• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

4. Ketentuan Akad Musyarakah Mutanaqisah dan Akad

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008

yang ditetapkan pada tanggal 14 November 2008 tentang

Musyarakah Mutanaqisah. 1) Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:

a) Musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah

yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu

pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara

bertahap oleh pihak lainnya;

b) Syarik adalah mitra, yakni yang melakukan akad syirkah

c) Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan

musyarakah yang bersifat musya’.

d) Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan

musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasannya secara fisik.

2) Ketentuan Hukum

Hukum musyarakah mutanaqisah adalah boleh.

3) Ketentuan Akad

a) Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/Syirkah dan Bai’ (jual-beli).

b) Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No.

08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para

mitranya memiliki hak dan kewajiban, diantaranya:

(1) Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan

pada saat akad.

(2) Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang

disepakati pada saat akad.

(3) Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.

c) Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama

(syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya

secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib

d) Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3

dilaksanakan sesuai kesepakatan.

e) Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS

beralih kepada syarik lainnya (nasabah).

4) Ketentuan Khusus

a) Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada

syarik atau pihak.

b) Apabila aset musyarakah menjadi objek ijarah, maka

syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.

c) Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi

sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad,

sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi

kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti

perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan pada

syarik.

d) Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset musyarakah

syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad; e) Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama

sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban

pembeli;

a) Jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka

penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip

syariah.

b) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan

ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat

kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana

mestinya.

b. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000

yang ditetapkan pada tanggal 01 April 2000 tentang Murabahah.

1) Ketentuan umum murabahah dalam Bank Syari‟ah

a) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang

bebas riba.

b) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh

syariah Islam.

c) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian

barang yang telah disepakati kualifikasinya.

d) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama

bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

e) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan

dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan

f) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah

(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus

keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu

secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut

biaya yang diperlukan.

g) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati

tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

h) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan

akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian

khusus dengan nasabah.

i) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk

membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah

harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi

milik bank.

2) Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:

a) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian

suatu barang atau aset kepada bank.

b) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus

membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah

dengan pedagang.

c) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah

dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan

tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus

membuat kontrak jual beli.

d) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah

untuk membayar uang muka saat menandatangani

kesepakatan awal pemesanan.

e) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut,

biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

f) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus

ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa

kerugiannya kepada nasabah.

g) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif

dari uang muka, maka

(1) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang

tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.

(2) jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik

bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh

bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka

tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi

kekurangannya.

3) Jaminan dalam Murabahah

a) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius

b) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan

yang dapat dipegang.

4) Utang dalam Murabahah

a) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi

murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang

tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut

dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban

untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.

b) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa

angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh

angsurannya.

c) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian,

nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai

kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat

pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu

diperhitungkan.

5) Penundaan Pembayaran dalam Murabahah

a) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan

menunda penyelesaian utangnya.

b) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja,

atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya,

Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.

6) Bangkrut dalam Murabahah

Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan

utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia

menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

5. Ketentuan Akad Musyarakah Mutanaqisah dan Murabahah Menurut PSAK 106 dan PSAK 102

a. PSAK 106

1) Karakteristik

a) Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk

mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik

usha yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya

salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan

bagi hasil yang telah disepakati nisbahya secara bertahap

atau sekaligus kepada mitra lain.

b) Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas,

setara kas, atau aset nonkas.

c) Keuntungan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra

secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan

(baik berupa kas maupun aset nonkas) atau sesuai nisbah

dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang

disetorkan (baik berupa kas maupun nonkas).

d) Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih

dari mitra lainnya dalam akad musyarakah maka mitra

tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk

dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa

pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi

dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.

e) Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan

berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang

diperoleh selama periode akad, bukan dari jumlah investasi

yang disalurkan.

f) Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi

usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang

dikelola dalam catatan akuntansi tersendiri.

2) Pengakuan dan Pengukuran

Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan

sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau yang

mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi

yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.

a) Akuntansi untuk mitra aktif (nasabah) terdiri atas akuntansi

untuk mitra aktif pada saat akad, selama akad, akhir akad,

(1) Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas

atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.

(2) Pengukuran investasi musyarakah:

(a) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yag

diserahkan; dan

(b) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar

dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai

buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui

sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam

ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut

diamortisasi selama masa akad musyarakah.

(3) Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai

wajar disusutkan dengan jumlah penyusutan yang

mencerminkan:

(a) Penyusutan yang dihitung dengan model biaya

historis; ditambah dengan

(b) Penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian

kembali saat penyerahan aset nonkas untuk usaha

musyarakah.

(4) Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan

penurunan nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung

telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan

nilai wajar yang baru.

(5) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya,

biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai

bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan

dari seluruh mitra musyarakah.

(6) Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif

(misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi

musyarakah dan disisi lain sebagai dana syirkah

temporer sebesar:

(a) Dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang

diterima; dan

(b) Dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai

wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama

umur ekonomis jika aset tersebut tiadak akan

dikembalikan kepada mitra pasif. Dan pada saat

akad,

(7) Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan

pengembalian dana mitra pasif diakhir akad dinilai

sebesar jumlah kas yang diserahkan untuk usaha

musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian

pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah

dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).

(8) Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun

(dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap)

dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas

yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal

akad ditambah dengan jumlah dana syirkah temporer

yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan

dikurangi kerugian (jika ada). Pada saat akad diakhiri,

investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada

mitra pasif diakui sebagai liabilitas (kewajiban).

Pengakuan hasil usaha untuk nasabah sebagai berikut:

(9) Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra

aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan

atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan

pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak

pihak mitra pasif atas bagi hasil dan liabilitas.

(10) Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai

dengan porsi dana masing-masing mitra dan

mengurangi nilai aset musyarakah.

(11) Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra

ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha

musyarakah.

b) Akuntansi untuk mitra pasif (bank) terdiri atas akuntansi

untuk mitra aktif pada saat akad, selama akad, akhir akad,

dan pengakuan hasil usaha. Akuntansi untuk mitra pasif

pada saat akad adalah sebagai berikut:

1) Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas

atau penyerahan aset nonkas kepada mitra pasif.

2) Pengukuran investasi musyarakah :

Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang

dibayarkan, dan dalam bentuk aset nonkas dinilai

sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai

wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih

tersebut diakui sebagai: (i) keuntungan tangguhan dan

diamortisasi selama masa akad; atau (ii) kerugian pada

saat terjadinya. Investasi musyarakah nonkas yang

diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan

berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset

yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi

keuntungan tangguhan (jika ada). Biaya yang terjadi

akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi

kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi

Akuntansi untuk mitra pasif pada selama akad adalah

bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan

pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai

sebesar:

1) Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha

musyarakah pada awal akad dikurangi dengan

kerugian (jika ada); dan

2) Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat

penyerahan untuk usaha musyarakah setelah

dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).

3) Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah

menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif

secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang

dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad

dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan

kerugian (jika ada).

c) Pada saat diakhiri, investasi musyarakah yang belum

dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.

d) Pada saat pengakuan hasil usaha, pendapatan usaha

investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif

sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi

b. PSAK 102

1) Karakteristik

a) Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa

pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual

melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari

pembeli.

b) Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat

atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang

dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli

tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah

yang telah dibeli oleh penjual mengalami penurunan nilai

sebelum diserahkan kepada pembeli, maka penurunan nilai

tersebut menjadi tanggungan penjual dan akan mengurangi

nilai akad.

c) Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau

tangguh. Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang

dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada

pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara angsuran atau

sekaligus pada waktu tertentu.

d) Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang

berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum

disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam akad)

yang digunakan.

e) Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual,

sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika

penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah,

maka diskon itu merupakan hak pembeli.

f) Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain

meliputi:

(1) Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas

pembelian barang;

(2) Diskon asuransi biaya asuransi dari perusahaan asuransi

dalam rangka pembelian barang;

(3) Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait

dengan pembelian barang.

g) Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad

murabahah disepakati diperlakukan sesuai dengan

kesepakatan dalam akad tersebut. Jika tidak diatur dalam

akad, maka diskon tersebut menjadi hak penjual.

h) Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas

piutang murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang

telah dibeli dari penjual dan/atau aset lainnya.

i) Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai

muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah, jika

akad murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal,

maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah

dikurangi kerugian riil yang ditanggung oleh penjual. Jika

uang muka itu lebih kecil dari kerugian, maka penjual dapat

meminta tambahan dari pembeli.

j) Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah

sesuai dengan yang diperjanjikan, maka penjual dapat

mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa

pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan

force majeur. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang

diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda

diperuntukkan sebagai dana kebajikan.

k) Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan

piutang murabahah jika pembeli;

(1) Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau

(2) Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari

waktu yang telah disepakati.

l) Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang

murabahah yang belum dilunasi jika pembeli: Melakukan

kemampuan pembayaran; atau Meminta potongan dengan

alasan yang dapat diterima penjual.

2) Pengakuan dan Pengukuran

Akuntansi untuk penjual

a) Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai

persediaan sebesar biaya perolehan.

b) Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah

sebagai berikut:

(1) Jika murabahah pesanan mengikat, maka: dinilai

sebesar biaya perolehan, dan jika terjadi penurunan nilai

aset karena usang, rusak, atau kondisi lainnya sebelum

diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui

sebagai beban dan mengurangi nilai aset.

(2) Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah

pesanan tidak mengikat, maka: dinilai berdasarkan

biaya perolehan atau nilai neto yang dapat direalisasi,

mana yang lebih rendah, dan jika nilai neto yang dapat

direalisasi lebih rendak dari biaya perolehan, maka

selisihnya diakui sebagai kerugian.

c) Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:

(1) Pengurangan biaya perolehan aset murabahah, jika

(2) Liabilitas kepada pembeli, jika terjadi setelah akad

murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli.

(3) Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah

akad murabahah dan sesuai akad menjadi hak penjual,

atau

(4) Pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad

murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad.

d) Liabilitas penjual kepada pembeli tas pengembalian diskon

pembeli akan teriliminasi pada saat: dilakukan pembayaran

kepada pembeli sebesar jumlah potongan setelah dikurangi

dengan biaya pengembalian; atau dipindahkan sebagai dana

kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau olah

penjual.

e) Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui

sebesar biaya perolehan aset murabahah ditambah

keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan

keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih

yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi

penyisihan kerugian piutang.

(1) Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan

secara tunaiatau secara tangguh yang tidak melebihi

satu tahun, atau

(2) Selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan

upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut untuk

transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode

berikut ini digunakan, dan dipilih yang paling sesuai

dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi

murabahah-nya :

(a) Keuntungan diakui saat penyerahan asset

murabahah. Metode ini terapan untuk murabahah tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang

murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.

(b) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran

kas yang berhasih ditagih dari piutang murabahah.

Metode ini terapan untuk transaksi murabahah

tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih relatif

besar dan /atau beban untuk mengelola dan

menagih piutang tersebut relative besar juga.

(c) Keuntungan diakui saat seluruh piutang

murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko

piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan

piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam

praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi

murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan

kasnya.

g) Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan

kepada pembeli yang melunasi secara tepat waktu atau

lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai

pengurang keuntungan murabahah.

h) Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut: Jika

disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat

waktu, maka diakui sebagai pengurang keuntungan

murabahah, atau Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli, maka diakui sebagai

beban.

i) Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan

kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima

diakui sebagai bagian dana kebajikan.

j) Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai

berikut: Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian

sebesar jumlah yang diterima; Jika barang jadi dibeli oleh

piutang (merupakan bagian pokok); Jika barang batal dibeli

oleh pembeli, maka uang muka dikembalikan kepada

pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang

telah dikeluarkan oleh penjual.

Akuntansi Untuk Pembeli Akhir

a) Utang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh

diakui sebagai hutang murabahah sebesar harga beli yang

disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan).

b) Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui

sebesar biaya perolehan murabahah tunai.Selisih antara

harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai

diakui sebagai beban murabahah tangguhan.

c) Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi hutang murabahah.

d) Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah,

potongan pelunasan dan potongan hutang murabahah

diakui sebagai pengurangbeban murabahah tangguhan.

e) Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan

kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian.

f) Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli

barang diakuisebagai kerugian.

a) Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang

dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah

dikurangi penyisihan kerugian piutang.

b) Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang

(contraaccount) piutang murabahah.

c) Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang

(contraaccount) hutang murabahah.

4) Pengungkapan

a) Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan

transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada:

(1) Harga perolehan aset murabahah;

(2) Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan

pesanan sebagai kewajiban atau bukan; dan

(3) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101:

Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

b) Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan

transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada:

(1) Nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi

murabahah;

(2) Jangka waktu murabahah tangguh;

(3) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101:

Dokumen terkait