidupan keluarga kita.

Kita dapat belajar dari cara hidup dalam Keluarga Kudus untuk kita jadikan model hidup bagi keluarga kita. Oleh karena itu, baiklah sekarang kita perdalam lagi dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Apa yang dilakukan orang tua Yesus pada saat Yesus berumur delapan hari?

2. Mengapa orang tua Yesus melakukan hal itu? 3. Apa pesan yang bisa kita petik dari kisah

tersebut dalam rangka pengembangan keluarga sebagai komunitas dan doa beriman?

Peserta diajak menjawab pertanyaan dan sharing dalam kelompok besar. Pendamping merangkum hasil sharing peserta dan memberi peneguhan : 1. Orang tua Yesus adalah orang yang saleh dan

suci. Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalam pada hari raya Paskah. Ketika Yesus berumur delapaan hari untuk disunat dan berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. Mereka memaknai hukum Tuhan dan tekun dalam berdoa. Anak dipersembahkan ke pada Tuhan dalam doa agar anaknya dibimbing oleh Tuhan dan tumbuh menjadi anak yang baik dan penuh berkat. Kita sebagai orang Kristiani sadar, baik melalui pengalaman pribadi maupun dalam kesatuan dengan keluarga sebagai komunitas antar pribadi, bahwa doa mempunyai kekuatan: kekuatan yang mengubah, menyembuhkan dan memampukan manusia hidup setia dalam perkawaninanya. Kekuatan itu timbul bukan dari kita sendiri sebagai manusia, melainkan dari dalam Allah Roh Kudus. Kekuatan itu diperlukan oleh keluarga-suami istri, ayah ibu, dan anak-anak -

agar mereka dapat menghayati kehidupan keluarganya, serta misinya menurut rencana Allah sendiri.

2. Yesus pun menyadari bahwa hidup-Nya yang taat kepada Bapa dan penuh cinta kepada sesama, juga merupakan buah dari pendidikan iman yang dilakukan oleh orang tua-Nya. Orang tua yang penuh iman percaya pada penyelenggarakan ilahi serta setia menjalankan hukum Tuhan, menjadi inspirasi hidup Yesus di hapan Bapa-Nya. Keluarga Kudus Nazaret menjadi komunitas iman yang hidup yang mampu memberikan rasa kesejukan batin bagi Yesus untuk tumbuh menjadi pribadi yang penuh hikmat.

3. Keluarga sebagai komunitas iman berarti keluarga bukan suatu komunitas biasa tetapi suatu tempat persemaian dan sekolah iman; bahwa dalam keluarga iman serta pengungkapannya diperkenalkan, diajarkan, dan dihayati. Di zaman modern ini keluarga sebagai komunitas iman mempunyai sisi terang dan sisi gelap. Di satu sisi, kita menyaksikan banyaknya orang yang mendambakan siraman rohani/iman dalam kehidupannya lewat pendalaman iman, rekoleksi, retret, novena, dan lain-lain. Di sisi lain juga, arus sekularisasi menjadikan orang alergi dengan hal-hal yang berbau keagamaan. Agama menjadi urusan besok atau akhirat. Manusia sibuk mengejar dan memupuk materi, mendewakan IPTEK, dan menomorduakan nilai-nalai moral. Dalam rencana Allah, keluarga merupakan komunitas iman, bahwa di dalam keluarga, iman disemai, dipupuk, dan diperkembangkan. Keluarga sebagai Gereja mini harus menjadi tempat untuk menyalurkan dan mewartakan iman. Misi keluarga ini berakar dalam sakramen Baptis dan Krisma, serta mendapatkan peneguhannya dalam sakramen pernikahan untuk menguduskan dan merombak dunia menurut rancangan Allah sendiri. Melalui pernikahan, suami-istri dijadikan misionaris- misonaris Kristus untuk mewartakan Injil kepada seluruh ciptaan, khusunya dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka

sesuai iman Kristiani.

4. Kiat-kiat pembinaan: doa bersama di dalam keluarga, dan untuk keluarga. Betapa sulitnya menemukan waktu yang cocok bagi segenap anggota keluarga untuk berdoa bersama sebagai suatu keluarga. Perayaan iman dan peserta keluarga, misalnya pristiwa ulang tahun kelaharin, baptisan, komuni, krisma, pernikahan, kelahiran anggota baru, dan kematian merupakan momen yang baik untuk merayakan dan mewartakan iman.

11.30-12.00 Refeleksi pribadi

Pendamping mempersilakan peserta mengambil waktu dan tempat untuk hening masing-masing dan menulis buah-buah rohani yang dapat diperoleh dari sesi II. Releksi ini menggunakan dari Teks Kitab Sui Luk 2:21-23; 41-52. (Meneladan Keluarga Kudus Nazaret)

12.00-12.30 Pleno hasil refleksi

Pendamping mempersilakan perwakilan dari beberapa peserta yang bersedia mensharingkan hasil refleksinya. Peserta lainnya mendengar dengan penuh penghayatan.

12.30-13.00 Makan siang 13.00-13.15 Ice Breaking

Untuk mencairkan suasana dan membangkitkan semangat peserta diajak untuk bermain.

13.15-14.00 Sesi III : Pendidikan iman yang menjadi impian orang tua terhadap anaknya

Tugas mendidik anak itu “berakar pada panggilan utama suami/istri dalam karya penciptaan Allah” (FC, a. 36). Konsili Vatikan II mengingatkan kita, bahwa “karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban berat untuk mendidik mereka. Oleh karena, orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama” (GE, a. 3). Malahan menurut FC a. 36, peran orang tua dalam pendidikan itu “tidak tergantikan dan tidak dapat diambil alih” dan karena itu tak dapat diserahkan sepenuhnya kepada orang lain.

Dari anjuran apostolik Sri Paus Yohanes Paulusm II ini menjadi jelas, bahwa memang orang tualah yang pertama-tama menjadi pelaku pendamping bagi anak-anaknya. Orang tua tak dapat lepas tangan dari tanggungjawab ini betapapun sibuknya

bekerja dan betapapun beraneka macam kegiatan di masyarakat maupun di Gereja (Ef. 6:4).

Tanggungjawab tersebut antara lain pendidikan religius (iman) yang menyangkut perkembangan anak dalam hubungan dengan Tuhan. Pendidikan iman ini merupakan hal yang esensial dalam hidup keluarga Kristiani. Orang tua mengemban hak pertama dan tanggungjawab dalam pendidikan imannya. Aspek ini semakin menjadi mendesak jika agama dipilih oleh orang tuanya melalui baptisan bayi/anak-anak. Pendidikan iman harus mempersiapkan anaknya agar ia sadar dan sukarela menyambut pilihan iman orang tuanya dan selanjutnya mengembangkan rahmat pembaptisan itu dengan iman Katolik.

Contoh pendidikan iman dalam keluarga:

Dokumen terkait