• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung jawab keluarga Katolik stasi Muara Asa Di Paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh terhadap pendidikan iman anak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung jawab keluarga Katolik stasi Muara Asa Di Paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh terhadap pendidikan iman anak."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

viii

dalam mendidik iman masih kurang. Padahal keluarga merupakan sekolah pertama dan utama dalam mendidik iman anak. Maka keluarga-keluarga Katolik Stasi Muara Asa perlu meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab dalam mendidik iman anak-anak mereka. Keprihatinan lain masih dialami oleh keluarga-keluarga Katolik dalam melaksanakan tanggungjawab mereka yakni kurangnya waktu bersama anak oleh karena tuntutan pekerjaan. Anak asyik dengan dengan dunianya sendiri. Kebanyakan orang tua masih menyerahkan pendidikan iman anak kepada pihak lain, seperti guru agama atau sekolah Minggu.

Persoalan pokok pada skripsi ini bagaimana keluarga Katolik meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab mereka dalam mendidik iman anak-anaknya. Dalam rangka menanggapi permasalahan pokok tersebut, penulis melakukan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja, dan juga pandangan para ahli mengenai tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak. Di samping itu, untuk memperoleh gambaran pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak penulis melakukan penelitian dengan cara pengamatan dan penyebaran kuesioner.

(2)

ix

station Muara Asa in education children is still lacking faith. Whereas the family is the first and primary schools to educate children of faith. Then Catholic families in Muara Asa parish St. John the Evangelist Linggang Melapeh need to improve the implementation of the responsibility to educate their children faith. Another concern that is still experienced by Catholic families in carrying out their responsibilities namely the lack of time with children because of work demands, actions of children. Most of parents are still handing children faith education to others, such as religious teacher or Sunday schools.

The main problem in this thesis own Catholic Family can improve the implementation of their responsibilities in educating their children faith. In order to respond these main problems, the authors conducted a literature that comes from Scripture, Church documents, and also the experts views on Catholic family responsibilities toward to children faith education. Besides that, to again an overview of the implementation of Catholic families toward to children faith education, the authors conducted a research by observation and questionnaires.

(3)
(4)

i

TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA

DI PAROKI YOHANES PENGINJIL LINGGANG MELAPEH

TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Martalina

NIM: 121124036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria

Kedua orang tua saya Agustinus Lonyong dan Albina Rapun Kedua adik saya Juliani dan Gabriel Noprianus

(8)

v MOTTO

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

Judul skripsi TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA DI PAROKI YOHANES PENGIJIL LINGGANG MELAPEH TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK dipilih berdasarkan kesan pribadi penulis bahwa pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik di Stasi Muara Asa dalam mendidik iman masih kurang. Padahal keluarga merupakan sekolah pertama dan utama dalam mendidik iman anak. Maka keluarga-keluarga Katolik Stasi Muara Asa perlu meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab dalam mendidik iman anak-anak mereka. Keprihatinan lain masih dialami oleh keluarga-keluarga Katolik dalam melaksanakan tanggungjawab mereka yakni kurangnya waktu bersama anak oleh karena tuntutan pekerjaan. Anak asyik dengan dengan dunianya sendiri. Kebanyakan orang tua masih menyerahkan pendidikan iman anak kepada pihak lain, seperti guru agama atau sekolah Minggu.

Persoalan pokok pada skripsi ini bagaimana keluarga Katolik meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab mereka dalam mendidik iman anak-anaknya. Dalam rangka menanggapi permasalahan pokok tersebut, penulis melakukan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja, dan juga pandangan para ahli mengenai tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak. Di samping itu, untuk memperoleh gambaran pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak penulis melakukan penelitian dengan cara pengamatan dan penyebaran kuesioner.

(12)

ix ABSTRACT

Thesis title THE RESPONSIBILITY OF CATHOLIC FAMILY IN STATION MUARA ASA PARISH ST. JOHN THE EVANGELIST LINGGANG MELAPEH TOWARD CHILDREN FAITH EDUCATION is chosen based on the personal impression that the implementation of the responsibilities of Catholic in the parish St. John the Evangelist Linggang Melapeh, station Muara Asa in education children is still lacking faith. Whereas the family is the first and primary schools to educate children of faith. Then Catholic families in Muara Asa parish St. John the Evangelist Linggang Melapeh need to improve the implementation of the responsibility to educate their children faith. Another concern that is still experienced by Catholic families in carrying out their responsibilities namely the lack of time with children because of work demands, actions of children. Most of parents are still handing children faith education to others, such as religious teacher or Sunday schools.

The main problem in this thesis own Catholic Family can improve the implementation of their responsibilities in educating their children faith. In order to respond these main problems, the authors conducted a literature that comes from Scripture, Church documents, and also the experts views on Catholic family responsibilities toward to children faith education. Besides that, to again an overview of the implementation of Catholic families toward to children faith education, the authors conducted a research by observation and questionnaires.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah Yang Maha Esa, sebab melalui kasihNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA DI PAROKI YOHANES

PENGINJIL LINGGANG MELAPEH TERHADAP PENDIDIKAN IMAN

ANAK.

Skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik dalam mendidik iman anak-anak yang ada di Stasi Muara Asa. Menurut hasil pengamatan penulis, orang tua masih cenderung menyerahkan pendidikan iman anak-anak kepada pihak lain, seperti guru agama ataupun Sekolah Minggu. Mereka kurang mampu melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman dengan baik. Oleh karena itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu keluarga Katolik semakin meningkatkan pelaksanaan tanggungjawabnya dalam tugasnya sebagai pendidik iman anak yang utama dan pertama dalam keluarga.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, pantaslah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(14)

xi

2. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd., selaku dosen penguji II dan sekretaris panitia penguji yang telah memberikan dukungan, semangat, meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan sehubungan dengan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S. Ag, M.Si., selaku dosen penguji III yang telah memberikan semangat, meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi semakin baiknya skripsi ini.

4. Para dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah setia membagikan cinta kasih, pengetahuan serta pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.

5. Stap dan karyawan Prodi PAK yang turut memberikan perhatian dan dukungan bagi penulis.

6. Bapak Antonius Rusi, selaku ketua umat Stasi Muara Asa yang telah menerima dan memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

7. Umat Stasi Muara Asa yang telah meluangkan waktu memberikan jawaban dan mencurahkan perasaan sewaktu penulis melakukan penelitian.

(15)
(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJAUN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penulisan ... 5

D.Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 9

A.Tanggungjawab Keluarga Katolik ... 10

1.Tanggungjawab ... 10

a. Pengertian Tanggungjawab ... 10

b. Jenis-jenis Tanggungjawab ... 13

2.Keluarga Katolik ... 15

a. Pengertian Keluarga Katolik ... 15

b. Keluarga Katolik adalah Gereja Rumah Tangga ... 17

c. Keluarga Katolik adalah Sel Terkecil di Masyarakat ... 20

(17)

xiv

e. Tugas Keluarga Katolik ... 24

B.Pendidikan Iman Anak ... 27

1.Pengertian Pendidikan Iman Anak ... 27

2.Tujuan Pendidikan Iman Anak ... 28

3.Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak ... 29

a. Teladan Tokoh-tokoh Indetifikasi ... 30

b. Suasana ... 30

c. Pengajaran ... 31

d. Komunikasi ... 32

C.Pendidikan Iman Anak Merupakan Tanggungjawab Keluarga ... 32

BAB III. GAMBARAN PELAKSANAAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA DI PAROKI YOHANES PENGINJIL LINGGANG MELAPEH TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 36

A. Gambaran Umum Stasi Paroki Yohanes Pengijil Linggang Melapeh dan Stasi Muara Asa ... 37

1. Situasi Geografis Paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh dan Stasi Muara Asa ... 37

2. Sejarah Singkat Paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh dan Stasi Muara Asa ... 38

3. Situasi Umat Paroki Yohanes Penginjil dan Stasi Muara Asa... 41

4. Karya Pastoral Stasi Muara Asa ... 43

B. Penelitian Tentang Tanggungjawab Keluarga Katolik Stasi Muara Asa Terhadap Pendidikan Iman Anak ... 44

1. Persiapan Penelitian ... 44

a. Latar Belakang Penelitian ... 44

b. Tujuan Penelitian ... 46

c. Jenis Penelitian ... 47

d. Istrumen Pengumpulan Data ... 47

e. Responden Penelitian ... 48

f. Tempat Penelitian dan Alokasi Waktu ... 49

g. Variabel yang Diteliti dan Kisi-kisi ... 49

(18)

xv

3.Pendalaman Lebih Lanjut Terhadap Hasil Penelitian Menurut

Masing-masing Variabel ... 61

4. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 67

BAB IV. REKOLEKSI SEBAGAI USAHA UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 70

A. Pentingnya Tanggungjawab Keluarga Katolik Stasi Muara Asa Terhadap pendidikan Iman Anak ... 71

B. Tanggungjawab Keluarga Katolik Stasi Muara Asa Terhadap Pendidikan Iman Anak ... 72

1. Alasan Pemilihan Kegiatan Rekoleksi Keluarga ... 73

2. Rekoleksi Keluarga ... 73

a. Tujuan Kegiatan Rekoleksi ... 73

b. Waktu, Tempat dan Peserta ... 73

C. Usulan Kegiatan Rekoleksi Keluarga ... 74

1. Latar Belakang Program... 74

2. Tema dan Tujuan Rekoleksi Keluarga ... 75

3. Matriks Kegiatan Rekoleksi Keluarga ... 77

4. Contoh Persiapan Rekoleksi Keluarga ... 79

BAB V. PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B.Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Surat Keterangan Selesi Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Kuesioner Tertutup ... (3)

(19)

xvi

(20)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Alkitab Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika, yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia.

Ef : Efesus

Kej : Kejadian

Kis : Kisah Para Rasul

Luk : Lukas

Mat : Matius

Rm : Roma

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuossisatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam. Tanggal 18 November 1965

CT : Catechesi Tradendae

(21)

xviii FC : Familiaris Consortio

Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern: Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Iman-iman dan Umat beriman seluruh Gereja Katolik, tanggal 22 November 1981

GE : Gravissium Educationis

Dokumen Konsili Vatikan II yang membahas mengenai Pendidikan Kristen. Diteruskan oleh Paus Paulus VI pada tanggal 28 Oktober 1965.

KGK : Katekismus Gereja Katolik

Terjemahan Indonesia dikerjakan berdasarkan edisi Jerman oleh P. Herman Embuiri, SVD. Tahun 2007

LG : Lumen Gentium

Konsititusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja.

Tanggal 21 November 1964

KHK : Kitab Hukum Kanonik

Dikeluarkan pada tanggal 25 Januari 1983 oleh Paus Paulus Yohanes II.

(22)

xix C. Singkatan Lain

KAS : Keuskupan Agung Semarang

KBG : Komunitas Basis Gereja

KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga

KK : Kepala Keluarga

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia

OMK : Orang Muda Katolik

PD : Persekutuan Doa

PIA : Pendidikan Iman Anak

PIR : Pendidikan Iman Remaja

RI : Republik Indonesia

SAGKI : Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia

SD : Sekolah Dasar

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Atas

SLTA : Sekolah Lanjutan Tengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tugas mendidik pertama-tama merupakan tanggungjawab keluarga, karena keluarga merupakan tempat dimana untuk pertama kalinya anak memperoleh pengajaran mengenai keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, tempat anak hidup dan berkembang (GE art. 3). Di dalam keluarga, anak pertama kali menemukan pengalaman pertama masyarakat manusia yang sehat serta Gereja. Lambat laun, melalui keluargalah anak dibawa masuk ke dalam pergaulan warga dan dalam umat Allah.

Peranan keluarga Katolik dalam mendidik mempunyai tempat yang sangat penting dalam karya pastoral (FC art. 40). Maka dari itu, keluarga perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan Katolik dalam keluarga. Sebuah keluarga wajib menciptakan suasana lingkungan keluarga yang dijiwai oleh cinta kasih Allah dan manusia sehingga membantu pendidikan pribadi dan sosial anak-anak. Tugas keluarga untuk mendidik pendidikan Katolik anak tidak dapat digantikan oleh siapa pun, karena ini merupakan tanggungjawab sebuah keluarga.

Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio mengatakan bahwa:

(24)

mendampinginya secara efektif untuk menghayati hidup manusiawi sepenuhnya (FC art. 36).

Karya manusia dalam penciptaan manusia baru melahirkan suatu tugas baru, yaitu tugas mendidik dan memelihara hasil prokreasi tersebut. Dalam hal ini, manusia yang telah menjadi anggota Katolik mempunyai tanggungjawab untuk mendidik secara Katolik anak-anak yang telah dikaruniakan kepada keluarga

Bagi keluarga Katolik, tugas mendidik yang berakar dalam panggilan utama mereka untuk berperan serta di dalam karya penciptaan Allah mendapat sumber baru yang khas dalam Sakramen Perkawinan, yang menguduskan mereka untuk mendidik secara Katolik anak-anak mereka: artinya perutusan itu meminta mereka untuk mengambil bagian dalam wewenang dan cinta kasih Allah Bapa dan Kristus Sang Gembala (FC art. 38). Konsili Vatikan II mengingatkan bahwa:

Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka. Maka, keluargalah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Sebab merupakan tanggung jawab orang tua dalam menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka (GE art. 3).

(25)

pendidikan iman anak tersebut terletak pada orang tua, hal ini sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu sebagai tempat pendidikan iman anak.

Dalam ajaran Gereja Katolik, pendidikan atau pembinaan iman sangat penting dalam kehidupan seorang anak. Hal ini dibuat untuk mempertahankan jati diri seorang pengikut Kristus dalam menghadapi perkembangan zaman dan arus globalisai, pendidikan di sini lebih diutamakan bagi anak-anak generasi muda penerus dan pembangun Gereja, karena mereka adalah tulang punggung dan harapan masa depan Gereja.

Anak merupakan buah cinta dari pasangan suami-istri yang perlu dilindungi, dibesarkan oleh kasih sayang melalui pendidikan, terutama pendidikan Katolik. Keluarga harus dapat mendidik anak-anak dengan diberi nasehat-nasehat atau teladan-teladan. Para keluarga harus bisa mengarahkan anak-anaknya untuk terlibat di dalam hidup menggereja. Namun kenyataannya sekarang ini banyak keluarga yang lalai akan kewajibannya. Keluarga sekarang lebih mementingkan kesibukan mereka dengan pekerjaan-pekerjaan, sehingga lupa akan tugasnya yang harus mendidik anak dengan pendidikan Katolik. Hal ini menyebabkan anak tidak aktif dalam hidup menggereja.

Berangkat dari pengalaman pribadi, penulis mendapatkan kesan di Stasi

Muara Asa, keluarga kurang berperan dalam mengembangkan iman anak-anaknya. Seperti yang dialami penulis dalam keluarga penulis kurang

(26)

tugas mereka sebagai pendidik iman anak yang utama dan pertama dalam keluarga. Banyak keluarga yang cenderung menyerahkan pendidikan iman anaknya kepada suatu lembaga terkait, seperti sekolah, tetapi sebenarnya itu tidaklah cukup. Secara khusus dalam pendidikan iman, keluarga menjadi tempat yang pertama dan utama, keluarga menjadi tempat persemaian bertumbuh dan berkembangnya iman anggota keluarga.

Hasil pengamatan yang penulis lakukan pada beberapa keluarga di Stasi Muara Asa ditemukan bahwa banyak keluarga yang kurang memperhatikan pendidikan hidup rohani anaknya karena terbentur oleh pekerjaan. Hidup rohani tidak hanya didapatkan dalam pendidikan iman di sekolah saja, tetapi di dalam keluarga. Peran keluarga dalam mendidik hidup rohani anak, dengan maksud anak dapat menghidupi ajaran Katolik seperti berdoa, mengikuti perayaan Ekaristi, mau terlibat dalam hidup menggereja, tidak hanya datang dan pergi saja di Gereja namun anak ikut ambil bagian di dalamnya. Dengan keteladanan serta pendampingan keluarga mengajak anak-anaknya ikut terlibat aktif dalam hidup menggereja. Misalnya dengan mengikuti latihan koor, menjadi misdinar, lektor/lektris, pemazmur atau di lingkungan dengan mengikuti ibadat mingguan atau doa-doa yang lainnya. Dengan begitu anak semakin akrab dengan kegiatan menggereja dan anak dapat merasakan keterlibatan aktif dalam hidup menggereja.

(27)

PENGINJIL LINGGANG MELAPEH KALIMANTAN TIMUR. Penulisan skripsi diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan pendidikan iman anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak mereka?

2. Sejauh mana keluarga-keluarga Katolik Stasi Muara Asa telah melaksanakan tanggungjawab terhadap pendidikan iman anak mereka?

3. Upaya macam apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik Stasi Muara Asa terhadap pendidikan iman anak mereka?

C.Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis memberikan penjelasan tujuan penulisan sebagai berikut:

1. Menjelaskan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak mereka.

(28)

3. Memberikan sumbangan berupa program rekoleksi terhadap keluarga Katolik dalam rangka meningkatkan pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak-anak mereka.

D.Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah:

1. Keluarga Katolik di Stasi Muara Asa mengetahui tanggungjawab dalam mendidik iman anak-anak mereka.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis sejauh mana peningkatan tanggungjawab keluarga Katolik di Stasi Muara Asa berpengaruh positif terhadap pendidikan iman anak.

3. Penulis dapat memberikan sumbangan berupa program rekoleksi keluarga terhadap keluarga Katolik di Stasi Muara Asa dalam rangka meningkatkan tanggungjawab bagi pendidikan iman anak mereka.

E.Metode Penulisan

(29)

merumuskan sumbangan mengenai program pendampingan keluarga katolik guna meningkatkan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak mereka.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok-pokok sebagai berikut:

Bab I ini, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, menfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika.

Bab II ini, berisi gambaran umum tentang tanggungjawab keluarga Katolik, mencakup pengertian tanggungjawab keluarga Katolik, pengertian keluarga Katolik dan ciri-ciri keluarga Katolik, tugas keluarga Katolik, tanggungjawab keluarga Katolik. Kemudian membahas Pendidikan Iman Anak yang mencakup pengertian pendidikan iman anak, tujuan pendidikan, pengertian iman, pengertian iman menurut Kitab Suci, pengertian iman menurut Dokumen Gereja bentuk pendidikan iman anak.

(30)

Bab IV ini, berisi uraian mengenai upaya peningkatan tanggungjawab keluarga katolik di Stasi Muara Asa berupa usulan kegiatan Rekoleksi keluarga sebagai upaya meningkatkan tanggungjawab keluarga katolik di Stasi Muara Asa.

(31)

BAB II

TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK

Bab pertama telah menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaaf penulisan, metode penulisan serta sistematikan penulisan skripsi. Bab kedua secara khusus membahas tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak. Bab kedua merupakan pembahasan dari rumusan masalah yang pertama, yakni menggambarkan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak-anak. Tanggungjawab keluarga Katolik adalah suatu kewajiban orang tua Katolik untuk memperhatikan pendidikan iman anaknya. Peran orang tua sangatlah besar di dalam keluarga terutama dalam memperhatikan pendidikan iman anaknya.

(32)

bentuk-bentuk pendidikan iman anak. (c) Mejelaskan pendidikan iman anak tanggungjawab keluarga Katolik.

A. Tanggungjawab Keluarga Katolik

1. Tanggungjawab

Tanggungjawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang sengaja maupun tidak sengaja. Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggungjawab merupakan salah satu nilai moral utama yang ada di dalam hukum moral. Sebab tanggungjawab tersebut memiliki tujuan dan mengandung nilai-nilai baik bagi semua orang, baik secara individu maupun sebagai bagian dari masyarakat. Tanggungjawab sangat diperlukan untuk mengembangkan jiwa yang sehat, membentuk kepribadian yang memiliki kepedulian akan hubungan interpersonal dan menjadi warga masyarakat yang humanis.

a. Pengertian Tanggungjawab

Dapiyanta dalam buku Rukiyanto (2013: 34) menyatakan bahwa tanggungjawab adalah kemampuan seseorang untuk memberikan tanggapan atas tindakannya. Tanggapan tersebut berupa jawaban atas pertanyaan mengapa melakukan hal tertentu dan kesiapan menanggung resiko atas apa yang telah dilakukannya. Tuntutan kesiapan menjawab dan menaggung itulah yang disebut tanggungjawab.

(33)
(34)

Berkaitan dengan tanggungjawab Gilarso (1996: 14) mengatakan bahwa tanggungjawab dalam membangun keluarga Kristiani dilakukan dengan penuh cinta kasih. Melalui pernikahan, saumi-istri membangun suatu persekutuan cinta yang kita sebut keluarga Kristiani. Cinta itu pertama-tama harus diusahakan antara mereka berdua sendiri, kemudian kepada anak-anak, juga kepada sanak-saudara, tetangga, lingkungan, dan akhirnya kepada semua orang lain, terutama orang-orang kecil dan miskin. Karena itu, segenap anggota keluarga terutama suami-istri harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk menumbuhkembangkan cinta kasih di dalam kehidupan mereka. Bila cinta kasih ada dalam keluarga, maka sikap keterbukaan, saling pengertian, saling mengampuni, serta saling mendukung satu sama lain dalam hal-hal yang baik akan muncul dalam keluarga.

Tanggungjawab yang diemban oleh keluarga sangatlah penting dan besar. Orang tua tidak hanya sekedar mengetahui tanggungjawabnya kepada setiap anggota keluarga, tetapi sungguh-sungguh melaksanakan tanggungjawab tersebut. Keluarga harus dapat bertanggungjawab terhadap pendidikan iman anak-anaknya. Di dalam keluarga mendidik anak adalah tugas yang utama dan pertama, tidak dapat digantikan oleh siapapun itu (FC art. 36). Ini juga dapat berarti bahwa arah dan kehidupan iman anak ditentukan oleh bagaimana cara keluarga itu mendidik anak secara bertanggungjawab.

(35)

iman anak tersebut terletak pada orang tua, hal ini sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu sebagai tempat pendidikan iman anak.

b. Jenis-jenis Tanggungjawab

Tanggungjawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuat manusia. Tanggungjawab seorang manusia tidak hanya berhenti pada dirinya sendiri, melainkan juga untuk hal lainnya. Wujud tanggungjawab bermacam-macam, misalnya tanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan kepada Tuhan. Jenis-jenis tanggungjawab itu sendiri antara lain:

1) Tanggungjawab terhadap Diri Sendiri

Tanggungjawab terhadap diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya, dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Tanggungjawab terhadap diri sendiri merupakan hal yang mendasar dalam melakukan kewajiban-kewajiban lainnya sebagai tuntutan dalam mengembangkan kepribadian sebagai pribadi. Pada dasarnya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi yang memiliki pendapat sendiri dalam berbuat dan bertindak. Apabila manusia bertanggungjawab pada dirinya sendiri maka ia mampu bertanggungjawab pada hal lain pula. Dengan berani bertanggungjawab berarti kita sudah mampu melaksanakan tugas dan kewajiban untuk kepentingan diri sendiri sehari-hari secara rutin.

(36)

Setiap anggota keluarga saling membutuhkan dalam melaksanakan tugas dan peran dengan baik agar keharmonisan keluarga tetap terjalin dengan baik. Segala tugas yang dilakukan dengan iklas akan menunjukkan kepedulian akan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh anggota keluarga lainya. Sebagi contoh: seorang anak harus belajar dengan baik dan membantu meringankan tugas orang tua ketika berada di rumah. Dengan melaksanakan tanggungjawab sebagai anak, maka hal tersebut tentunya menjadi suatu kebanggaan bagi kedua orang tua. Apabila dalam hal-hal kecil diabaikan, maka semakin sulit untuk membangun rasa tanggungjawab dalam diri maupun untuk orang lain (Rintyastini, 2006: 53).

3) Tanggungjawab sebagai Anggota Masyarakat

Pada dasarnya seorang manusia adalah makluk sosial, yakni tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Seorang manusia dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai anggota masyarakat tentu memiliki tanggungjawab sehingga dapat melangsungkan hidup yang baik di tengah-tengah masyarakat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya pada masyarakat. Bertanggungjawab terhadap masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial, bisa berupa sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat, hukum penjara, dan lain-lain. Bertanggungjawab sebagai anggota masyarakat akan melatih seorang menjadi pribadi yang lebih matang, di mana ia akan memiliki wawasan yang lebih luas (Rintyastini, 2006: 57).

4) Tanggungjawab sebagai Umat Beragama

(37)

Seseorang yang memiliki pemahaman dan ketaatan terhadap agama diharapkan memiliki tanggungjawab pada agamanya yang dianut. Bertanggungjawab kepada agama berarti menanggung tuntutan norma-norma agama, misalnya perasaan berdosa. Bagi kaum muda tanggungjawab dalam beragama masih mudah terpengaruh oleh aneka tawaran duniawi. Namun kesadaran diri mereka untuk terlibat dalam kegiatan keagamaan sudah mengalami peningkatan. Misalnya aktif dalam kegiatan Gereja dan lingkungan seperti menjadi misdinar, lektor, mengikuti komunitas doa, Rosario, bakti sosial, dan lain sebagainya (Rintyastini, 2006: 60).

2. Keluarga Katolik

a. Pengertian Keluarga Katolik

KWI (2011: 5) menyatakan bahwa keluarga merupakan buah dan sekaligus tanda kesuburan adikordrati Gereja serta memiliki ikatan yang mendalam sehingga keluarga disebut sebagai Gereja Rumah-tangga (Ecclesia Domestica). Sebutan ini selain memperlihatkan eratnya pertalian antara Gereja

dan keluarga, juga menegaskan fungsi keluarga yang disebut sebagai bentuk yang terkecil dari Gereja.

(38)

cinta kasih. Setiap pribadi menunjukan cinta kasih melalui tindakan konkret untuk kebahagian, kesejahteraan, dan keselamatan keluarga (KWI 2011:10).

Keluarga tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, keluarga merupakan sel terkecil dari masyarakat luas. Konsili Vatikan II mengatakan: “karena Pencipta

alam semesta telah menetapkan persekutuan suami-istri menjadi asal-mula dan dasar masyarakat manusia, maka keluarga merupakan sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat” (AA art. 11). Sebagai sel terkecil dalam masyarakat,

keluarga mempunyai hubungan-hubungan yang amat penting dan organik dengan masyarakat, karena di dalam keluarga seluruh jaringan hubungan sosial dibangun (Paus Yohanes Paulus II, 1994:8). Melalui kehadiran dan peran anggota-anggotanya, keluarga menjadi tempat asal dan upaya efektif untuk membangun masyarakat yang memanusia dan rukun (FC art. 43)

Keluarga memiliki hubungan kedekatan atau relasi antar anggota-anggotanya. Dalam perkawinan dan keluarga terjalin serangkaian hubungan antar pribadi (FC art. 15). Setiap anggota keluarga dijalin oleh relasi yang bersifat personal dan fungsional. Yang dimaksud dengan relasi personal adalah relasi antar pribadi, yang tidak didasarkan pada kedudukan atau fungsi seseorang. Dalam keluarga, kedua relasi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena hubungan fungsional dalam keluarga harus selalu personal juga, artinya harus selalu dalam semangat menerima yang lain sebagai pribadi yang bermartabat sama karena memiliki hak yang sama pula.

(39)

persekutuan kodrati, di mana pria dan wanita di panngil untuk menyerahkan diri dalam cinta kasih melanjutkan kehidupan (KGK No. 2207). Artinya persekutuan pribadi-pribadi ini terjadi atas dasar pilihan dan keputusan sadar dan bebas antara seorang pria dan seorang wanita, serta diungkapkan dalam kesepakatan nikah. Mereka bersedia meninggalkan segalanya, termaksud orang tua dan sanak saudaranya untuk membangun persekutuan hidup dengan pasangannya.

Pria dan wanita dipanggil untuk senantiasa menumbuhkembangkan persatuan mereka dengan selalu setia pada janji perkawinan. Berkat janji perkawinan yang diucapkan, mereka tidak lagi dua melainkan satu daging. Dalam Mat 19:6 dikatakan “Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena

itu, apa yang dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Sabda Yesus

ini mengatakan bahwa suami-istri merupakan dua pribadi yang telah disatukan oleh Allah. Surat Santo Paulus kepada jemaat di Efesus (5:22-23) mengatakan suatu perkawinan dapat dikatakan sebagai sakramen, sebagai tanda dan rahmat hubungan antara Allah dan jemaat-Nya, bila perkawinan tersebut dilakukan secara sah oleh dua pribadi yang telah dibaptis dalam nama Yesus.

b. Keluarga Katolik adalah Gereja Rumah Tangga

(40)

penyelamatan Allah. Keluarga adalah Gereja rumah tangga karena mengambil bagian lima tugas Gereja seperti diungkapkan KWI (2011: 15-17) antara lain:

1) Persekutuan (Koinonia)

Keluarga adalah persekutuan seluruh hidup antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang diperluas dengan kehadiran anak. Ciri pokok persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta kasih serta kesedian untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain (KWI, 2011:15-16). Cinta kasih merupakan kekuatan keluarga yang utama karena tanpa cinta kasih keluarga tidak dapat hidup, berkembang atau menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi-pribadi (FC art. 18).

Persekutuan dalam keluarga akan terwujudkan dan makin sempurna berkat semangat berkorban yang besar. Dalam keluarga dibutuhkan sikap terbuka dan murah hati, bertenggang rasa, saling mengampuni dan saling berdamai (FC art. 21). Sikap saling memaafkan diwujudkan dengan memaafkan apabila ada anggota keluarga yang berbuat salah dan tetap menerima mereka meskipun memiliki keterbatasan, seperti anak yang nakal tetap diterima dengan penuh kasih sayang. Persekutuan dalam keluarga juga dapat diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, misalnya: doa bersama, kesetian dalam suka dan duka baik ketika sehat maupun sakit.

2) Liturgi (Leiturgia)

(41)

tanggungjawab membangun kesejahteraan jasmani dan rohani bagi keluarganya dengan doa dan karya. Doa dalam keluarga yang dilakukan dengan setia akan memberi kekuatan iman dalam hidup mereka, terutama ketika mereka sedang menghadapi dan mengalami persoalan sulit dan berat, dan membuahkan rohani, yaitu relasi yang mesra dengan Allah (KWI, 2011:16).

Kegiatan rohani keluarga dapat dilakukan dalam bentuk Ekaristi bersama di Gereja, doa bersama dalam keluarga pada saat tertentu, seperti saat ulang tahun, mendoakan keluarga yang sudah meninggal, dan lain sebagainya. Kemudian bisa diadakan Ekaristi maupun ibadat keluarga.

3) Pewartaan Injil (Kerygma)

Keluarga merupakan Gereja Rumah Tangga sehingga ikut ambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Keluarga hendaknya menyadari tugas perutusan itu dimana semua anggota mewartakan, dan menerima pewartaan Injil. Orang tua tidak sekedar menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, melainkan anakpun mempunyai kesempatan untuk menyampaikan Injil.

4) Pelayanan (Diakonia)

(42)

5) Kesaksian Iman (Martyria)

Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan maupun tindakan. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyurakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum (KWI, 2011: 17-18).

c. Keluarga Katolik adalah Sel Terkecil di Masyarakat

Gereja mengakui bahwa keluarga adalah sel terkecil dalam masyarakat, karena di sana seluruh jaringan hubungan sosial dibangun. Melalui kehadiran dan peran anggota-anggotanya, keluarga menjadi tempat asal dan upaya efektif untuk membangun masyarakat yang manusiawi dan rukun (KWI, 2011:18). Dalam pangkuan keluargalah para warga masyarakat dilahirkan, di tengah keluarga pula mereka menemukan latihan pertama bagi keutamaan-keutamaan sosial, yang merupakan prinsip penjiwaan untuk kehidupan serta perkembangan masyarakat sendiri (FC art. 42).

Pengalaman persekutuan dan saling berbagi merupakan sumbangan pertama dan mendasar bagi masyarakat (FC art. 43). Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kebersamaan dan saling berbagi dalam keluarga dapat menjadi bekal bagi anggota keluarga untuk melaksanakannya dalam hidup bermasyarakat.

(43)

diharapkan dapat menyumbangkan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai Katolik yang dimiliki dan dihayatinya. Anggota keluarga diharapkan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan dalam masyarakat dan menunjukkan nilai-nilai Katolik yang dimiliki dan dihayatinya. Melalui keterlibatan mereka dapat tercipta masyarakat yang manusiawi dan rukun.

d. Ciri-ciri Keluarga Katolik

Selain merupakan sel terkecil dalam masyarakat luas, keluarga Katolik juga merupakan bagian utuh dari Gereja. Sebagian dari Gereja, keluarga Katolik ikut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja, yakni mewartakan dan menyebarluaskan Injil. Maka dari itu, keluarga juga sering disebut Gereja kecil (FC art. 21). Sebagai Gereja kecil, keluarga Katolik memiliki ciri-ciri yang khas, yakni membentuk persekutuan pribadi-pribadi, monogam dan tak terceraikan (Rukiyanto dan Esti Sumarah, 2014: 63-65).

1) Membentuk Persekutuan Pribadi-pribadi

(44)

dapat hidup berkembang atau menyempurnakan persekutuan pribadi-pribadi (FC art. 18)

“Cinta merupakan dasar kehidupan keluarga Kristiani” (Wignyasumarta,

2000: 13). Artinya keluarga Kristiani harus memperkembangkan cinta itu agar tumbuh menjadi persekutuan antarpribadi. Sebab cinta yang mempersatukan saumi istri adalah cinta yang ekslusif. Cinta suami istri juga bersifat tak terceraikan, karena dilandaskan pada cinta yang total, dituntut demi kesejahteraan anak, serta dikehendaki Allah menjadi lambang cinta Allah dan Kristus pada umat-Nya (Kristianto dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah 2014: 65). Perempuan dan laki-laki berperan sebagai suami dan istri dan juga sebagai ayah dan ibu terhadap anak-anak mereka. Kehadiran anak dalam keluarga mereka memang patut dilindungi, dihargai, dan dicintai. Martabat pribadi anak-anak mereka diakui dan dijadikan pusat perhatian orang tua.

2) Monogam dan Tak Terceraikan

Pernikahan adalah persekutuan hidup yang dibangun oleh seorang pria dan seorang wanita (Monogami). Terbentuknya persekutuan itu pertama kali dijalin dan berkembang oleh persekutuan suami-istri melalui janji perkawinan. Mereka ini „bukan lagi dua melainkan satu‟ (Mat 19:6). Kutipan ini memberi gambaran

(45)
(46)

e. Tugas Keluarga Katolik

Kristianto dalam buku Rukiyanto dan Esti Sumarah (2014: 66-70) mengungkapkan kembali isi dari Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern (Familiaris Consortio) bahwa sesusai dengan rencana Allah, keluarga Katolik mengemban tugas penting sebagai berikut:

1) Mengabdi Kehidupan

Kristianto dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah (2014: 66) mengungkapkan bahwa “peranan keluarga Kristiani yang juga sangat penting adalah mengabdi

kehidupan. Ini pertama-tama demi penyaluran kehidupan melalui keturunan.” Tentu pengadaan keturunan didasari oleh cinta suami-istri yang bersifat subur, baik dalam arti menurunkan anak maupun dalam membuahkan kekayaan moral dan spiritual. Tugas dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak ini merupakan hak esensial, orisinil dan primer, tak tergantikan dan tak terpindahkan oleh siapun. Semua itu didasarkan atas dasar cinta sebagai prinsipnya. Anak-anak perlu dididik dalam nilai-nilai dasar: tidak lekat pada harta, adil karena cinta meluap, dan murni dalam seksualitas. Dan masih banyak hal lain, seperti pendidikan iman, pendidikan mengenal arah hidup atau panggilan, dan sebagainya, karena orang tua adalah ibu dan guru, seperti Gereja, dalam bidang iman.

2) Ikut Serta Dalam Pengembangan Masyarakat

(47)

sehat dapat terwujud oleh faktor adanya keluarga yang sehat pula. Hubungan erat antara keluarga dan masyarakat menuntut sikap terbuka dari keluarga dan masyarakat untuk berkerjasama membela dan mengembangkan kesejahteraan setiap orang. Tetapi masyarakat harus mengakui keberadaan keluarga sebagai rukun hidup yang mempunyai hak aslinya sendiri (FC art. 45).

Suasana kesatuan yang akrab keluarga sebagai sekolah hidup bermasyarakat dapat menumbuhkan semangat berkorban dan dialog untuk dapat membina dan mengembangkan sikap sosial dan rasa tanggungjawab. Maka orang tua diharapkan mengajak anak belajar memperhatikan orang lain Kristianto dalam Rukiyanto dan Esti sumarah (2014: 68).

3) Berperan Serta Dalam Kehidupan dan Misi Gereja

Keluarga Kristiani mempunyai peranan untuk ikut serta dalam kehidupan Gereja. Keluarga dan Gereja mempunyai ikatan yang mendalam yaitu menjadi keluarga suatu “Gereja Kecil” (“Ecclesia Domestica” = Gereja rumah tangga)

sedemikian rupa sehingga dengan caranya sendiri keluarga menjadi lambang hidup dan penampilan historis bagi misteri Gereja (FC art. 49). Oleh karena itu keluarga tidak hanya menerima cinta kasih Kristus dan menjadi rukun hidup yang diselamatkan, melainkan mereka diharapkan juga dapat menyalurkan cinta kasih Kristus kepada saudara-saudara mereka. Hanya dengan demikian keluarga mampu menjadi persekutuan yang menyelamatkan.

(48)

supaya keluarga dikuduskan demi kemulian Bapa Kristianto dalam Rukiyanto dan Esti Sumarah 2014: 68. Ini berarti kehadiran Gereja juga ikut memberi warna akan cinta kasih terus menerus kepada keluarga Kristiani dengan demikian akan semakin mendorong dan membina keluarga Kristiani untuk melaksanakan pelayanannya dalam cinta kasih. Pelayanan cinta kasih tersebut berpola pada Kristus yang penuh pengorbanan. Maka dari itu, keluarga diharapkan dapat menyalurkan cinta kasih Kristus kepada saudara-saudari mereka.

Yesus Kristus menjadi teladan dan sumber hidup keluarga Kristiani maka keluarga Kristiani juga mempunyai tugas pokok dalam mengembangkan misi Gereja yang mengacu pada hidup Yesus sebagai Nabi dan Raja Rukiyanto dan Esti Sumarah, (2014: 69). “Keluarga juga mempunyai tugas rajawi, yakni memberi arah dan kepemimpinan dengan melayani sesama manusia seperti Kristus Raja (Rm 6:12)” Kristianto Rukiyanto dan Esti Sumarah (2014: 70). Dalam tugas rajawi ini keluarga harus mampu melihat setiap orang khususnya anak-anak sebagai citra Allah dan terutama pada mereka yang menderita, yang mana semuanya itu harus dilaksanakan dan didasarkan dengan cinta kasih.

B. Pendidikan Iman Anak

1. Pengertian Pendidikan Iman Anak

(49)

tugas dan tanggungjawab keluarga Katolik, namun kenyataannya banyak keluarga tak cukup melakukannya, entah karena kurang mampu atau kurang memiliki perhatian akan hal ini. Oleh sebab itu keluarga dituntut untuk dapat mengarahkan pendidikan iman anak-anaknya agar berkembang menjadi manusia utuh, beriman, bermoral, bertakwa, dan mampu menjalani kehidupan bersama secara harmonis dalam masyarakat Indonesia yang beragam. Sikap batin dan hati nurani anak ditumbuhkembangkan agar bisa melihat kehadiran dan kebaikan Tuhan dalam dirinya sendiri, di tengah-tengah keluarga, dan dalam lingkungan hidupnya. Suhardiyanto (2008:1) menyatakan bahwa pendidikan iman anak adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup paroki. Sedangkan Soerjanto & Widiastoeti (2007:10) menyatakan bahwa pendidikan iman ialah proses dan usaha-usaha orang dewasa untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta dan Penyelamat.

(50)

Gerejani, dan berusaha menunjukkan kepada anak-anak mereka betapa dalamnya makna yang diselami berkat iman dan cinta akan Yesus Kristus.

2. Tujuan Pendidikan Iman Anak

Pendidikan merupakan hal yang mendasar dalam hidup manusia. Setiap manusia membutuhkan pendidikan untuk dapat berkembang. Pendidikan pertama dan utama yang didapat oleh manusia berasal dari keluarga. KWI (2011:28) menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam arti sesungguhnya adalah perkembangan pribadi manusia secara utuh, sehingga dapat menyumbangkan nilai-nilai yang baik demi kesejahteraan masyarakat.

Soerjanto & Widiastoeti (2007:10) menyampaikan bahwa pendidikan iman dilakukan supaya anak mampu menghormati dan mengasihi Allah. Sedangkan KWI (2011:30) menambahkan bahwa melalui pendidikan iman dalam keluarga, anak tidak hanya mencintai Allah, tetapi aktif dalam hidup menggereja.

(51)

hidup sehari-hari sesuai usia mereka. Anak-anak diperkenalkan dengan Allah sebagai Sang Pencipta atas segala sesuatu yang ia dapat belajar untuk bersyukur atas segala sesuatu yang ia dapatkan dari Tuhan. Dan anak-anak juga diberi pemahaman bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan memiliki martabat serta derajat yang sama sehingga melalui pemahaman tersebut anak-anak dapat belajar menghargai orang lain sebagai wujud cinta kasih kepada Tuhan.

3. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak

Pendidikan iman anak merupakan sebuah proses dan usaha orang dewasa membantu anak-anak muda agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta, dan Penyelamatnya (Soerjanto & Widiastoeti Soerjanto, 2007: 10). Sikap hormat dan kasih manusia terhadap Allah biasanya berkembang bersamaan dengan perkembangan seluruh kepribadiannya. Artinya bila seorang semakin dewasa secara menyeluruh, maka biasanya ia juga semakin dewasa dalam iman.

(52)

a. Teladan Tokoh-tokoh Identifikasi

Iman biasanya tumbuh pada anak pada saat ia mengamati dan mengikuti tokoh-tokoh identifikasinya, secara spontan dan belum terlalu disadari. Tokoh-tokoh identifikasi tersebut adalah orang-orang dewasa terdekat baginya, yakni orang tuanya. Sikap dan perilakunya mengacu pada sikap atau perilaku dari orang-orang dewasa yang dihormatinya, tokoh-tokoh panutannya. Kemampuan seorang anak untuk memahami sesuatu secara abstrak biasanya masih sangat terbatas. Ia lebih mampu memahami sesuatu dengan melihat contoh-contoh yang konkrit dan cenderung mengikuti contoh-contoh tersebut. Karena itulah, pemimpin Gereja Katolik berharap bahwa anak-anak menemukan teladan hidup beriman pertama-tama dalam diri orang tua dan anggota-anggota keluarganya sendiri. (CT art. 68) ditegaskan bahwa sejak usia dini para anggota keluarga perlu saling membantu agar bertumbuh dalam iman.

b. Suasana

(53)

Suasana memang dapat terjadi karena kebetulan saja. Namun, mengingat pengaruhnya yang besar dalam perkembangan iman anak, suasana di rumah sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan, melainkan karena diusahakan sedemikian rupa sehingga memungkinkan perkembangan iman. Suasana seperti itu dapat diciptakan antara lain dengan sikap dan perilaku semua anggota keluarga yang penuh kasih sayang dan keakraban; cara dan irama hidup perlu diusahakan agar sesuai dengan kebutuhan semua anggota keluarga dan sekaligus memungkinkan terciptanya selingan yang menyegarkan; ruang-ruang rumah dan kebun yang ditata sedemikian rupa sehingga menciptakan suasana yang manusiawi dan Kristiani; dan tersedianya fasilitas yang memadai, terutama bagi anak. (Soerjanto dan Widiastoeti, 2007: 16).

c. Pengajaran

Keteladanan kadang-kadang bersifat agak tersembunyi (Soerjanto & Widiastoeti, 2007: 16). Artinya keteladanan tersebut muncul dengan melihat apa yang dilakukan oleh orang tua. Maka keteladanan itu sebaiknya juga diperkuat dengan pengajaran, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan daya tangkap anak, sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan kepribadiannya.

(54)

pengalaman dan perasaannya. Dalam pengajaran seringkali dilupakan bahwa pengalaman dan perasaan anak perlu juga disentuh agar anak dapat belajar dari setiap pengalaman hidupnya demi perkembangan hidup selanjutnya.

d. Komunikasi

Komunikasi antara semua anggota keluarga merupakan faktor pendukung perkembangan iman anak yang tak tergantikan (Soerjanto & Widiastoeti, 2007: 16). Komunikasi yang dibangun dengan baik antara orang tua dengan anak, bahkan dengan masyarakat menjadi bentuk pendidikan iman yang baik bagi anak-anak. Hal-hal yang dikomunikasikan tidak perlu selalu langsung mengenai iman. Meskipun demikian, isi komunikasi itu sebaiknya dapat memperluas wawasan iman dan menjadi sumber inspirasi iman. Sementara itu, bentuk-bentuk komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, mislanya: kebiasaan berterus-terang atau sembunyi-sembunyi, kebebasan berpikir atau ketaatan buta. Dengan adanya proses globalisasi sekarang tentunya semakin membuka kemungkinan munculnya bentuk-bentuk komunikasi yang baru. Bentuk-bentuk tersebut hendaknya dapat digunakan oleh para orang tua sebagai sarana yang baik dalam menumbuhkembangkan iman anak dalam keluarga.

C. Pendidikan Iman Anak Merupakan Tanggungjawab Keluarga

(55)

mereka khususnya anak belajar menyembah Allah dalam Roh dan dalam kebenaran terutama melalui ibadat liturgi dan agar mereka terdidik untuk menghayati hidup pribadi yang benar dan kudus, menurut kodrat mereka yang baru (FC art. 39).

Menurut Soerjanto dan Widiastoeti (2007: 7) kemajuan zaman membawa beberapa dampak negatif seperti individualisme. Orang zaman ini cenderung bersikap acuh dengan keadaan orang lain. Karena itu orang tua bertanggungjawab membantu anak-anaknya agar mampu mengatasi sifat egois serta persaingan dan sifat-sifat negatif lainnya. Orang tua hendaknya mengingatkan anak-anaknya bahwa mereka dipanggil Tuhan untuk hidup dalam semangat kesetiakawanan bukan dengan mental yang lembek. Dengan mental yang lembek orang cenderung kehilangan daya juang, maka dari itu orang tua hendaknya melatih anak-anaknya agar tahan banting dan punya daya juang yang tinggi.

(56)

Dalam keluarga, seseorang mengalami pendasaran hidup serta proses pembentukan dalam segala segi. Melalui kebiasaan dan pembinaan yang baik, anak akan bertumbuh dan berkembang menjadi orang yang sehat dalam badan, matang dalam iman, kuat dalam kepribadian, dan luas dalam wawasan (Komisi Kitab Suci KAS, 2014: 1). Atas dasar itu maka pendidikan iman anak menjadi tanggungjawab keluarga Katolik dan semua pihak secara bersama-sama membangun tekad dan berjuang agar keluarga-keluarga Katolik semakin menampakkan jati diri sebagai keluarga Kristiani yang baik.

Pendidikan dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan iman, karena keluarga adalah sekolah iman Katolik. Sejak dini anak-anak perlu dibimbing, sesuai dengan tahap perkembangan kepribadiannya sehingga semakin menghayati dan mengembangkan kurnia iman yang telah mereka terima melalui Sakramen Baptis seperti yang dinyatakan Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio bahwa:

Karena orang tau telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang utama dan pertama (FC art. 36)

(57)
(58)

BAB III

GAMBARAN PELAKSANAAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA

DI PAROKI YOHANES PENGINJIL LINGGANG MELAPEH TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK

Pada bab III ini, penulis akan menguraikan gambaran situasi umum paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh dan Stasi Muara Asa. Situasi yang penulis paparkan berasal dari hasil wawancara secara langsung. Pokok permasalahan yang akan diangkat dalam bab ini adalah sejauh mana pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik di Stasi Muara Asa, paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh berpengaruh positif terhadap pendidikan iman anak-anak.

Bab III ini dibagi menjadi dua pokok bahasan. Pada pokok pertama penulis memaparkan situasi umum paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh dan Stasi Muara Asa. Kemudian pokok kedua mengemukakan penelitian mengenai tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di Stasi Muara Asa.

(59)

A.Gambaran Umum Paroki Yohenes Penginjil Linggang Melapeh dan Stasi Muara Asa

1. Situasi Geografis Paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh dan Stasi Muara Asa

a. Situasi Geografis Yohanes Penginjil Linggang Melapeh

Paroki Yohanes Penginjil terletak di kampung Lingang Melapeh, Kecamatan Linggang Bigung, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Tidak banyak sumber yang dapat diakses untuk mencari sejarah dan asal-usulnya. Entah mengapa paroki yang sudah berdiri lama sekian ini, tapi tidak memiliki bukti sejarah dan asal-usul serta alasan-alasan mendirikan paroki ini, dalam bentuk tulisan (buku). Mungkin, dikarenakan sumber daya manusia dan sarana yang sangat terbatas dan kurang memadai. Syukurlah Pastor-pastor dari konggregasi SVD (Societas Verbi Divini) menulis sedikit kisah tentang paroki St. Yohanes Linggang Melapeh ini dalam kisah perjalanan misi yang termuat dalam website mereka.

b. Situasi Geografis Stasi Muara Asa

(60)

2. Sejarah Singkat Paroki Yohanes Penginjil dan Stasi Muara Asa

a. Sejarah Singkat Paroki Yohanes Penginjil

Berdasar hasil wawancara dengan Pastor Hendrik yang berkunjung ke Stasi Muara Asa pada tanggal 10 Juli 2016, beliau mengatakan bahwa Sejarah Paroki St. Yohanes Penginjil bermula dari Karya Misi Gereja Katolik di Kalimantan Timur pada Tahun 1907. Tiga orang misionaris dari Biara Kapusin menginjakkan kaki di Kalimantan Timur untuk yang pertama kalinya. Mereka memulai karya misi Gereja Katolik dengan membuka pusat misi di Laham di antara orang Dayak Bahau dan merupakan pusat karya misi yang pertama. Para misionaris Kapusin berkarya selama hampir 20 tahun lamanya. Pada awal tahun 1928 para misionaris Kapusin kemudian meninggalkan Laham untuk berkarya di wilayah bagian barat. Karya misi di tanah Kalimantan Timur dilanjutkan oleh para misionaris Keluarga Kudus (MSF) yang telah hadir di Kalmantan Timur sejak awal tahun 1926. Selama 50 tahun karya misi di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dijalankan hanya para misionaris MSF sejak ditinggalkan oleh para misionaris Kapusin. Meskipun dengan keterbatasan tenaga, para misionaris MSF selama setengah abad harus melayani wilayah misi yang sangat luas dengan berbagai tantangan dan kesulitan, apalagi ketika pusat misi masih bertempat di Laham dan Tering.

(61)

Utara yaitu Tarakan dan sekitarnya. Kemudian pada tahun 1979 bertambah lagi tarekat yang berkarya di wilayah itu yaitu Serikat Sabda Allah (SVD). Tarekat inilah yang kemudian berkarya di Paroki St. Yohanes Penginjil Linggang Melapeh.

Pada awalnya, Paroki St. Yohanes Penginjil, Linggang Melapeh dilayani oleh para imam dari tarekat MSF (Misionaris Keluarga Kudus). Penyerahan Paroki Melapeh kepada pelayanan SVD disebabkan pihak Keuskupan membutuhkan tenaga seorang Bruder SVD untuk pengelolaan penggergajian kayu yang terletak di wilayah St. Yoseph Tering. Maka dipilihlah Br. Domi Wayan Pardi, SVD untuk menjadi pengelola mesin penggergajian tersebut. Karena wilayah tersebut sangat jauh dari komunitas SVD yang ada di Tenggarong, diperlukan paling tidak satu komunitas SVD terdekat. Maka dipilihlah kampung Linggang Melapeh menjadi komunitas terdekat tersebut yang kemudian menjadi Paroki St. Yohanes Penginjil, Linggang Melapeh.

Sejak akhir November 1989 P. Hendrik Nuwa, SVD mulai bertugas di Paroki Melapeh, dan dilantik secara resmi oleh Mgr. Michael Coomans, MSF (uskup Samarinda) menjadi Pastor Paroki pada tanggal 1 Desember 1989. Umat Paroki ini hampir seluruhnya adalah orang Dayak Tunjung (Tunjung Linggang dan Tunjung Tengah), ditambah beberapa penduduk dari luar yang tidak seberapa banyak. Mayoritas umatnya adalah petani, baik petani ladang maupun petani karet.

(62)

hanya mencakup umat yang berdomisili di wilyah daratan Linggang. Namun sejak semula sampai sekitar tahun 1998 (ketika terbentuknya Paroki Melapeh) Pastor Melapeh melayani beberapa stasi dari Paroki Tering (Gabung, Merimun, Merayak dan Jengan), dan beberapa stasi Paroki Barong Tongkok (Muara Jawaq, Sakaq Tada, Muara Bunyut, Gadur dan Empakuq). Dan hampir semua stasi dari kedua paroki yang dilayani dari Melapeh terletak di pinggir sungai Mahakam, yang memakan waktu perjalanan bisa sampai 6 jam bahkan lebih dengan menggunakan perahu ketinting. Pelayanan boleh dari Melapeh, tetapi semua data baptis, pernikahan, dsb tetap diisi di Parokinya masing-masing. Hal ini dikarenakan jumlah imam sangat sedikit, sementara wilayah yang harus dilayani begitu luas.

Dengan pemekaran Paroki Melak, maka stasi-stasi Paroki Barong diserahkan ke wilayah Paroki Melak, sedangkan stasi Paroki Tering sudah lebih dulu dikembalikan pelayanan ke pastor Paroki Tering, sehingga Paroki Melapeh hanya meliputi wilayah daratan.

(63)

b. Sejarah Singkat Stasi Muara Asa

Tulisan ini, berdasarkan hasil wawancara secara langsung dengan Bapak Rusi sebagai ketua umat Stasi Muara Asa tanggal 17 Juli 2016. Beliau mengatakan bahwa tidak tahu persis berdirinya Stasi Muara Asa, karena sejarah Stasi Muara Asa tidak ada dalam bentuk tulisan (buku). Dengan demikian beliau hanya mengira bahwa sejarah Stasi Muara Asa berdiri pada tanggal 15 Maret 1965.

3. Situasi Umat Paroki Yohanes Penginjil dan Stasi Muara Asa

a. Situasi Umat Paroki Yohanes Penginjil

1) Mata Pencarian Umat dan Segi Ekonomi Umat

Berdasarkan hasil wawancara seacara langsung dengan Ibu Eka sebagai koster paroki tanggal 14 Juli 2016, beliau mengatakan bahwa mata pencarian umat di paroki Yohanes Penginjil bervariasi. Mereka bekerja sebagai menyadap karet, selain itu ada juga yang berladang, bertenak sapi, babi, ayam kampung, menjadi karyawan swasta dan pegawai pemerintahan.

2) Segi Pendidikan Umat

(64)

perpengasilan rendah merasa berat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.

3) Segi Kebudayaan Umat

Umat Paroki ini hampir seluruhnya adalah orang Dayak Tunjung (Tunjung Linggang dan Tunjung Tengah), ditambah beberapa penduduk dari luar yang tidak seberapa banyak. Mayoritas umatnya adalah petani, baik petani ladang maupun petani karet. Di samping umat Katolik, sebagian besar umat adalah dari Gereja Kristen Protestan, dan sebagian kecil Islam.

b. Situasi Umat Stasi Muara Asa

1) Mata Pencarian Umat dan Segi Ekonomi Umat

Berdasarkan wawancara secara langsung dengan ketua umat Stasi Muara Asa tanggal 17 Juli 2016, beliau mengatakan bahwa mayoritas umat adalah petani. Mata pencarian umat di Stasi Muara ini adalah menyadap karet, berladang, berternak, menangkap ikan dan berdagang.

Kehidupan ekonomi umat Stasi Muara Asa terdiri dari golongan menengah ke bawah. Tingkat sosial ekonomi umat di Stasi Muara Asa ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di paroki Yohanes Penginjil. Hal ini dikarenakan pendapatan ekonomi rumah tangga. Yang memiliki pendapatan lebih tinggi dapat memberikan pendidikan sampai SMA atau sederajatnya saja. Sementara rumah tangga yang berpenghasilan rendah merasa berat untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai SMA atau sederajat.

(65)

2) Segi Kebudayaan Umat

Stasi Muara Asa ini mempunyai prinsip gotong royong yang penting diterapkan dalam hidup kekeluargaan. Gotong royong berarti bekerja sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Sikap gotong royong adalah kerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua umat menurut batas kemampuannya masing-masing. Sifat gotong royong dan kekeluargaan di Stasi Muara Asa lebih menonjol dalam pola kehidupan mereka, seperti memperbaiki dan membersihkan Gereja, atau memperingati hari-hari besar seperi Natal dan Paskah, mereka bekerja tanpa imbalan jasa, karena demi kepentingan bersama. 3) Karya Pastoral Stasi Muara Asa

(66)

Dalam misa penutupan bulan Maria ini, banyak umat yang hadir. Umat berbagai stasi datang untuk mengikuti misa penutupan bulan Maria. Pastor pun berpesan dalam berkotbahnya agar tradisi yang baik ini selalu dipertahankan. Setelah menerima santapan rohani, kegiatan ini dilanjutkan dengan santapan jasmani yaitu makan-makan bersama.

B.Penelitian Tentang Tanggungjawab Keluarga Katolik Stasi Muara Asa

Terhadap Pendidikan Iman Anak.

Gambaran umum Stasi Muara Asa yang telah diuraikan pada pokok bahasan pertama akan dilengkapi dengan pokok bahasan mengenai penelitian tentang pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di Stasi Muara Asa. Dan secara khusus akan dipaparkan mengenai persiapan penelitian laporan penelitian, tujuan, jenis instrumen pengumpulan data, responden, tempat dan alokasi waktu, kemudian variabel yang akan diteliti, dan kisi-kisi.

1. Persiapan Penelitian

Berikut ini penulis akan menguraikan gambaran penelitian yang akan penulis laksanakan. Gambaran tersebut meliputi latar belakang penelitian, tujuan, jenis penelitian, instrument pengumpulan data, responden, tempat dan alokasi waktu, kemudian variabel yang akan diteliti, dan kisi-kisi.

a. Latar Belakang Penelitian

(67)
(68)

Sebagai bagian dari umat Stasi Muara Asa, penulis merasa prihatin dengan permasalahan yang ada di stasi tersebut. Apakah tanggungjawab yang dipahami oleh keluarga Katolik masih kurang ataukah ada alasan lain yang ikut mempengaruhi. Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor tersebut penulis perlu melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini diusahakan untuk memperoleh tingkat pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik, pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam menjalankan tanggunjawab mereka sebagai keluarga Katolik serta harapan keluarga Katolik dalam meningkatkan tanggungjawab mereka terhadap pendidikan iman anak. Kemudian melalui hasil penelitian tersebut penulis mencoba memahami dan menjawab persoalan-persoalan yang dialami berkaitan dengan pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak. Dengan demikian keluarga Katolik di Stasi Muara Asa, semakin memahami dan mengingatkan tanggungjawabnya sebagai keluarga Katolik.

b. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang diangkat di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapat gambaran pemahaman umat tentang tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak.

2. Mendapat gambaran tentang pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak.

(69)

4. Mendapat gambaran tentang harapan keluarga Katolik guna meningkatkan tanggungjawabnya bagi pendidikan iman anak mereka.

Keempat tujuan di atas perlu diletakkan dalam konteks tanggungjawab keluarga Katolik. Sebab pendidik iman yang utama dan pertama adalah orang tua yang dilakukan di dalam keluarga. Orang tua di dalam keluarga memiliki tugas penting dalam mendidik iman anak-anak mereka sehingga iman anak semakin bertumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan Gereja.

c. Jenis Penenlitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian kaulitatif diskriptif yang didukung oleh data-data kuantitatif. Sebab bukan data statistik atau sebagainya tetapi dalam penelitian ini penulis ingin mendapatkan gambaran data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007: 6), yang benar-benar terjadi dan dialami oleh umat Stasi Muara Asa. Hasil penelitian nantinya akan dapat data berupa angka dalam bentuk presentase, tetapi penelitian ini tidak termaksuk dalam penelitian kuantitatif.

d. Instrumen Pengumpulan Data

(70)

Bentuk kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu pertama tertutup dengan daftar pertanyaannya diajukan kepada responden dalam bentuk pilihan. Kedua bentuk semi terbuka yaitu pertanyaan atau daftar isian sebagian sudah disediakan jawaban dan sebagaian lain diserahkan kepada responden. Alasan menggunakan kedua kuesioner ini adalah untuk mengarahkan pandangan dan keyakanin responden ke arah persoalan yang dikehendaki peneliti.

e. Responden Penelitian

(71)

f. Tempat Penelitian dan Alokasi Waktu

Mengacu pada judul skripsi yang penulis ambil maka penelitian akan dilaksanakan di Stasi Muara Asa, Paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh. Waktu penelitian akan dimulai pada pertengahan bulan Agustus 2016 dan berakhir pada pertengahan September 2016.

g. Variabel Penelitian

Secara teoritis variabel dapat didefiniskan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu

obyek dengan obyek lain (Sugiyono, 2014: 38). Variabel yang akan diungkapkan dalam penelitian mengenai tanggungjawab keluarga Katolik adalah:

1) Tingkat pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik 2) Pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik

3) Hambatan-hambatan yang dialami keluarga Katolik dalam menjalankan tanggungjawabnya

4) Harapan keluarga Katolik dalam upaya peningkatan tanggungjawab terhadap pendidikan iman anak.

[image:71.595.86.520.202.755.2]

h. Kisi-kisi Penelitian

Tabel Kisi-kisi

No Variabel No Item Jumlah

Identitas responden 1 s/d 3 3

Tingkat pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik

4 s/d 8 5

(72)

menjalankan tangggungjawabnya

Harapan keluarga Katolik 18 s/d 20 3

Jumlah 20

2. Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini penulis akan melaporkan hasil penelitian dan pembahasannya berkaitan dengan tanggungjawab keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di Stasi Muara Asa Paroki Yohanes Penginjil Linggang Melapeh berdasarkan data-data yang diperoleh melalui kuesioner. Data penelitian diolah penulis dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi relatif dengan maksud menghitung jumlah total responden dibagi jumlah total responden yang diteliti, dan dikalikan seratus (Sutrisno Hadi, 1986:229).

Rumus yang digunakan dalam perhitungan kuesioner semi terbuka adalah:

F X 100% N

F = Frekuensi atau banyaknya responden yang memilih alternatif jawaban tertentu pada setiap item

N = Jumlah responden

100 = Bilangan Konstanta

(73)

Namun terlebih dahulu penulis ingin menyampaikan beberapa hal, khusunya pada kuesioner nomor 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, dan 16. Pada item nomor-nomor tersebut, setiap responden boleh memilih lebih dari satu jawaban yang dis

Gambar

Tabel Kisi-kisi
Tabel 1. Identitas Responden
Tabel 2. Pemahaman tanggungjawab keluarga Katolik
Tabel 3. Pelaksanaan tanggungjawab keluarga Katolik
+3

Referensi

Dokumen terkait

Ancaman Cyber Warfare dipandang anarki dalam perspektif ini, maksudnya adalah wacana ancaman perang secara dunia maya ini akan tetap menjadi fiksi jika Amerika Serikat

Analisis data penelitian ini menggunakan teknik statistik untuk menunjukkan hasil dari kuesioner pada masing-masing pertanyaan terhadap variabel yang ada didalamnya,

Perobahan itu menurutnya adalah hasil dari meminjam alat-alat elaborasi (teori sosial) yang dimiliki oleh ilmuan di luar Islam. Dari sini muncullah

SIM-8: Simulasi 8 adalah kombinasi kenaikan harga dunia minyak mentah 5 persen, peningkatan penerimaan dalam negeri pemerintah 10 persen, kenaikan indek harga konsumen 5

Dalam komunitas masyarakat Suku Bantik terdapat satu pandangan tersendiri tentang kehidupan yaitu masyarakat harus hidup secara bersama dalam satu kelompok Pemahaman

Pada penelitian sebelumnya telah dikuasai teknik FISH untuk pengamatan aberasi kromosom stabil (translokasi) dengan menggunakan whole kromosom probe tunggal dan

Jenis mangrove yang termasuk ke dalam famili ini seperti Bruguiera, Ceriops, Kandelia dan Rhizophora merupakan mangrove vivipary, yaitu kondisi di mana embrio tumbuh untuk

PENGAKUAN NEGARA TERHADAP HAK ATAS TANAH ADAT BAGI MASYARAKAT ADAT DALAM SISTEM HUKUM DI