• Tidak ada hasil yang ditemukan

Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adjie, Habib, Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan dalam Perseroan Terbatas, Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2003

Fuady, Munir, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over, dan LBO, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001

___________, Hukum Tentang Merger, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999 ___________, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti, 1996

___________, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002

Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas (Baru) Perbandingan dengan Peraturan Lama, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995

Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009 Ibrahim, Johannes, Hukum Organisasi Perusahaan, Bandung : Refika Aditama,

2006

H. G. Rai, Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Jakarta : Kesaint Blanc, 2003 Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti, 2002

Moenardy, Khalid K, Jurnal Bisnis dan Usahawan, Kupang : Universitas Nusa Cendana, Fisip Jurusan Administrasi Bisnis, 2005

Nasution, Bismar, Diktat Hukum Pasar Modal, (Medan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,2008

______________, Hukum Kegiatan Ekonomi (1), Bandung : Books Terrace & Library, 2007

(2)

Simanjuntak, Cornelius, Hukum Merger Perseroan Terbatas Teori dan Praktek, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004

Sitompul, Asril, Pasar Modal Penawaran umum dan Permasalahannya, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,2004

Salim, Peter, Applied Business Dictionary, Jakarta : Modern English Press, 1989 Sudarsanam. P. S., The Essence of mergers and acquisitions, terjemahan Ir.

Rahmad Herutomo, Yogyakarta : Andi, 1999

Sutantio, Retnowulan, Holding Company, Merger, Dan Lain-lain Bentuk Kerjasama Perusahaan

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, cetakan kelima, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001

Utomo, Laksanto, Pemeriksaan dari Segi Hukum atau Due Diligence, Bandung : PT. Alumni, 2008

Widjaja, Gunawan, Merger dalam Perspektif Monopoli, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Yulfasni, Hukum Pasar Modal, Jakarta : Badan Penerbit Iblam, 2005

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keputusan Himpunan konsultan Hukum Pasar Modal Indonesia Nomor 01/HKH/1995 tanggal 30 Maret 1995 Tentang Standar Pemeriksaan Hukum dan Standar Pendapat Hukum

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 594/MPP/Kep/VIII/2002 tanggal 16 Agustus 2002 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha Jasa Penilaian

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 408/KMK.01/1995 tanggal 31 Agustus 1995 Tentang Konsultan Pajak

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambialihan Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

(3)

INTERNET

http://www.google.com, Analisis kinerja perusahaan pasca merger dan akuisisi pada perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek Jakarta, yang diakses pada tanggal 03 September 2010

___________________, Informasi training, Financial due diligence dalam proses akuisisi, yang diakses pada tanggal 03 September 2010

___________________, Herman, Sepintas tentang due diligence, yang diakses pada tanggal 22 September 2010

__________________, Eko Cahyo Purnomo, Akuisisi dan Proses Legal Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas, yang diakses pada tanggal 22 September 2010

http ://id. Wikipedia.org/wiki/uji-tuntas, yang diakses pada tanggal 22 September 2010

www. Bakerpacific.com, yang diakses tanggal 25 Oktober 2010. www. Rtcoopers.com, yang diakses pada tanggal 25 Oktober 2010.

(4)

BAB III

AKUISISI PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UU NO 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Akuisisi

1. Pengertian Akuisisi dan Pengaturannya

Salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pengusaha adalah akuisisi. Akuisisi merupakan cara pengembangan perseroan yang sudah ada atau menyelamatkan perseroan yang sedang mengalami kekurangan atau kesulitan modal.58

Istilah “akuisisi” berasal dari bahasa Inggris “acquisition” yang dalam bahasa inggris sering disebut dengan istilah “take over”. Yang dimaksud dengan istilah “acquisition” atau “take over” tersebut adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Atau secara lebih gamblang, yang dimaksud dengan akuisisi (take over) adalah pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain. Bila ditelusuri lebih lanjut sebenarnya kata “acquisition” itu sendiri berasal dari kata “acquire” yang berarti “mendapatkan sesuatu dengan usaha atau perbuatannya sendiri.59

Istilah akuisisi dipakai dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “pengambilalihan” (take over). Dalam Pasal 1 angka (3) Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1998 juga menggunakan

      

58

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT. Citra aditya Bakti, 2002), hal. 135.

59

(5)

istilah “pengambilalihan” (take over). Dengan demikian menurut undang-undang istilah akuisisi berarti sama dengan pengambilalihan.

Agus Darjanto merumuskan akuisisi sebagai tindakan pengambilalihan (take over) kepemilikan suatu perseroan melalui saham perseroan tersebut. Kepemilikan itu adalah proses pembelian saham perseroan terakuisisi (acquired company) oleh perseroan pengakuisisi (acquiring company), sehingga perseroan ini memiliki jumlah mayoritas dalam kepemilikan saham. Jadi unsur penting dalam konteks akuisisi adalah :

a. Kepemilikan;

b. Sebagian besar atau seluruh saham; c. Melalui proses pembelian.

sedangkan perseroannya sendiri masih tetap berjalan seperti biasa tetap di bawah kendali perseroan pengakuisisi karena mayoritas suara dalam RUPS dikuasi oleh perseroan pengakuisisi.60

Berbagai pengertian atau defenisi akuisisi juga dapat ditemui dalam literature Hukum Perusahaan, yang pada dasarnya memiliki kesamaan maksud, misalnya dalam Black Law Dictionary, pengertian umum akuisisi adalah :

“ The act becoming the owner of certain property; the act by which one

acquires or procures the property in anything. Used also of thing acquired.

Taking with or against, consent”.61

      

60

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 135-136.

61

(6)

Menurut Encyclopedia of Banking and Finance, akuisisi didefinisikan sebagai a generic term for the taking over company by another.62

Peter Salim dalam bukunya “Applied Busibes Dictionary”, menyebutkan akuisisi sebagai istilah yang biasa dipakai dalam dunia bisnis untuk mengambil alihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain, yang biasanya dicapai dengan membeli saham perusahaan lain.

Akuisisi atau pengambilalihan diatur dalam Pasal 125 – Pasal 136 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Di samping itu, khusus mengenai perbankan, merger, konsolidasi, dan akuisisi bank diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pelaksanaan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

Kedua Undang-Undang tersebut mengatur tentang akuisisi badan hukum. Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 khusus mengatur akuisisi badan hukum Perseroan Terbatas, sedangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 mengatur juga akuisisi badan hukum selain Perseroan Terbatas. Hubungan antara kedua Undang-Undang tersebut terletak pada kesamaan pengaturan Perseroan Terbatas, sehingga sejauh mengenai akuisisi atau pengambilalihan bank yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas berlaku juga ketentuan Pasal 125 –

      

62

(7)

Pasal 136 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan peraturan pelaksanaannya kecuali jika undang-undang mengatur lain.

2. Motif dan Tujuan Akuisisi

Motif akuisisi dapat didefenisikan dalam konteks perusahaan dan sasaran strategis bisnis perusahaan dari pihak pengakuisisi. Sebagai contoh, sebuah perusahaan besar di bidang makanan, dengan nama dagang dan jaringan distribusi yang sudah mapan, dapat mengakuisisi perusahaan yang lebih kecil dan kurang dikenal dengan tujuan memperoleh sinergi pemasaran dan distribusi. Akuisisi yang lain mungkin didorong oleh keinginan untuk meningkatkan kekuatan pasar, kontrol terhadap pemasok, konsolidasi kelebihan kapasitas produksi, dan sebagainya.63

Secara teoritis, faktor yang dianggap menjadi pendorong dilakukannya merger dan akuisisi adalah untuk memperkuat kelompok usaha, baik melalui penghematan pajak, peningkatan efisiensi (economics of scale) maupun untuk memperkuat dan memperluas jaringan pasar. Atau dalam rumusan yang lebih singkat faktor yang paling mendasar bagi dilakukan merger dan akuisisi adalah motif ekonomi. Jika dalam negosiasi dikenal ada win-loose dan win-win solution, maka dalam merger yang diharapkan muncul adalah win-win situation.

Dengan begitu dapat dicapai dimana 2 + 2 bukan lagi sama dengan 4, melainkan bisa 5 atau 6 atau lebih dari itu.64

      

63

Sudarsanam. P. S., The Essence of mergers and acquisitions, terjemahan Ir. Rahmad Herutomo, (Yogyakarta : Andi, 1999), hal. 15.

64

(8)

Akuisisi ini bertujuan untuk memperbaiki sistem manajemen perseroan terakuisisi. Perseroan yang lemah manajemen akan sulit berkembang secara operasional walaupun mempunyai cukup dana. Perseroan yang demikian tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain terutama yang sejenis dan tidak mustahil akan mengalami kehancuran. Salah satu cara untuk menyelamatkannya adalah digabungkan dengan kelompok konglomerasi yang berpengalaman, dalam segi manajemen dengan menjual sebagiann besar sahamnya kepada kelompok konglomerasi tersebut. 65

Selanjutnya, Agus Daryanto menyatakan bahwa akuisisi juga bertujuan untuk meningkatkan diversifikasi usaha, baik horizontal maupun vertikal. Selain itu, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa akuisisi bertujuan untuk mengurangi atau menghambat persaingan. Jumlah perseroan bersaing dikurangi karena kebijakan dipegang oleh 1 (satu) kelompok perseroan atau oleh perseroan besar pengakuisisi. Michael Haribowo juga menambahkan bahwa akuisisi bertujuan untuk mempertahankan kontinuitas bisnis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengakuisisi perseroan lain atau jenis usaha yang ada dalam mata rantai bisnisnya, sehingga akan memudahkan kontrol atas jalur usaha yang ditempuh.66 3. Dasar Pertimbangan Akuisisi

Perseroan pengakuisisi biasanya adalah perseroan besar yang bermodal kuat, mempunyai operasi bisnis yang luas, manajemen yang teratur, dan terkelompok dalam konglomerasi. Dengan demikian, perseroan pengakuisisi selalu berdaya saing kuat dan berkedudukan di monopoli. Sedangkan perseroan

      

65

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 140.

66

(9)

terakuisisi adalah perseroan yang relatif kecil (lemah), sulit berkembang, tidak mampu bersaing, dan manajemen kurang teratur. Perseroan yang kelebihan dana mencari usaha untuk menggunakan dananya tersebut. Di lain pihak, ada perseroan yang sulit berkembang atau ingin menggabung dalam konglomerasi. Keadaan demikian menjadi dasar pertimbangan terjadinya akuisisi, baik secara terpaksa karena sulit bertahan hidup maupun secara sukarela karena sulit bertahan hidup maupun secara sukarela karena ingin menjadi kelompok konglomerasi.67

Perseroan yang diakuisisi secara terpaksa sebenarnya tidak ingin diakuisisi, tetapi karena tidak mampu lagi bersaing akhirnya setuju diakuisisi. Perseroan yang rela diakuisisi menggunakan pertimbangan lebih baik diakuisisi daripada kesulitan operasional, sehingga perseroan itu dapat diselamatkan dari kehancuran dan memperoleh pengalaman baru dari segi manajemen karena berada dalam kelompok konglomerasi yang berpengalaman. Bagi perseroan pengakuisisi tindakan ini merupakan upaya pembentukan konglomerasi baru yang lebih besar dan kuat. Di sini akuisisi cenderung digunakan sebagai alat untuk menciptakan kelompok monopoli walaupun diakui ada juga akuisisi yang berfungsi sebagai penyelamatan dan perbaikan manajemen perseroan akuisisi.

Menurut Kwik Kian Gie, di Indonesia akuisisi dilakukan karena keadaan terpaksa, belum karena kesadaran sendiri yang berdasarkan perhitungan ekonomi secara sukarela. Terjadinya akuisisi masih hati-hati dan rahasia. Pelakunya kebanyakan perseroan yang belum go public. Banyak terjadi akuisisi perseroan kecil oleh perseroan besar karena perseroan besar ini menguasai faktor strategis

      

67

(10)

yang dapat memaksa perseroan kecil bertekuk lutu dan menyerah, sehingga menjual saham-sahamnya. Di Indonesia akuisisi melalui bursa efek masih belum mungkin karena belum ada perseroan yang 75 % (tujuh puluh lima persen) berada ditangan publik. 68

B. Klasifikasi Akuisisi

Berbeda dengan merger, maka dengan akuisisi perusahaan tidak ada perusahaan yang meleburkan diri/membubarkan diri, tetapi dua-duanya tetap

exist, sungguhpun perusahaan yang satu menguasai perusahaan yang lain. Dalam perkembangannya ternyata akuisisi itu sendiri beraneka ragam, dan dapat dibilah-bilah mengikuti kriteria yang dipakai, kriteria-kriteria itu adalah sebagai berikut :69

1. Jenis Usaha 2. Lokalisasi 3. Objek Akuisisi 4. Motifasi Akuisisi 5. Divestitur

6. Model Pembayaran

Berikut ini penjelasan satu persatu dari klasifikasi tersebut.

      

68

Ibid, hal. 139.

69

(11)

1. Klasifikasi Akuisisi Dilihat dari Jenis Usaha

Apabila dilihat dari segi jenis usaha perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam transaksi akuisisi, maka akuisisi dapat dikelompokkan sebagai berikut :70

a. Akuisisi Horizontal

Dalam hal ini perusahaan yang diakuisisi adalah para pesaingnya, baik pesaing yang memproduksi produk yang sama, atau yang memiliki territorial pemasaran yang sama. Jelas bahwa tujuan dari akuisisi adalah untuk memperbesar pangsa pasar atau membunuh pesaing.

b. Akuisisi Vertikal

Akuisisi vertikal dimaksudkan sebagai akuisisi oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lain yang masih dalam 1 (satu) mata rantai produksi, yakni suatu perusahaan dalam arus pergerakan produksi dari hulu ke hilir. c. Akuisisi Konglomerat

Akuisisi ini dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak terkait, baik secara horizontal maupun secara vertikal.

2. Klasifikasi Akuisisi Dilihat dari Lokalisasi

Jika dilihat dari segi lokalisasi perusahaan pengakuisisi dengan perusahaan target, akuisisi dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Akuisisi Eksternal

Akuisisi eksternal merupakan akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau perusahaan masing-masing dalam grup yang berbeda, atau tidak dalam grup yang sama.

      

70

(12)

b. Akuisisi Internal

Kebalikan dari akuisisi eksternal, maka pada akuisisi internal perusahaan-perusahaan yang melakukan akuisisi masih dalam 1 (satu) grup usaha. Di Indonesia, model akuisisi internal sangat sering dilakukan, terlebih lagi jika menyangkut dengan perusahaan terbuka, dengan dana akuisisi yang diambil dari hasil rights issue.71

Terhadap akuisisi jenis ini, sangat potensial untuk dilanggar prinsip-prinsip keadilan, karena :

1) Kemungkinan harga saham target di atas harga yang wajar, berhubung pemilik mayoritas dari pengakuisisi dan perusahaan target adalah sama.

2) Pihak penjual tidak banyak kehilangan sahamnya berhubung kedudukannya juga sebagai pemegang saham pada pengakuisisi. 3. Klasifikasi Akuisisi Dilihat dari Objek Akuisisi

Apabila dilihat dari segi objek transaksi akuisisi, maka akuisisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :72

a. Akuisisi Saham

Dalam hal ini yang diakuisisi/dibeli sahamnya perusahaan target. Baik dibayar dengan uang tunai, maupun dibayar dengan sahamnya perusahaan pengakuisisi atau perusahaan lainnya. Untuk dapat disebut transaksi akuisisi, maka saham yang dibeli tersebut haruslah paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) (simple majority), atau paling tidak setelah

      

71

Johannes Ibrahim, Op. Cit., hal. 80. 72

(13)

akuisisi tersebut, pihak pengakuisisi memegang saham minimal 51 % (lima puluh satu persen). Sebab jika kurang dari persentase tersebut, perusahaan target tidak bias dikontrol, karenanya yang terjadi hanya jual beli saham biasa saja. Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas dengan tegas mengakui akuisisi saham ini, yakni pengambilalihan saham mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut (Pasal 125 ayat 2).

Dalam hal akuisisi saham, seperti juga terhadap akuisisi aset, maka pembayaran harga dari target yang diakuisisi tersebut dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi dari cara-cara berikut ini :

1) Secara cash,

2) Saham perusahaan pengakuisisi atau saham perusahaan lain, 3) Surat berharga,

4) Properti yang lain,

5) Pengambilalihan tanggung jawab dari perusahaan target kepada pihak ketiga.

b. Akuisisi Aset

(14)

Akuisisi aset ini ada untungnya terutama jika dibandingkan dengan akuisisi saham. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah :73

1) Mengakuisisi yang benar-benar diinginkan

Dengan mengakuisisi aset, maka tidak semua aset perusahaan target ikut beralih kepada pihak pembeli/pengakuisisi. Sebab, pihak pengakuisisi dapat memilih aset mana yang berguna baginya sehingga harus diakuisisi. Jadi, tidak perlu mengambil aset seluruh perusahaan. 2) Mengelak dari tanggung jawab perusahaan target

Dengan mengakuisisi hanya aset saja, maka tidak perlu semua tanggung jawab perusahaan kepada perusahaan lain ikut beralih (asumsi) kepada pihak lain manapun, kecuali hanya kewajiban yang melekat pada aset yang diakuisisi yang bersangkutan. Biasanya, pengakuisisi enggan menerima tanggung jawab dari perusahaan target, baik yang di-disclose kepada pihak calon pembeli atau yang tersembunyi.

3) Menghindari gangguan dari pemegang saham minoritas, pekerja dan manajemen

Apabila yang diakuisisi adalah saham, maka dalam perusahaan tersebut masih ada pemeganng saham minoritas, pekerja dan manajemen. Pemegang saham minoritas dapat ditiadakan jika yang diakuisisi tersebut adalah semua saham. Pemegang saham minoritas,

      

73

(15)

pekerja dan manajemen tidak selalu mempunyai keinginan yang sama dengan pihak yang melakukan akuisisi.

c. Akuisisi Kombinasi

Dalam hal ini dilakukan kombinasi antar akuisisi saham dengan akuisisi aset. Misalnya, dapat dilakukan akuisisi 50 % (lima puluh persen) saham plus 50 % (lima puluh persen) aset dari perusahaan target. Demikian juga dengan kontraprestasinya, dapat saja sebagian dibayar dengan cash, dan sebagian lagi dengan saham perusahaan pengakuisisi atau saham perusahaan lain.

d. Akuisisi Bertahap

Pada akuisisi bertahap ini, akuisisi tidak dilaksanakan sekaligus. Misalnya perusahaan target menerbitkan convertible bonds, sementara perusahaan pengakuisisi menjadi pembelinya. Maka dalam hal ini, tahap pertama perusahaan pengakuisisi mendrop dana ke perusahaan target lewat pembelian bonds. Tahap selanjutnya bonds tersebut ditukar dengan equity, jika kinerja perusahaan semkain baik. Dengan demikian, hak opsi ada pada pemilik convertible bonds, yang dalam hal ini merupakan perusahaan pengakuisisi.

e. Akuisisi Kegiatan Usaha

(16)

4. Klasifikasi Akuisisi Dilihat dari Motivasi Akuisisi

Jika dilihat dari segi motivasi mengapa akuisisi dilakukan,maka akuisisi dapat dibedakan sebagai berikut :74

a. Akuisisi Strategis

Pada akuisisi strategis, latar belakang yang menyebabkan mengapa akuisisi dilakukan adalah untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Sebab, dengan akuisisi diharapkan dapat meningkatkan sinergi usaha, mengurangi resiko (karena diversifikasi), memperluas pangsa pasar, meningkatkan efisiensi, dan sebagainya.

b. Akuisisi Finansial

Akuisisi finansial adalah akuisisi yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan finansial semata-mata dalam waktu sesingkat-singkatnya. Akuisisi ini bersifat spekulatif, dengan keuntungan yang diharapkan lewat pembelian saham/aset yang murah, tetapi dengan income perusahaan target yang tinggi.

5. Klasifikasi Akuisisi Dilihat dari Divestitur

Pengkategorian akuisisi dapat juga dilihat dari segi divestitur, yakni dengan melihat peralihan aset/saham/manajemen dari perusahaan target kepada perusahaan pengakuisisi. Untuk itu akuisisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

      

74

(17)

a. Take Over atau Pencaplokan Perusahaan Take over dibeda-bedakan ke dalam :

1) Take Over Bersahabat

Dalam hal ini take over dilakukan secara baik-baik melalui negosiasi.

2) Hostile Take Over

Dengan Hostile Take Over ini sebagai suatu usaha untuk mengontrol manajemen dan perusahaan, yang dilakukan dengan menggunakan trik-trik bisnis, bahkan secara paksa. Dalam bahasa sehari-hari sering disebut dengan “Pencaplokan Perusahaan”. b. Freezeouts dan Squeezeouts Perusahaaan

1) Freezeouts

(18)

kedua merupakan paksaan terhadap pemegang saham minoritas untuk ke luar dari perusahaan target tersebut.75

2) Squeezeouts

Squeezeouts hampir sama dengan freezeouts, perbedaannya jika pada freezeouts pemegang saham minoritas dipaksa ke luar dari perusahaan dengan cara-cara tertentu ,tetapi pada squeezeouts tidak dipaksa secara langsung. Melainkan mereka dibuat sedemikian rupa, sehingga akhirnya pemegang saham minoritas ke luar dari perusahaan dengan menjual semua sahamnya.76

c. Management Buyouts (MBO)

MBO merupakan terminologi yang ditujukan kepada sekelompok manajer dari suatu perusahan tertentu yang membeli saham (seluruhnya atau bagian substansial) dari suatu perusahaan. Misalnya, kelompok manajer dari suatu anak perusahaan membeli saham suatu anak perusahaan dalam kelompok tersebut, yang dijual oleh pemilik kelompok konglomerat yang bersangkutan.

d. Laveraged Buyouts (LBO)

LBO adalah suatu pembelian seluruh atau sebagian besar saham dari suatu perusahaan, dengan dana yang dipinjam dari pihak ketiga. Dana pihak ketiga ini biasanya berasal dari investor instutisional, seperti dana pension, dana asuransi dan sebagainya. Dana pihak ketiga ini biasanya dikoordinasi oleh investment banking firm yang khusus bergerak di bidang LBO. Dana

      

75

Ibid, hal. 95.

76

(19)

tersebut biasanya dibayar secara cicilan oleh perusahaan target LBO, biasanya dengan menggunakan bonds-bonds dengan bunga tinggi, sering tanpa jaminan, sehingga sangat spekulatif.

6. Akuisisi Dilihat dari Model Pembayaran

Dilihat dari segi model pembayarannya, suatu akuisisi dapat dibagi ke dalam :77

a. Akuisisi Dibayar Tunai (Cash Based Acquisition)

Metode pembayaran harga saham dalam akuisisi yang paling gambling dilakukan adalah dengan jalan membayarnya secara tunai (cash). Hanya saja uang tunai tersebut bagi pihak pengakuisisi dapat bersumber dari bermacam-macam sumber. Akan tetapi, sulit bagi pengakuisisi untuk memperoleh dana bank yang khususditujukan untuk membeli saham, meskipun saham yang diakuisisitersebut dapat saja dijadikan jaminan bank lewat gadai atau fidusia saham. Biasanya saham mendanai langsung (dengan pinjaman) suatu pemebelian saham. Lebih mungkin jika uang tunai tersebut diperoleh dari sumber lain, misalnya lewat dana dari pasar modal.

b. Akuisisi Dibayar dengan Saham (Stock Based Acquitision)

Akuisisi yang dibayar dengan saham ini adalah akuisisi dimana pihak pengakuisisi menyerahkan sejumlah sahamnya/atau saham perusahaannya kepada pihak perusahaan yang diakuisisi/kepada pemegang saham yang

      

77

(20)

dibeli sebesar harga saham tersebut. Dalam hal ini terjadi beberapa kemungkinan, yaitu :

1) Inbreng Saham

Inbreng saham sebenarnya hanya salah satu metode penyetoran saham kepada perusahaan oleh pemegang saham, dimana dalam hal ini saham tersebut disetor dengan pemberian saham perusahaan lain. Dengan demikian, setelah inbreng saham terjadi maka perusahaan yang menerima penyetoran saham tersebut menjadi pemegang saham pada perusahaan lain.78

2) Share Swap atau Saling Tukar Saham

Yaitu pertukaran saham antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, saham mana semula berasal dari portepel, atau saham baru yang khusus dikeluarkan untuk tujuan share swap tersebut. Setelah transaksi share swap tersebut, maka masing-masing perusahaan saling memegang saham satu sama lain.

3) Penukaran Saham Pemegang Saham

Penukaran saham pemegang saham ini sebenarnya murni tukar menukar saham. Berbeda dengan share swap saham, dalam penukaran saham pemegang saham ini, yang dipertukarkan bukanlah saham dalm portepel atau sham baru yang khusus ditujukan untuk swap saham, melainkan yang dipertukarkan adalah

      

78

(21)

saham yang sudah diisukan dan sudah dibayar oleh pemegang sahamnya.79

c. Akuisisi Dibayar dengan Aset (Asset Based Acquitision)

Model pembelian dengan aset ini ditandai oleh penyerahan (pembaliknamaan) sejumlah aset dari pihak pengakuisisi atau pihak ketiga kepada perusahaan target atau kepada pemegang saham perusahaan target yang sahamnya diakuisisi. Apabila yang diakuisisikan adalah aset perusahaan dan dibayar juga dengan aset oleh p[ihak pengakuisisi, maka yang terjadi sebenarnya hanyalah saling tukar aset (aset swap).80

d. Akuisisi dengan Sistem Pembayaran Kombinasi (Combination Based Acqusition)

Sering juga dalam praktek, suatu akuisisi dibayar dengan sistem pembayaran kombinasi. Untuk itu dapat dikombinasi pembayarannya yaitu:

1) Pembayaran tunai;

2) Pembayaran dengan saham; 3) Pembayaran dengan aset; 4) Pembayaran dengan bonds.

Sistem pembayaran kombinasi ini lebih fleksibel bagi pihak pengakuisisi, tetapi tidak selamanya memuaskan bagi pihak perusahaan target.

      

79

Ibid, hal. 220.

80

(22)

e. Akuisisi dengan Tahapan (Multi Stage Acquitision)

Pada akuisisi bertahap ini, akuisisi tidak dilaksanakan sekaligus. Akan tetapi, pembayaran dilakukan bertahap sesuai dengan perkembangan perusahaan target setelah diakuisisi. Hal ini dapat dilakukan misalnya sebagian dibayar tunai atau dengan saham sedangkan sebagian lain dibayar dengan bonds.

C. Sebab-Sebab Terjadinya Akuisisi

Sebenarnya, akuisisi dan juga merger merupakan salah satu cara dalam melakukan ekspanasi perusahaan, yakin yang disebut dengan ekspansi perusahaan secara eksternal. Di samping itu, masih ada cara ekspansi perusahaan lain, yaitu berupa ekspansi internal (internal growth).81

Pada dasarnya suatu akuisisi dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh salah satu atau lebih maksud sebagai berikut :82

1. Akuisisi untuk Mengeksploitasi Energi 2. Akuisisi untuk Meningkatkan Bagian Pasar 3. Akuisisi untuk Melindungi Pasar

4. Akuisisi untuk Mengakuisisi Produk 5. Akuisisi untuk Memperkuat bisnis Inti

6. Akuisisi untuk Mendapatkan Dasar Berpijak Perusahaan di Luar Negeri Berikut ini penjelasan untuk masing-masing tersebut di atas, yaitu sebagai berikut :

      

81

Munir Fuady 1, Op. Cit., hal. 17.

82

(23)

Ad 1. Akuisisi untuk Mengeksploitasi Energi

Salah satu alasan yang kerapkali dikemukakan oleh orang-orang dalam melakukan akuisisi adalah untuk menambah sinergi dari 2 (dua) perusahaan yang bergabung kepemilikan setelah akuisisi tersebut. Untuk itu, rumus matematik aneh yang berlaku untuk merger berlaku juga untuk akuisisi, yakni rumus sebagai berikut :

2 + 2 = 5

Kelebihan 1 (satu) berasal dari sinergi yang terbentuk karena akuisisi tersebut. Memang banyak orang yang meyakini dan memang banyak terbukti dalam praktek bahwa sinergi dari akuisisi tersebut memang ada. Dalam hal yang dimaksudkan dengan sinergi adalah suatu bonus yang diperoleh karena usaha bersama dari bagian-bagian lain dari suatu organisasi.

Sinergi dari suatu akuisisi akan didapatkan antara lain dari terdapatnya faktor-faktor sebagai berikut :83

a) Alih teknologi

b) Pengetahuan pemasaran c) Pemotongan biaya d) Harmonisasi produk

e) Penelitian dan pengembangan

f) Penggunaan sumber daya yang optimum

Karena itu, sebelum dilakukan suatu akuisisi haruslah terlebih dahulu diukur seberapa jauh sinergi tersebut akan dicapai dengan melakukan akuisisi

      

83

(24)

yang bersangkutan. Jika ternyata sinerginya kurang dan alasan-alasan lain untuk akuisisi juga diragukan, biasanya perusahaan akan memilih membuka cabangnya yang baru ketimbang melakukan akuisisi usaha. Sebab tidak semua akuisisi dapat menimbulkan sinergi.

Ad 2. Akuisisi untuk Meningkatkan Bagian Pasar

Akuisisi (dalam bentuk horizontal) dapat memperluas pasar dari produk yang dihasilkan, karena masing-masing perusahaan yang digabungkan dengan akuisisi tersebut mempunyai pasarnya sendiri-sendiri. Akan tetapi kendala-kendala seringkali dihadapi dalam praktek, seperti kerja sama yang tidak jalan, atau perubahan/penyesuaian yang tersendat.84

Ad 3. Akuisisi untuk Melindungi Pasar

Akuisisi akan melindungi pasar jika dengan akuisisi tersebut dapat menyisihkan pesaing bisnis (jika perusahaan target adalah pesaing bisnis sendiri). Dari segi yuridis, yang harus dipertimbangkan adalah jangan sampai akuisisi seperti itu bertentangan dengan peraturan tentang larangan monopoli dan antitrust

di negara yang bersangkutan.

Ad 4. Akuisisi untuk Mengakuisisi Produk

Adakalanya perusahaan perlu mengembangkan usahanya untuk menghasilkan produk lain selain dari produk yang sudah ada. Untuk itu, dapat dilakukan akuisisi terhadap perusahaan lain yang sedang menghasilkan produk yang dikehendakinya, dengan harapan produk tersebut nantinya setelah akuisisi akan dikembangkan lebih lanjut. Tentu saja dalam melakukan akuisisi tersebut,

      

84

(25)

ikut pula dipertimbangkan nilai dari hak-hak yang akan beralih seperti hak milik intelektual, perjanjian lisensi, usaha patungan dan lain-lain perjanjian dengan pihak ketiga dari perusahaan yang akan diakuisisi tersebut. Faktor lain yang juga harus dipertimbangkan benar-benar adalah seberapa jauh produk tersebut dapat dikembangkan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi, dan seberapa besar biaya dan risiko-risiko itu.85

Ad 5. Akuisisi untuk Memperkuat Bisnis Inti

Adakalanya untuk memperkuat bisnis inti, suatu perusahaan perlu melakukan akuisisi perusahaan lain. Tentunya yang diakuisisi tersebut adalah perusahaan yang bergerak di bisnis inti tersebut. Dengan demikian, diharapakan bisnis inti dari perusahaan yang bersangkutan menjadi semakin besar dan kuat. Ad 6. Akuisisi untuk Mendapatkan Dasar Berpijak Perusahaan di Luar Negeri

Untuk sebuah perusahaan, terutama yang berambisi untuk cepat berkembang menjadi besar seringkali diperlukan pengembangannya ke luar negeri. Untuk itu mengakuisisi perusahaan di luar negeri (cross-boarder acquisition) adalah salah satu jalan yang dapat ditempuh. Disamping jalan-jalan lain semisal pendirian joint venture. Dalam hal ini, juga perlu kehati-hatian. Sebab, cukup banyak juga setelah diakuisisi perusahaan di luar negeri hasilnya justru rugi.

Karena motif mengakuisisi perusahaan di luar negeri harus benar-benar disangkutpautkan dengan keuntungan yang akan diperoleh. Tidak cukup misalnya mengakuisisi perusahaan di luar negeri tersebut hanya untuk sekadar mengembangkan sayapnya di luar negeri atau hanya sekadar gengsi-gengsian.

      

85

(26)

D. Ketentuan-ketentuan Mengenai Akuisisi

Pengambilalihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan terbatas.86

Berdasarkan ketentuan tersebut, pada perbuatan pengambilalihan terdapat beberapa elemen atas aspek yuridis, antara lain sebagai berikut :87

1. Pengambilalihan Merupakan Perbuatan Hukum (Rechtshandeling, Legal Act)

Perbuatan hukum pengambilalihan termasuk bidang hukum kontrak atau hukum perjanjian (verbintenisseurecht, contract law) sebagaimana yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Khususnya Bab Kedua tentang perikatan-perikatan yang dilakukan dari kontrak atau persetujuan yang meliputi Bagian kesatu mengenai Ketentuan Umum (Pasal 1313-1319). Bagian Kedua tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya persetujuan (Pasal 1320-1341) dan Bagian Ketiga tentang akibat persetujuan (Pasal 1338-1341).

Dengan demikian dari segi yuridis pengambilalihan merupakan persetujuan antara pihak yang diambil alih dengan yang mengambil alih.

2. Yang Memiliki Kapasitas Membuat Kesepakatan Pengambilalihan

Berdasarkan pengertian pengambilalihan yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perseroan Terbatas, dapat disimpulkan bahwa :

      

86

Widjaya, I. G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2003), hal.89.

87

(27)

a. Cara Pengambilalihan

1) bisa badan melalui Direksi Perseroan atau

2) dapat juga melalui pemegang saham yang bersangkutan. b. Pihak yang mengambil alih :

1) bisa badan hukum Perseroan, dan badan hukum yang bukan Perseroan, seperti Koperasi atau Yayasan, atau

2) dapat juga orang perseorangan.

Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 125 ayat (2) bahwa Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum (rechtspersoon, legal entity) atau orang perseorangan (naturlijke person, natural person). Sedangkan yang dapat bertindak sebagai pihak yang diambil alih menurut Pasal 125 ayat (2) adalah Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.

3. Subjek dan Kuantitas Pengambilalihan

Mengenai subjek atau pokok persoalan tertentu (bepaalde onderwerp) atau “subject matter” pengambilalihan :

a. subjeknya, kesepakatan pengambilalihan “saham” Perseroan.

b. kuantitas saham Perseroan yang dapat diambil alih, bisa “seluruhnya” atau “sebagian besar” saham Perseroan yang bersangkutan.

(28)

pengambilalihan secara keseluruhan, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) jo. Ayat (5), yakni pemegang saham tidak boleh kurang dari 2 (dua) orang.

4. Akibat Hukum Pengambilalihan

Akibat yang timbul ditinjau dari segi hukum korporasi maupun dari aspek bisnis, ‘beralihnya pengendalian” terhadap perseroan dari tangan yang diambil alih kepada pihak yang mengambil alih.

Perbuatan hukum pengambilalihan tidak mengakibatkan perseroan yang diambil alih sahamnya, menjadi bubar atau berakhir. Perseroan tersebut tetap eksis dan valid seperti sedia kala. Hanya pemegang sahamnya yang beralih dari pemegang saham semula kepada yang mengambil alih. Akibat hukumnya, hanya sebatas terjadinya peralihan pengendalian perseroan kepada pihak yang mengambil alih.

Selain dari pada itu, perlu diperhatikann apa yang dikemukakan Penjelasan Pasal 125 ayat (1) yang mengatakan, pengambilalihan tidak mengurangi ketentuan Pasal 7 terutama ayat (5). Dengan demikian pengambilalihan :

a. Tidak boleh mengakibatkan pemegang saham perseroan kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan,

b. Apabila jangka waktu itu dilampaui pemegang saham tersebut bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas segala perbuatan hukum perikatan dan kerugian perseroan.

(29)

dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang pasar modal, maka ketentuan Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.

5. Syarat Pengambilalihan

Mengenai syarat pengambilalihan, sama dan persis dengan syarat penggabungsan dan peleburan. Sama-sama merujuk kepada ketentuan-ketentuan Pasal 126 ayat (1) UUPU 2007 dan Pasal 4 ayat (1) PP. No. 27 Tahun 1998.

Berdasarkan Pasal 126 ayat (1), perbuatan hukum pengambilalihan wajib memperhatikan kepentingan :

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan

c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1), pengambilalihan :

d. Tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu,

e. Pengambilalihan harus juga “dicegah” dari kemungkinan terjadinya “monopoli” atau “monopsoni” dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.

6. Saham yang dapat diambil alih dan cara pengambilalihannya

Menurut Pasal 125 ayat (1), pengambilalihan saham dapat dilakukan terhadap ;

(30)

Hal ini berarti bahwa saham perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan dan disetor (geplaats en gestort aandeel, subscribed and paid-up share). Akan tetapi dapat juga terhadap saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan (aandelen in portefeulle) atau saham portefel (portopolio).

Cara pengambilalihan saham perseroan menurut Pasal 125 ayat (1), dapat dilakukan :

a. Melalui Direksi Perseroan, atau b. Dapat langsung dari pemegang saham.

Tidak mutlak mesti melalui Direksi Perseroan atau melalui pemegang saham. Bebas dipilih salah satu diantaranya. Mungkin ada yang berpendapat lebih efisien langsung dengan pemegang saham apalagi jika saham yang hendak diambil alih jumlahnya tidak signifikan. Sebaliknya ada yang berpendapat lebih efektif dan efisien melalui Direksi Perseroan.

Sedang yang dapat mengambil alih sudah dijelaskan di atas : a. Dapat dilakukan badan hukum, atau

b. Dapat juga oleh orang perseorangan.

(31)

a. Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS

Berdasarkan Pasal 125 ayat (4), sebelum Direksi Perseroan tersebut melakukan perbuatan hukum pengambilalihan, harus berdasarkan keputusan RUPS. Tanpa keputusan RUPS, pengambilalihan yang dilakukan Direksi cacat hukum dan dikategorikan perbuatan ultra vires. b. Kuorum kehadiran dan persyaratan pengambilan keputusan RUPS

berdasarkan Pasal 89 UUPT

Syarat kedua, keputusan RUPS mengenai pengambilalihan yang akan dilakukan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 89 :

1) Kuorum kehadiran paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, 2) Sedang keputusan RUPS baru sah apabila disetujui paling sedikit ¾

(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.

(32)

BAB IV

PELAKSANAAN DUE DILIGENCE DALAM AKUISISI PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN

2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Pelaksanaan Due Diligence dalam Perseroan Terbatas

Suatu due diligence dalam bidang hukum atau yang sering disebut pemeriksaan dari segi hukum atau uji tuntas sangat penting peranannya dan sangat perlu untuk dipertimbangkan dalam memutuskan dilakukan atau tidaknya suatu transaksi dalam suatu perusahaan.88

Langkah awal sebelum melakukan pemeriksaan hukum, perlu dilakukan

general meeting dengan para pengambil keputusan dari sebuah perusahaan, untuk mengetahui secara garis besar maksud dan tujuan serta filosofis rencana perusahaan, jika perusahaan dalam skala lebih kecil atau perorangan cukup dengan owner atau beberapa tenaga ahli atau penasihat perusahaan. Mula-mula harus lebih dahulu membicarakan dengan pihak yang meminta untuk melakukan

due diligence, apa tujuan due diligence, apakah dalam rangka akuisisi, merger, emisi atau tujuan lain. Kemudian ditanyakan apakah due diligence itu bersifat lengkap (full due diligence) atau hanya mengenai suatu aspek tertentu saja

(limited due diligence).89

Due diligence dapat dilakukan secara lengkap (full due diligence) atau atas aspek tertentu dari suatu perusahaan (limited due diligence), misalnya mengenai perjanjian dengan pihak ketiga atau aset tertentu. Pemeriksaan secara lengkap

      

88

Munir Fuady 1, Op. Cit., hal. 109.

89

(33)

biasanya diminta apabila suatu perusahaan hendak melakukan emisi efek ataupun melakukan merger atau akuisisi.90

Pemeriksaan lengkap/menyeluruh dilakukan atas seluruh aspek hukum perusahaan, antara lain :

1. Anggaran Dasar dan seluruh perubahannya; 2. Struktur permodalan dan saham;

3. Susunan pemegang saham, direksi, dan komisaris; 4. Perizinan dan persetujuan;

5. Harta kekayaan; 6. Asuransi; 7. Tenaga kerja;

8. Perjanjian dengan pihak ketiga;

9. Perkara dan sengketa yang melibatkan perusahaan, direksi dan komisaris serta pemegang saham.91

Sedangkan pemeriksaan terbatas biasanya dilakukan dalam rangka pemberian pinjaman, pemberian lisensi/waralaba, pengambilalihan aset atau transaksi tertentu saja.

Pelaksanaan due diligence atau uji tuntas ini dilakukan oleh seorang konsultan hukum dan Profesi Penunjang Pasar Modal lainnya. Hasil dari pemeriksaan hukum ini berupa pendapat hukum yang diperlukan guna menjelaskan kondisi atau keadaan suatu perusahaan dilihat dari segi hukum, misalnya mengenai sejauh mana perusahaan telah menaati ketentuan anggaran

      

90

Ibid, hal. 11.

91

(34)

dasarnya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan kegiatan usahanya, mengenai perikatan-perikatan yang materiil yang dilakukan oleh perusahaan, aset-aset materiil yang dimiliki oleh perusahaan maupun hal-hal penting lainnya sesuai dengan transaksi yang dilakukan.92

Agar pendapat hukum yang dikeluarkan benar dan tepat, konsultan hukum wajib untuk melakukan uji tuntas dari segi hukum (legal due diligence) terhadap perusahaan-perusahaan atau objek transaksi tersebut. Uji tuntas ini dilakukan agar kosultan hukum memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau objek transaksi sebagaimana diperlukan dalam rangka menegakkan prinsip keterbukaan dan untuk kepentingan penerbitan pendapat hukum yang akan dikeluarkannya.

Pelaksanaan uji tuntas wajib dilakukan sesuai dengan tujuan transaksi yang akan dilakukan.

1. Dalam rangka memperoleh informasi atau fakta material, uji tuntas dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan atas dokumen;

b. Pemeriksaan yang dilakukan melalui tanya jawab;

c. Turut serta dalam pertemuan uji tuntas (due diligence meeting); d. Kunjungan ke lokasi (site visit);

e. Konfirmasi (cross checking) dengan profesi atau lembaga penunjang Pasar Modal lainnya;

      

92

(35)

f. Permintaan informasi, konfirmasi, dan keterangan resmi dari instansi pemerintah yang terkait.

2. Pemeriksaan dokumen dilakukan dengan meneliti dan menganalisa semua dokumen yang dianggap perlu dan materiil sehubungan dengan transaksi yang akan dilakukan.

3. Pemeriksaan melalui tanya jawab dapat dilakukan dengan wawancara dengan pihak manajemen, serta pihak terkait lainnya yang berhubungan dengan objek transaksi.

4. Konsultan hukum wajib turut serta dalam pertemuan uji tuntas (due diligence meeting) yang dilakukan bersama-sama dengan profesi atau lembaga penunjang lainnya.

5. Apabila diperlukan berdasarkan pertimbangan profesionalnya, konsultan hukum bersama-sama dengan profesi atau lembaga penunjang Pasar Modallainnya melakukan kunjungan ke lokasi (site visit) sehubungan dengan objek transaksi.

6. Konsultan hukum wajib melakukan komunikasi dengan profesi dan lembaga penunjang Pasar Modallainnya guna melakukan konfirmasi (cross checking) atas hasil uji tuntas yang dilakukannya dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh profesi atau lembaga penunjang Pasar Modallainnya.

(36)

instansi pemerintah tertentu terkait dengan perusahaan atau objek transaksi untuk memastikan kebenaran materiilnya.

B. Proses dan Tahapan Akuisisi Perseroan Terbatas 1. Proses Pengambilalihan Melalui Direksi

Jika pengambilalihan dilakukan melalui Direksi Perseroan, harus ditempuh proses yang ditentukan dalam Pasal 125 ayat (5), ayat (6), dan ayat seterusnya, seperti yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Pihak yang akan Mengambil Alih Menyampaikan Maksudnya

Menurut Pasal 125 ayat (5), dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui Direksi :93

1) Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan,

2) Maksud itu ditujukan dan disampaikan kepada direksi yang bersangkutan.

b. Menyusun Rancangan Pengambilalihan

Berdasarkan ketentuan Pasal 125 ayat (6), Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih :

1) Menyusun rancangan pengambilalihan,

2) Rancangan pengambilalihan dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing,

3) Rancangan pengambilalihan sekurang-kurangnya memuat :94

      

93

Lihat Pasal 125 ayat (5) UUPT.

94

(37)

a) Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih ;

b) Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih ;

c) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih ;

d) Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;

Menurut penjelasan Pasal 125 ayat (6) huruf d, dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang diambil alih serta harga wajar saham dari penukarnya untuk melakukan perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham ;

e) Jumlah saham yang akan diambil alih ; f) Kesiapan pendanaan ;

g) Neraca konsolidasi profoma Perseroan yang akan mengambil alih setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia ;

h) Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan ;

(38)

j) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termsuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada direksi Perseroan ;

k) Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.

c. Mendapat Persetujuan RUPS

Proses selanjutnya merujuk kepada ketentuan Pasal 127 ayat (1), pengambilalihan harus mendapat persetujuan RUPS. Keputusan RUPS mengenai pengambilalihan merujuk kepada Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 :

1) Kuorum sah apabila paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, dan 2) Keputusan sah apabila disetujui oleh ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah

suara yang dikeluarkan.

Akan tetapi, Pasal 127 ayat (1) mengatakan agar keputusan diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1). Oleh karena itu, tanpa mencurigai cara pengambilan keputusan yang disebut di atas, para pemegang saham harus memprioritaskan pengambilan keputusan berdasar musyawarah untuk mufakat, sehingga tercapai keputusan RUPS yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir dalam RUPS tersebut.

(39)

d. Wajib Mengumumkan Ringkasan Rancangan Pengambilalihan

Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan Pengambialihan, Ringkasan Rancangan Pengambilalihan wajib terlebih dahulu diumumkan oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang diambil alih :95

1) Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar,

2) Mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan mengambil alih,

3) Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS,

4) Pengumuman wajib memuat pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Pengambilalihan di kantor perseroan sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.

e. Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan

Pasal 127 ayat (4) memberi hak kepada kreditor mengajukan keberatan kepada perseroan terhadap Rancangan Pengambialihan :

1) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman Ringkasan Rancangan Pengambilalihan dalam Surat Kabar,

2) Jika dalam jangka waktu tersebut tidak diajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui Rancangan Pengambilalihan,

      

95

(40)

3) Direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan. Apabila Direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS :

a) Keberatan tersebut disampaikan direksi, b) Selanjutnya RUPS yang akan menyelesaikan.

4) Direksi maupun RUPS tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor. Berdasarkan Pasal 127 ayat (7), selama penyelesaian keberatan kreditor tidak atau belum tercapai, pengambilalihan tidak dapat dilakukan.

f. Rancangan Pengambilalihan Dituangkan ke Dalam Akta Pengambilalihan Proses selanjutnya pengambilalihan melalui Direksi, diatur dalam pasal 128 ayat (1) dikatak apabila RUPS telah menyetujui Rancangan Pengambilalihan :

1) Rancangan pengambilalihan itu dituangkan ke dalam akta pengambilalihan,

2) Akta pengambilalihan dibuat dihadapan Notaris dalam bahasa Indonesia.

g. Salinan Akta Pengambilalihan Dilampirkan pada Penyampaian Pemberitahuan kepada Menteri

(41)

Sehubungan dengan itu, maka dalam rangka penyampaian pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar tersebut kepada Menteri, salinan akta pengambilalihan wajib dilampirkan.

2. Proses Pengambilalihan Secara Langsung dari Pemegang Saham

Ketentuan pokok proses pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, berbeda dengan tata cara pengambilalihan saham melalui direksi. Pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, lebih sederhana prosedurnya .

a. Proses yang tidak perlu dilakukan

Apabila pengambilalihan saham dilakukan secara langsung kepada pemegang saham, tidak perlu dilakukan beberapa proses sebagai berikut :

(42)

2) Tidak Perlu membuat Rancangan Pengambilalihan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 125 ayat (6), apabila pengambilalihan melalui Direksi maka Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun Rancangan Pengambilalihan. Sebaliknya menurut Pasal 125 ayat (7), dalam hal pengambilalihan dilakukan langsung dari pemegang saham, tidak perlu atau tidak diwajibkan menyusun Rancangan Pengambilalihan. Cuma Pasal 125 ayat (8) mensyaratkan pengambilalihan wajib memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan yang akan diambil mengenai hal :96

a) Pemindahan hak atas saham,dan

b) Perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

b. Proses yang harus dilakukan

Tata cara atau proses pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham adalah sebagai berikut :

1) Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung

Jika pengambilalihan dilakukan secara langsung dari pemegang saham, antara pihak yang akan mengambil laih dengan pemegang saham, langsung mengadakan perundingan dan kesepakatan di antara mereka. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 125 ayat (7) serta penjelasan Pasal tersebut : a) Pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham,

tidak perlu didahului dengan membuat Rancangan Pengambilalihan.

      

96

(43)

b) Tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatiakan Anggaran Dasar Perseroan yang diambil alih. 2) Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 127 ayat (8), pengambilalihan saham yang langsung dilakukan dari pemegang saham, wajib diumumkan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Pasal 127 ayat (2), ayat (4). Ayat (5), ayat (6), dan ayat (7). Sehubungan dengan itu, harus dilakukan tindakan berikut :

a) Direksi atau pihak yang akan mengambil alih mengumumkan rencana kesepakatan pengam,bilalihan :

(1) Paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar,

(2) Mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan diambil alih.

b) Pengumumn dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

3) Kreditor dapat mengajukan keberatan

Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan mengenai pengambilalihan :

a) Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah pengumuman dalam surat kabar,

(44)

c) Jika Direksi tidak dapat meneylesaikan keberatan kreditor samapi dengan tanggal RUPS diselenggarakan :

(1) Keberatan harus disampaikan Direksi kepada RUPS, dan (2) RUPS yang akan bertindak melakukan penyelesaian.

d) Jika keberatan kreditor tidak dapat diselesaikan maka menurut Pasal 127 ayat (7) pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.

4) Kesepakatan pengambilalihan dituangkan dalam akta pengambilalihan Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2) mengatur pembuatan akta pengambilalihan:

a) Kesepakatan pengambilalihan antara pihak yang mengambil alih dengan pemegang saham, dituangkan ke dalam akta pengambilalihan. Oleh karena pengambilalihan dilakukan secara langsung dari pemegang saham, Pasal 131 ayat (2) menyebutnya akta pemindahan hak atas saham;

b) Akta pengambilalihan atau akta pemindahan hak atas saham yang langsung dari pemegang saham, wajib dinyatakan dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia.

5) Memberitahukan Pengambilalihan kepada Menteri

Berdasarkan Pasal 131 ayat (2) dalam hal pengambilalihan dilakukan secara langsung dari pemegang saham :

a) Harus disampaikan pemberitahuan kepada Menteri, dan

(45)

6) Wajib mengumumkan hasil pengambilalihan

Pasal 133 ayat (2) mewajibkan Direksi Perseroan yang sahamnya diambil alih mengumumkan hasil pengambilalihan :

a) Dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih,

b) Kewajiban untuk mengumumkan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.

C. Pelaksanaan Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas

Sebelum diputuskan untuk dilakukan akuisisi terhadap perseroan terbatas, tentu saja harus terlebih dahulu diketahui tentang situasi dan kondisi dari perusahaan pasangannya tersebut. Penelitian inilah yang dalam bahasa lebih teknis disebut dengan due diligence atau proses pemeriksaan hukum. 97

Pelaksanaan due diligence atau uji tuntas dari segi hukum ini dilakukan oleh pihak-pihak profesional yang telah ditunjuk oleh perusahaan-perusahaan yang akan melakukan akuisisi. Dalam hal ini Konsultan Hukum dibantu oleh Profesi Penunjang Pasar Modal lainnya yaitu Akuntan Publik, Notaris, Penilai dan profesi lainnya.

Proses pemeriksaan hukum yang tepat adalah suatu upaya tim yang pertama-tama menggunakan keahlian para lawyer (konsultan hukum) dan para akuntan yang berspesialisasi dalam bidang-bidang yang berbeda demikian seperti

      

97

(46)

perusahaan, perpajakan, tenaga kerja, lingkungan dan properti konkret yang bekerja sama dengan pihak pengakuisisi. 98

Proses pemeriksaan hukum yang tepat dimulai sebelum mencapai dalam prinsip suatu persetujuan dengan pihak yang akan diakuisisi dan berlanjut melewati proses akuisisi yang menyeluruh. Sesungguhnya tujuan besar persetujuan akuisisi yang definitif (khususnya kebenaran dan penggambaran) adalah untuk memperoleh informasi yang perlu bagi, dan untuk membenarkan hasil-hasil dari suatu penyelidikan pemeriksaan tepat.

Pemeriksaan hukum tersebut dilakukan oleh konsultan hukum yang

independen dengan perusahaan yang diauditnya tersebut. Beberapa prinsip yang seharusnya diikuti dalam hal seorang konsultan hukum membuat legal audit

adalah sebagai berikut :99

1. Tujuan dibuatnya legal audit adalah untuk memenuhi prinsip disclousure

di pasar modal. Karena itu, laporan legal audit harus tersedia bagi public informatioan.

2. Legal audit dipakai oleh seorang konsultan hukum sebagai landasan untuk membuat dokumen lain yang disebut legal opinion.

3. Dalam membuat legal audit, seorang konsultan hukum harus mengobservasi hal-hal yang bersifat material dari perusahaan.

4. Dalam membuat suatu legal audit, konsultah hukum harus menggunakan pendekatan sebagai berikut :

      

98

Munir Fuady 1, Op. Cit., hal

99

(47)

a. Pemeriksaan fisik b. Pemeriksaan dokumen

c. Pemeriksaan berdasarkan informasi

Apabila pemeriksaan dilakukan berdasarkan dokumen, maka konsultan hukum harus menganalisis keabsahan dokumen yang bersangkutan. Sedangkan jika pemeriksaan dilakukan berdasarkan informasi, informasi tersebut haruslah diteliti kebenarannya.

Segera setelah terjadi kesepakatan antara pihak pengakuisisi dan yang diakuisisi, maka konsultan hukum dapat segera melaksanakan tugasnya. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengadakan pertemuan dengan seluruh unsur dari setiap bidang pekerjaan di perusahaan, pertemuan ini disebut dengan due diligence meeting.100

Dalam due diligence meeting ini pihak pengakuisisi didampingi oleh konsultan hukumnya berhadapan dengan pihak yang manajemen perusahaannya akan diakuisisi juga didampingi oleh akuntan, konsultan hukum dan konsultan keuangannya serta konsultan perusahaan lainnya. Pada pertemuan ini konsultan hukum meminta kepada manajemen perusahaan agar menjelaskan secara rinci seluruh bidang kegiatan yang dilakukan di dalam perusahaan begitu pula keadaan keuangan perusahaan beberapa tahun terakhir, bisnis serta posisinya dalam persaingan dan trend-trend perkembangan perusahaan di masa yang akan datang. Akuntan dan para konsultan akan membantu manajemen perusahaan dalam memberikan penjelasan pada pihak yang akan mengakuisisi mengenai keadaan

      

100

(48)

perusahaan. Dari hasil due diligence meeting maka konsultan hukum akan mendapat dasar untuk melakukan tindak lanjut untuk mengadakan pemeriksaan selanjutnya terhadap seluruh kegiatan perusahaan.101

Due diligence sehubungan dengan pengambilalihan saham dilakukan dengan menganalisa aspek-aspek berikut :102

1) Hambatan dan batasan yang ada atau yang mungkin timbul terhadap rencana pengambilalihan saham dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar, perizinan, dan perkara yang dihadapi;

2) Akibat hukum dari pengambilalihan saham terhadap pihak-pihak yang bertransaksi;

3) Struktur permodalan dan pemegang saham sebelum dan sesudah pengambilalihan saham dari perusahaan yang diambil alih yang menunjukkan siapa yang menjadi pihak pengendali;

4) Aktiva dan passiva dari perusahaan yang diambil alih;

5) Perubahan anggaran dasar dari perusahaan yang diambil alih (apabila ada); 6) Tindakan korporasi dan persetujuan-persetujuan yang diperlukan untuk

melaksanakan transaksi pengambilalihan saham;

7) Keabsahan pemilikan saham oleh penjual dan pembebasan atas saham (apabila ada);

8) Syarat dan ketentuan penting dalam perjanjian pengambilalihan saham;

      

101

Ibid, hal. 91.

102

(49)

Sedangkan uji tuntas sehubungan dengan pengambilalihan aset dilakukan dengan menganalisa aspek-aspek yang sama seperti pengambilalihan saham. Materi uji tuntas yang harus diperiksa oleh konsultan hukum pada pengambilalihan saham maupun aset adalah dokumen-dokumen sesuai dengan aspek-aspek yang perlu dianalisa sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan yang mengatur tentang pengambilalihan saham ataupun aset dengan memperhatikan kepentingan pemodal.103

Due diligence tersebut akan dilakukan oleh konsultan hukum terus menerus terhadap perusahaan, dan terhadap semua pihak yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, termasuk anak perusahaan, pihak lain yang mempunyai kontrak yang jumlahnya material dengan perusahaan, perusahaan yang terafiliasi, sampai konsultan hukum merasa yakin dengan keadaan keuangan, posisi bisnis, dan kemampuan perusahaan.104

Due diligence yang dilakukan oleh konsultan hukum ini dimaksudkan untuk mengetahui segala sesuatu tentang perusahaan, hal ini berhubungan dengan kewajiban “disclosure” atau “keterbukaan”.105

Setelah konsultan hukum selesai melakukan due diligence terhadap seluruh aspek hukum yang ada (legal due diligence), dan telah diperoleh seluruh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau objek transaksi sebagaimana diperlukan dalam rangka menegakkan prinsip keterbukaan dan untuk kepentingan penerbitan pendapat hukum yang akan dikeluarkan. Maka hasil dari legal due diligence ini akan

(50)

menjadi dasar bagi konsultan hukum untuk memberikan pendapat hukum yang dituangkan dalam legal opinion.

Fungsi pendapat hukum atau legal opinion adalah suatu perlindungan bagi pihak yang memintanya. Namun dalam rangka “go public” suatu perusahaan di Pasar Modal, pendapat hukum diberikan untuk memberikan kepastian hukum kepada BAPEPAM-LK dan Bursa efek yang bertindak sebagai pengawas dan pemberi izin, penjamin emisi (underwriter) dan masyarakat calon pembeli saham (investor). Pendapat hukum juga diberikan sehubungan dengan kewenangan Direksi dan Komisaris untuk menandatangani perjanjian-perjanjian perusahaan yang diwakilinya, izin-izin yang diperlukan perusahaan, perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh perusahaan dengan pihak ketiga dan tentang bersihnya perusahaan dari sengketa-sengketa di depan Pengadilan.106

Diharapkan dengan adanya legal opinion dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para pihak sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk membuat keputusan apakah akan tetap melanjutkan kegiatan akuisisi atau membatalkannya.

      

106

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari seluruh pemaparan tentang due diligence dalam akuisisi perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

(52)

2. Proses dan tahapan akuisisi perseroan terbatas dilakukan dengan cara melakukan pengambilalihan saham melalui Direksi Perseroan atau dari Pemegang Saham secara langsung. Pengambilalihan saham tersebut harus didasarkan pada Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS tersebut harus dihadiri oleh ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah keseluruhan saham dengan hak suara hadir/diwakili dalam RUPS. RUPS ini baru akan sah apabila rencana akuisisi tersebut disetujui paling sedikit oleh ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali jika anggaran dasar mengatur kuorum yang lebih besar. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh Direksi maka pihak akan yang mengambilalih dan perseroan yang akan diambilalih dengan persetujuan komisaris masing-masing Perseroan menyusun Rancangan Pengambilalihan. Sedangkan pengambilalihan saham perseroan langsung dari Pemegang Saham tidak perlu membuat Rancangan Pengambilalihan namun tetap wajib memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan yang akan diambilalih tersebut.

3. Pelaksanaan due diligence dalam akuisisi Perseroan Terbatas dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh seluruh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau objek transaksi berkaitan dengan suatu rencana transaksi akuisisi.

(53)

digunakan oleh para pihak sebagai salah satu dasar untuk membuat keputusan, yaitu apakah akan melanjutkan kegiatan akuisisi atau membatalkannya karena risiko yang dihadapi mungkin terlalu besar.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang telah disebutkan di atas, maka saran-saran yang dapat disampaikan oleh Penulis adalah sebagai berikut :

1. Untuk menghindari timbulnya masalah hukum dikemudian hari dalam suatu perusahaan sebagai akibat dari transaksi yang dilakukan pihak yang berkepentingan baik akuisisi, merger, ataupun konsolidasi perusahaan, maka setiap pihak yang berkepentingan wajib melakukan due diligence

terhadap seluruh aspek perusahaan tersebut hingga diperoleh informasi dan fakta material yang sebenar-benarnya.

2. Menciptakan regulasi-regulasi baru mengenai pelaksanaan due diligence

(54)

BAB II

DUE DILIGENCE PADA PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Due Diligence

Pengertian due diligence muncul dari perkembangan hukum di Indonesia, sejak percepatan perekonomian melalui IPO (Initial Public Offering) atau Go Public, sehingga setiap emiten dipersyaratkan oleh lembaga berwenang (Bapepam), harus menunjuk Konsultan Hukum/Pengacara untuk melakukan pemeriksaan hukum atas perusahaannya. Perkembangan selanjutnya adalah tidak hanya untuk IPO, tetapi juga perusahaan yang akan melakukan Merger atau

Acquisition.22

Memang dalam penyusunan Due Diligence tidak ada format khusus, atau harus bagaimana bentuk yang baik atau susunan dalam menganalisis temuan-temuan hukum (Legal Audit), sehingga memudahkan memberikan pendapat hukum (Legal Opinion).

Istilah due diligence mulai dikenal pada tahun 1903. Due diligence

berasal dari kata due (sesuatu yang terhutang atau merupakan kewajiban moral) dan diligence yaitu vigilant (ketekunan), activity (kegiatan), atau attentiveness

(perhatian).23

Due Diligence is a term used for a number of concepts involving either the

performance of an investigation of a business or person, or of an act with

a certain standard of care. It can be a legal obligation, but the term

      

22

www. Bakerpacific.com, yang diakses tanggal 25 Oktober 2010.

23

(55)

willmore commonly apply to voluntary investigations, some common

example of due diligence is various industries include.24

Pengertian due diligence dalam Black’s Law :

“the diligence reasonably expected from, and ordinarily exercised by a

person who seeks to satisfy a legal requirement or to discharge on

obligation”.25

Menurut beberapa kamus website di internet, due diligence adalah :

“the care that a reasonable person exercises under the circumstance to

avoid harm to other persons or their property”.

(tingkat kehati-hatian yang dilakukan oleh seseorang yang normal pada umumnya untuk menghindari kerugian terhadap orang lain atau harta miliknya).

Dalam perkembangannya istilah due diligence dikenal sebagai :

“the process of investigation performed by investors, into the details of a

potential investment such as an examination of operation and management

and the verification of material facts”

(Proses penelitian yang dilakukan oleh para investor terhadap rincian potensial investasi, misalnya pemeriksaan pengoperasian dan manajemen dan verifikasi fakta-fakta penting).

Ada beberapa pengertian tentang proses pemeriksaan dari segi hukum (legal audit), yang secara umum dipahami bahwa legal audit adalah sebuah mekanisme dari suatu verifikasi yang kompleks terhadap keberadaan suatu subjek

      

24

http://en. Wikipedia. Org/wiki/Due_diligence, yang diakses tanggal 25 Oktober 2010.

25

(56)

hukum berikut aktivitas-aktivitas yang dilakukannya secara objektif dan sistematis berdasarkan sistem hukum nasional yang berlaku.

Mengacu kepada pengertian legal audit tersebut, karena hasil laporan pemeriksaan hukum tersebut akan berwujud sebagai suatu pernyataan hukum profesional, dapat dikatakan bahwa selayaknya legal audit hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian di bidang hukum yang terikat validitasnya berdasarkan etika profesional sebagai suatu profesi.26

Selanjutnya demi mencegah laporan yang bersifat subjektif si ahli hukum, pemeriksaan yang dilakukan diharuskan menggunakan suatu mekanisme tertentu secara objektif dan sistematis serta didasarkan atas keberlakuan sistem hukum yang ada.

Legal audit yang selama ini dikenal oleh mayarakat luas adalah legal audit

yang dilakukan dalam Pasar Modal yaitu berupa legal due diligence (pemeriksaan hukum secara menyeluruh) terhadap perusahaan yang akan go public (masuk bursa). Legal audit dari aspek pasar modal, legal audit merupakan pemeriksaan terhadap segala kegiatan dan dokumentasi yang berkaitan dengan hukum).27 Selain itu, para konsultan hukum dalam Pasar Modal juga memberikan pengertian dari legal audit yaitu proses pekerjaan konsultan hukum dalam memberikan pendapat hukum menurut hukum Indonesia mengenai emiten dalam waktu tertentu.28

      

26

Laksanto Utomo, Op. Cit., hal. 5.

27

Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 33.

28

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka ( library research ) disertai dengan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis menganalisis masalah hukum, fakta dan gejala hukum lainnya

Metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang artinya adalah metode yang bahan utamanya adalah bahan kepustakaan

Oleh karena itu, tindakan Penggabungan ( merger ), Peleburan ( konsolidasi ), dan Pengambilalihan ( akuisisi ) yang dapat mengendalikan dan mendorong ke arah

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas (selanjutnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : Perlindungan Hukum Terhadap Perseroan Terbatas Atas Pembelian Kembali Saham Di Pasar Modal Berdasarkan

Adapun tujuannya dari penulisan skripsi ini adalah untuk lebih mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam bidang hukum khususnya mengenai Perseroan Terbatas mengenai sejauh mana

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) dengan judul: PERLINDUNGAN