• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III AKUISISI PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UU

D. Ketentuan-Ketentuan Mengenai Akuisisi

Pengambilalihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan terbatas.86

Berdasarkan ketentuan tersebut, pada perbuatan pengambilalihan terdapat beberapa elemen atas aspek yuridis, antara lain sebagai berikut :87

1. Pengambilalihan Merupakan Perbuatan Hukum (Rechtshandeling, Legal Act)

Perbuatan hukum pengambilalihan termasuk bidang hukum kontrak atau hukum perjanjian (verbintenisseurecht, contract law) sebagaimana yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Khususnya Bab Kedua tentang perikatan-perikatan yang dilakukan dari kontrak atau persetujuan yang meliputi Bagian kesatu mengenai Ketentuan Umum (Pasal 1313-1319). Bagian Kedua tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya persetujuan (Pasal 1320-1341) dan Bagian Ketiga tentang akibat persetujuan (Pasal 1338-1341).

Dengan demikian dari segi yuridis pengambilalihan merupakan persetujuan antara pihak yang diambil alih dengan yang mengambil alih.

2. Yang Memiliki Kapasitas Membuat Kesepakatan Pengambilalihan

Berdasarkan pengertian pengambilalihan yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perseroan Terbatas, dapat disimpulkan bahwa :

      

86

Widjaya, I. G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2003), hal.89.

87

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 507.

a. Cara Pengambilalihan

1) bisa badan melalui Direksi Perseroan atau

2) dapat juga melalui pemegang saham yang bersangkutan. b. Pihak yang mengambil alih :

1) bisa badan hukum Perseroan, dan badan hukum yang bukan Perseroan, seperti Koperasi atau Yayasan, atau

2) dapat juga orang perseorangan.

Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 125 ayat (2) bahwa Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum (rechtspersoon, legal entity) atau orang perseorangan (naturlijke person, natural person). Sedangkan yang dapat bertindak sebagai pihak yang diambil alih menurut Pasal 125 ayat (2) adalah Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.

3. Subjek dan Kuantitas Pengambilalihan

Mengenai subjek atau pokok persoalan tertentu (bepaalde onderwerp) atau “subject matter” pengambilalihan :

a. subjeknya, kesepakatan pengambilalihan “saham” Perseroan.

b. kuantitas saham Perseroan yang dapat diambil alih, bisa “seluruhnya” atau “sebagian besar” saham Perseroan yang bersangkutan.

Versi yang membolehkan pengambilalihan baik seluruh maupun sebagian besar saham, dikemukakan pada Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998. Sedangkan Pasal 1 angka 11 UUPT tidak mengklasifikasinya. Hanya mengatakan bahwa pengambilalihan “untuk mengambil alih saham Perseroan”. Berapa kuantitasnya tidak disebutkan. Akan tetapi, jika terjadi

pengambilalihan secara keseluruhan, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) jo. Ayat (5), yakni pemegang saham tidak boleh kurang dari 2 (dua) orang.

4. Akibat Hukum Pengambilalihan

Akibat yang timbul ditinjau dari segi hukum korporasi maupun dari aspek bisnis, ‘beralihnya pengendalian” terhadap perseroan dari tangan yang diambil alih kepada pihak yang mengambil alih.

Perbuatan hukum pengambilalihan tidak mengakibatkan perseroan yang diambil alih sahamnya, menjadi bubar atau berakhir. Perseroan tersebut tetap eksis dan valid seperti sedia kala. Hanya pemegang sahamnya yang beralih dari pemegang saham semula kepada yang mengambil alih. Akibat hukumnya, hanya sebatas terjadinya peralihan pengendalian perseroan kepada pihak yang mengambil alih.

Selain dari pada itu, perlu diperhatikann apa yang dikemukakan Penjelasan Pasal 125 ayat (1) yang mengatakan, pengambilalihan tidak mengurangi ketentuan Pasal 7 terutama ayat (5). Dengan demikian pengambilalihan :

a. Tidak boleh mengakibatkan pemegang saham perseroan kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan,

b. Apabila jangka waktu itu dilampaui pemegang saham tersebut bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas segala perbuatan hukum perikatan dan kerugian perseroan.

Kecuali yang mengambil alih itu perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara atau perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring

dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang pasar modal, maka ketentuan Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.

5. Syarat Pengambilalihan

Mengenai syarat pengambilalihan, sama dan persis dengan syarat penggabungsan dan peleburan. Sama-sama merujuk kepada ketentuan-ketentuan Pasal 126 ayat (1) UUPU 2007 dan Pasal 4 ayat (1) PP. No. 27 Tahun 1998.

Berdasarkan Pasal 126 ayat (1), perbuatan hukum pengambilalihan wajib memperhatikan kepentingan :

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan

c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1), pengambilalihan :

d. Tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu,

e. Pengambilalihan harus juga “dicegah” dari kemungkinan terjadinya “monopoli” atau “monopsoni” dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.

6. Saham yang dapat diambil alih dan cara pengambilalihannya

Menurut Pasal 125 ayat (1), pengambilalihan saham dapat dilakukan terhadap ;

a. Saham yang telah dikeluarkan, dan/atau b. Saham yang akan dikeluarkan.

Hal ini berarti bahwa saham perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan dan disetor (geplaats en gestort aandeel, subscribed and paid-up share). Akan tetapi dapat juga terhadap saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan (aandelen in portefeulle) atau saham portefel (portopolio).

Cara pengambilalihan saham perseroan menurut Pasal 125 ayat (1), dapat dilakukan :

a. Melalui Direksi Perseroan, atau b. Dapat langsung dari pemegang saham.

Tidak mutlak mesti melalui Direksi Perseroan atau melalui pemegang saham. Bebas dipilih salah satu diantaranya. Mungkin ada yang berpendapat lebih efisien langsung dengan pemegang saham apalagi jika saham yang hendak diambil alih jumlahnya tidak signifikan. Sebaliknya ada yang berpendapat lebih efektif dan efisien melalui Direksi Perseroan.

Sedang yang dapat mengambil alih sudah dijelaskan di atas : a. Dapat dilakukan badan hukum, atau

b. Dapat juga oleh orang perseorangan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Pasal 125 ayat (2) menegaskan, Pengambilalihan dapat dilakukan badan hukum atau orang perseorangan. Jika ternyata badan hukum yang mengambil alih saham tersebut berbentuk perseroan dan bukan berbentuk Koperasi atau Yayasan, harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS

Berdasarkan Pasal 125 ayat (4), sebelum Direksi Perseroan tersebut melakukan perbuatan hukum pengambilalihan, harus berdasarkan keputusan RUPS. Tanpa keputusan RUPS, pengambilalihan yang dilakukan Direksi cacat hukum dan dikategorikan perbuatan ultra vires. b. Kuorum kehadiran dan persyaratan pengambilan keputusan RUPS

berdasarkan Pasal 89 UUPT

Syarat kedua, keputusan RUPS mengenai pengambilalihan yang akan dilakukan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 89 :

1) Kuorum kehadiran paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, 2) Sedang keputusan RUPS baru sah apabila disetujui paling sedikit ¾

(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.

Dalam hal ini pun dapat dilakukan RUPS kedua dengan kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan yang ditetapkan Pasal 89 ayat (3) apabila kuorum kehadiran RUPS pertama tidak tercapai. Bahkan dapat dilakukan RUPS ketiga berdasarkan Pasal 89 ayat (4) dengan kuorum yang ditetapkan Ketua Pengadilan Negeri sesuai dengan ketentuan Pasal 86 ayat (5).

BAB IV

PELAKSANAAN DUE DILIGENCE DALAM AKUISISI PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN

2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Pelaksanaan Due Diligence dalam Perseroan Terbatas

Suatu due diligence dalam bidang hukum atau yang sering disebut pemeriksaan dari segi hukum atau uji tuntas sangat penting peranannya dan sangat perlu untuk dipertimbangkan dalam memutuskan dilakukan atau tidaknya suatu transaksi dalam suatu perusahaan.88

Langkah awal sebelum melakukan pemeriksaan hukum, perlu dilakukan

general meeting dengan para pengambil keputusan dari sebuah perusahaan, untuk mengetahui secara garis besar maksud dan tujuan serta filosofis rencana perusahaan, jika perusahaan dalam skala lebih kecil atau perorangan cukup dengan owner atau beberapa tenaga ahli atau penasihat perusahaan. Mula-mula harus lebih dahulu membicarakan dengan pihak yang meminta untuk melakukan

due diligence, apa tujuan due diligence, apakah dalam rangka akuisisi, merger, emisi atau tujuan lain. Kemudian ditanyakan apakah due diligence itu bersifat lengkap (full due diligence) atau hanya mengenai suatu aspek tertentu saja

(limited due diligence).89

Due diligence dapat dilakukan secara lengkap (full due diligence) atau atas aspek tertentu dari suatu perusahaan (limited due diligence), misalnya mengenai perjanjian dengan pihak ketiga atau aset tertentu. Pemeriksaan secara lengkap

      

88

Munir Fuady 1, Op. Cit., hal. 109.

89

biasanya diminta apabila suatu perusahaan hendak melakukan emisi efek ataupun melakukan merger atau akuisisi.90

Pemeriksaan lengkap/menyeluruh dilakukan atas seluruh aspek hukum perusahaan, antara lain :

1. Anggaran Dasar dan seluruh perubahannya; 2. Struktur permodalan dan saham;

3. Susunan pemegang saham, direksi, dan komisaris; 4. Perizinan dan persetujuan;

5. Harta kekayaan; 6. Asuransi; 7. Tenaga kerja;

8. Perjanjian dengan pihak ketiga;

9. Perkara dan sengketa yang melibatkan perusahaan, direksi dan komisaris serta pemegang saham.91

Sedangkan pemeriksaan terbatas biasanya dilakukan dalam rangka pemberian pinjaman, pemberian lisensi/waralaba, pengambilalihan aset atau transaksi tertentu saja.

Pelaksanaan due diligence atau uji tuntas ini dilakukan oleh seorang konsultan hukum dan Profesi Penunjang Pasar Modal lainnya. Hasil dari pemeriksaan hukum ini berupa pendapat hukum yang diperlukan guna menjelaskan kondisi atau keadaan suatu perusahaan dilihat dari segi hukum, misalnya mengenai sejauh mana perusahaan telah menaati ketentuan anggaran

      

90

Ibid, hal. 11.

91

dasarnya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan kegiatan usahanya, mengenai perikatan-perikatan yang materiil yang dilakukan oleh perusahaan, aset-aset materiil yang dimiliki oleh perusahaan maupun hal-hal penting lainnya sesuai dengan transaksi yang dilakukan.92

Agar pendapat hukum yang dikeluarkan benar dan tepat, konsultan hukum wajib untuk melakukan uji tuntas dari segi hukum (legal due diligence) terhadap perusahaan-perusahaan atau objek transaksi tersebut. Uji tuntas ini dilakukan agar kosultan hukum memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau objek transaksi sebagaimana diperlukan dalam rangka menegakkan prinsip keterbukaan dan untuk kepentingan penerbitan pendapat hukum yang akan dikeluarkannya.

Pelaksanaan uji tuntas wajib dilakukan sesuai dengan tujuan transaksi yang akan dilakukan.

1. Dalam rangka memperoleh informasi atau fakta material, uji tuntas dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan atas dokumen;

b. Pemeriksaan yang dilakukan melalui tanya jawab;

c. Turut serta dalam pertemuan uji tuntas (due diligence meeting); d. Kunjungan ke lokasi (site visit);

e. Konfirmasi (cross checking) dengan profesi atau lembaga penunjang Pasar Modal lainnya;

      

92

f. Permintaan informasi, konfirmasi, dan keterangan resmi dari instansi pemerintah yang terkait.

2. Pemeriksaan dokumen dilakukan dengan meneliti dan menganalisa semua dokumen yang dianggap perlu dan materiil sehubungan dengan transaksi yang akan dilakukan.

3. Pemeriksaan melalui tanya jawab dapat dilakukan dengan wawancara dengan pihak manajemen, serta pihak terkait lainnya yang berhubungan dengan objek transaksi.

4. Konsultan hukum wajib turut serta dalam pertemuan uji tuntas (due diligence meeting) yang dilakukan bersama-sama dengan profesi atau lembaga penunjang lainnya.

5. Apabila diperlukan berdasarkan pertimbangan profesionalnya, konsultan hukum bersama-sama dengan profesi atau lembaga penunjang Pasar Modallainnya melakukan kunjungan ke lokasi (site visit) sehubungan dengan objek transaksi.

6. Konsultan hukum wajib melakukan komunikasi dengan profesi dan lembaga penunjang Pasar Modallainnya guna melakukan konfirmasi (cross checking) atas hasil uji tuntas yang dilakukannya dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh profesi atau lembaga penunjang Pasar Modallainnya.

7. Apabila diperlukan berdasarkan pertimbangan profesionalnya, kkonsultan hukum dapat meminta keterangan, konfirmasi, dan keterangan resmi dari

instansi pemerintah tertentu terkait dengan perusahaan atau objek transaksi untuk memastikan kebenaran materiilnya.

B. Proses dan Tahapan Akuisisi Perseroan Terbatas 1. Proses Pengambilalihan Melalui Direksi

Jika pengambilalihan dilakukan melalui Direksi Perseroan, harus ditempuh proses yang ditentukan dalam Pasal 125 ayat (5), ayat (6), dan ayat seterusnya, seperti yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Pihak yang akan Mengambil Alih Menyampaikan Maksudnya

Menurut Pasal 125 ayat (5), dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui Direksi :93

1) Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan,

2) Maksud itu ditujukan dan disampaikan kepada direksi yang bersangkutan.

b. Menyusun Rancangan Pengambilalihan

Berdasarkan ketentuan Pasal 125 ayat (6), Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih :

1) Menyusun rancangan pengambilalihan,

2) Rancangan pengambilalihan dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing,

3) Rancangan pengambilalihan sekurang-kurangnya memuat :94

      

93

Lihat Pasal 125 ayat (5) UUPT.

94

a) Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih ;

b) Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih ;

c) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih ;

d) Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;

Menurut penjelasan Pasal 125 ayat (6) huruf d, dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang diambil alih serta harga wajar saham dari penukarnya untuk melakukan perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham ;

e) Jumlah saham yang akan diambil alih ; f) Kesiapan pendanaan ;

g) Neraca konsolidasi profoma Perseroan yang akan mengambil alih setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia ;

h) Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan ;

i) Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari perseroan yang akan diambil alih ;

j) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termsuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada direksi Perseroan ;

k) Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.

c. Mendapat Persetujuan RUPS

Proses selanjutnya merujuk kepada ketentuan Pasal 127 ayat (1), pengambilalihan harus mendapat persetujuan RUPS. Keputusan RUPS mengenai pengambilalihan merujuk kepada Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 :

1) Kuorum sah apabila paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, dan 2) Keputusan sah apabila disetujui oleh ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah

suara yang dikeluarkan.

Akan tetapi, Pasal 127 ayat (1) mengatakan agar keputusan diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1). Oleh karena itu, tanpa mencurigai cara pengambilan keputusan yang disebut di atas, para pemegang saham harus memprioritaskan pengambilan keputusan berdasar musyawarah untuk mufakat, sehingga tercapai keputusan RUPS yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir dalam RUPS tersebut.

Selanjutnya mengenai kemungkinan ditempuh RUPS kedua apabila RUPS pertama tidak mencapai kuorum atau RUPS ketiga jika RUPS kedua tidak mencapai kuorum juga.

d. Wajib Mengumumkan Ringkasan Rancangan Pengambilalihan

Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan Pengambialihan, Ringkasan Rancangan Pengambilalihan wajib terlebih dahulu diumumkan oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang diambil alih :95

1) Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar,

2) Mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan mengambil alih,

3) Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS,

4) Pengumuman wajib memuat pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Pengambilalihan di kantor perseroan sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.

e. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan

Pasal 127 ayat (4) memberi hak kepada kreditor mengajukan keberatan kepada perseroan terhadap Rancangan Pengambialihan :

1) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman Ringkasan Rancangan Pengambilalihan dalam Surat Kabar,

2) Jika dalam jangka waktu tersebut tidak diajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui Rancangan Pengambilalihan,

      

95

3) Direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan. Apabila Direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS :

a) Keberatan tersebut disampaikan direksi, b) Selanjutnya RUPS yang akan menyelesaikan.

4) Direksi maupun RUPS tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor. Berdasarkan Pasal 127 ayat (7), selama penyelesaian keberatan kreditor tidak atau belum tercapai, pengambilalihan tidak dapat dilakukan.

f. Rancangan Pengambilalihan Dituangkan ke Dalam Akta Pengambilalihan Proses selanjutnya pengambilalihan melalui Direksi, diatur dalam pasal 128 ayat (1) dikatak apabila RUPS telah menyetujui Rancangan Pengambilalihan :

1) Rancangan pengambilalihan itu dituangkan ke dalam akta pengambilalihan,

2) Akta pengambilalihan dibuat dihadapan Notaris dalam bahasa Indonesia.

g. Salinan Akta Pengambilalihan Dilampirkan pada Penyampaian Pemberitahuan kepada Menteri

Berdasarkan Pasal 131 ayat (1) pengambilalihan saham tidak mengakibatkan terjadi perubahan Anggaran Dasar kategori tertentu. Oleh karena itu, tidak termasuk kriteria perubahan Anggaran Dasar yang diatur pada Pasal 21 ayat (2). Dengan demikian, tidak memerlukan persertujuan Menteri. Akan tetapi, dikategori sebagai perubahan Anggaran Dasar yang digariskan Pasal 21 ayat (3). Sebab itu menurut hukum, cukup menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri.

Sehubungan dengan itu, maka dalam rangka penyampaian pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar tersebut kepada Menteri, salinan akta pengambilalihan wajib dilampirkan.

2. Proses Pengambilalihan Secara Langsung dari Pemegang Saham

Ketentuan pokok proses pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, berbeda dengan tata cara pengambilalihan saham melalui direksi. Pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, lebih sederhana prosedurnya .

a. Proses yang tidak perlu dilakukan

Apabila pengambilalihan saham dilakukan secara langsung kepada pemegang saham, tidak perlu dilakukan beberapa proses sebagai berikut :

1) Pihak yang mengambilalih tidak perlu menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi. Sebagaimana telah dijelaskan, sesuai dengan ketentuan Pasal 125 ayat (5), apabila pengambilalihan melalui direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan kepada Direksi Perseroan itu maksudnya untuk melakukan pengambilalihan. Namun, pasal 125 ayat (7) menegaskan, dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, tidak perlu ada proses penyampaian maksud pengambilalihan kepada Direksi Perseroan.

2) Tidak Perlu membuat Rancangan Pengambilalihan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 125 ayat (6), apabila pengambilalihan melalui Direksi maka Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun Rancangan Pengambilalihan. Sebaliknya menurut Pasal 125 ayat (7), dalam hal pengambilalihan dilakukan langsung dari pemegang saham, tidak perlu atau tidak diwajibkan menyusun Rancangan Pengambilalihan. Cuma Pasal 125 ayat (8) mensyaratkan pengambilalihan wajib memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan yang akan diambil mengenai hal :96

a) Pemindahan hak atas saham,dan

b) Perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

b. Proses yang harus dilakukan

Tata cara atau proses pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham adalah sebagai berikut :

1) Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung

Jika pengambilalihan dilakukan secara langsung dari pemegang saham, antara pihak yang akan mengambil laih dengan pemegang saham, langsung mengadakan perundingan dan kesepakatan di antara mereka. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 125 ayat (7) serta penjelasan Pasal tersebut : a) Pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham,

tidak perlu didahului dengan membuat Rancangan Pengambilalihan.

      

96

b) Tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatiakan Anggaran Dasar Perseroan yang diambil alih. 2) Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 127 ayat (8), pengambilalihan saham yang langsung dilakukan dari pemegang saham, wajib diumumkan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Pasal 127 ayat (2), ayat (4). Ayat (5), ayat (6), dan ayat (7). Sehubungan dengan itu, harus dilakukan tindakan berikut :

a) Direksi atau pihak yang akan mengambil alih mengumumkan rencana kesepakatan pengam,bilalihan :

(1) Paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar,

(2) Mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan diambil alih.

b) Pengumumn dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

3) Kreditor dapat mengajukan keberatan

Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan mengenai pengambilalihan :

a) Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah pengumuman dalam surat kabar,

b) Apabila tidak diajukan keberatan dalam jangka waktu tersebut, kreditor dianggap menyetujui pengambilalihan,

c) Jika Direksi tidak dapat meneylesaikan keberatan kreditor samapi dengan tanggal RUPS diselenggarakan :

(1) Keberatan harus disampaikan Direksi kepada RUPS, dan (2) RUPS yang akan bertindak melakukan penyelesaian.

d) Jika keberatan kreditor tidak dapat diselesaikan maka menurut Pasal 127 ayat (7) pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.

4) Kesepakatan pengambilalihan dituangkan dalam akta pengambilalihan Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2) mengatur pembuatan akta pengambilalihan:

a) Kesepakatan pengambilalihan antara pihak yang mengambil alih dengan pemegang saham, dituangkan ke dalam akta pengambilalihan. Oleh karena pengambilalihan dilakukan secara langsung dari pemegang saham, Pasal 131 ayat (2) menyebutnya akta pemindahan hak atas saham;

b) Akta pengambilalihan atau akta pemindahan hak atas saham yang langsung dari pemegang saham, wajib dinyatakan dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia.

5) Memberitahukan Pengambilalihan kepada Menteri

Berdasarkan Pasal 131 ayat (2) dalam hal pengambilalihan dilakukan secara langsung dari pemegang saham :

a) Harus disampaikan pemberitahuan kepada Menteri, dan

b) Pada penyampaian pemberitahuan itu wajib dilampirkan salinan akta pendirian hak atas saham.

6) Wajib mengumumkan hasil pengambilalihan

Pasal 133 ayat (2) mewajibkan Direksi Perseroan yang sahamnya diambil alih mengumumkan hasil pengambilalihan :

a) Dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih,

b) Kewajiban untuk mengumumkan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.

C. Pelaksanaan Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas

Sebelum diputuskan untuk dilakukan akuisisi terhadap perseroan terbatas, tentu saja harus terlebih dahulu diketahui tentang situasi dan kondisi dari perusahaan pasangannya tersebut. Penelitian inilah yang dalam bahasa lebih teknis disebut dengan due diligence atau proses pemeriksaan hukum. 97

Pelaksanaan due diligence atau uji tuntas dari segi hukum ini dilakukan oleh pihak-pihak profesional yang telah ditunjuk oleh perusahaan-perusahaan yang akan melakukan akuisisi. Dalam hal ini Konsultan Hukum dibantu oleh Profesi Penunjang Pasar Modal lainnya yaitu Akuntan Publik, Notaris, Penilai dan profesi lainnya.

Proses pemeriksaan hukum yang tepat adalah suatu upaya tim yang pertama-tama menggunakan keahlian para lawyer (konsultan hukum) dan para akuntan yang berspesialisasi dalam bidang-bidang yang berbeda demikian seperti

      

97

perusahaan, perpajakan, tenaga kerja, lingkungan dan properti konkret yang bekerja sama dengan pihak pengakuisisi. 98

Proses pemeriksaan hukum yang tepat dimulai sebelum mencapai dalam prinsip suatu persetujuan dengan pihak yang akan diakuisisi dan berlanjut

Dokumen terkait