• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoretis

2. Keterampilan Berbahasa

Berbicara merupakan pembelajaran bahasa lisan yang bisa saja didapatkan oleh siapapun, bahkan orang yang tidak bisa membaca atau menulis-pun bisa berbicara, kecuali orang yang memiliki kekurangan tidak bisa berbicara seperti bisu atau lainnya, “Pada hakikatnya, keterampilan berbicara merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada

orang lain”.17

Berbicara dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Berbicara bisa dilakukan di depan umum dalam acara formal maupun sekedar berbincang-bincang.

Menurut Byrner, bahasa lisan dapat dibagi menjadi empat jenis: 1. Berbicara secara bebas dan spontan, yaitu berbicara dalam situasi

interaktif di mana bahasa yang dihasilkan penutur banyak memiliki

“kesalahan”.

2. Berbicara secara bebas tapi terencana, seperti yang terjadi dalam wawancara dan diskusi, di mana nilai informasinya lebih tinggi dari pada pembicaraan bebas spontan tapi tetap memiliki sifat interaktif dan spontan.

3. Penyajian lisan dari teks tertulis, seperti pada berita dan kuliah, di mana penyampaian informasi dilakukan secara objektif dan niatan dari pembicaraan tampak lebih jelas.

4. Penyajian lisan dari skrip/naskah yang sudah baku dan dilatih sebelumnya, seperti pada drama atau film, di mana unsur-unsur linguistik dan cara penyampaiannya dilakukan dengan tingkat stilisasi yang tinggi.18

Berbicara merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan, melalui keterampilan berbicara seseorang dapat mengekspresikan apa yang ada di dalam pikirannya, mengungkapkan perasaan, ide, gagasan, dan menyalurkan kreativitasnya secara cerdas dan cekatan sesuai dengan konteks situasi tempat orang itu berada, bahasa yang digunakan dan waktu ia harus berbicara.

17

Iskandar Wasid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 241

18

Syukur Ghazali, Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 172-173

Menurut Chomsky, Anak belajar bahasa bermula dari pengumpulan data dari lingkungannya dalam bentuk ucapan-ucapan bahasa yang didengarnya, menggolong-golongkan bunyi-bunyi itu dalam berbagai kategori ketatabahasaan, dan bentuk-bentuk aturan untuk menyusun dengan teratur apa yang dikatakan itu.19

Dalam buku berbicara karangan Tarigan dikatakan bahwa, “Berbicara

adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari”.20

Berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting, keterampilan berbicara yang baik dan benar dapat mencetak generasi yang kreatif, generasi yang mampu melahirkan tuturan atau ujaran secara komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. “Berbicara adalah suatu proses penyampaian pesan yang dilakukan

secara lisan”.21

Dalam menyampaikan pesan, terdapat beberapa unsur yang mempunyai keterikatan satu dengan yang lainnya, yakni pembicara/orang yang berbicara, isi pembicaraan, orang yang menyimak dan tanggapan penyimak. “Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi -bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”.22

Orang yang memiliki kemampuan berbicara yang baik akan mengucapkan ataupun menyatakan gagasan pikiran ataupun perasaannya dengan artikulasi yang jelas, runtut, dan mudah dipahami.

Berbicara menurut Suhendar adalah, “Proses perubahan wujud pikiran/perasaan menjadi wujud ujaran”.23

Berbicara berarti mengungkapkan ide, gagasan, pemikiran, atau perasaan yang sedang dirasakannya melalui

lisan. Menurut Kartapati, “Berbicara merupakan ekspresi diri, dengan

19

Budinuryanta, dkk., Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 7.4

20

Henry Guntur Tarigan, Berbicara, (Bandung: Angkasa Bandung, 2008), h.3

21

Djago Tarigan, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), h. 2.61

22

Tengsoe Tjahyono dan Kisyani Lakson, Berbicara II, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2000), h. 1.6

23

berbicara seseorang dapat menyatakan kepribadian dan pikirannya, berbicara dengan di luar, atau hanya sekedar pelampiasan uneg-uneg”.24

Kemampuan berbicara sangat berpengaruh dalam kehidupan, karena melalui berbicara seseorang dapat mengungkapkan gagasan yang ada di dalam pikirannya, menyampaikan perasaannya, juga mengekspresikan dirinya. Tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal berikut:

1. Kemudahan berbicara 2. Kejelasan

3. Bertanggung jawab

4. Membentuk pendengaran yang kritis 5. Membentuk kebiasaan.25

Tujuan-tujuan tersebut akan dapat dicapai apabila program pengajaran dilandasi oleh prinsip-prinsip yang relevan, serta kegiatan pembelajaran yang membuat para peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Untuk itu, prinsip yang dimaksud adalah “Pengintegrasian program latihan keterampilan berbicara sebagai bagian dari penggunaan bahasa secara menyeluruh dengan penekanan pada unit-unit khusus yang melibatkan

aktivitas pengajar dan peserta didik”.26

Berbicara kaitannya dengan menyimak menurut Brooks, “Menyimak

dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah secara langsung, merupakan komunikasi tatap muka (face to face communication)”.27

Menyimak dan berbicara adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, seperti makhluk hidup yang membutuhkan oksigen, seperti tubuh yang membutuhkan ruh untuk mengisi di dalamnya. Pembicara membutuhkan orang untuk menyimak apa yang diatakannya, begitu juga dengan penyimak, penyimak tidak bisa dikatakan menyimak jika tidak ada yang berbicara atau yang didengar.

24

Ibid., h. 1.3

25

Iskandar Wasid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 242-243

26

Ibid., h. 243

27

Henry Guntur Tarigan, Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 2008), h. 3

Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat, hubungan ini terdapat pada hal-hal berikut:

a. Ujaran (Speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (Imitasi).

b. Kata-kata yang dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang (Stimuli) yang ditemuinya dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam penyampaian gagasan-gagasannya.

c. Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup.

d. Anak yang masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit ketimbang kalimat-kalimat yang dapat diungkapkannya.

e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.

f. Bunyi suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata sang anak.

g. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (Visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.28

Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan Bahasa Indonesia yang berhubungan dengan interaksi dengan lawan bicara, dalam interaksi tersebut terdapat beragai jenis aturan yang mengatur interaksi. Aturan ini menjadi acuan bagi pembicara/siswa agar mampu meningkatkan keterampilan berbicara mereka. Menurut Karp dan Yoels menyebutkan 3 jenis aturan yang mengatur interaksi, yaitu “Aturan mengenai ruang, mengenai waktu, gerak dan sikap tubuh”.29 Seorang pembicara harus mempertimbangkan waktu, bagaimana sikap tubuh dan gerak yang harus ditempatkan ketika orang tersebut ingin berbicara.

Ketika berbicara sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dicerna oleh pendengar atau penyimak agar tidak terjadi salah paham atas apa yang telah dikatakan oleh pembicara. Pembicara juga harus menyesuaikan

bahasa dengan tingkat perkembangan pendengar. “Berbicara adalah sebuah

proses yang tidak hanya berupa pemahaman atas apa yang sedang dikatakan,

28

Tarigan. loc. cit.

29

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), h. 37

tetapi juga menangkap motif pembicara, pesan-pesan tersirat tetapi tidak terkatakan, dan ironi atau sarkasme yang dapat sama sekali bertentangan dengan makna eksplisit kata-katanya”.30

Pengunaan bahasa yang mudah dimengerti, tidak ambigu dan nada suara yang jelas dapat mempermudah orang lain memahami maksud dan tujuan pembicara. Selain itu, gerak-gerik pembicara ketika berbicara di depan audien juga sangat mempengaruhi, misalnya ekspresi yang digunakan ketika ingin menggambarkan orang yang sedang marah atau hal lainnya.

Menurut Sukarman, Untuk mengukur kemampuan siswa dalam berbicara dapat dilihat dari kemampuannya menghasilkan simbol-simbol fonetis dan kemampuannya melengkapi dengan gerak-gerak isyarat (gentur) yang terpenting adalah melatih siswa untuk berani dengan bahasa yang baik dan benar.31

Untuk mengetahui atau mengukur keterampilan berbicara siswa, guru dapat melihatnya melalui gerak-gerik siswa ketika berbicara, misalnya tidak memainkan baju atau tangan ketika berbicara, ketika berbicara tidak ragu ketika ingin mengungkapkan apa yang ada dipikirannya dan tidak mengulang-ulang perkataan yang telah diucapkannya. Cakupan dalam kegiatan berbicara sangat luas, ada yang mencakup kegiatan kegiatan berbicara yang bersifat formal maupun informal.

Adapun cakupan materi berbicara dalam kurikulum meliputi kegiatan sebagai berikut: (1) berceramah, (2) berdebat, (3) bercakap-cakap, (4) berkhotbah, (5) bertelepon, (6) bercerita, (7) berpidato, (8) bertukar pikiran, (9) bertanya, (10) bermain peran, (11) berwawancara, (12) berdiskusi, (13) berkampanye, (14) menyampaikan sambutan, selamat, pesan, (15) melaporkan, (16) menanggapi, (17) menyanggah pendapat, (18) menolak permintaan, tawaran, ajakan, (19) menjawab pertanyaan, (20) menyatakan sikap, (21) menginformasikan, (22) membahas, (23) melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan), (24) menguraikan cara membuat sesuatu, (25) menawarkan sesuatu, (26) meminta maaf, (27) memberi petunjuk, (28) memperkenalkan diri, (29)

30

Dale Carnegie, The 5 Essential People Skills, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 159.

31Wasimin, “Peningkatan Kompetensi Berbicara Siswa SD Melalui Metode Role Play”,

menyapa, (30) mengajak, (31) mengundang, (32) memperingatkan, (33) mengoreksi, dan (34) tanya-jawab.32

Tes diperlukan oleh seorang guru untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam berbicara, khususnya dalam bercerita. Adapun beragam tes yang telah tertera dalam buku, di bawah ini adalah beberapa bentuk tes berbicara dari berbagai sumber. Dalam tes berbicara yang pertama,

ada empat aspek yang dinilai, diantaranya “(1) Ketepatan isi cerita, (2) Sistematika cerita, (3) Penggunaan bahasa, meliputi pelafalan, intonasi, pilihan kata, struktur kata, dan struktur kalimat, dan (4) Kelancaran bercerita”.33

Aspek pertama berkaitan dengan ketepatan isi dari cerita, apakah cerita yang disampaikan sesuai atau tidak sesuai. Aspek kedua berkaitan dengan jalan cerita yang disampaikan. Aspek ketiga berkaitan dengan penggunaan bahasa yang meliputi lafal yang diucapkan, kesesuaian intonasi, diksi, struktur kata dan kalimat, serta aspek yang terakhir berkaitan dengan kelancaran siswa dalam bercerita.

Selain itu, dalam sumber lain dijelaskan lebih rinci mengenai tes berbicara, pada tes berbicara berdasarkan rangsangan visual dan suara seperti video, film, siaran televisi, dan lain sebagainya menggunakan rubik penilaian

sebagai berikut, “(1) Kesesuaian isi pembicaraan, (2) Ketepatan logika urutan bicara, (3) Ketepatan detail peristiwa, (4) Ketepatan makna keseluruhan

bicara, (5) Ketapatan kata, (6) Ketepatan kalimat, (7) Kelancaran”.34

Adapun tes berbicara untuk menceritakan kembali buku cerita tercantum sebagai

berikut, “(1) Ketepatan isi cerita, (2) Ketepatan penunjukan detil cerita, (3)

Ketepatan logika cerita, (4) Ketepatan makna keseluruhan bicara, (5)

Ketapatan kata, (6) Ketepatan kalimat, (7) Kelancaran”.35

Berbicara dapat dinilai dari berbagai aspek, sebagaimana yang telah dibahas, tes berbicara

32

Kundharu Saddhono & St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia, (Bandung: CV. Karya Putra Dewi, 2012), h. 59

33

Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), h. 6.16

34

Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi,

(Yogyakarta: Edisi Pertama), h. 409

35

merupakan sebuah tekhnik pengukuran terhadap kemampuan berbicara seseorang.

Adapun komponen yang dijadikan sasaran dalam berbicara yakni, bahasa lisan yang digunakan (lafal dan inotasi, kosakata dan pilihan kata, struktur bahasa, gaya bahasa dan pragmatik), isi pembicaraan (hubungan topik dan pembicaraan dengan isi, struktur isi, kualitas isi, kuantitas isi), dan teknik dan penampilan (tata cara, gerak-gerik dan mimik, serta volume suara).36 Berdasarkan berbagai macam aspek yang telah dibahas, ini menunjukkan bahwa tes berbicara sangat beragam, tinggal bagaimana guru menyesuaikannya dengan keadaan siswa. Baik dari segi tingkatan kelas ataupun lainnya. Dan pada intinya, semua penilaian di atas adalah sama, yakni untuk mengatahui kemampuan seseorang dalam berbicara, khususnya kemampuan bercerita.

Berbicara bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih lagi jika dilakukan oleh orang yang tidak terbiasa berbicara di depan umum. Belajar dan berlatih adalah solusi yang paling tepat untuk melatih keterampilan berbicara seseorang. Berikut ini adalah beberapa hambatan yang sering ditemui dalam kegiatan berbicara, yakni:

1) Hambatan Internal

a) Ketidaksempurnaan alat ucap

Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurna alat ucap akan mempengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengar pun akan salah menafsirkan maksud pembicara.

b) Penguasaan komponen kebahasaan (1) Lafal dan intonasi

(2) Pilihan kata (diksi) (3) Struktur bahasa (4) Gaya bahasa

c) Penggunaan komponen isi (1) Hubungan isi dengan topik (2) Struktur isi

(3) Kualitas isi (4) Kuantitas isi

36

Noehi Nasoetion, dkk., Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 8.23

d) Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental

Seorang pembicara yang tidak menguasai komponen bahasa dan komponen isi tersebut di atas akan menghambat keefektifan berbicara.

2) Hambatan Eksternal a) Suara atau bunyi b) Kondisi ruangan c) Media

d) Pengetahuan pendengar.37

Berdasarkan berbagai hambatan di atas, seorang guru harus mencari cara untuk membuat hambatan ini bisa terlampaui, salah satunya adalah dengan memilih media pembelajaran juga memilih metode pembelajaran yang tepat. Selain itu, guru ataupun orang tua juga bisa memberikan belajar tambahan. Untuk mengatasi suara atau bunyi yang kurang terdengar, guru bisa menggunakan pengeras suara, misalnya ketika ingin menonton film kartun guru menggunakan pengeras suara agar suara yang dihasilkan dari film tersebut lebih terdengar. Dalam mengatasi kondisi ruangan, misalnya terlalu sempit sedangkan siswa dalam kelas tersebut banyak, guru dapat mengatur tempat duduk siswa seperti membuat huruf U atau lainnya. Apabila tidak memungkinkan untuk mengatur tempat duduk guru bisa menggilir tempat duduk siswa atau sesekali guru bisa membawa siswa ke luar kelas, seperti taman atau tempat-tempat lain yang layak untuk belajar.

b. Bercerita

Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara, bercerita dapat mengasah keterampilan berbicara siswa ketika di depan orang, bercerita merupakan suatu kegiatan menuturkan berbagai hal, baik yang kita lihat, dengar, ataupun dari apa yang kita baca, “Bercerita adalah perbuatan atau

suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan

pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain”.38 Bercerita merupakan penyampaian pengalaman atau pengetahuan yang diketahui oleh orang yang bercerita, bisa menceritakan kembali suatu kisah yang pernah didengarnya

37

Isah Cayhani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007)

38

atau diketahuinya, bercerita tentang sosok yang dikagumi oleh pembicara, ataupun bercerita tentang pengalaman dirinya sendiri, orang lain atau orang yang terdahulu. Melalui cerita, guru ataupun orang tua dapat memberikan pelajaran kepada anak-anak, memberikan contoh yang baik melalui cerita-cerita yang menarik, cerita-cerita yang disampaikan bisa berupa pengalaman, film/video, buku dongeng, dan lainnya.

Dengan bercerita siswa dapat mengungkapkan apa yang pernah dialaminya, baik pengalaman sendiri, orang lain, bercerita tentang suatu kisah yang pernah didengarnya, ataupun hal-hal lainnya. “Kegiatan bercerita

menuntun siswa ke arah pembicaraan yang baik. Lancar bercerita berarti lancar berbicara. Dalam bercerita siswa dilatih berbicara jelas, inotasi yang tepat, urutan kata sistematis, menguasai massa pendengar dan berperilaku

menarik”.39

Bercerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara, melatih siswa untuk lebih jelas ketika berbicara, menguji keberanian siswa ketika berbicara di depan umum.

Interaksi antara pembicara dan pendengar dalam kegiatan berbicara berjalan searah. Pembicaranya menyampaikan pesan sedang pendengar menerima pesan tanpa dapat berinteraksi langsung kepada pembicara. Karena itu, interaksi antara pembicara dan pendengar dalam kegiatan bercerita disebut satu arah.40

Pada Taman Kanak-kanak (TK) bercerita disampaikan oleh orang dewasa yang disimak oleh anak usia dini, pada tingkat Sekolah Dasar (SD) bercerita bisa dilakukan oleh siswa. Misalnya, bercerita mengenai pengalaman yang pernah ia alami atau menceritakan kembali cerita yang pernah didengarnya. Menurut Tampubolon, “Bercerita kepada anak

memainkan peran penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran

anak”.41 Artinya, dengan bercerita siswa tidak hanya dapat mengasah

39 Ma’mur Saadie, dkk., Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 9.16

40

Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), Cet 5, h. 6.20

41

Ratna Anggraini, Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Metode Bercerita Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Semitau, (16 Januari 2014, Pukul: 10.03)

keterampilannya dalam berbicara saja. Akan tetapi, bahasa dan pikiran mereka dan ketertarikan mereka terhadap buku bacaan-pun akan semakin meningkat.

Ketika seseorang ingin bercerita, orang tersebut membutuhkan satu cerita yang akan disampaikan kepada penyimak. Kejadian atau peristiwa disekitar kita bisa dijadikan cerita, tinggal bagaimana cara menyampaikan cerita tersebut secara menarik. Tujuan dari bercerita adalah agar anak dapat membedakan perbuatan yang baik atau buruk, boleh ditiru atau tidak boleh ditiru. Anak diminta untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk sehingga kelak anak tersebut dapat mencontoh perbuatan baik untuk diaplikasikan dalam kehidupannya. Selain itu, bercerita juga dapat mengasah daya tangkap, daya pikir, konsentrasi, mengasah rasa, imajinasi, akhlak dan hal lainnya.

Adapun fungsi bercerita, “bercerita difungsikan sebagai sarana

menyampaikan pesan seperti menjelaskan sesuatu hal, kejadian, peristiwa dan

sebagainya kepada pendengar”.42

Bercerita mempunyai berbagai macam manfaat, hal itu dikarenakan pada setiap cerita pasti mempunyai pesan atau bahkan beberapa cerita memberikan pelajaran berharga bagi orang yang mengalami ataupun yang bercerita, manfaat bercerita yang dimaksud antara lain dapat memberikan hiburan, misalnya ketika suasana kelas dilanda kebosanan dan tidak ada hal yang menarik yang dapat dilakukan oleh anak.

3. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dokumen terkait