• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

2. Keterampilan Berbicara

a. Pengertian Keterampilan Berbicara

Berbicara adalah kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.31 Berbicara menurut Depdikbud diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain.32 Arsjad dan Mukti U. S. dalam buku Isah Cahyani dan Dadan Juanda yang berjudul kemampuan berbahasa Indonesia di sekolah dasar mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaaan. 33 Berbicara menurut Brown and Yule yang dikutip Tarigan dalam buku belajar bahasa di kelas awal karangan Esti Ismawati dan Faraz Umaya mengatakan bahwa berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.34 Berbicara menurut Henry Tarigan adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.35 Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.36

31

Esti Ismawati dan Faraz Umaya, Belajar Bahasa di Kelas Awal, (Yogyakarta: Ombak, 2012), h. 49.

32

Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, (Bandung: UPI Press, 2007), cet. 1, h. 51.

33

Isah Cahyani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar, (Bandung: UPI Press, 2007), cet. 1, h. 59.

34

Esti Ismawati dan Faraz Umaya, op. cit., h. 49. 35

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbicara, (Bandung: Angkasa, 1978), cet. 1, hal. 3.

36

Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu kemampuan mengeluarkan bunyi dan suara atau kata-kata untuk menyatakan gagasan, pikiran, dan perasaan seseorang. Selain itu berbicara juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan.

b. Tujuan Keterampilan Berbicara

Tujuan utama berbicara untuk berkomunikasi. Klasifikasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuan, situasi, cara penyampaian, dan jumlah pendengarnya. Berdasarkan tujuannya, berbicara memiliki tiga maksud, yaitu: 1) memberitahukan dan melaporkan (to inform), 2) menjamu dan menghibur (to entertain), 3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).37 Berdasarkan situasinya, berbicara dikenal dengan berbicara formal dan informal. Berdasarkan cara penyampaiannya, dikenal dengan: 1) berbicara mendadak, 2) berbicara berdasarkan catatan, 3) berbicara berdasarkan hafalan, 4) berbicara berdasarkan naskah. Berdasarkan jumlah pendengarnya berbicara dikenal dengan: 1) berbicara antarpribadi, 2) berbicara dalam kelompok kecil, 3) berbicara dalam kelompok besar.38 Tujuan umum berbicara menurut Djago Tarigan terdapat empat golongan berikut ini:

1) Menghibur

Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya.

2) Menginformasikan

Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, dan menjelaskan kaitan.

37

Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 17. 38

3) Menstimulus

Berbicara untuk menstimulus pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara lainnya sebab berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.

4) Menggerakan

Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.39

Tujuan utama pembelajaran berbicara di sekolah dasar adalah melatih siswa dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai kegiatan tersebut guru dapat menggunakan bahan pembelajaran berbicara, misalnya menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca atau didengar, mengungkapkan pengalaman pribadi, bertanya jawab berdasarkan bacaan, bermain peran, berpidato, dan bercakap-cakap.40

Tujuan berbicara ini dapat terwujud jika guru dan siswa menjalankan tahapan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain itu kematangan dalam menyiapkan materi dan media untuk mewujudkan tujuan berbicara tersebut. Tujuan dari berbicara di sini, yaitu menginformasikan dan menceritakan pengalaman yang mengesankan baginya kepada teman-temannya di kelas. Melalui pembelajaran bahasa pada keterampilan berbicara siswa diharapkan mampu menyampaikan ceritanya kepada teman lainnya sebagai model atau contoh cerita pengalaman yang mengesankan dan melatih berbicara siswa di depan umum.

39

Isah Cahyani dan Hodijah, op.cit., h. 59-60. 40

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara

Arsjad dan Mukti U. S. dalam buku Isah Cahyani dan Dadan Juanda yang berjudul kemampuan berbahasa Indonesia di sekolah dasar mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi: ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan sasaran kebahasaan. Faktor-faktor nonkebahasaan, meliputi: sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan topik.

Faktor yang menunjang keefektifan berbicara di atas, baik yang bersifat kebahasaan maupun yang nonkebahasaan, keduanya tidak boleh diabaikan apabila seseorang ingin menjadi pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan tersebut harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dan sistematis.41

Menurut Jalongo yang dikutip Novi Resmini dan Dadan Juanda dalam buku Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, faktor yang mempengaruhi efektivitas berbicara, terdapat beberapa komponen yakni: fonologi, sintaktis, semantik, dan pragmatik. Komponen fonologi anak dituntut untuk menguasasi sistem bunyi. Tingkah laku yang tampak pada anak

41

adalah pemahaman dan pemroduksian bunyi-bunyi lingual, seperti tekanan, nada, kesenyapan.42

Komponen sintaktis menurut penguasaan sistem gramatikal. Tingkah laku sintaktis pada diri anak adalah pengenalan struktur ucapan dan pemroduksian kecepatan struktur ujaran. Komponen semantik berkaitan dengan penguasaan sistem makna, sedangkan produksinya berupa ujaran bermakna. Sedangkan komponen pragmatik menuntut anak adalah pemahaman terhadap implikasi sosial dari suatu ujaran. Produksinya berupa ujaran-ujaran yang sesuai dengan situasi sosial, situasi sosial ini berhubungan dengan: siapa yang berbicara, dengan siapa berbicara, apa yang dibicarakan, bagaimana membicarakan, kapan dan dimana dibicarakan, dan menggunakan media apa dalam membicarakan (Hymes).43

Faktor berbicara yang sudah dijabarkan oleh para ahli dapat digunakan oleh pendidik untuk mengembangkan keterampilan berbicara saat pembelajaran terutama pada usia MI/SD sudah mulai dilatih keterampilan berbicara. Dalam penelitian ini siswa dilatih menyampaikan ceritanya dengan kalimat yang runtut dan mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu, siswa juga dilatih cara atau sikap dalam berbicara berupa kelancaran dalam menyampaikan ceritanya yang dinilai sehingga diharapkan siswa tidak gagap dalam menyampaikan ceritanya.

Semua faktor yang diajarkan untuk melatih siswa agar siswa menjadi pembicara yang terampil untuk itu pelatihan berbicara perlu diadakan secara berkesinambungan.

d. Hambatan dalam Kegiatan Berbicara

Rusmiati mengemukakan bahwa hambatan tersebut terdiri atas hambatan yang datangnya dari pembicara sendiri (internal)

42

Novi Resmini dan Dadan Juanda, op.cit., h. 53. 43

dan hambatan yang datang dari luar pembicara (eksternal). Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri pembicara. Hal-hal yang dapat menghambatnya sebagai berikut:

1) Ketidaksempurnaan alat ucap

Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurna alat ucap akan mempengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengar akan salah menafsirkan maksud pembicara.

2) Penguasaan komponen kebahasaan

Komponen kebahasaan meliputi: lafal dan intonasi, pilihan kata (diksi), struktur bahasa, dan gaya bahasa.

3) Penggunaan komponen isi

Komponen isi meliputi hal-hal berikut ini: hubungan isi dengan topik, struktur isi, kualitas isi, dan kuantitas isi.

4) Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental

Seorang pembicara yang tidak menguasai komponen bahasa dan komponen isi tersebut di atas akan menghambat keefektifan berbicara.

Selain itu hambatan eksternal dalam berbicara merupakan hambatan yang berasal dari luar diri pembicara. Hambatan eksternal meliputi: suara atau bunyi, kondisi ruangan, media, dan pengetahuan pendengar.44

Dari penjabaran mengenai hambatan berbicara ini dapat diatasi dengan menyeimbangkan aspek keterampilan berbahasa, hal ini sesuai dengan pendapat Nafia Wafiqni dan Asep Ediana Latip, yang menyatakan bahwa salah satu upaya untuk mengoptimalkan perkembangan bahasa anak usia MI/SD dalam berkomunikasi lisan dan tulisan adalah dengan menyeimbangkan aspek keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan mengenai perkenalan,

44

tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberikan tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi.45

Pemerintah telah memfasilitasi untuk mengembangkan bahasa siswa dengan dibuatnya peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 yang merancang pembelajaran bahasa yang bisa mengembangkan bahasa siswa. Terdapat empat keterampilan berbahasa yang harus diajarkan pada tingkat MI/SD, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Selain itu, pemerintah juga menetapkan jam pembelajaran bahasa untuk kelas bawah I sampai III selama 6 jam dalam seminggu sedangkan kelas tinggi IV sampai VI selama 5 jam dalam seminggu. 46

Dengan demikian guru diharapkan agar menerapkan aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah sehingga pembelajaran bahasa siswa bisa berjalan dan bahasa lisan dan tulisan siswa berkembang serta hambatan yang terjadi saat berbicara bisa diatasi dan dikurangi agar siswa bisa menjadi pembicara yang terampil di depan umum nantinya.

e. Sikap dalam Berbicara

Sikap yang baik tidak hanya dalam berinteraksi atau berperilaku dengan orang lain namun sikap yang baik juga harus dimiliki dalam berbicara. Dalam berbicara sikap yang harus diperhatikan adalah sikap mental. Sikap mental yang harus dibina oleh seorang pembicara saat berbicara, sebagai berikut:

1) Rasa komunikasi

Dalam berbicara harus dapat menumbuhkan keakraban antara pembicara dan pendengar. Pembicara yang baik akan berusaha untuk menumbuhkan suasana komunikasi yang erat seperti

45

Nafia Wafiqni dan Asep Ediana Latip, op. cit., h. 219 46

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006, h. 8

pembicaraan sehari-hari. Respon yang diharapkan adalah komunikasi yang aktif.

2) Rasa percaya diri

Seorang pembicara harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi, hal ini akan menghilangkan keraguan dan kegugupan dalam berbicara dan pembicara akan merasa yakin dengan apa yang disampaikan.

3) Rasa kepemimpinan

Aminudin mengemukakan bahwa rasa kepemimpinan yang berhubungan dengan kegiatan berbicara adalah rasa percaya diri dari pembicara bahwa dirinya mampu mengatur, menguasai, dan menjalin suasana akrab dengan pendengarnya, serta mampu menyampaikan gagasan-gagasannya dengan baik. Pembicara yang memiliki rasa kepemimpinan akan mampu mengatur dan mengarahkan pendengar agar berkonsentrasi terhadap pokok pembicaraan yang sedang dibahas.47

Untuk menjadi pembicara yang terampil tidak hanya menguasai isi pembicaraan namun juga harus memiliki sikap mental seorang pembicara yang terampil seperti yang telah dijabarkan di atas. Untuk itu pembelajaran bahasa Indonesia memiliki porsi yang banyak dalam seminggu, yaitu sebanyak tiga kali pertemuan. Hal ini seharusnya bisa dimanfaatkan guru untuk melatih siswa agar memiliki sikap mental seorang pembicara. Dengan demikian diharapkan siswa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan mampu berkomunikasi dengan banyak orang karena bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sehingga setiap warga Indonesia wajib menguasai bahasa Indonesia.

Selain itu tujuan diajarkannya bahasa Indonesia agar siswa bisa terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan aktif. Karena bila siswa tidak menguasai bahasa Indonesia maka siswa akan kesulitan mengikuti pembelajaran di sekolah sebab bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa Indonesia.

47

f. Penilaian Keterampilan Berbicara

Menurut Suhendar yang dikutip oleh Isah Cahyani dan Hodijah dalam buku Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar mengemukakan bahwa bila kita akan menilai kemampuan berbicara seseorang sekurang-kurangnya ada enam hal yang harus diperhatikan, yaitu lafal, struktur, kosakata, kefasihan, isi pembicaraan, dan pemahaman.48 Sedangkan menurut Sapani yang dikutip oleh Isah Cahyani dan Hodijah dalam buku Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar berpendapat mengenai penilaian keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara ini mencakup tiga aspek, yaitu:

1) Bahasa lisan yang digunakan, meliputi: lafal dan intonasi, pilihan kata, struktur bahasa, serta gaya bahasa dan pragmatik. 2) Isi pembicaraan, meliputi: hubungan isi topik, struktur isi,

kuantitas isi, serta kualitas isi.

3) Teknik dan penampilan, meliputi: gerak-gerik dan mimik, hubungan dengan pendengar, volume suara, dan jalannya pembicaraan.49

Penilaian berbicara terutama dalam kegiatan bercerita harus dilaksanakan pada saat kegiatan bercerita berlangsung. Butir-butir penilaiannya, antara lain: ketepatan isi cerita, sistematika (jalan cerita), penggunaan bahasa, meliputi: pelafalan, intonasi, pilihan kata, struktur kata, dan struktur kalimat serta kelancaran bercerita.50

Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro penilaian berbicara terutama dalam kegiatan bercerita memiliki aspek penilaian yang bisa dijadikan acuan dalam menilai keterampilan berbicara pada siswa, yaitu: ketepatan isi cerita, ketepatan penunjukkan detil cerita, ketepatan logika cerita, ketepatan makna keseluruhan cerita, ketepatan kata, ketepatan kalimat, dan

48

Isah Cahyani dan Hodijah, op. cit., h. 64. 49

Ibid 50

kelancaran.51 Aspek penilaian tersebut hanya sebagai acuan dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan aspek yang ingin dikembangkan oleh pendidik. Dalam penilaian keterampilan berbicara ada dua komponen, yaitu ketepatan pesan dan bahasa. Untuk pembelajar tingkat awal lebih besar penilaiannya untuk komponen ketepatan bahasa sedangkan untuk pembelajar tingkat lanjut lebih tinggi penilaiannya untuk komponen ketepatan isi pesan. Namun komponen tersebut harus ada dalam penilaian hanya porsinya saja yang berbeda sesuai dengan tingkatannya.52

Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian keterampilan berbicara menyangkut dua hal, yaitu dalam hal isi pembicaraan dan cara penyampaian isi pembicaraan. Kedua hal ini harus seimbang dan sesuai dengan porsinya disetiap tingkatan kelas siswa. Selain itu penilaian juga harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan dinilai oleh guru. Dalam penelitian ini indikator yang dinilai berdasarkan teori Burhan Nurgiyantoro, yaitu ketepatan isi cerita, logika bercerita, ketepatan kata dan kalimat serta kelancaran siswa dalam bercerita.

g. Praktik Kemampuan Berbicara

Dalam berbicara terdapat berbagai praktik dalam berbicara, seperti berdialog, menyampaikan pengumuman, debat, bercerita, bermusyawarah, berdiskusi, dan pidato. Dalam penelitian ini keterampilan berbicara yang akan diteliti adalah keterampilan dalam bercerita. Pembelajaran bercerita di sekolah dasar meliputi: menceritakan kegiatan sehari-hari, menceritakan cerita/dongeng yang pernah didengar, menceritakan gambar, menceritakan peristiwa yang pernah dialami, dan menceritakan pengalaman yang berkesan. Peneliti mengambil tema menceritakan pengalaman yang

51

Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi Edisi Pertama, (Yogyakarta: BPFY: 2010), h. 410.

52

berkesan. Menurut Djago Tarigan, rancangan pelaksanaan tema tersebut, sebagai berikut:

1) Mendaftar pengalaman yang berkesan 2) Menyeleksi pengalaman yang berkesan 3) Menyusun urutan pengalaman yang berkesan

4) Membaca sekali lagi draft pengalaman yang berkesan 5) Memperbaiki bagian draft yang belum sempurna 6) Menyalin draft yang sudah diperbaiki

7) Menghafal isi draft pengalaman yang berkesan

8) Menceritakan pengalaman yang berkesan di depan kelas.53 Praktik dalam berbicara memiliki beberapa bentuk tugas menurut Burhan Nurgiyantoro, yaitu berbicara berdasarkan gambar, berbicara berdasarkan suara, berbicara berdasarkan visual dan suara, bercerita, wawancara, berdiskusi atau berdebat, dan berpidato. Untuk melatih praktik berbicara terutama dalam bercerita dapat memilih tugas berbicara berikut ini: 1) berbicara berdasarkan gambar ialah untuk mempermudah peserta didik dalam mengungkap kemampuan berbicara dalam suatu bahasa, gambar dapat dijadikan rangsang pembicaraan yang baik. Gambar yang dijadikan rangsangan berupa gambar objek dan gambar cerita, 2) berbicara berdasarkan rangsang suara, lazimnya dalam mengungkap kemampuan berbicara peserta didik dengan rangsang suara biasanya suara yang digunakan berasal dari siaran radio atau rekaman yang sudah ada atau sengaja dibuat, 3) berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara merupakan gabungan antara berbicara berdasarkan gambar dan berbicara berdasarkan suara. Biasanya menggunakan siaran televisi atau menggunakan video, 4) bercerita, saat bercerita praktik yang bisa digunakan adalah dengan

53

Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), cet. 17, h. 6.18.

menceritakan kembali buku cerita yang dibaca atau pengalaman yang pernah dialami seperti ketika berlibur ke suatu tempat.54

Praktik berbicara di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan telah ditentukan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya di dalam peraturan menteri nomor 22 tahun 2006. Guru hanya perlu mengembangkan dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Misalnya dalam penelitian ini siswa diharapkan mampu bercerita pengalaman yang mengesankan sehingga peneliti meneliti penerapan cara bercerita siswa.

Dokumen terkait