• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETENTUAN PENEBANGAN POHON DIKAITKAN DENGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Pengertian Hukum Administrasi Negara

Terlebih dahulu disini akan dibahas mengenai sejarah Administrasi Negara, yaitu pada abad pertengahan (abad ke-14 sampai dengan abad ke-15) negara-negara di Eropa Barat belum mengenal apa yang sekarang dimaksudkan dengan pembagian kekuasaan pada negara-negara modern. Pada waktu itu kekuasaan negara disentralisasi dalam tangan raja kemudian di tangan birokrasi kerajaan. Jadi, raja adalah sebagai pembuat dan pelaksanaan undang-undang dan menjadi hakim yang mengadili sengketa. Keadaan semacam ini berjalan sampai kira-kira abad ke-16 dan permulaan abad ke-17, karena pada abad itu adanya perubahan-perubahan dalam alam pikiran pada bangsa-bangsa di Eropa tentang sistem pemerintahan yang selama ini berlaku di negara-negara Eropa Barat. Abad ini dinamakan abad RENAISSANCE atau abad AUFKLARUNG atau abad perubahan yaitu timbulnya aliran-aliran yang mengemukakan bahwa:

“sistem pemerintahan yang sentralistis yang kurang dapat menjamin kemerdekaan individu harus diubah dengan sistem pemerintahan yang dapat menjamin lebih banyak kebebasan-kebebasan individu dan hak-hak asasi manusia”.48

Sistem pemerintahan yang dimaksudkan mereka itu adalah sistem pemerintahan “demokrasi” yang menghapuskan sistem pemerintahan absolute

48

Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal 1

monarchie. Di negeri Inggris aliran tersebut dikembangkan oleh seorang ahli filsafat bernama John Locke dalam buku karangannya “TWO TREATISESS ON

CIVIL GOVERNMENT” (1690) ia merumuskan teorinya sebagai berikut:

“kekuasaan negara harus dibagi ke dalam 3 (tiga) kekuasaan, yaitu kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federative (disebut “Federative power of Commonwealth) yang masing-masing terpisah-pisah yang satu dari yang lainnya, kekuasaan legislatif meliputi kekuasaan membuat peraturan, kekuasaan eksekutif meliputi kekuasaan mempertahankan dan melaksanakan peraturan, serta mengadili perkara LOCKE melihat mengadili sebagai “uitvoering” melaksanakan undang-undang dan kekuasaan federatif meliputi segala sesuatu yang tidak termasuk lapangan kedua kekuasaan yang disebut pertama itu. Hubungan luar negeri termasuk kekuasaan federatif.49

Di luar negeri Inggris, teori Locke ini tidak mempunyai pengaruh yang besar. John Locke bukanlah yang pertama mendapatkan teori “Machten scheiding” atau pemisahan kekuasaan itu. Suatu “Machten scheiding” telah dikemukakan lebih dahulu oleh ARISTOTELES. Tidak lama setelah Locke mengemukakan teorinya, seorang ahli hukum bangsa Prancis, bekas ketua parlemen di BORDEAUX, bernama Ch. De Montesquieu berkunjung ke negeri Inggris dan mengetahui adanya teori dari Locke itu. Dalam buku karangannya L’Esprit des Lois tahun 1748 (jiwa undang-undang) dikemukakannya suatu “Pemisahan Kekuasaan” (separation des pouvoir) dalam 3 (tiga) kekuasaan, yaitu:

49

“Kekuasaan legislatif (“La puissance legislative”), kekuasaan eksekutif (“La

puissance executive”) dan kekuasaan yudikatif (“La puissance de juger”).

Masing masing kekuasaan ini mempunyai lapangan pekerjaan sendiri yang harus dipisahkan yang satu dari yang lainnya. Ketiga kekuasaan tersebut – ketiga fungsi tersebutdipegang oleh 3 (tiga) badan kenegaraan yang berlainan. Yang menjalankan fungsi legislatif ialah Dewan Perwakilan Rakyat, yang menjalankan fungsi eksekutif ialah raja dan yang menjalankan fungsi yudikatif ialah badan pengadilan”.50

Jadi, pada asasnya ketiga badan kenegaraan itu berdiri sendiri-sendiri, terpisah satu dengan yang lainnya, atau dengan perkataan lain, ada pemisahan mutlak antara ketiga badan kenegaraan tersebut.51

Adapun maksud Montesquieu dengan teori Trias Politikanya itu adalah: “sesuai dengan aliran-aliran yang membawa zaman AUFKLARUNG di Eropa Barat, menginginkan jaminan bagi kemerdekaan individu terhadap tindakan sewenang-wenang dari mereka yang berkuasa di dalam negara. Montesquieu mengemukakan selanjutnya bahwa kemerdekaan individu hanya dapat dijamin kalau kekuasaan pusat di tangan raja didesentralisasikan, yaitu dibagi antara 3 (tiga) badan kenegaraan yang berdiri sendiri-sendiri dan yang lapangan pekerjaannya sama sekali terpisah yang satu dari yang lainnya”.52

Yang dimaksud Montesquieu adalah pemisahan antara ketiga fungsi dari ketiga badan kenegaraan tersebut. Hanya kalau ada pemisahan mutlak itu, maka tentulah tidak ada kemungkinan bagi mereka yang berkuasa di dalam suatu negara 50 Ibid 51 Ibid 52 Ibid, hal 3

untuk bertindak sewenang-wenang terhadap negaranya. Demikianlah Utrecht berkata dalam bukunya “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”. Banyak para ahli merasa berkeberatan diterapkannya teori Montesquieu secara murni ke dalam suatu sistem pemerintahan tertentu. Adapun alasan-alasan mereka adalah sebagai berikut:53

a) Karena pemisahan mutlak, maka akibatnya ada badan kenegaraan yang tidak ditempatkan di bawah pengawasan suatu badan kenegaraan lainnya. Tidak adanya pengawasan ini berarti adanya badan kenegaraan untuk bertindak melampaui batas kekuasaannya dan kerja sama antara badan-badan kenegaraan itu menjadi sulit.

b) Karena ketiga fungsi tersebut masing-masing hanya boleh diserahkan kepada 1 (satu) badan kenegaraan tertentu saja, atau dengan perkataan lain tidak mungkin diterima sebagai asas tetap bahwa tiap-tiap badan kenegaraan itu hanya dapat diserahi 1 (satu) fungsi tertentu saja, maka hal ini menyukarkan pembentukan suatu negara hukum modern (Moderne Rechstaat) di mana 1 (satu) badan kenegaraan dapat diserahi fungsi lebih dari 1 (satu) macam dan kemungkinan untuk mengkoordinasi beberapa fungsi.

Negara yang konsekuen melaksanakan teori Montesquieu ini adalah Amerika Serikat tetapi ini pun tidak murni karena antara ketiga badan kenegaraan yang masing-masing mempunyai pekerjaan sendiri-sendiri itu, dalam menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu diawasi oleh badan kenegaraan lainnya. Sistem ini

53 Ibid

dikenal sebagai sistem “check and balance” atau “sistem pengawasan”. Tujuan dan sistem “check and balance” ini adalah: 54

a) Untuk menghindarkan kemungkinan adanya salah satu dari ketiga badan kenegaraan itu akan bertindak melampaui batas kekuasaannya sehingga merupakan tindakan yang sewenang-wenang.

b) Agar ketiga fungsi tersebut menjadi seimbang dalam tiap-tiap keadaan tertentu (in evenwicht voor eik bepaald geval) untuk tiap-tiap keadaan tertentu diadakan pengawasan tertentu pula. Jadi, sistem “check and balance” itu bersifat kasuistis.

Sistem pemerintahan Amerika Serikat yang didasarkan pada Teori Trias Politika Montesquieu adalah sebagai berikut:55

a) Fungsi Legislatif diserahkan kepada CONGRESS (Dewan Perwakilan Rakyat) yang terdiri dari 2 (dua) tingkatan. The house of Representative dan The Senate.

b) Fungsi Eksekutif diserahkan kepada Presiden yang dibantu oleh para menterinya, jadi para menteri ini dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden.

c) Fungsi Yudikatif diserahkan kepada SUPREME COURT atau Mahkamah Agung sebagai Badan Kehakiman.

Kemudian dipertanyakan, di manakah kedudukan Administrasi Negara dalam teori Trias Politika itu? Pertanyaan ini dijawab oleh Dimock & Dimock dalam bukunya “Administrasi Negara” yang memberikan pengertian administrasi negara

54

Ibid, hal 4 55

dalam arti luas dan dalam arti sempit. Pengertian administrasi negara dalam arti luas ialah aktivitas-aktivitas negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya, yaitu aktivitas-aktivitas badan-badan Legislatif, Eksekutif dan badan Yudikatif. Pengertian Administrasi Negara dalam arti luas inilah yang oleh E. Utrecht disebut OVERHEID, pemerintah dalam arti luas. Sedangkan pengertian Administrasi dalam arti sempit, Dimock & Dimock menyatakan sebagai aktivitas-aktivitas Badan Eksekutif saja, dalam melaksanakan Pemerintahan, untuk ini E. Utrecht menyebut BESTUUR, pemerintah dalam arti sempit. Jadi, kedudukan Administrasi Negara dalam teori Dimock & Dimock sebagai Badan Eksekutif, sedangkan menurut teori E. Utrecht sebagai Bestuur, buku E. Utrecht “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”.56

Sebelum menguraikan mengenai pengertian Administrasi, maka terlebih dahulu akan dijelaskan sekilas tentang istilah Administrasi.57

Secara etimologis istilah Administrasi berasal dari kata Ad+ ministrare yang artinya pemberian jasa, dan dapat dikatakan bahwa istilah administrasi yang dikenal di Indonesia sebenarnya berasal dari dua istilah yang berbeda yakni:58

Pertama, bahwa istilah Administrasi yang berasal dari bahasa Belanda yaitu administratie. Istilah ini di-Indonesia-kan juga menjadi administrasi; sama ucapan dan tulisan dengan yang berasal dari bahasa Inggris. Walaupun ucapan dan tulisannya sama, tetapi pengertiannya berbeda. Istilah administrasi yang berasal dari warisan pemerintah Belanda ini mempunyai pengertian setiap penyusunan

56

Ibid, hal 5 57

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administarsi Pemerintahan Di Daerah, Penerbit Sinar Grafika 1994, hal 1

58 Ibid

keterangan-keterangan secara sistematis dan pencatatannya secara tertulis dengan maksud untuk memperoleh suatu ikhtisar mengenai, keterangan-keterangan itu dalam keseluruhannya dan dalam hubungannya satu sama lain.59

Dengan demikian pengertian administrasi di sini sebenarnya sama dengan pengertian tata usaha, yaitu proses penyelenggaraan terhadap keterangan-keterangan (informasi) yang berwujud pada aktivitas menghimpun, mencatat, mengolah, menggandakan, mengirim dan menyimpan. Dalam bahasa Inggris istilah yang sama dengan tata usaha adalah clerical work (pekerjaan tulis), paper work (pekerjaan kertas) atau office work (pekerjaan kantor).

Kedua, bahwa istilah Administrasi yang berasal dari bahasa Latin “administrare” yang berarti membantu, melayani atau memenuhi. Kata administrare ini dalam bahasa Inggris disebut administration, yang di Indonesia menjadi administasi. Istilah administrasi (administration) ini diartikan sebagai proses kegiatan penataan usaha kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.60

Mengenai pengertian Hukum Administrasi Negara hingga saat ini masih belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana. Oleh sebab itu dan untuk mendapatkan pemahaman yang dirasakan cukup memadai, berikut ini akan dikemukakan batasan pengertian hukum administrasi negara dari beberapa pakar ilmu hukum.61

59

The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta, Nurcahaya,1983, hal 10 60

Miftah Thoha, Aspek-aspek Pokok Ilmu Administrasi suatu Bunga Rampai Bacaan, Penerbit Ghalia, Jakarta, 1983, hal 5.

61

SF Marbun, Deno Kamelus, Saut P. Panjaitan, Gede Pantja Astawa, Zainal Muttaqin, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Penerbit UII Press Yogyakarta, Yogyakarta, 2002, hal 21

Van Vollenhoven mengemukakan bahwa, hukum administrasi negara adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh hukum tata negara.62

Sedangkan oleh De La Bassecour Laan didefinisikan, hukum administrasi negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab negara berfungsi (beraksi), hukum peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungannya antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahannya.63

Pada bagian lain, oleh J.H. Logemann diutarakan bahwa, hukum administrasi negara adalah hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-jabatan satu dengan lainnya serta hubungan hukum antara jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat.64

Selain batasan pengertian dari pakar-pakar luar negeri, berikut ini juga akan dikemukakan definisi hukum administrasi negara dari pakar ilmu hukum di Indonesia.65

Menurut Muchsan bahwa: hukum administrasi adalah hukum mengenai struktur dan kefungsian administrasi negara.66

Sesuai dengan rumusan tersebut , maka bentuk HAN dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni:67

62

Bachsan Mustafa, Op.cit, hal 49 63

Ibid 64

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal 42. 65

SF Marbun, Op.cit, hal 22 66

Ibid 67

a) Sebagai HAN, hukum administrasi adalah hukum mengenai operasi dan pengendalian daripada kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa administrasi.

b) Sebagai hukum buatan administrasi maka hukum administrasi adalah hukum yang menjadi pedoman atau jalan dalam menyelenggarakan undang-undang.

Suatu pengertian yang lebih rinci dapat ditemukan dalam pendapat Prajudi Atmosudirdjo, yaitu: hukum administrasi negara adalah hukum mengenai Pemerintah beserta aparaturnya yang terpenting yakni administrasi negara.68

Lebih lanjut dikatakan bahwa HAN dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu:69

a) Hukum Administrasi Negara Heteronom, yakni hukum mengenai seluk beluk daripada administrasi negara, meliputi:

- Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada administrasi negara.

- Hukum tentang organisasi daripada administrasi negara, termasuk pengertian dekosentrasi dan desentralisasi.

- Hukum tentang aktifitas-aktifitas daripada administrasi negara. - Hukum tentang sarana daripada administrasi negara.

- Hukum tentang peradilan administrasi.

b) Hukum Administrasi Negara Otonom, yakni hukum yang diciptakan oleh administrasi negara.

68

Prajudi, Op.cit, hal 11 69

Untuk itu semua ilmu hukum administrasi negara adalah salah satu cabang daripada ilmu hukum yang lambat laun merupakan suatu disiplin kesarjanaan hukum tersendiri.70

Di pihak lain, para sarjana Ilmu Administrasi Negara memandang terhadap ilmu hukum administrasi negara sebagai cabang khusus daripada ilmu administrasi negara.

Dengan memperlakukan ilmu hukum administrasi negara sebagai suatu disiplin ilmiah tersendiri kita menerima dua hal, yakni (1) menerima “Hukum Administrasi Negara” sebagai obyek daripada studi dan pendidikan ilmiah, dan (2) menerima “Hukum Administrasi Negara” sebagai suatu tubuh atau perkelompokan atau kesatuan daripada aturan-aturan hukum tertentu yang memerlukan metoda pengajuan tersendiri.71

Di dalam memperlakukan ilmu hukum administrasi negara sebagai suatu disiplin kesarjanaan hukum tersendiri akan dijumpai pertanyaan-pertanyaan mengenai pembatasan-pembatasannya yang tegas dengan cabang-cabang ilmu hukum lainnya, terutama batas-batasnya dengan ilmu hukum tata negara. Disini juga kita mendapatkan pandangan bahwa hukum administrasi negara sebagai suatu pengkhususan atau spesialisasi belaka.72

Penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara yang besar seperti Indonesia akan mengalami kesulitan jika pemerintahannya diselenggarakan secara sentralisasi. Pemenrintah nasional akan menanggung beban yang berat jika semua

70

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal 41

71 Ibid 72

urusan pemerintahan diatur dan diurus oleh pemerintah pusat. Luasnya wilayah dengan kondisi geografis, budaya, agama, adat, dan kesukuan yang berbeda-beda merupakan hambatan dalam penyelenggaraan pemerintah terpusat.73

Hal lain yang menjadi hambatan untuk menyelenggarakan pemerintahan secara terpusat adalah faktor politik, ekonomi,sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan. Dalam faktor politik, dominasi yang sangat kuat oleh pemerintah pusat akan melahirkan perasaan tertekan dan terjajah oleh warga daerah. Perasaan ini dalam jangka panjang akan menimbulkan ketidakpuasan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Pengaturan ekonomi yang terpusat akan melahirkan biaya transaksi tinggi sehingga berujung pada kesenjangan yang akut antara pusat dan daerah. Di samping itu, kebijakan pusat di bidang ekonomi membuat daerah merasa dibatasi akses dan wewenangnya pada pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki. Akibatnya daerah merasa dieksploitasi oleh pusat. Hegemoni kebudayaan pusat akan mematikan daya tahan dan daya kreatif budaya lokal. Kondisi ini dalam jangka panjang dapat menciptakan keterasingan budaya bagi masyarakat daerah sendiri, karena masyarakat daerah dipaksa mengakui budaya pusat yang tidak berakar pada budaya masyarakat setempat. Masalah pertahanan dan keamanan menjadi sangat rawan jika masyarakat daerah sendiri sangat tergantung pada pusat sehingga tidak memiliki ketahanan politik,sosial, dan budaya berdasarkan lembaga yang dikembangkannya sendiri. Secara faktual

73

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan Otonomi Daerah, Penerbit Grasindo, Jakarta, 2007, hal 39

pentingnya dilaksanakan pemerintahan daerah dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan berikut:74

a) Adanya perbedaan daerah dalam sistem sosial, politik, dan budaya. Umumnya kesatuan masyarakat daerah telah tumbuh, berkembang, dan eksis sebagai kesatuan masyarakat hukum sebelum terbentuknya negara nasional. Kesatuan masyarakat hukum ini telah mengembangkan lembaga sosial untuk mempertahankan keberadaannya. Lembaga sosial yang dikembangkan mencakup lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan. Melalui proses yang panjang terbentuklah karakteristik yang khas pada masyarakat yang bersangkutan dilihat dari lembaga politik, sosial, dan budayanya. Misalnya masyarakat Aceh berbeda dengan masyarakat Papua, masyarakat Jawa berbeda dengan masyarakat Makassar, dan sebagainya. Hal inilah yang secara aktual membedakan antara masyarakat daerah yang satu dengan masyarakat daerah yang lain.

Munculnya komunitas yang berbeda-beda tersebut tak lepas dari sejarah perkembangan komunitas yang bersangkutan. Seluruh komunitas berkembang berdasarkan nilai-nilai tertentu, misalnya nilai agama, nilai adat, atau nilai budaya. Di samping itu, komunitas juga mengembangkan identitas. Identitas itu dikembangkan berdasarkan kesamaan agama, kesamaan suku, kesamaan wilayah, dan kesamaan budaya. Oleh karena itu, komunitas-komunitas yang terbentuk sangat beragam.

74 Ibid

Kondisi alamiah tersebut menjadi fakta politik, sosial, dan budaya yang selanjutnya mempengaruhi lembaga-lembaga formal yang dibentuk negara. Oleh karena itu, negara perlu mengakomodasi fakta tersebut dengan menyelenggarakan sistem pemerintahan daerah. Dengan menempuh cara ini maka struktur lembaga formal akan diperkuat.

Selanjutnya dengan sistem pemerintahan daerah yang disepakati semua pihak maka akan tercipta tingkat kohesivitas yang tinggi. Dengan demikian, pemerintahan daerah justru akan memperkokoh integritas bangsa.

b) Upaya untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Secara umum tujuan dibentuknya negara adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan perangkat kelembagaan yang disebut administrasi publik/ negara. Melalui sistem administrasi public tujuan menciptakan masyarakat adil dan makmur dapat diselenggarakan melalui proses-proses tertentu yang wujud nyatanya adalah pemberian pelayanan publik. Proses untuk mencapai tujuan tersebut akan sulit dicapai jika semua urusan diatur dan diurus oleh pemerintah pusat karena akan diselenggarakan oleh hirarki birokrasi yang sangat panjang dan kompleks. Dengan panjang dan kompleksnya birokrasi masyarakat akan sulit memperoleh pelayanan yang cepat, murah, dan efisien.

Sistem pemerintahan daerah memberi pemecahan atas persoalan tersebut. Dalam sistem pemerintahan daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan kepentingan

dan aspirasinya. Dengan kewenangan ini masyarakat daerah setempat melalui wakil-wakilnya membuat kebijakan publik/ kebijakan daerah. Kebijakan daerah ini lalu dilaksanakan oleh pejabat-pejabat daerah setempat. Dengan demikian, urusan-urusan masyarakat diputuskan oleh masyarakat sendiri. Oleh karena itu, jika muncul masalah dengan cepat masyarakat akan menyelesaikannya. Pelayanan publik yang diberikan oleh pejabat pelaksana dapat diterima masyarakat secara cepat dan mudah karena tidak terdapat jalur birokrasi yang panjang, kompleks, dan berbelit-belit.

c) Menciptakan administrasi pemerintahan yang efisien.

Penyelenggaraan pemerintahan dengan cara terpusat akan melahirkan hirarki dan rantai komando yang panjang. Dengan adanya hirarki dan rantai komando yang panjang maka pengendalian, koordinasi, dan evaluasi akan sulit dilaksanakan. Kelemahan di bidang pengendalian, koordinasi, dan evaluasi tersebut membuat sistem administrasi tidak efisien. Perencanaan yang diputuskan di pusat dan dilaksanakan di daerah pengawasannya tidak efektif karena jarak antara pembuat rencana dengan pelaksana terlalu jauh. Koordinasi menjadi sulit karena melibatkan beberapa pejabat pada beberapa tingkatan hirarki organisasi sehingga dengan sendirinya melibatkan pejabat yang sangat banyak. Evaluasi juga tidak efektif karena obyek yang dievaluasi sangat banyak dan kompleks. Di samping itu, kondisi seperti itu juga memberi peluang terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Prinsip-prinsip umum hukum publik menggabungkan kualitas formal dengan komitmen normatif di perusahaan penyaluran, pengelolaan, membentuk dan membatasi kekuasaan politik. Prinsip-prinsip ini menyediakan beberapa konten dan spesifisitas untuk kebutuhan abstrak dari publicness dalam hukum. Prinsip berpotensi berlaku dalam setiap sistem hukum public, dan dalam hubungan antara sistem yang berbeda dari hukum publik, mungkin termasuk ke derajat yang berbeda beberapa following.75

Dari berbagai batasan pengertian hukum administrasi negara tersebut, maka dapatlah kiranya diketahui bahwa pada intinya hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur bagaimana administrasi negara menjalankan fungsi dan tugas-tugasnya. Sedangkan materi yang diaturnya adalah relatif luas. Hal ini dapat dipahami dengan mengingat betapa luasnya kegiatan maupun campur tangan administrasi negara dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, yakni untuk meningkatkan kesejahteraan umum.76

Keberadaan hukum administrasi negara dalam suatu negara adalah sangat penting, baik bagi administrasi negara maupun bagi masyarakat luas.77

Terhadap hal tersebut, Sjachran Basah menyatakan, bahwa hukum administrasi negara merupakan sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mencapai berbagai tujuan negara. Lebih lanjut, dikatakan bahwa peranan hukum administrasi negara sangat dominan dan esensial. Sebab, pada hakekatnya, hukum administrasi negara tersebut adalah seperangkat norma yang mengatur dan:

a) Memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya, 75

Benedictus Kingsbury, Konsep Hukum Administrasi Negara Global, 2012, hal 8 76

S. F. Marbun, Op.cit, hal 23 77

b) Melindungi warga terhadap sikap-tindak administrasi negara itu sendiri.78 Kemudian menurut Suparto, secara umum hukum administrasi negara dapat dikatakan instrumen yuridis bagi penguasa untuk secara aktif terlibat dengan masyarakat, dan pada sisi lain hukum administrasi merupakan hukum yang memungkinkan anggota masyarakat mempengaruhi penguasa dan memberikan perlindungan terhadap penguasa.79

Administrasi Negara juga memiliki tiga arti, yaitu:80

a) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau institusi politik (kenegaraan); artinya meliputi organ yang berada dibawah pemerintah, mulai dari presiden, Menteri (termasuk Sekretaris Jenderal), Gubernur, Bupati, dan sebagainya. Singkatnya semua organ yang menjalankan administrasi negara.

b) Sebagai fungsi atau aktivitas, yakni sebagai kegiatan pemerintahan. Artinya sebagai kegiatan mengurus kepentingan negara.

c) Sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang-Undang, artinya meliputi segala tindakan aparatur negara dalam menyelenggarakan Undang-Undang.

Dalam lapangan hukum administrasi negara dikenal beberapa azas yang antara lain:81

78

Sjcahran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap-Tindak Administrasi Negara, Pidato Orasi Ilmiah, Dies Natalis XXIX Universitas Padjajaran Bandung, hal 4

79

Suparto Wijoyo, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi, Penerbit Airlangga University Press, Surabaya, 1997, hal 37

80

C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Administrasi Negara, Penerbit PT Kresna Prima Persada, Jakarta, 2005, hal 4

81

H.M. Jafar Ali, Ikhtisar Hukum Administrasi atau Tata Usaha Negara, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1982, hal 19

- Azas Legalitas: harus berlandaskan hukum atau undang-undang atau peraturan.

- Azas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan atau detour nement de pouvoir.

- Azas non-diskriminatif

- Azas exes de pouvoir atau penyerobotan wewenang.

Dokumen terkait