• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Media Audio Visual (Kartun) terhadap Keterampilan Bercerita pada Siswa Kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, Tahun Ajaran 2014/2015 M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Media Audio Visual (Kartun) terhadap Keterampilan Bercerita pada Siswa Kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, Tahun Ajaran 2014/2015 M."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Sri Rahmawati

1110018300050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

AL,ISLAMIYAH KEMBANGAN, J,A.KARTA BARAT, TAHTIN AJARAN 2014/2015 M

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(s.Pd.)

Oleh

Sri Rahmawati

NIM.

1110018300050

Pembimbing

B/,4*

Dona

Aii

PuVa.

M.A.

NIP. 1984040920t101 101s

PROGRAM STIJDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAII

FAKTILTAS ILMU TARBTYAH DAN KEGI]RUAN IINIVBRSITAS ISLAM NEGBRI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

Keterampilan Bercerita Pada Siswa Kelas

III MI

Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, Tahun Ajaran 201412015

M. Disusun

oleh sri Rahmawati NIM I 1 1 001 8300050, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada siding munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Jakarta 3 Desember 2014

Yang Megesahkan,

Pembimbing

(4)

Sri Rahmawati

r r 10018300050

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Jl. Srengseng Sawah Balong RT.002/004 No. 22 Kembangan, Iakarta Barat, I1630.

Nama

NIM

Jurusan

Alamat

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHIIYA

Bahwa skripsi yang berjudul sPengaruh

Media

Audio

Visual

(Kartun) terhadap Keterampilan Bercerita pada Siswa Kelas

IU

MI Tarbiyah

Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, Tahun Ajaran 20l4n0l5

M"

adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama

Pembimbing

:

Dona Aji Putra, M.A.

NIP

:

198404092011011015

JurusanlProgram Studi

:

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Iakarta, 3 Desember 2014 Yang Menyatakan

(5)

Bercerita Siswa Kelas

III

MI

Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat,

Tahun Ajaran 201412015

M

disusun oleh Sri Rahmawati Nomor Induk Mahasiswa 1110018300050, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal7 Januari 2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar

Sarjana Sl (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

Jakarta, T Januari 2015

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Sidang (Kefua Program Studi Pendidikan Guru

MI)

Tanggal Tanda Tangan Dr. Fauzan, MA

NIP. 19761t07 200701 |

Sekretaris Program Studi Asep Ediana Latip, M.Pd NrP. 19810623 200912 |

013

Pendidikan Guru MI

003

t-q.q.rlmrg

o(orltuv

NS

Penguji I

Mahmudah Fitriyah 2.A., Il.Pd

NrP. 19640212 1997$ 2 0Ar Penguji II

Dr. Nuryani, S.Pd., M.A. NIP. 1 9820628 200912 2 A03

oB (ot lcots

dlqlws

Mengetahui,

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah

(6)

i

Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, Tahun Ajaran 2014/2015 M.

Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan pengaruh media audio visual (kartun) terhadap keterampilan bercerita siswa kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2014 di MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Kuasi Eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah Two Grup Randomized Subjects Pretest Posttest, penelitian ini difokuskan pada siswa kelas tiga yang dipilih secara acak dua kelas dari tiga kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi, dan tes.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Hasil ditunjukkan dari nilai rata-rata pretest kelompok eksperimen sebesar 64,40. Setelah diberikan perlakuan dengan media pembelajaran audio visual (kartun), nilai rata-rata posttest kelompok eksperimen mengalami peningkatan menjadi 77,40. Sedangkan nilai rata-rata pretest

kelompok kontrol adalah sebesar 64,00. Nilai rata-rata posttest kelompok kontrol mengalami peningkatan menjadi 72,20. Perhitungan nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa, hasil tes kelompok eksperimen mengalami peningkatan sebesar 13%, sedangkan hasil tes kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 8,2%. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran audio visual memiliki pengaruh terhadap keterampilan berbicara (bercerita).

(7)

ii

Kembangan, West Jakarta, Academic Year 2014/2015 M.

This study aims to decrypt the influence of audio-visual media (cartoon) against the storytelling skills of students of class III MI MT Al-Islamiyah Kembangan, West Jakarta. The experiment was conducted in March-November 2014 in MI MT Al-Islamiyah Kembangan, West Jakarta. The method used in the study is Quasi Experiment. The research design was Randomized Subjects Two groups pretest posttest, this study focused on students in grade three randomly selected two classes of three classes. Data collection techniques used are documentation, observation, and testing

.

Based on the results of research and data processing, it can be seen that the experimental group students' learning outcomes better than the control group students. Results are shown from the average value of 64.40 experimental group pretest. After being given a treatment with audio-visual learning media (cartoon), the average value posttest experimental group increased to 77.40. While the average value of the control group pretest amounted to 64.00. The average value posttest control group increased to 72.20. The calculation of the average value indicates that the test results the experimental group increased by 13%, while the control group test results increased by 8.2%. Based on the above results it can be concluded that the audio-visual learning media has an influence on the speaking skills (storytelling).

(8)

iii Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah ini yang berupa skripsi dengan judul “Pengaruh Media Audio Visual (Kartun) terhadap Keterampilan Bercerita Siswa Kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, Tahun Ajaran 2014/2015 M”. Shalawat serta salam teriring kepada baginda Rasulullah Saw, sebagai pembawa peradaban yang membawa manusia keluar dari masa kegelapan dan kebodohan menuju masa yang penuh cahaya dan semoga salam tetap tercurah pada keluarga dan para sahabatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari dukungan dan doa dari berbagai pihak. Mudah-mudahan Allah Swt membalas jasa dan pengorbanan mereka yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Nurlena Rifai, M.A., Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Fauzan, M.A. Kaprodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Asep Ediana Latip, M.Pd., Sekretaris Jurusan/Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

iv

6. Keluarga Besar MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat yang telah memberikan kesempatan dan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.

7. Untuk keluargaku: ayah H. Matsani dan ibunda Hj. Nurhayati tercinta yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, nasihat, dan motivasi. Serta untuk kakak-kakakku tersayang Arpan, Muchlis, Fajaryati, dan Irwansyah. 8. Teman-teman prodi PGMI angkatan 2010, khususnya kelas B (Lely, Resty,

Halimah, Ika, Mety, Puput, dll.) yang selalu berbagi canda, tawa, tangis, kebahagiaan, serta dukungan dan motivasi. Semoga silaturahmi ini tidak hanya berhenti sampai di sini.

9. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas segala bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan doa kepada Allah Swt semoga segala perhatian, motivasi, dan bantuannya dibalas oleh-Nya sebagai amal kebaikan. Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan membutuhkannya.

Jakarta, 3 Desember 2014

(10)

v

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Deskripsi Teoretis ... 7

1. Media Pembelajaran ... 7

a. Media Audio Visual ... 8

b. Kartun ... 9

2. Keterampilan Berbahasa ... 14

a. Keterampilan Berbicara ... 14

b. Bercerita ... 21

3. Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 23

a. Pengertian Pembelajaran ... 23

(11)

vi

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode dan Desain Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Teknik Analisis Data ... 39

1. Uji Prasyarat Analisis ... 39

a. Uji Normalitas ... 39

b. Uji Homogenitas ... 39

2. Uji Hipotesis ... 39

4. Hipotesis Statistik ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Profil MI Tarbiyah Al-Islamiyah ... 41

B. Deskripsi Data ... 44

1. Pelaksanaan Pembelajaran ... 44

2. Keterampilan Bercerita ... 46

3. Data Pretest Bahasa Indonesia Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 53

a. Data Pretest Bahasa Indonesia Kelompok Eksperimen ... 53

b. Data Pretest Bahasa Indonesia Kelompok Kontrol ... 55

4. Data Posttest Bahasa Indonesia Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 57

a. Data Posttest Bahasa Indonesia Kelompok Eksperimen ... 57

(12)

vii

1) Uji Normalitas Pretest ... 63

2) Uji Normalitas Posttest ... 64

b. Uji Homogenitas ... 65

1) Uji Homogenitas Pretest ... 65

2) Uji HomogenitasPosttest ... 65

2. Pengujian Hipotesis ... 66

D. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ... 68

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Simpulan ... 71

B. Saran ... 71

(13)

viii

Posttest ... 36 Tabel 3.2 Tes Keterampilan Bercerita ... 38 Tabel 4.1 Daftar Tes Keterampilan Bercerita Pretest Kelompok

Eksperimen ... 47 Tabel 4.2 Daftar Tes Keterampilan Bercerita Posttest Kelompok

Eksperimen ... 48 Tabel 4.3 Daftar Tes Keterampilan Pretest dan Posttest Kelompok

Eksperimen ... 49 Tabel 4.4 Daftar Tes Keterampilan Bercerita Pretest Kelompok

Kontrol ... 50 Tabel 4.5 Daftar Tes Keterampilan Bercerita Posttest Kelompok

Kontrol ... 51 Tabel 4.6 Daftar Tes Keterampilan Pretest dan Posttest Kelompok

Kontrol ... 52 Tabel 4.7 Deskripsi Data Pretest Kelompok Eksperimen ... 53 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Perolehan Tes Keterampilan Berbicara

(Bercerita) Pretest Kelompok Eksperimen ... 54 Tabel 4.9 Deskripsi Data Pretest Kelompok Kontrol ... 55 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Perolehan Tes Keterampilan Berbicara

(Bercerita) Pretest Kelompok Kontrol ... 56 Tabel 4.11 Deskripsi Data Posttest Kelompok Eksperimen ... 57 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Perolehan Tes Keterampilan Berbicara

(Bercerita) Posttest Kelompok Eksperimen ... 58 Tabel 4.13 Deskripsi Data Posttest Kelompok Kontrol ... 60 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Perolehan Tes Keterampilan Berbicara

(14)
[image:14.595.123.513.204.634.2]
(15)

x

[image:15.595.119.514.160.635.2]
(16)

xi

[image:16.595.116.511.200.631.2]

Kelompok Eksperimen ... 54 Grafik 4.2 Tes Keterampilan Berbicara (Bercerita) Pretest

Kelompok Kontrol ... 56 Grafik 4.3 Tes Keterampilan Berbicara (Bercerita) Posttest

Kelompok Eksperimen ... 59 Grafik 4.4 Tes Keterampilan Berbicara (Bercerita) Posttest

(17)

xii

Lampiran 2 : RPP Kelas Kontrol Lampiran 3 : Catatan Lapangan

(18)

1

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan cara bagi manusia untuk melakukan interaksi, “Komunikasi adalah penyampaian pikiran dan perasaan oleh seseorang kepada orang lain”,1 untuk berkomunikasi manusia membutuhkan bahasa, bahasa

menurut Kridalaksana (1983) dan Kentjono (1982) adalah “Sistem lambang bunyi

yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,

berkomukasi, dan mengidentifikasi diri”.2 Pada dasarnya, bahasa adalah hal yang paling pertama didengar dan secara tidak langsung di ajarkan kepada anak. Umunya, anak mengenal bahasa mulai dari kata per kata, misalnya orang tua yang baru mempunyai anak anak mengenalkan anaknya tentang panggilan kepada orang tuanya, “Mamah, Papah” atau sebutan lainnya, kemudian mengucapkan

rangkaian kata yang tidak beraturan seperti “Mamah, mimi” lalu berubah menjadi

sebuah kalimat yang beraturan seperti “Mamah, Aku ingin minum” hingga anak

tumbuh besar dan bisa berkomunkasi dengan baik.

Akan tetapi, pada kenyataannya tidak sedikit anak yang bisa dibilang sudah dewasa tetapi ketika berkomunikasi dengan lawan bicara, bahasa yang digunakan sering terdengar kurang tepat, atau bahkan melakukan pembicaraan yang berputar-putar atau mengulang perkataan yang sudah diucapkannya. Kejadian seperti ini, kemungkinan besar terjadi karena kurangnya pelatihan keterampilan berbicara, terutama pelatihan keterampilan berbicara pada saat usia dini. Pada BAB I, pasal 1, ayat 1 tentang Ketentuan Umum menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3

1

Tengsoe Tjahyono dan Kisyani Laksono. Berbicara II, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2000), hal. 1.4

2

Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah, Disiplin Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK Press, 2010), hal. 1

3

(19)

Belajar keterampilan berbahasa khususnya berbicara merupakan salah satu pendidikan yang dapat dilakukan secara formal maupun informal, seperti yang telah tertera dalam UU Sisdiknas Pada BAB I, pasal 1, ayat 12 tentang Ketentuan

Umum menyatakan bahwa, “Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang

terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”.4 kemudian pada pasal 13 dijelaskan lebih lanjut tentang pendidikan informal, “Pendidikan informal adalah jalur pendidikan

keluarga dan lingkungan”.5 Menurut Djahiri, “Pendidikan merupakan upaya

terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu ke arah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya”.6 Berdasarkan pengertian pendidikan di atas, keterampilan berbicara merupakan pendidikan yang sangat penting, tidak hanya bisa didapatkan melalui sekolah saja (pendidikan formal). Akan tetapi, pendidikan keterampilan berbicara juga bisa didapatkan di luar sekolah (pendidikan informal).

Belajar keterampilan berbicara formal diperoleh dari Sekolah/Madrasah, anak dikenalkan dengan pelajaran Bahasa Indonesia, dan di sinilah keterampilan berbahasa anak khususnya berbicara akan diasah. Belajar keterampilan berbicara informal didapatkan dari keluarga, lingkungan atau teman sejawat yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya dengan mendengar perkataan yang diucapkan oleh orang lain kemudian diikuti oleh anak tersebut.

Keterampilan berbicara menduduki tempat yang paling utama dalam memberi maupun menerima informasi. Pada dasarnya, anak akan diajarkan berbagai keterampilan berbahasa, baik keterampilan membaca, menyimak, menulis dan keterampilan berbicara yang akan dibahas secara lebih rinci pada penelitian ini. Keterampilan berbicara harus dikembangkan sejak dini, karena pada masa ini anak berada dalam masa perkembangan yang sering disebut dengan masa keemasan, keterampilan berbicara khususnya akan lebih dikembangkan pada tingkat Sekolah Dasar. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, keterampilan

4

Ibid., h. 3

5

Ibid., h. 4

6

(20)

berbicara dikembangkan melalui berbagai metode ataupun media pembelajaran yang digunakan di dalam kelas, untuk mencapai keberhasilan dari keterampilan berbicara anak.

Sebagai seorang guru yang profesional, guru harus menjadikan proses KBM lebih menyenangkan dan lebih berkesan, agar semua pelajaran yang telah diajarkan dapat diingat lebih lama. Menjadikan proses pembelajaran lebih menyenangkan dan berkesan, guru dapat memulainya dari pengelolaan kelas, lalu strategi apa yang akan digunakan, metode, media, dan lainnya.

Ketika seseorang ingin menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya, orang tersebut membutuhkan keberanian untuk berbicara, yakin dengan ide atau gagasan yang ingin dipaparkannya dan tidak malu ketika diminta untuk berbicara di depan orang-orang. Namun, seringkali ketika guru meminta anak untuk berbicara di depan kelas, misalnya ketika guru mengatakan, “Apakah ada yang

ingin bertanya?” siswa seringkali diam, padahal ada yang ingin ditanyakan tetapi

mereka malu, tidak berani, takut salah ucap, bahkan takut ditertawakan oleh teman-temannya. Selain itu, banyak siswa yang kurang lancar mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya ketika diminta untuk berbicara di depan orang,

siswa seringkali mengucapkan “ə” di sela pembicaraannya, bahkan kata-kata itu

terbawa oleh siswa hingga dewasa. Bahkan, beberapa siswa menjelaskan sesuatu tetapi siswa tersebut seakan-akan berputar pada penjelasannya.

(21)

pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya media audio visual (kartun) untuk mengetahui apakah ada pengaruh terhadap keterampilan bercerita pada siswa kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, tahun ajaran 2014/2015 M.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka dapat disimpulkan bahwa rendahnya kemampuan keterampilan berbicara siswa disebabkan oleh:

1. Kurangnya keterampilan berbicara siswa yang disebabkan oleh minimnya pelatihan dalam meningkatkan keterampilan berbicara.

2. Pendayagunaan media pembelajaran kurang dioptimalkan.

3. Siswa kurang percaya diri ketika diminta untuk berbicara di depan kelas. 4. Siswa sulit menyampaikan gagasan yang ada di dalam pikirannya.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah difokuskan pada pengaruh media audio visual (kartun) terhadap keterampilan bercerita pada siswa kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat yang salah satunya disebabkan oleh pendayagunaan media pembelajaran kurang dioptimalkan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: “bagaimanakah pengaruh media audio visual (kartun) terhadap keterampilan bercerita pada siswa kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat pada tahun ajaran 2014/2015 M?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: “untuk mendeskripsikan pengaruh media audio visual (kartun) terhadap

(22)

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis:

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi keilmuan yang bermanfaat dalam dunia pendidikan mengenai pengaruh media audio visual (kartun) terhadap keterampilan bercerita.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembanding, pertimbangan, dan pengembangan bagi penelitian di masa yang akan datang di bidang dan permasalahan sejenis atau bersangkutan.

2. Manfaat Praktis: a. Bagi siswa:

1) Siswa memperoleh kemudahan meningkatkan keterampilan bercerita dalam proses KBM mata pelajaran Bahasa Indonesia.

2) Siswa diharapkan menjadi lebih berani ketika berbicara di depan audien dan lebih mudah mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya dengan teratur.

3) Siswa diharapkan dapat lebih percaya diri, berani, dan lebih menghargai diri sendiri dan orang lain. Selain itu, siswa juga diharapkan dapat memperluas pengetahuannya dan kreativitasnya. 4) Siswa diharapkan mempunyai semangat yang tinggi dalam

mempelajari Bahasa Indonesia.

5) Kemampuan berbicara siswa meningkat. b. Bagi Guru

1) Sebagai masukan bagi guru bidang studi Bahasa Indonesia dalam menggunakan media audio visual (kartun) sebagai salah satu cara meningkatkan keterampilan bercerita dan untuk meningkatkan mutu belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

(23)

c. Bagi Peneliti

1) Untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama belajar dibangku perkuliahan.

(24)

7

A. Deskripsi Teoretis 1. Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin, yakni “medius” yang artinya

berarti “tengah”, “pengantar”, atau “perantara”.1 Istilah “media” bahkan

sering dikaitkan dengan kata “teknologi” yang berasal dari kata latin “tekne”

(bahasa Inggris art) dan “logos” (bahasa Indonesia “ilmu”).2 “Media adalah peralatan yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari

pengirim kepada penerima pesan”.3

Media adalah sesuatu yang digunakan sebagai penghubung untuk menyalurkan kepada sesuatu yang ingin disalurkan, misalnya guru menggunakan media film sebagai penghubung atau penyalur materi yang ingin disampaikan kepada siswa.

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen penting pendukung penentu keberhasilan pembelajaran, media mempermudah guru dalam menyalurkan apa yang ingin disalurkan dan memudahkan siswa untuk memahami tujuan yang ingin disalurkan oleh guru. “Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif”.4 Dengan kata lain, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan oleh seorang guru untuk mempermudah siswa menyerap apa yang disalurkan atau disampaikan oleh guru.

Media pembelajaran bahasa Indonesia sendiri adalah, “Alat yang digunakan oleh siswa maupun guru untuk memperlancar proses belajar

1 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 6 2 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 3

3 Herry Widyastono, Model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 069, 2007, h. 1049

(25)

mengajar bahasa Indonesia”.5

Rossi dan Breidle mengemukakan bahwa

“Media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk

mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan

sebagainya”.6

Lain halnya dengan Gerlach dan Ely yang mengatakan bahwa

“Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau

kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan atau sikap”.7 Adapun pengertian lain, “Media

adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”.8

Dari berbagai pendapat tentang media di atas dapat disimpulkan bahwa, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan sebagai perantara guru untuk menyampaikan apapun yang ingin disampaikan. Media pembelajaran terbagi menjadi tiga, yakni media audio yang menekankan pada pendengaran, media visual yang menekankan pada penglihatan, dan media audio visual yang menekankan pada pendengaran dan penglihatan.

a. Media Audio Visual

Media audio visual merupakan media yang mempunyai dua unsur yakni unsur suara dan unsur gambar, media ini dianggap paling efektif dan menarik dibandingkan dengan media audio saja ataupun media visual saja. Media audio visual terbagi menjadi dua jenis. Jenis pertama dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan media audio visual murni, seperti film gerak bersuara, televisi, dan video, “Jenis kedua adalah media audio visual tidak murni yang kita kenal dengan slide opaque, OHP dan peralatan visual lainnya bila diberi unsur suara dari rekaman kaset yang

5 Jauharoti Alfin, dkk., Pembejajaran Bahasa Indonesia MI, (Surabaya:LAPIS-PGMI, 2009), h. 7-8

6 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta:Prenada Media Grup, 2010), Bab 7

(26)

dimanfaatkan secara bersamaan dalam satu waktu atau suatu proses pembelajaran”.9 Film merupakan salah satu bentuk media yang biasa kita jumpai, baik film yang diperankan oleh manusia, tokoh kartun, ataupun campuran dari manusia dan kartun, mulai dari film yang menceritakan cerita tidak masuk akal (tidak ada di dalam dunia nyata) sampai film yang menceritakan cerita kehidupan seseorang. Adapun beberapa manfaat media film dalam meningkatkan efektivitas dan efesiensi proses pembelajaran, diantaranya adalah:

1) Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu.

2) Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realitas dalam waktu yang singkat.

3) Film dapat membawa anak dari negara yang satu ke negara yang lain dan dari masa yang satu ke masa yang lain.

4) Film dapat diulangi bila perlu untuk menambah kejelasan. 5) Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat. 6) Mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa. 7) Mengembangkan imajinasi peserta didik.

8) Memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang lebih realistik.

9) Sangat kuat memengaruhi emosi seseorang.

10) Film sangat baik menjelaskan suatu proses dan dapat menjelaskan suatau keterampilan, dan lain-lain .

11) Semua peserta didik dapat belajar dari film, baik yang pandai maupun yang kurang pandai.

12) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar.10

Terlepas dari segala kelebihan, media audio visual juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah terlalu menekankan pentingnya meteri ketimbang proses pengembangan materi. Selain itu, pemanfaatannya di negara kita juga dinilai masih kurang optimal. Hal ini dikarenakan biaya yang dibutuhkan cukup banyak dan tidak semua sekolah memiliki alat yang digunakan untuk menampilkan media pembelajaran film ini.

b. Kartun

Film kartun merupakan salah satu jenis media audio visual, film kartun merupakan gambar dengan penampilan lucu dan menarik. Film kartun

9

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 113-114

10

(27)

menggambarkan suatu peristiwa, kartun biasa kita kenal juga dengan sebutan animasi karakter (character animation).

Animasi karakter/film kartun berbeda dengan animasi lainnya, misalnya grafik bergerak animasi logo yang melibatkan bentuk organik yang komplek dengan penggandaan yang banyak, gerakan yang hirarkis, “Tidak hanya mulut, mata, muka dan tangan yang bergerak tetapi semua gerakan pada

waktu yang sama”.11

Kartun merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Oleh karena itu, kartun merupakan media pembelajaran kartun merupakan media yang sangat tepat untuk digunakan pada siswa tingkat dasar khususnya kelas bawah.

Kartun tidak hanya sebagai ungkapan seni semata, akan tetapi terdapat juga di dalamnya hal-hal lucu, sindiran, ataupun kritik. Oleh karena itu, kartun dianggap merupakan salah satu media pembelajaran yang sangat mudah dipahami, terutama untuk anak SD/MI. Kartun sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis adalah, “Suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampikan sesuatu pesan secara cepat dan ringkas atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi, atau kejadian-kejadian tertentu”.12 Kartun mempermudah pendidik untuk menyampaikan sebuah pesan. Sekalipun begitu, pendidik harus memberikan pengawasan terhadap kartun yang ditayangkan, yakni sesuai dengan umur siswa dan mengandung pesan yang baik.

Kartun didesain untuk menarik perhatian, keunikan dari gambar setiap tokoh kartun, menambah daya tarik bagi kartun itu sendiri, melalui film kartun guru dapat menyampaikan pesan secara cepat, ringkas dan mudah diingat. Selain menarik perhatian, kartun juga dapat mempengaruhi sikap maupun tingkah laku orang-orang yang melihatnya, “Kalau makna kartun mengena, pesan yang besar bisa disajikan secara ringkas dan kesannya akan tahan lama di ingatan”.13 Oleh karena pengaruhnya yang sangat besar itu,

11

M. Suyanto, Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2003), h. 290

12

Arif S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 45

13

(28)

siapapun orangnya (terutama guru) yang ingin menyajikan kartun bagi anak-anaknya, harus memilih kartun yang baik atau tidak, dan sesuai atau tidak untuk anak seusia SD/MI.

Pada awal penemuannya, kartun dibuat dari lembar-lembar kertas gambar kemudian diputar sehingga muncul efek gambar bergerak. Imajinasi dan daya cipta sang seniman sangat tinggi dalam membuat kartun. Ciri khas dari kartun adalah baik cerita, adegan, tokoh, maupun gambarnya begitu bebas dan seringkali melampaui atau menentang batas-batas realita dunia nyata. Sebelum tekhnologi elektronik dan komputer ditemukan, Indonesia telah memiliki kartun yang merupakan kartun tertua di dunia, kartun itu adalah wayang kulit. Wayang kulit termasuk ke dalam salah satu bentuk kartun karena dalam pertunjukannya, wayang kulit telah memenuhi semua elemen kartun seperti layar, gambar bergerak, dialog, dan ilustrasi musik.

Film animasi terbagi menjadi film animasi 2D dan 3D, “Film animasi

2D atau 3D dapat digunakan sebagai sarana informasi, pendidikan,

dokumentasi maupun hiburan”.14

Film animasi/ kartun seringkali di tayangkan di televisi, namun seiring perkembangan tekhnologi, film kartun tidak hanya bisa kita nikmati di televisi, melainkan dapat kita lihat juga

melalui internet. “Film animasi kartun dapat digunakan untuk presentasi,

pemodelan, dokumenter dan lainnya”.15

Tidak sedikit film kartun yang baik dan bagus apabila dicontoh penontonnya sering kita lihat di televisi, dan film-film kartun tersebut bisa digunakan seorang guru sebagai media pembelajaran, misalnya Doraemon, Dodo, dan film kartun lainnya.

Secara umum media pembelajaran memiliki kegunaan-kegunaan sebagai berikut:

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis. 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera.

3. Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik.

14

Ariesto Hadi Sutopo, Multimedia Interaktif Dengan Flash, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2003), h. 28

15

(29)
[image:29.595.120.518.104.628.2]

4. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus di atasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media, yaitu dengan kemampuannya dalam memberikan perangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.16

Gambar 2.1 Contoh Kartun Dodo

16

(30)
[image:30.595.122.511.194.454.2]

Gambar 2.2 Contoh Kartun Dodo

Gambar 2.1 dan 2.2 di atas merupakan gambar dari potongan cerita film kartun Dodo yang menjelaskan tentang sholat lima waktu, dan menjelaskan bahwa orang yang sholat tidak menyakiti makhluk-makhluk Allah yang ada di bumi ini. Dari film tersebut, siswa tidak hanya bisa menceritakan kembali kisah Dodo. Akan tetapi, film tersebut juga telah memberikan pesan-pesan dan akhlak yang patut untuk dicontoh oleh siswa.

(31)

2. Keterampilan Berbahasa a. Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan pembelajaran bahasa lisan yang bisa saja didapatkan oleh siapapun, bahkan orang yang tidak bisa membaca atau menulis-pun bisa berbicara, kecuali orang yang memiliki kekurangan tidak bisa berbicara seperti bisu atau lainnya, “Pada hakikatnya, keterampilan berbicara merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain”.17

Berbicara dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Berbicara bisa dilakukan di depan umum dalam acara formal maupun sekedar berbincang-bincang.

Menurut Byrner, bahasa lisan dapat dibagi menjadi empat jenis: 1. Berbicara secara bebas dan spontan, yaitu berbicara dalam situasi

interaktif di mana bahasa yang dihasilkan penutur banyak memiliki “kesalahan”.

2. Berbicara secara bebas tapi terencana, seperti yang terjadi dalam wawancara dan diskusi, di mana nilai informasinya lebih tinggi dari pada pembicaraan bebas spontan tapi tetap memiliki sifat interaktif dan spontan.

3. Penyajian lisan dari teks tertulis, seperti pada berita dan kuliah, di mana penyampaian informasi dilakukan secara objektif dan niatan dari pembicaraan tampak lebih jelas.

4. Penyajian lisan dari skrip/naskah yang sudah baku dan dilatih sebelumnya, seperti pada drama atau film, di mana unsur-unsur linguistik dan cara penyampaiannya dilakukan dengan tingkat stilisasi yang tinggi.18

Berbicara merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan, melalui keterampilan berbicara seseorang dapat mengekspresikan apa yang ada di dalam pikirannya, mengungkapkan perasaan, ide, gagasan, dan menyalurkan kreativitasnya secara cerdas dan cekatan sesuai dengan konteks situasi tempat orang itu berada, bahasa yang digunakan dan waktu ia harus berbicara.

17

Iskandar Wasid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 241

18

(32)

Menurut Chomsky, Anak belajar bahasa bermula dari pengumpulan data dari lingkungannya dalam bentuk ucapan-ucapan bahasa yang didengarnya, menggolong-golongkan bunyi-bunyi itu dalam berbagai kategori ketatabahasaan, dan bentuk-bentuk aturan untuk menyusun dengan teratur apa yang dikatakan itu.19

Dalam buku berbicara karangan Tarigan dikatakan bahwa, “Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari”.20 Berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting, keterampilan berbicara yang baik dan benar dapat mencetak generasi yang kreatif, generasi yang mampu melahirkan tuturan atau ujaran secara komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. “Berbicara adalah suatu proses penyampaian pesan yang dilakukan secara lisan”.21

Dalam menyampaikan pesan, terdapat beberapa unsur yang mempunyai keterikatan satu dengan yang lainnya, yakni pembicara/orang yang berbicara, isi pembicaraan, orang yang menyimak dan tanggapan penyimak. “Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi -bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”.22

Orang yang memiliki kemampuan berbicara yang baik akan mengucapkan ataupun menyatakan gagasan pikiran ataupun perasaannya dengan artikulasi yang jelas, runtut, dan mudah dipahami.

Berbicara menurut Suhendar adalah, “Proses perubahan wujud

pikiran/perasaan menjadi wujud ujaran”.23

Berbicara berarti mengungkapkan ide, gagasan, pemikiran, atau perasaan yang sedang dirasakannya melalui lisan. Menurut Kartapati, “Berbicara merupakan ekspresi diri, dengan

19

Budinuryanta, dkk., Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 7.4

20

Henry Guntur Tarigan, Berbicara, (Bandung: Angkasa Bandung, 2008), h.3

21

Djago Tarigan, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), h. 2.61

22

Tengsoe Tjahyono dan Kisyani Lakson, Berbicara II, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2000), h. 1.6

23

(33)

berbicara seseorang dapat menyatakan kepribadian dan pikirannya, berbicara dengan di luar, atau hanya sekedar pelampiasan uneg-uneg”.24 Kemampuan berbicara sangat berpengaruh dalam kehidupan, karena melalui berbicara seseorang dapat mengungkapkan gagasan yang ada di dalam pikirannya, menyampaikan perasaannya, juga mengekspresikan dirinya. Tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal berikut:

1. Kemudahan berbicara 2. Kejelasan

3. Bertanggung jawab

4. Membentuk pendengaran yang kritis 5. Membentuk kebiasaan.25

Tujuan-tujuan tersebut akan dapat dicapai apabila program pengajaran dilandasi oleh prinsip-prinsip yang relevan, serta kegiatan pembelajaran yang membuat para peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Untuk itu, prinsip yang dimaksud adalah “Pengintegrasian program latihan keterampilan berbicara sebagai bagian dari penggunaan bahasa secara menyeluruh dengan penekanan pada unit-unit khusus yang melibatkan

aktivitas pengajar dan peserta didik”.26

Berbicara kaitannya dengan menyimak menurut Brooks, “Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah secara langsung, merupakan komunikasi tatap muka (face to face communication)”.27

Menyimak dan berbicara adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, seperti makhluk hidup yang membutuhkan oksigen, seperti tubuh yang membutuhkan ruh untuk mengisi di dalamnya. Pembicara membutuhkan orang untuk menyimak apa yang diatakannya, begitu juga dengan penyimak, penyimak tidak bisa dikatakan menyimak jika tidak ada yang berbicara atau yang didengar.

24

Ibid., h. 1.3

25

Iskandar Wasid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 242-243

26

Ibid., h. 243

27

(34)

Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat, hubungan ini terdapat pada hal-hal berikut:

a. Ujaran (Speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (Imitasi).

b. Kata-kata yang dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang (Stimuli) yang ditemuinya dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam penyampaian gagasan-gagasannya.

c. Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup.

d. Anak yang masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit ketimbang kalimat-kalimat yang dapat diungkapkannya.

e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.

f. Bunyi suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata sang anak.

g. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (Visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.28

Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan Bahasa Indonesia yang berhubungan dengan interaksi dengan lawan bicara, dalam interaksi tersebut terdapat beragai jenis aturan yang mengatur interaksi. Aturan ini menjadi acuan bagi pembicara/siswa agar mampu meningkatkan keterampilan berbicara mereka. Menurut Karp dan Yoels menyebutkan 3 jenis aturan yang mengatur interaksi, yaitu “Aturan mengenai ruang,

mengenai waktu, gerak dan sikap tubuh”.29 Seorang pembicara harus

mempertimbangkan waktu, bagaimana sikap tubuh dan gerak yang harus ditempatkan ketika orang tersebut ingin berbicara.

Ketika berbicara sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dicerna oleh pendengar atau penyimak agar tidak terjadi salah paham atas apa yang telah dikatakan oleh pembicara. Pembicara juga harus menyesuaikan bahasa dengan tingkat perkembangan pendengar. “Berbicara adalah sebuah proses yang tidak hanya berupa pemahaman atas apa yang sedang dikatakan,

28

Tarigan. loc. cit.

29

(35)

tetapi juga menangkap motif pembicara, pesan-pesan tersirat tetapi tidak terkatakan, dan ironi atau sarkasme yang dapat sama sekali bertentangan dengan makna eksplisit kata-katanya”.30 Pengunaan bahasa yang mudah dimengerti, tidak ambigu dan nada suara yang jelas dapat mempermudah orang lain memahami maksud dan tujuan pembicara. Selain itu, gerak-gerik pembicara ketika berbicara di depan audien juga sangat mempengaruhi, misalnya ekspresi yang digunakan ketika ingin menggambarkan orang yang sedang marah atau hal lainnya.

Menurut Sukarman, Untuk mengukur kemampuan siswa dalam berbicara dapat dilihat dari kemampuannya menghasilkan simbol-simbol fonetis dan kemampuannya melengkapi dengan gerak-gerak isyarat (gentur) yang terpenting adalah melatih siswa untuk berani dengan bahasa yang baik dan benar.31

Untuk mengetahui atau mengukur keterampilan berbicara siswa, guru dapat melihatnya melalui gerak-gerik siswa ketika berbicara, misalnya tidak memainkan baju atau tangan ketika berbicara, ketika berbicara tidak ragu ketika ingin mengungkapkan apa yang ada dipikirannya dan tidak mengulang-ulang perkataan yang telah diucapkannya. Cakupan dalam kegiatan berbicara sangat luas, ada yang mencakup kegiatan kegiatan berbicara yang bersifat formal maupun informal.

Adapun cakupan materi berbicara dalam kurikulum meliputi kegiatan sebagai berikut: (1) berceramah, (2) berdebat, (3) bercakap-cakap, (4) berkhotbah, (5) bertelepon, (6) bercerita, (7) berpidato, (8) bertukar pikiran, (9) bertanya, (10) bermain peran, (11) berwawancara, (12) berdiskusi, (13) berkampanye, (14) menyampaikan sambutan, selamat, pesan, (15) melaporkan, (16) menanggapi, (17) menyanggah pendapat, (18) menolak permintaan, tawaran, ajakan, (19) menjawab pertanyaan, (20) menyatakan sikap, (21) menginformasikan, (22) membahas, (23) melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan), (24) menguraikan cara membuat sesuatu, (25) menawarkan sesuatu, (26) meminta maaf, (27) memberi petunjuk, (28) memperkenalkan diri, (29)

30

Dale Carnegie, The 5 Essential People Skills, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 159.

(36)

menyapa, (30) mengajak, (31) mengundang, (32) memperingatkan, (33) mengoreksi, dan (34) tanya-jawab.32

Tes diperlukan oleh seorang guru untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam berbicara, khususnya dalam bercerita. Adapun beragam tes yang telah tertera dalam buku, di bawah ini adalah beberapa bentuk tes berbicara dari berbagai sumber. Dalam tes berbicara yang pertama,

ada empat aspek yang dinilai, diantaranya “(1) Ketepatan isi cerita, (2)

Sistematika cerita, (3) Penggunaan bahasa, meliputi pelafalan, intonasi, pilihan kata, struktur kata, dan struktur kalimat, dan (4) Kelancaran bercerita”.33 Aspek pertama berkaitan dengan ketepatan isi dari cerita, apakah cerita yang disampaikan sesuai atau tidak sesuai. Aspek kedua berkaitan dengan jalan cerita yang disampaikan. Aspek ketiga berkaitan dengan penggunaan bahasa yang meliputi lafal yang diucapkan, kesesuaian intonasi, diksi, struktur kata dan kalimat, serta aspek yang terakhir berkaitan dengan kelancaran siswa dalam bercerita.

Selain itu, dalam sumber lain dijelaskan lebih rinci mengenai tes berbicara, pada tes berbicara berdasarkan rangsangan visual dan suara seperti video, film, siaran televisi, dan lain sebagainya menggunakan rubik penilaian

sebagai berikut, “(1) Kesesuaian isi pembicaraan, (2) Ketepatan logika urutan

bicara, (3) Ketepatan detail peristiwa, (4) Ketepatan makna keseluruhan

bicara, (5) Ketapatan kata, (6) Ketepatan kalimat, (7) Kelancaran”.34

Adapun tes berbicara untuk menceritakan kembali buku cerita tercantum sebagai berikut, “(1) Ketepatan isi cerita, (2) Ketepatan penunjukan detil cerita, (3) Ketepatan logika cerita, (4) Ketepatan makna keseluruhan bicara, (5)

Ketapatan kata, (6) Ketepatan kalimat, (7) Kelancaran”.35

Berbicara dapat dinilai dari berbagai aspek, sebagaimana yang telah dibahas, tes berbicara

32

Kundharu Saddhono & St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia, (Bandung: CV. Karya Putra Dewi, 2012), h. 59

33

Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), h. 6.16

34

Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi,

(Yogyakarta: Edisi Pertama), h. 409

35

(37)

merupakan sebuah tekhnik pengukuran terhadap kemampuan berbicara seseorang.

Adapun komponen yang dijadikan sasaran dalam berbicara yakni, bahasa lisan yang digunakan (lafal dan inotasi, kosakata dan pilihan kata, struktur bahasa, gaya bahasa dan pragmatik), isi pembicaraan (hubungan topik dan pembicaraan dengan isi, struktur isi, kualitas isi, kuantitas isi), dan teknik dan penampilan (tata cara, gerak-gerik dan mimik, serta volume suara).36 Berdasarkan berbagai macam aspek yang telah dibahas, ini menunjukkan bahwa tes berbicara sangat beragam, tinggal bagaimana guru menyesuaikannya dengan keadaan siswa. Baik dari segi tingkatan kelas ataupun lainnya. Dan pada intinya, semua penilaian di atas adalah sama, yakni untuk mengatahui kemampuan seseorang dalam berbicara, khususnya kemampuan bercerita.

Berbicara bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih lagi jika dilakukan oleh orang yang tidak terbiasa berbicara di depan umum. Belajar dan berlatih adalah solusi yang paling tepat untuk melatih keterampilan berbicara seseorang. Berikut ini adalah beberapa hambatan yang sering ditemui dalam kegiatan berbicara, yakni:

1) Hambatan Internal

a) Ketidaksempurnaan alat ucap

Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurna alat ucap akan mempengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengar pun akan salah menafsirkan maksud pembicara.

b) Penguasaan komponen kebahasaan (1) Lafal dan intonasi

(2) Pilihan kata (diksi) (3) Struktur bahasa (4) Gaya bahasa

c) Penggunaan komponen isi (1) Hubungan isi dengan topik (2) Struktur isi

(3) Kualitas isi (4) Kuantitas isi

36

(38)

d) Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental

Seorang pembicara yang tidak menguasai komponen bahasa dan komponen isi tersebut di atas akan menghambat keefektifan berbicara.

2) Hambatan Eksternal a) Suara atau bunyi b) Kondisi ruangan c) Media

d) Pengetahuan pendengar.37

Berdasarkan berbagai hambatan di atas, seorang guru harus mencari cara untuk membuat hambatan ini bisa terlampaui, salah satunya adalah dengan memilih media pembelajaran juga memilih metode pembelajaran yang tepat. Selain itu, guru ataupun orang tua juga bisa memberikan belajar tambahan. Untuk mengatasi suara atau bunyi yang kurang terdengar, guru bisa menggunakan pengeras suara, misalnya ketika ingin menonton film kartun guru menggunakan pengeras suara agar suara yang dihasilkan dari film tersebut lebih terdengar. Dalam mengatasi kondisi ruangan, misalnya terlalu sempit sedangkan siswa dalam kelas tersebut banyak, guru dapat mengatur tempat duduk siswa seperti membuat huruf U atau lainnya. Apabila tidak memungkinkan untuk mengatur tempat duduk guru bisa menggilir tempat duduk siswa atau sesekali guru bisa membawa siswa ke luar kelas, seperti taman atau tempat-tempat lain yang layak untuk belajar.

b. Bercerita

Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara, bercerita dapat mengasah keterampilan berbicara siswa ketika di depan orang, bercerita merupakan suatu kegiatan menuturkan berbagai hal, baik yang kita lihat, dengar, ataupun dari apa yang kita baca, “Bercerita adalah perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan

pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain”.38 Bercerita merupakan

penyampaian pengalaman atau pengetahuan yang diketahui oleh orang yang bercerita, bisa menceritakan kembali suatu kisah yang pernah didengarnya

37

Isah Cayhani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007)

38

(39)

atau diketahuinya, bercerita tentang sosok yang dikagumi oleh pembicara, ataupun bercerita tentang pengalaman dirinya sendiri, orang lain atau orang yang terdahulu. Melalui cerita, guru ataupun orang tua dapat memberikan pelajaran kepada anak-anak, memberikan contoh yang baik melalui cerita-cerita yang menarik, cerita-cerita yang disampaikan bisa berupa pengalaman, film/video, buku dongeng, dan lainnya.

Dengan bercerita siswa dapat mengungkapkan apa yang pernah dialaminya, baik pengalaman sendiri, orang lain, bercerita tentang suatu kisah yang pernah didengarnya, ataupun hal-hal lainnya. “Kegiatan bercerita menuntun siswa ke arah pembicaraan yang baik. Lancar bercerita berarti lancar berbicara. Dalam bercerita siswa dilatih berbicara jelas, inotasi yang tepat, urutan kata sistematis, menguasai massa pendengar dan berperilaku

menarik”.39

Bercerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara, melatih siswa untuk lebih jelas ketika berbicara, menguji keberanian siswa ketika berbicara di depan umum.

Interaksi antara pembicara dan pendengar dalam kegiatan berbicara berjalan searah. Pembicaranya menyampaikan pesan sedang pendengar menerima pesan tanpa dapat berinteraksi langsung kepada pembicara. Karena itu, interaksi antara pembicara dan pendengar dalam kegiatan bercerita disebut satu arah.40

Pada Taman Kanak-kanak (TK) bercerita disampaikan oleh orang dewasa yang disimak oleh anak usia dini, pada tingkat Sekolah Dasar (SD) bercerita bisa dilakukan oleh siswa. Misalnya, bercerita mengenai pengalaman yang pernah ia alami atau menceritakan kembali cerita yang pernah didengarnya. Menurut Tampubolon, “Bercerita kepada anak memainkan peran penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran

anak”.41 Artinya, dengan bercerita siswa tidak hanya dapat mengasah

39 Ma’mur Saadie, dk

k., Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 9.16

40

Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), Cet 5, h. 6.20

41

(40)

keterampilannya dalam berbicara saja. Akan tetapi, bahasa dan pikiran mereka dan ketertarikan mereka terhadap buku bacaan-pun akan semakin meningkat.

Ketika seseorang ingin bercerita, orang tersebut membutuhkan satu cerita yang akan disampaikan kepada penyimak. Kejadian atau peristiwa disekitar kita bisa dijadikan cerita, tinggal bagaimana cara menyampaikan cerita tersebut secara menarik. Tujuan dari bercerita adalah agar anak dapat membedakan perbuatan yang baik atau buruk, boleh ditiru atau tidak boleh ditiru. Anak diminta untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk sehingga kelak anak tersebut dapat mencontoh perbuatan baik untuk diaplikasikan dalam kehidupannya. Selain itu, bercerita juga dapat mengasah daya tangkap, daya pikir, konsentrasi, mengasah rasa, imajinasi, akhlak dan hal lainnya.

Adapun fungsi bercerita, “bercerita difungsikan sebagai sarana menyampaikan pesan seperti menjelaskan sesuatu hal, kejadian, peristiwa dan

sebagainya kepada pendengar”.42

Bercerita mempunyai berbagai macam manfaat, hal itu dikarenakan pada setiap cerita pasti mempunyai pesan atau bahkan beberapa cerita memberikan pelajaran berharga bagi orang yang mengalami ataupun yang bercerita, manfaat bercerita yang dimaksud antara lain dapat memberikan hiburan, misalnya ketika suasana kelas dilanda kebosanan dan tidak ada hal yang menarik yang dapat dilakukan oleh anak.

3. Pembelajaran Bahasa Indonesia a. Pengertian Pembelajaran

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang berhubungan dengan

42

(41)

bahan ajar. Tindakan belajar tentang sesuatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang diakukan oleh guru dan siswa di dalam ataupun di luar kelas. Selain itu, pembelajaran juga membutuhkan dukungan dari sumber belajar, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar”.43 Dijelaskan lebih lanjut mengenai pembelajaran,

“Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”.44 Berdasarkan penjelasan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa, tempat pelaksanaan tidak terbatas oleh ruang kelas, melainkan bisa dilakukan dimana saja. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam proses pembelajaran membutuhkan berbagai kombinasi dari berbagai unsur yang telah tertera.

Pada pendidikan formal, guru adalah praktisi yang paling bertanggung jawab atas berhasil atau tidaknya program pembelajaran di Sekolah atau Madrasah, sebab guru merupakan ujung tombak atau peran sentral dalam kegiatan pembelajaran di ruang kelas. Sebagai seorang praktisi yang berhadapan langsung dengan siswa sehari-hari, guru pasti pernah menghadapi masalah yang berkaitan dengan pekerjaannya. Sebagai seorang pendidik ia berkeinginan siswa dapat memahami pembelajaran di dalam kelas seoptimal mungkin. Akan tetapi, hasil yang diharapkan seringkali tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Berbagai strategi digunakan oleh guru dalam kelas. Akan tetapi, guru tradisional umunya menggunakan strategi yang meliputi: penggunaan ceramah, tanya jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian atau mengarahkan siswa secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung atau menggunakan buku teks untuk pemberian

43

UU Sisdiknas, (Bandung: Fokus Media, 2009), h. 4

44

(42)

tugas-tugas dirumah. Semua itu dirancang dan seringkali dijalankan oleh guru, sementara siswa hanya melihat atau mendengarkan apa yang dikatakan guru.

Model pembelajaran seperti itu terbukti gagal mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal, sehingga pada saat ini banyak sekali beberapa konsep pembelajaran yang diperkenalkan untuk mendongkrak keterpurukan mutu pembelajaran. Untuk tujuan inilah guru seharusnya memiliki keberanian untuk melakukan berbagai uji coba terhadap suatu metode mengajar, membuat suatu media murah atau penerapan suatu strategi mengajar tertentu yang secara teoritis dapat dipertanggung jawabkan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran.

Peristiwa pembelajaran dalam suatu bidang studi atau mata pelajaran memiliki berbagai bentuk. Bentuk-bentuk itu berupa proses-proses yang bersifat langsung dalam kelas dan juga tidak langsung. Pada dasarnya pengertian tentang peristiwa pembelajaran merupakan serangkaian komunikasi yang dilakukan kepada siswa.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan, baik itu perubahan afektif, kognitif maupun psikomotor sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mempermudah siswa dalam mencapai tujuan atau keberhasilan yang diharapkan dengan cara melakukan komunikasi dengan siswa.

b. Pembelajaran Bahasa Indonesia

(43)

karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran.

Hakikat dari belajar bahasa adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan belajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Dalam pelajaran bahasa kali ini, kemampuan siswa dalam berkomunikasi dapat ditingkatkan melalui pembelajaran Bahasa Indonesia dengan bercerita yang dilakukan oleh seluruh siswa.

Ruang lingkup Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia (Keterampilan Berbicara) SD dan MI, yakni:

Berbicara seperti mengungkapkan gagasan dan perasaan. Menyampaikan sambutan, dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman, keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, pengalaman, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesukaan/ketidaksukaan, kegemaran, peraturan, tata tertib, petunjuk, dan laporan serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.45

Pendekatan dalam pembelajaran bahasa dibedakan menjadi pendekatan komunikasi, pendekatan integratif, pendekatan CBSA, pendekatan keteampilan proses, pendekatan tematis. Komunikasi berarti melakukan interaksi dengan orang lain yang biasa dilakukan dengan berbicara. Bercerita merupakan salah satu bagian dalam pendekatan komunikasi yang memusatkan pada keterampilan berbicara. Kriteria yang harus dipenuhi oleh pengajaran berbicara, antara lain:

1) Relevan dengan tujuan pengajaran

2) Memudahkan siswa memahami materi pengajaran 3) Mengembangkan butir-butir keterampilan proses

4) Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang 5) Merangsang siswa untuk belajar

6) Mengembangkan siswa untuk belajar 7) Mengembangkan kreativitas siswa 8) Tidak menuntut peralatan yang rumit 9) Mudah dilaksanakan

45

(44)

10)Menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan.46 Dalam memilih materi pembelajaran keterampilan berbicara, guru harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara. Selain itu, guru juga harus memberikan motivasi agar siswa lebih percaya diri dan mempunyai imajinasi dalam menciptakan suasana yang dapat mendorong siswa untuk berbicara. Misalnya dengan memberikan kata-kata yang memancing siswa untuk bercerita seperti, ”Kegiatan apa saja yang telah kalian lakukan ketika berlibur? Pada saat berlibur pergi ke mana saja?” Selain itu, guru juga bisa memulainya dengan memberikan sebuah cerita yang menarik sehingga dapat memancing siswa untuk bercerita. Selain itu, guru juga bisa memperdengarkan sebuah cerita kepada siswa melalui media-media tertentu kemudian meminta siswa untuk mengulang kembali cerita yang mereka dengar dengan kata-kata mereka sendiri.

Pengajaran keterampilan bercerita tidak dapat dilaksanakan secara mandiri. Artinya, pengajaran keterampilan bercerita harus dikaitkan, digandakan, atau ditumpangkan pada pengajaran pokok yang ada. Rumusan fungsi pengajaran Bahasa Indonesia yang tercantum dalam 1994 GBPP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia:

1) Sarana Pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa.

2) Sarana penigkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya. 3) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa

Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4) Sarana penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah.

5) Sarana pengembangan penalaran.47

Dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbahasa dengan strategi lisan-tulis dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni: mengajak anak untuk bercerita, mengajar anak untuk belajar berdebat, mengajak

46

Budinuryanta, dkk., Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 10.24

47

(45)

anak untuk bermain berbisik-bisik, mengajak anak berlatih imla, dan yang terakhir adalah mengajak anak untuk berlatih imla dengan materi yang lebih diperluas. Pembelajaran berbahasa dengan cara mengajak anak untuk bercerita dilakukan dengan meminta anak untuk menceritakan kembali cerita yang telah mereka dengar secara bergiliran. Setelah anak selesai bercerita, guru meminta anak untuk bertanya.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang keterampilan berbicara: 1. Ana Monica Rufisa,

Judul Skripsi “Pengaruh Penggunaan Media Kartun Terhadap

Keterampilan Menulis Opini Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Tangerang”, maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penghitungan data dengan menggunakan uji-t

dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif media kartun terhadap kemampuan menulis opini siswa kelas IX SMP Negeri 2 Tangerang. Hal ini ditandai dengan diperolehnya harga thitung = 3,48 pada derajat

kebebasan (dk) 36 + 31 – 2 = 65. Sedangkan harga ttabel pada derajat bebas

(db) 65 = 1,67 untuk taraf signifikansi 0,05. Perhitungan yang didapat adalah thitung = 3,48 ttabel = 1,67. Dengan demikian hipotesis penelitian

yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif media kartun terhadap keterampilan menulis karangan opini diterima.

Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa rentangan skor

pretest ketermpilan menulis opini kelas eksperimen antara 26-60 mencapai skor rata-rata 45,63 dan rentangan skor posttest keterampilan menulis opini kelas 26-86 mencapai skor rata-rata 68,5. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata siswa kelas eksperimen meningkat sebesar 22,87. Adapun rentangan skor pretest keterampilan menulis opini kelas kontrol antara 20-66 mencapai skor rata-rata 44,5 dan rentangan skor

(46)

skor rata-rata 52,70. Dengan demikian, skor rata-rata kelas kontrol hanya meningkat 8,2. Berdasarkan penjabaran tersebut, terlihat bahwa kenaikan rata-rata keterampilan menulis opini siswa kelas eksperimen lebih besar dari pada kenaikan skor rata-rata kelas kontrol. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis opini siswa yang diajarkan dengan menggunakan media kartun lebih baik hasilnya dibandingkan yang tidak menggunakan media kartun.48

Penelitian yang dilakukan oleh Ana Monica Rufisa dengan peneliti sama-sama meneliti tentang media audio visual (kartun). Perbedaannya terdapat pada tingkatan kelas dan lokasi penelitian, peneliti melalukan penelitian pada siswa kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, sedangkan Ana Monica Rufisa melakukan penelitian pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Tangerang. Selain itu, perbedaan penelitian adalah terletak pada keterampilan yang ingin diteliti, yakni peneliti memfokuskan pada keterampilan berbicara (bercerita) sedang Ana Monica Rufisa memfokuskan pada keterampilan menulis opini.

2. Malindah Mar’atus Rahmah, 2012

Judul Skripsi “Peningkatan Keterampilan Bercerita Dengan Pemanfaatan Media Audio Visual (Pemutaran Film Tsunami) Pada Siswa Kelas VII Di SMP Islam Al Syukro Universal Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2011/2012”, maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa: terdapat peningkatan keterampilan bercerita siswa dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film tsunami), hal ini dibuktikan dengan hasil pembelajaran siklus ke-2 mencapai 0,756% atau

(47)

mengalami peningkatan mencapai 75% dan nilai rata-rata mencapai 81,6 dengan nilai rata-rata sebelumnya yaitu 70,26.49

Penelitian yang dilakukan oleh Malindah Mar’atus Rahmah dengan peneliti sama-sama meneliti tentang keterampilan berbicara, yakni bercerita. Selain itu, persamaan penelitian juga terletak pada penggunaan media audio visual. Hanya saja, Malindah Mar’atus Rahmah memfokuskan penelitiannya pada media audio visual film tsunami, sedangkan peneliti memfokuskan penelitian pada media audio visual film kartun. Perbedaan lainnya terdapat pada tingkatan kelas dan lokasi penelitian, peneliti melalukan penelitian pada siswa kelas III MI Tarbiyah Al-Islamiyah Kembangan, Jakarta Barat, tahun ajaran 2014/2015.

Sedangkan Malindah Mar’atus Rahmah melakukan penelitian pada siswa

kelas VII SMP Islam Al Syukro Universal Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2011/2012.

3. Julica Dwi Perfita, 2012.

Judul Skripsi “Pengaruh Minat Belajar Keterampilan Berbicara dengan Metode Diskusi Pada Peserta Didik Kelas XI SMK Islam Ruhama

Kota Tangerang Selatan”, berdasarkan analisis data yang diperoleh di

SMK Islam Ruhama Tangerang Selatan, dapat disimpulkan bahwa:

Pengaruh minat belajar keterampilan berbicara dengan metode diskusi pada peserta didik kelas XI di SMK Islam Ruhama masih belum memuaskan dikarenakan terdapat faktor yang mempengaruhi minat ajar seperti tidak adanya dorongan dari guru atau kepala sekolah terhadap minat belajar peserta didik, tidak hanya fasilitias yang memadai belajar peserta didik, metode pembelajaran yang diberikan guru bahasa Indonesia kurang bervariasi dan tidak adanya kreativitas dari guru bahasa Indonesia. Penggunaan metode diskusi dapat mempengaruhi minat belajar keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Dengan demikian, apabila guru

49

Ana Monica Rufisa, “Pengaruh Penggunaan Media Kartun Terhadap Keterampilan Menulis Opini Pada Siswa Kelas XI SMP Negeri 2 Tangerang”, Skripsi yang diajukan untuk

(48)

selalu memberikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat ditingkatkan dengan variasi metode sehingga pembelajaranpun tidak monoton.50

Penelitian yang dilakukan oleh Julica Dwi Perfita dengan peneliti sama-sama meneliti tentang keterampilan berbicara. Perbedaannya terletak pada media dan metode, peneliti menggunakan media audio visual (kartun) sedangkan Julica Dwi Perfita meneliti tentang metode yang digunakan, yakni diskusi. Selain itu, perbedaan pada penelitian ini juga terlihat dari tingkatan sekolah, Julica Dwi Perfita meneliti pada tingkat SMK sedangkan peneliti pada tingkat MI.

4. Sri Hartini, 2012.

Judul Skripsi “Peningkatan Ke

Gambar

Tabel 4.19
Gambar 2.1 Contoh Kartun Dodo  ...............................................................
Grafik 4.2
Gambar 2.1 Contoh Kartun Dodo
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Untuk menentukan APE yang akan digunakan dalam pembelajran sentra ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan tidak boleh asal-asalan, yakni mengandung

Rencana Kerja (RENJA) Dinas Pendidikan Kota Dumai Tahun 2015 diharapkan dapat memberikan gambaran umum mengenai gambaran target pencapaian kinerja, hasil program, dan kegiatan,

a) Fitrah Agama, Manusia sejak lahir mempunyai naluri atau insting yang beragama, dan mengakui adanya dzat Allah, namun ketika dia lahir cendrung pada al-hanif, yakni rindu

berkembang menjadi sentra industri kerajinan marner dan onix.. 2 Contoh potensi marmer yang dimiliki oleh Kabupaten Tulungagung.. Sumber :

Kegiatan selamatan pupak puser dilakukan oleh orang tua bayi yang dilaksanakan di rumah, dengan mengundang tetangga sekitar rumah, acara berlangsung setelah

Strategi Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 2 Krembung Sidoarjo. Malang: Universitas

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di

b) Rumus nilai jumlah. Untuk menulis rumus selalu diawali dengan tanda = , tulis = kemudian pilih cells yang akan dijumlah dengan menkliknya lalu beri tanda +, lanjutkan hingga