• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendekatan Contextual and Teaching Learning Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendekatan Contextual and Teaching Learning Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan

disusun oleh:

Iwe Mantika Sari

1112018300023

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap keterampilan berbicara. Penelitian ini dilaksanakan di MI Pembangunan UIN Jakarta, pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, dengan desain penelitian non randomize control group pretest and posttest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian pertama berjumlah 26 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui dokumentasi dan tes. Sampel kedua berjumlah 26 siswa untuk kelas kontrol dengan menggunakan metode konvensional. Analisis data proses kedua kelompok menggunakan SPSS 22 diperoleh hasil rata-rata kelas eksperimen 86.0 dan 82.5 untuk rata-rata kelas kontrol, dengan uji-t independent samples t-test diperoleh sig(2-tailed) sebesar 0.001 dengan kriteria pengujian probabilitas < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap keterampilan berbicara siswa kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta.

(6)

ii Jakarta.

The purposes of this research determine the effect of using Contextual Teaching and Learning approach to speaking skills. This research conducted in MI Pembangunan UIN Jakarta. In the first semester of the academic year 2016/2017. The method used is a quasi-experimental, non randomize the study design with pretest and posttest control group design. Sampling done by using purposive sampling technique. The first study sample 26 students for classroom experiments using Contextual Teaching and Learning approach. Collecting data in this study were obtained through documentation and testing. A second sample 26 students for grade control using conventional methods. The data analysis process of the two groups using SPSS 22 obtained an average yield of experimental classes 86.0 and 82.5 for an average grade of control, with a test of independent samples t-test obtained sig (2-tailed) of 0.001 with the t-testing criteria probability of < 0.05. This shows that there are significant use of Contextual Teaching and Learning approach towards students speaking skills class III MI Pembangunan UIN Jakarta.

(7)

iii

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan nikmat, rahmat, dan karunianya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw, keluarga, dan sahabat beliau yang telah membawa ajaran Islam sampai ke Indonesia sehingga kita sebagai umatnya bisa merasakan nikmatnya cahaya ilmu dan keimanan. Semoga kita sebagai umatnya senantiasa menjalankan sunnah yang beliau ajarkan dengan istiqomah, serta mampu mempertahankan iman dan ihsan hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan semangat, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimaksih atas kontribusinya menjadikan fakultas tarbiyah menjadi lebih maju.

2. Dr. Khalimi, M.Ag., selaku ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, yang selalu memberikan semangat dan memberikan fasilitas kepada mahasiswanya agar dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu. Semoga bapak sehat selalu dan di berikan rizki yang berkah.

3. Dindin Ridwanudin, M.Pd., selaku dosen penasihat akademik yang tidak lelah mendengarkan curahan hati mahasiswa bimbingannya dan tiada henti-hentinya memberikan nasihat, motivasi, semangat kepada mahasiswa bimbingannya dalam menyelesaikan kuliah dengan baik. Semoga bapak dan keluarga diberikan kesehatan dan rizki yang berlimpah.

(8)

iv berkualitas.

6. Drs. Yon Sugiono, selaku kepala MI Pembangunan UIN Jakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan terimakasih telah memberikan kepercayaan, dukungan, dan motivasi kepada peneliti. 7. Nurazizah, S.Pd guru mata pelajaran Bahasa Indonesia MI Pembangunan UIN

Jakarta yang telah memberikan bantuan, kepercayaan, dukungan, semangat, arahan, motivasi dan masukkan positif sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan baik.

8. Keluarga tercinta Mama Sarinah, bapak Arsyad, adik-adik Budi, Bima, Mul yang telah memberikan keceriaan, dukungan, semangat, pengertian, kesempatan, dan kasih sayang yang tulus sehingga peneliti dapat menyelesaikan kuliah dengan baik.

9. Teman-teman seperjuangan PGMI 2012 khususnya PGMI Kelas A yang telah memberikan kebahagiaan dan ilmu serta bantuan selama peneliti menuntut ilmu di PGMI. Semoga kita selalu diberikan ilmu yang bermanfaat dan berkah serta menjadi guru pencetak generasi pembangun peradaban Islam.

10.Sahabat-sahabat Lingkaran Ukhuwah, kakakku tersayang, Mba Fit, Leha, Pie, Fikki dan keponakan shalihah Hafshah, Salwa, Hana, dan Syafiqa. Semoga kalian dan keluarga selalu dalam lindungan Allah. Terima kasih atas segala bantuan, pengertiannya, kasih sayang, motivasi, dan dukungan. Lunumulillah, I love you, I need you, I miss you because Allah.

11.Sahabat-sahabat LDK Syahid khususnya Forkat Asy-Syams. Semoga ukhuwah kita sampai ke surga-Nya. Panggil namaku bila kalian tidak menemukanku di surga. Afwan dan Syukron untuk ukhuwahnya selama ini. Kita adalah Saudara.

(9)

v dalam hidup.

14.Sahabat pejuang skripsi Asep, Irni, Ayu, Suci, Lia, Hani, Aina, Dhifa, Ibah, Ilma, Esti, Fika, Mesty, Milla, Ressa, dan Rahmah. Terimakasih bantuan, dukungan, nasihat, keceriaan, kasih sayang. Semoga kalian selalu diberikan kebermanfaat dan keberkahan dalam setiap aktivitasnya.

Semua pihak yang terkait dalam penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga allah membalas kebaikan kalian dengan sebaik-baiknya balasan. Tiada kata yang terucap selain Alhamdulillah hirobbil ‘alamiin dan terimakasih, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Jakarta, 1 Januari 2017 Peneliti

(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Perumusan Masalah ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretis 1. Pendekatan Contextual Teaching and Learning ... 6

a. Pengertian Pendekatan CTL ... 6

b. Latar Belakang CTL ... 8

c. Komponen Pendekatan CTL ... 9

d. Peran Guru dan Siswa ... 13

e. Kunci Pembelajaran CTL ... 14

f. Perbedaan CTL dan Konvensional... 16

2. Keterampilan Berbicara ... 17

a. Pengertian Keterampilan Berbicara ... 17

b. Tujuan Keterampilan Berbicara ... 18

(11)

vii

g. Praktik Kemampuan Berbicara ... 26

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 29

D. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode dan Desain Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

1. Sumber Data ... 34

2. Variabel Penelitian ... 34

3. Instrumen Penelitian ... 34

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 40

1. Uji Normalitas ... 40

2. Uji Homogenitas ... 40

G. Uji Hipotesis ... 41

H. Hipotesis Statistik ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah ... 43

B. Pelaksanaan Penelitian ... 45

C. Deskripsi Data ... 46

D. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 50

E. Pengujian Hipotesis ... 53

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 54

(12)

viii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA

(13)

ix

Tabel 3.3 : Rubrik Penilaian Keterampilan Berbicara Berdasarkan Cerita ... 44

Tabel 3.4 : Penilaian Sikap Berbicara Siswa ... 44

Tabel 4.1 : Data Statistik Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 52

Tabel 4.2 : Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 52

Tabel 4.3 : Distribusi Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 53

Tabel 4.4 : Data Statistik Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 54

Tabel 4.5 : Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 55

Tabel 4.6 : Distribusi Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 55

Tabel 4.7 : Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 57

Tabel 4.8 : Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 57

Tabel 4.9 : Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 58

Tabel 4.10 : Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 58

Tabel 4.11 : Hasil Uji Hipotesis Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 59

(14)

x

(15)

xi

Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 4 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen Lampiran 5 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol Lampiran 6 : Lembar Kerja Siswa

Lampiran 7 : Lembar Uji Validasi

Lampiran 8 : Lembar Penilaian Sikap Berbicara Siswa Lampiran 9 : Lembar Observasi Guru

Lampiran 10 : Lembar Observasi Siswa

Lampiran 11 : Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Lampiran 12 : Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Lampiran 13 : Transkip Rekaman Keterampilan Berbicara Pretest

(16)

1

untuk dapat berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi manusia bisa melalui tulisan maupun lisan. Bahasa bagi siswa memiliki peran penting terhadap keberhasilan akademiknya. Agar siswa berhasil dalam akademik seorang siswa harus menguasai bahasa tulisan dan lisan. Untuk dapat memahami penjelasan dari guru dan memahami materi yang ada di buku cetak dibutuhkan pemahaman bahasa yang baik. Bagi siswa sekolah dasar fungsi belajar bahasa adalah untuk melatih siswa dalam menggunakan bahasa lisan dan tulisan secara baik dan benar.

Cakapnya seseorang dalam berbahasa menunjukkan kematangan dalam kognitif dan sosialnya. Artinya perkembangan bahasa seseorang dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan interaksi seseorang dengan lingkungannya. Untuk bisa mengembangkan bahasa siswa maka diperlukan latihan dan keseimbangan dalam mengajarkan bahasa. Di dalam peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 telah dirancang pembelajaran bahasa yang bisa mengembangkan bahasa siswa. Terdapat empat keterampilan berbahasa yang harus diajarkan pada tingkat MI/SD, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keterampilan berbahasa tersebut harus diajarkan secara seimbang sebab dalam hal tersebut dapat mengembangkan bahasa siswa. Pada sekolah dasar pembelajaran keterampilan berbahasa belum masuk dalam tingkatan memahami dan menggunakan bahasa tetapi masih dalam tingkatan melatih siswa dalam memahami dan menggunakan bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran bahasa terutama bahasa Indonesia di kelas sangat penting untuk dipelajari.

(17)

tidak berkembang bahasanya. Selain itu, siswa di sekolah lebih banyak diajarkan keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis. Pada saat guru mengajarkan keterampilan menyimak siswa biasanya hanya mendengarkan cerita, dongeng, puisi, berita, dan pengumuman yang disampaikan oleh guru kemudian menjawab pertanyaan yang dibuat oleh guru, pertanyaan yang diberikan berdasarkan cerita yang disampaikan oleh guru. Selain itu, saat memberikan pembelajaran berupa keterampilan membaca, siswa diminta membaca cerita, puisi, teks panjang, percakapan kemudian membuat intisari dari cerita yang disampaikan, dan saat pembelajaran keterampilan menulis siswa diminta untuk menuliskan cerita, laporan, ringkasan, informasi dan sebagainya dengan kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia sehingga menjadi tulisan yang rapi dan dimengerti isinya.

Sedangkan untuk pembelajaran keterampilan berbicara siswa diajarkan dengan menyimak, membaca, dan menulis. Contoh dalam pembelajaran keterampilan berbicara dalam materi bercerita siswa diberikan pembelajaran bukan dengan menyampaikan cerita melainkan menyimak dan menulis. Padahal banyak materi yang bisa dipraktikan untuk melatih keterampilan berbicara, misalnya deklamasi puisi, berpidato, wawancara, dan sebagainya. Karena jarangnya keterampilan berbicara dipraktikan di kelas sehingga menyebabkan siswa terbata-bata dalam berbicara, kurang berani mengungkapkan gagasannya, kurang berani dalam berbicara di depan kelas, kurang percaya diri saat mengungkapkan gagasan dan ceritanya. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang berkembang kosakatanya dan saat bercerita atau mengungkapkan gagasannya kurang runtut.

(18)

jelas dan mudah dipahami sehingga akan menghasilkan feedback yang baik dan jelas pula. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas maka perlu ditemukan solusinya. Salah satu solusinya adalah melatih keterampilan berbicara siswa dengan memilih pendekatan yang tepat. Pendekatan yang digunakan haruslah yang mampu mengembangkan kognitif siswa, melatih kemampuan berbicara siswa, melatih sikap berbicara siswa, melibatkan siswa dalam pembelajaran, dan pembelajaran yang konkret bagi siswa sehingga siswa mudah untuk berbicara terutama bercerita kepada orang lain.

Untuk itu, peneliti memberikan solusi dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning dalam melatih keterampilan berbicara siswa. Pendekatan tersebut menurut peneliti dapat membuat siswa mau menyampaikan gagasan dan ceritanya. Karena pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang masih berpikiran konkret. Selain itu dengan menggunakan pendekatan tersebut dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran sebab siswa sendiri yang akan mengkonstruksi sendiri cerita atau informasi yang akan disampaikan sehingga siswa akan mudah menyampaikan ceritanya kepada orang lain dan mampu melatih sikap berbicara siswa. Dengan pendekatan yang tepat akan membuat pembelajaran terasa menyenangkan bagi siswa, siswa juga bisa menyalurkan segala daya yang ada pada dirinya sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai.

Dari penjabaran di atas menunjukkan bahwa keterampilan berbicara yang baik dapat dihasilkan dari pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajarannya. Hal ini mendasari peneliti untuk meneliti tentang apakah terdapat pengaruh dengan penggunaan pendekatan contextual teaching and learning terhadap keterampilan berbicara siswa kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta.

B. Identifikasi Masalah

(19)

1. Pendekatan pembelajaran teacher oriented dalam pembelajaran yang kurang tepat untuk keterampilan berbicara.

2. Siswa kurang terlibat dalam pembelajaran. 3. Kurang pelatihan berbicara di kelas. 4. Siswa kurang runtut dalam bercerita.

5. Siswa kurang percaya diri dalam mengungkapkan gagasan dan ceritanya. 6. Siswa terbata-bata dalam berbicara.

7. Siswa kurang mengembangkan kosakata saat berbicara.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi pokok permasalahan pada:

1. Objek penelitian adalah siswa-siswi kelas III semester ganjil MI Pembangunan UIN Jakarta.

2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning menggunakan teori Elaine B. Johnson yang menyatakan bahwa CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dalam konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka..

3. Materi pembelajaran dibatasi hanya pada materi bercerita pengalaman yang mengesankan.

4. Keterampilan berbicara menyangkut kemampuan berbicara dengan kalimat yang runtut dan mudah dipahami.

D. Perumusan Masalah

(20)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap keterampilan berbicara siswa dan melatih sikap percaya diri dan kelancaran siswa pada saat berbicara pada kelas III di MI Pembangunan UIN Jakarta.

F. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, diharapkan penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi:

1. Bagi siswa

Dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning dapat memotivasi siswa untuk berbicara sehingga siswa mampu mengungkapkan gagasan dan bercerita dengan baik di depan kelas dan berbicara dengan sikap percaya diri dan lancar saat berbicara.

2. Bagi guru

Dapat memberikan alternatif dalam memilih pendekatan pembelajaran untuk proses pengajaran, agar lebih efektif dan menyenangkan bagi siswa sehingga siswa lebih tertarik untuk belajar bahasa Indonesia.

3. Bagi sekolah

(21)

6

a. Pengertian Pendekatan CTL

Menurut Jhonson, CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dalam konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.1

Pendekatan kontekstual menurut Yatim Riyanto, yaitu Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep tersebut hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.2 Peran guru disini adalah membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dan membimbing siswa, guru lebih banyak berurusan mengenai penerapan metode dan pengelolaan kelas daripada memberikan informasi.3

Sedangkan CTL menurut Wina Sanjaya, Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya

1

Elaine B. Johnson, CTL: Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa, 2011), h. 67.

2

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Surabaya: Kencana Prenada Media Group, 2009), cet. 1, h. 159.

3

(22)

dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.4

Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) disebut juga pembelajaran kontekstual. Pengertian contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.5 Berdasarkan pengertiannya CTL memiliki tiga kata kunci yang harus dipahami. Pertama, CTL menekankan pada keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua, CTL menemukan hubungan antara materi dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk menghubungkan pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Dengan demikian maka pembelajaran akan bermakna sehingga pengetahuan yang didapat bisa melekat erat di memori siswa dan tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam memahami materi yang dipelajarinya dan dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. 6

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa CTL dapat diartikan sebagai pendekatan, strategi, dan metode. Perbedaannya dilihat dari sudut pandang orang yang melihatnya. Disebut sebagai pendekatan karena berdasarkan asumsi para ahli yang mengatakan bahwa pembelajaran akan bermakna bila pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan dan pengalaman yang

4

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 255.

5

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi KBK, (Bandung: Kencana Prenada Media Group, 2005), cet. 10, h. 109.

6

(23)

pernah dialami siswa. Sedangkan CTL disebut sebagai strategi dan metode bila sudah masuk dalam konteks penerapannya atau cara-cara CTL diterapkan sehingga pembelajaran dapat bermakna bagi siswa. Inti dari CTL adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pembelajaran dan bermakna bagi siswa karena penerapannya melibatkan materi yang diajarkan dengan kehidupan nyata siswa.

b. Latar Belakang CTL

Terbentuknya pembelajaran CTL dikarenakan adanya dua latar belakang yang menjadi alasan CTL hadir sebagai pendekatan dalam mengajar di kelas, yaitu latar belakang filosofis dan psikologis. Penjabarannya sebagai berikut:

1) Latar belakang filosofis

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat kontrukstivisme yang digagas oleh Mark Baldwin dan dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang disebut dengan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Skema berkembang dan sempurna saat dewasa. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema sedangkan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah hingga terbentuk skema baru.7 2) Latar belakang psikologis

Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut pandang psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.

7

(24)

Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL, yaitu belajar bukanlah menghafal tetapi mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman mereka, belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas, belajar adalah proses pemecahan masalah, belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang kompleks, dan belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.8

Berdasarkan hal tersebut maka CTL ini sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu tentang keterampilan berbicara mengenai materi menceritakan pengalaman yang mengesankan berupa pengalaman yang menyenangkan dan menyedihkan. Jadi siswa dapat menyusun sendiri cerita yang mereka akan sampaikan dengan begitu anak mengkonstruk sendiri dan berpikir sebelum menyampaikan cerita agar cerita tersebut mudah dipahami oleh orang lain sehingga siswa dapat dikatakan belajar berdasarkan pengalaman mereka sendiri.

c. Komponen Pendekatan CTL

CTL memiliki 7 komponen yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Sebuah kelas dikatakan menggunakan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Berikut 7 komponen pendekatan CTL:

1) Konstruktivisme

Kontrukstivisme digagas oleh Mark Baldawin dan dikembangkan oleh Jean Piaget.9 Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentrasformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan

8

Wina Sanjaya, op. cit., h. 259-260. 9

(25)

apabila dikehendaki, informasi tersebut menjadi milik mereka sendiri.10 Dalam pandangan kontruktivisme tidak menekankan pada hasil belajar tetapi lebih mengutamakan strategi pemerolehan pengetahuan daripada menghafal pengetahuan.11 Ada beberapa prinsip kontruktivisme, yaitu: pengetahuan dan keterampilan dibangun oleh siswa secara aktif, pusat aktivitas pembelajaran terletak pada siswa, dan guru sebagai fasilitator.12 2) Menemukan (Inquiry)

Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. 13 Kegiatan inkuiri yang harus dirancang guru meliputi: observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data, dan kesimpulan.14 Langkah-langkah kegiatan menemukan inkuiri, yaitu merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar laporan, bagan, tabel, atau karya lainnya, dan mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.

3) Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan pengetahuan seseorang dalam berpikir. 15 Bertanya merupakan proses inquiry juga yaitu menggali informasi, menginformasikan hal yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Kegiatan bertanya memiliki kegunaan yang sangat penting,

10

Yatim Riyanto, op. cit., h. 169. 11

Ibid, h. 170. 12

Dindin Ridwanudin, op. cit., h. 101. 13

Wina Sanjaya, op. cit., h. 265. 14

Dindin Ridwanudin, op. cit., h. 101. 15

(26)

yakni menggali informasi, membangkitkan motivasi siswa, merangsang keingintahuan siswa, memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu, membangkitkan lebih banyak pertanyaan, dan menyegarkan kembali pengetahuan siswa.16

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman dan antara kelompok.17 Dalam masyarakat belajar siswa saling belajar, bertukar pikiran, saling bertanya dan menjawab pertanyaan, bertukar pendapat, dan bertukar pengalaman.18

5) Pemodelan (Modeling)

Modeling disini adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa.19 Dalam pembelajaran sastra pemodelan dapat berupa pembacaan puisi, peniruan mimik, intonasi, suara, gerak model yang ditampilkan.20

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa yang lalu.21 Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenungkan tentang pelajaran yang diajarkan bisa juga siswa menghubungkan dengan lingkungan sehingga menjadi pengetahuan baru dan siswa diberikan

16

Yatim Riyanto, op. cit., h. 172. 17

Ibid 18

Dindin Ridwanudin, op. cit., h. 102. 19

Wina Sanjaya, op. cit., h. 267. 20

Dindin Ridwanudin, op. cit., h. 103. 21

(27)

kebebasan dalam menyimpulkan pembelajaran yang sudah diajarkan.

7) Penilaian Otentik (Authentic Assessment)

Penilaian otentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran tentang perkembangan belajar siswa.22 Karakteristik authentic assessment diantaranya adalah: dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan performansi bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback.23

Ketujuh komponen tersebut bila dipraktikan maka kelas tersebut dikatakan menggunakan pendekatan CTL. Untuk melakukan hal tersebut tidaklah sulit, secara garis besar langkah penerapan CTL, sebagai berikut:

1) Kembangkan pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya 2) Laksanakanlah sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua

topik

3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4) Ciptakan masyarakat belajar

5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan

7) Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara24

Semua komponen pendekatan CTL dan langkah-langkah penerapannya dalam pembelajaran harus diaplikasikan karena bila salah satu komponen dan langkah pendekatan CTL tidak diaplikasi maka pembelajaran dikatakan tidak menggunakan pendekatan tersebut. Pendekatan CTL dapat diterapkan diberbagai materi karena CTL merupakan pendekatan yang menghubungkan materi dengan kehidupan dan pengalaman siswa.

22

Dindin Ridwanudin, op. cit., h. 103. 23

Yatim Riyanto, op. cit., h. 175. 24

(28)

Sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa MI/SD yang masih dalam tahap operasional konket. Menurut Piaget pada usia MI/SD anak memasuki tahap operasional konkret yang terjadi pada usia 6-11 tahun. Pada tahap ini proses berpikir anak menjadi terorganisasi ke sistem proses mental yang lebih besar yang memudahkan mereka berpikir logis. Anak menyadari bahwa perspektif dari perasaannya tidak selalu dialami oleh orang lain dan mungkin mencerminkan opini pribadi alih-alih realitas.25 Dengan demikian maka indikator penilaian ketepatan logika bercerita siswa dapat tercapai sesuai dengan perkembangan kognitif siswa dan pendekatan CTL sebagai perantara untuk mewujudkan hal tersebut.

d. Peran Guru dan Siswa

Dalam dunia pendidikan dikenal tiga tipe belajar, yaitu tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. Guru perlu menyesuaikan gaya mengajar dengan tipe belajar peserta didik. Sehubungan dengan hal ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru saat menggunakan pendekatan CTL:

1) Siswa dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Peran guru bukan sebagai instruktur melainkan sebagai pembimbing agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

2) Setiap anak cenderung untuk belajar hal yang baru dan gemar mencoba hal yang dianggap aneh dan baru baginya. Untuk itu peran guru memilih bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.

3) Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Peran guru membantu siswa dalam menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dan pengalaman sebelumnya.

4) Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema (asimilasi) yang telah ada atau pembentukan skema baru (akomodasi). Untuk itu tugas guru memfasilitasi (mempermudah) anak agar mampu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.26

25

Jeane Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Edisi Keenam, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 45.

26

(29)

Berdasarkan hal tersebut peran guru di sini hanya sebagai fasilitator sehingga siswa diharapkan aktif dalam pembelajaran. Guru harus mampu menyediakan materi yang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga perbedaan tipe belajar dapat teratasi agar setiap siswa merasa senang. Dengan materi yang diajarkan tentang keterampilan berbicara siswa akan merasa hal baru yang diajarkan menarik baginya karena keterampilan berbicara ini jarang diajarkan oleh guru sebelumnya. Materi yang diajarkan berupa pengalaman yang mengesankan dengannya sehingga sesuai siswa akan dengan mudah menemukan keterkaitan materi dengan pengalamannya.

e. Kunci Pembelajaran CTL

The Northwest Regional Educational Laboratory USA mengidentifikasi adanya 6 kunci dasar pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:

1) Pembelajaran bermakna artinya siswa mengerti manfaat belajar demi kehidupannya di masa depan. Prinsip ini sejalan dengan pembelajaran bermakna (meaningfull learning) yang diajukan oleh Ausubel.

2) Penerapan pengetahuan adalah kemampuan siswa memahami apa yang dipelajari dan menerapkannya dalam kehidupan.

3) Berpikir tingkat tinggi, siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu, dan pemecahan masalah.

4) Kurikulum yang dikembangkan, isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.

5) Responsif terhadap budaya, guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa teman pendidik dan masyarakat tempat ia mendidik. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu individu siswa, kelompok siswa baik sebagai tim atau keseluruhan kelas, tatanan sekolah dan besarnya tatanan komunitas kelas.

6) Penilaian autentik penggunaan berbagai strategi penilaian (misalnya penilaian proyek tugas terstruktur, kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, dan lain-lain) akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.27

27

(30)

Pembelajaran dengan menggunakan CTL ini mengajarkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi sehingga cocok digunakan dalam pembelajaran bahasa pada keterampilan berbicara agar bahasa siswa berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa kemampuan bahasa siswa berkaitan dengan kemampuan kognitif anak, karena saat anak akan mengucap sesuatu anak melakukan aktivitas mental, mengingat, mengenal, dan menyampaikan yang diekspresikan dalam aktivitas gerak motorik halus/kasar yang merupakan sesuatu yang kompleks.28

Berdasarkan pendapat tersebut maka pendekatan CTL dalam pembelajaran bahasa keterampilan berbicara materi bercerita pengalaman yang mengesankan dapat berperan meningkatkan kognitif siswa. Karena saat menyusun cerita siswa menggunakan pemikirannya untu mengingat kembali cerita dan menyampaikannya. Selain itu membantu siswa mengetahui makna dari pembelajaran, yaitu dengan mempraktikan kegiatan bercerita siswa mengetahui cara bercerita yang baik dan benar sehingga siswa bisa mempraktikannya ketika bercerita kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Piaget, yaitu kata-kata membantu anak mempresentasikan dan memikirkan secara mental objek-objek dan peristiwa-peristiwa eksternal dan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam pertukaran gagasan-gagasan secara sosial, yang memungkinkan anak berpikir secara logis dan tidak egosentris.29

Dengan demikian pendekatan CTL ini membantu siswa untuk bersosialisasi dengan orang lain melalui bahasa yang digunakan sehingga siswa tidak egosentris dan membantu guru menilai siswa secara langsung dan nyata sehingga guru mengetahui perkembangan belajar siswa di kelas.

28

Nafia Wafiqni dan Asep Ediana Latip, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD, h. 212.

29

(31)

f. Perbedaan CTL dan Konvensional

Pendekatan CTL dengan pembelajaran sangat berbeda. CTL belajar tidak hanya mentransfer ilmu tetapi menemukan dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya sedangkan CTL hanya mentrasfer ilmu. Untuk mengetahui perbedaan lain dari pendekatan CTL dan pembelajaran konvensional akan ditampilkan dalam tabel berikut:30

Pembelajaran Konvensional Pendekatan CTL

Menyandarkan kepada hafalan Menyandarkan kepada memori spasial

Pemilihan informasi ditentukan oleh guru

Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu siswa

Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) ilmu

Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin)

Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan

Selalu mengaitkan informasi dengan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa

Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulangan

Menerapkan penilaian autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah

Berdasarkan tabel perbedaan pendekatan CTL dan pembelajaran konvensional maka dapat dilihat bahwa pendekatan CTL membuat siswa terlibat dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan siswa tidak hanya sekedar menghafal pembelajaran namun mengetahui makna pembelajaran tersebut sehingga siswa diharapkan menguasai pembelajaran yang nantinya pembelajaran tersebut dapat mereka gunakan untuk bekal dirinya dalam kehidupannya setelah lulus dari sekolah untuk mampu bersaing dengan orang lain.

30

(32)

2. Keterampilan Berbicara

a. Pengertian Keterampilan Berbicara

Berbicara adalah kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.31 Berbicara menurut Depdikbud diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain.32 Arsjad dan Mukti U. S. dalam buku Isah Cahyani dan Dadan Juanda yang berjudul kemampuan berbahasa Indonesia di sekolah dasar mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaaan. 33 Berbicara menurut Brown and Yule yang dikutip Tarigan dalam buku belajar bahasa di kelas awal karangan Esti Ismawati dan Faraz Umaya mengatakan bahwa berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.34 Berbicara menurut Henry Tarigan adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.35 Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.36

31

Esti Ismawati dan Faraz Umaya, Belajar Bahasa di Kelas Awal, (Yogyakarta: Ombak, 2012), h. 49.

32

Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, (Bandung: UPI Press, 2007), cet. 1, h. 51.

33

Isah Cahyani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar, (Bandung: UPI Press, 2007), cet. 1, h. 59.

34

Esti Ismawati dan Faraz Umaya, op. cit., h. 49. 35

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbicara, (Bandung: Angkasa, 1978), cet. 1, hal. 3.

36

(33)

Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu kemampuan mengeluarkan bunyi dan suara atau kata-kata untuk menyatakan gagasan, pikiran, dan perasaan seseorang. Selain itu berbicara juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan.

b. Tujuan Keterampilan Berbicara

Tujuan utama berbicara untuk berkomunikasi. Klasifikasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuan, situasi, cara penyampaian, dan jumlah pendengarnya. Berdasarkan tujuannya, berbicara memiliki tiga maksud, yaitu: 1) memberitahukan dan melaporkan (to inform), 2) menjamu dan menghibur (to entertain), 3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).37 Berdasarkan situasinya, berbicara dikenal dengan berbicara formal dan informal. Berdasarkan cara penyampaiannya, dikenal dengan: 1) berbicara mendadak, 2) berbicara berdasarkan catatan, 3) berbicara berdasarkan hafalan, 4) berbicara berdasarkan naskah. Berdasarkan jumlah pendengarnya berbicara dikenal dengan: 1) berbicara antarpribadi, 2) berbicara dalam kelompok kecil, 3) berbicara dalam kelompok besar.38 Tujuan umum berbicara menurut Djago Tarigan terdapat empat golongan berikut ini:

1) Menghibur

Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya.

2) Menginformasikan

Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, dan menjelaskan kaitan.

37

Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 17. 38

(34)

3) Menstimulus

Berbicara untuk menstimulus pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara lainnya sebab berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.

4) Menggerakan

Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.39

Tujuan utama pembelajaran berbicara di sekolah dasar adalah melatih siswa dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai kegiatan tersebut guru dapat menggunakan bahan pembelajaran berbicara, misalnya menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca atau didengar, mengungkapkan pengalaman pribadi, bertanya jawab berdasarkan bacaan, bermain peran, berpidato, dan bercakap-cakap.40

Tujuan berbicara ini dapat terwujud jika guru dan siswa menjalankan tahapan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain itu kematangan dalam menyiapkan materi dan media untuk mewujudkan tujuan berbicara tersebut. Tujuan dari berbicara di sini, yaitu menginformasikan dan menceritakan pengalaman yang mengesankan baginya kepada teman-temannya di kelas. Melalui pembelajaran bahasa pada keterampilan berbicara siswa diharapkan mampu menyampaikan ceritanya kepada teman lainnya sebagai model atau contoh cerita pengalaman yang mengesankan dan melatih berbicara siswa di depan umum.

39

Isah Cahyani dan Hodijah, op.cit., h. 59-60. 40

(35)

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara

Arsjad dan Mukti U. S. dalam buku Isah Cahyani dan Dadan Juanda yang berjudul kemampuan berbahasa Indonesia di sekolah dasar mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi: ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan sasaran kebahasaan. Faktor-faktor nonkebahasaan, meliputi: sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan topik.

Faktor yang menunjang keefektifan berbicara di atas, baik yang bersifat kebahasaan maupun yang nonkebahasaan, keduanya tidak boleh diabaikan apabila seseorang ingin menjadi pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan tersebut harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dan sistematis.41

Menurut Jalongo yang dikutip Novi Resmini dan Dadan Juanda dalam buku Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, faktor yang mempengaruhi efektivitas berbicara, terdapat beberapa komponen yakni: fonologi, sintaktis, semantik, dan pragmatik. Komponen fonologi anak dituntut untuk menguasasi sistem bunyi. Tingkah laku yang tampak pada anak

41

(36)

adalah pemahaman dan pemroduksian bunyi-bunyi lingual, seperti tekanan, nada, kesenyapan.42

Komponen sintaktis menurut penguasaan sistem gramatikal. Tingkah laku sintaktis pada diri anak adalah pengenalan struktur ucapan dan pemroduksian kecepatan struktur ujaran. Komponen semantik berkaitan dengan penguasaan sistem makna, sedangkan produksinya berupa ujaran bermakna. Sedangkan komponen pragmatik menuntut anak adalah pemahaman terhadap implikasi sosial dari suatu ujaran. Produksinya berupa ujaran-ujaran yang sesuai dengan situasi sosial, situasi sosial ini berhubungan dengan: siapa yang berbicara, dengan siapa berbicara, apa yang dibicarakan, bagaimana membicarakan, kapan dan dimana dibicarakan, dan menggunakan media apa dalam membicarakan (Hymes).43

Faktor berbicara yang sudah dijabarkan oleh para ahli dapat digunakan oleh pendidik untuk mengembangkan keterampilan berbicara saat pembelajaran terutama pada usia MI/SD sudah mulai dilatih keterampilan berbicara. Dalam penelitian ini siswa dilatih menyampaikan ceritanya dengan kalimat yang runtut dan mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu, siswa juga dilatih cara atau sikap dalam berbicara berupa kelancaran dalam menyampaikan ceritanya yang dinilai sehingga diharapkan siswa tidak gagap dalam menyampaikan ceritanya.

Semua faktor yang diajarkan untuk melatih siswa agar siswa menjadi pembicara yang terampil untuk itu pelatihan berbicara perlu diadakan secara berkesinambungan.

d. Hambatan dalam Kegiatan Berbicara

Rusmiati mengemukakan bahwa hambatan tersebut terdiri atas hambatan yang datangnya dari pembicara sendiri (internal)

42

Novi Resmini dan Dadan Juanda, op.cit., h. 53. 43

(37)

dan hambatan yang datang dari luar pembicara (eksternal). Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri pembicara. Hal-hal yang dapat menghambatnya sebagai berikut:

1) Ketidaksempurnaan alat ucap

Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurna alat ucap akan mempengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengar akan salah menafsirkan maksud pembicara.

2) Penguasaan komponen kebahasaan

Komponen kebahasaan meliputi: lafal dan intonasi, pilihan kata (diksi), struktur bahasa, dan gaya bahasa.

3) Penggunaan komponen isi

Komponen isi meliputi hal-hal berikut ini: hubungan isi dengan topik, struktur isi, kualitas isi, dan kuantitas isi.

4) Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental

Seorang pembicara yang tidak menguasai komponen bahasa dan komponen isi tersebut di atas akan menghambat keefektifan berbicara.

Selain itu hambatan eksternal dalam berbicara merupakan hambatan yang berasal dari luar diri pembicara. Hambatan eksternal meliputi: suara atau bunyi, kondisi ruangan, media, dan pengetahuan pendengar.44

Dari penjabaran mengenai hambatan berbicara ini dapat diatasi dengan menyeimbangkan aspek keterampilan berbahasa, hal ini sesuai dengan pendapat Nafia Wafiqni dan Asep Ediana Latip, yang menyatakan bahwa salah satu upaya untuk mengoptimalkan perkembangan bahasa anak usia MI/SD dalam berkomunikasi lisan dan tulisan adalah dengan menyeimbangkan aspek keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan mengenai perkenalan,

44

(38)

tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberikan tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi.45

Pemerintah telah memfasilitasi untuk mengembangkan bahasa siswa dengan dibuatnya peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 yang merancang pembelajaran bahasa yang bisa mengembangkan bahasa siswa. Terdapat empat keterampilan berbahasa yang harus diajarkan pada tingkat MI/SD, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Selain itu, pemerintah juga menetapkan jam pembelajaran bahasa untuk kelas bawah I sampai III selama 6 jam dalam seminggu sedangkan kelas tinggi IV sampai VI selama 5 jam dalam seminggu. 46

Dengan demikian guru diharapkan agar menerapkan aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah sehingga pembelajaran bahasa siswa bisa berjalan dan bahasa lisan dan tulisan siswa berkembang serta hambatan yang terjadi saat berbicara bisa diatasi dan dikurangi agar siswa bisa menjadi pembicara yang terampil di depan umum nantinya.

e. Sikap dalam Berbicara

Sikap yang baik tidak hanya dalam berinteraksi atau berperilaku dengan orang lain namun sikap yang baik juga harus dimiliki dalam berbicara. Dalam berbicara sikap yang harus diperhatikan adalah sikap mental. Sikap mental yang harus dibina oleh seorang pembicara saat berbicara, sebagai berikut:

1) Rasa komunikasi

Dalam berbicara harus dapat menumbuhkan keakraban antara pembicara dan pendengar. Pembicara yang baik akan berusaha untuk menumbuhkan suasana komunikasi yang erat seperti

45

Nafia Wafiqni dan Asep Ediana Latip, op. cit., h. 219 46

(39)

pembicaraan sehari-hari. Respon yang diharapkan adalah komunikasi yang aktif.

2) Rasa percaya diri

Seorang pembicara harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi, hal ini akan menghilangkan keraguan dan kegugupan dalam berbicara dan pembicara akan merasa yakin dengan apa yang disampaikan.

3) Rasa kepemimpinan

Aminudin mengemukakan bahwa rasa kepemimpinan yang berhubungan dengan kegiatan berbicara adalah rasa percaya diri dari pembicara bahwa dirinya mampu mengatur, menguasai, dan menjalin suasana akrab dengan pendengarnya, serta mampu menyampaikan gagasan-gagasannya dengan baik. Pembicara yang memiliki rasa kepemimpinan akan mampu mengatur dan mengarahkan pendengar agar berkonsentrasi terhadap pokok pembicaraan yang sedang dibahas.47

Untuk menjadi pembicara yang terampil tidak hanya menguasai isi pembicaraan namun juga harus memiliki sikap mental seorang pembicara yang terampil seperti yang telah dijabarkan di atas. Untuk itu pembelajaran bahasa Indonesia memiliki porsi yang banyak dalam seminggu, yaitu sebanyak tiga kali pertemuan. Hal ini seharusnya bisa dimanfaatkan guru untuk melatih siswa agar memiliki sikap mental seorang pembicara. Dengan demikian diharapkan siswa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan mampu berkomunikasi dengan banyak orang karena bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sehingga setiap warga Indonesia wajib menguasai bahasa Indonesia.

Selain itu tujuan diajarkannya bahasa Indonesia agar siswa bisa terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan aktif. Karena bila siswa tidak menguasai bahasa Indonesia maka siswa akan kesulitan mengikuti pembelajaran di sekolah sebab bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa Indonesia.

47

(40)

f. Penilaian Keterampilan Berbicara

Menurut Suhendar yang dikutip oleh Isah Cahyani dan Hodijah dalam buku Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar mengemukakan bahwa bila kita akan menilai kemampuan berbicara seseorang sekurang-kurangnya ada enam hal yang harus diperhatikan, yaitu lafal, struktur, kosakata, kefasihan, isi pembicaraan, dan pemahaman.48 Sedangkan menurut Sapani yang dikutip oleh Isah Cahyani dan Hodijah dalam buku Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar berpendapat mengenai penilaian keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara ini mencakup tiga aspek, yaitu:

1) Bahasa lisan yang digunakan, meliputi: lafal dan intonasi, pilihan kata, struktur bahasa, serta gaya bahasa dan pragmatik. 2) Isi pembicaraan, meliputi: hubungan isi topik, struktur isi,

kuantitas isi, serta kualitas isi.

3) Teknik dan penampilan, meliputi: gerak-gerik dan mimik, hubungan dengan pendengar, volume suara, dan jalannya pembicaraan.49

Penilaian berbicara terutama dalam kegiatan bercerita harus dilaksanakan pada saat kegiatan bercerita berlangsung. Butir-butir penilaiannya, antara lain: ketepatan isi cerita, sistematika (jalan cerita), penggunaan bahasa, meliputi: pelafalan, intonasi, pilihan kata, struktur kata, dan struktur kalimat serta kelancaran bercerita.50

Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro penilaian berbicara terutama dalam kegiatan bercerita memiliki aspek penilaian yang bisa dijadikan acuan dalam menilai keterampilan berbicara pada siswa, yaitu: ketepatan isi cerita, ketepatan penunjukkan detil cerita, ketepatan logika cerita, ketepatan makna keseluruhan cerita, ketepatan kata, ketepatan kalimat, dan

48

Isah Cahyani dan Hodijah, op. cit., h. 64. 49

Ibid 50

(41)

kelancaran.51 Aspek penilaian tersebut hanya sebagai acuan dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan aspek yang ingin dikembangkan oleh pendidik. Dalam penilaian keterampilan berbicara ada dua komponen, yaitu ketepatan pesan dan bahasa. Untuk pembelajar tingkat awal lebih besar penilaiannya untuk komponen ketepatan bahasa sedangkan untuk pembelajar tingkat lanjut lebih tinggi penilaiannya untuk komponen ketepatan isi pesan. Namun komponen tersebut harus ada dalam penilaian hanya porsinya saja yang berbeda sesuai dengan tingkatannya.52

Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian keterampilan berbicara menyangkut dua hal, yaitu dalam hal isi pembicaraan dan cara penyampaian isi pembicaraan. Kedua hal ini harus seimbang dan sesuai dengan porsinya disetiap tingkatan kelas siswa. Selain itu penilaian juga harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan dinilai oleh guru. Dalam penelitian ini indikator yang dinilai berdasarkan teori Burhan Nurgiyantoro, yaitu ketepatan isi cerita, logika bercerita, ketepatan kata dan kalimat serta kelancaran siswa dalam bercerita.

g. Praktik Kemampuan Berbicara

Dalam berbicara terdapat berbagai praktik dalam berbicara, seperti berdialog, menyampaikan pengumuman, debat, bercerita, bermusyawarah, berdiskusi, dan pidato. Dalam penelitian ini keterampilan berbicara yang akan diteliti adalah keterampilan dalam bercerita. Pembelajaran bercerita di sekolah dasar meliputi: menceritakan kegiatan sehari-hari, menceritakan cerita/dongeng yang pernah didengar, menceritakan gambar, menceritakan peristiwa yang pernah dialami, dan menceritakan pengalaman yang berkesan. Peneliti mengambil tema menceritakan pengalaman yang

51

Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi Edisi Pertama, (Yogyakarta: BPFY: 2010), h. 410.

52

(42)

berkesan. Menurut Djago Tarigan, rancangan pelaksanaan tema tersebut, sebagai berikut:

1) Mendaftar pengalaman yang berkesan 2) Menyeleksi pengalaman yang berkesan 3) Menyusun urutan pengalaman yang berkesan

4) Membaca sekali lagi draft pengalaman yang berkesan 5) Memperbaiki bagian draft yang belum sempurna 6) Menyalin draft yang sudah diperbaiki

7) Menghafal isi draft pengalaman yang berkesan

[image:42.595.103.520.126.721.2]

8) Menceritakan pengalaman yang berkesan di depan kelas.53 Praktik dalam berbicara memiliki beberapa bentuk tugas menurut Burhan Nurgiyantoro, yaitu berbicara berdasarkan gambar, berbicara berdasarkan suara, berbicara berdasarkan visual dan suara, bercerita, wawancara, berdiskusi atau berdebat, dan berpidato. Untuk melatih praktik berbicara terutama dalam bercerita dapat memilih tugas berbicara berikut ini: 1) berbicara berdasarkan gambar ialah untuk mempermudah peserta didik dalam mengungkap kemampuan berbicara dalam suatu bahasa, gambar dapat dijadikan rangsang pembicaraan yang baik. Gambar yang dijadikan rangsangan berupa gambar objek dan gambar cerita, 2) berbicara berdasarkan rangsang suara, lazimnya dalam mengungkap kemampuan berbicara peserta didik dengan rangsang suara biasanya suara yang digunakan berasal dari siaran radio atau rekaman yang sudah ada atau sengaja dibuat, 3) berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara merupakan gabungan antara berbicara berdasarkan gambar dan berbicara berdasarkan suara. Biasanya menggunakan siaran televisi atau menggunakan video, 4) bercerita, saat bercerita praktik yang bisa digunakan adalah dengan

53

(43)

menceritakan kembali buku cerita yang dibaca atau pengalaman yang pernah dialami seperti ketika berlibur ke suatu tempat.54

Praktik berbicara di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan telah ditentukan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya di dalam peraturan menteri nomor 22 tahun 2006. Guru hanya perlu mengembangkan dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Misalnya dalam penelitian ini siswa diharapkan mampu bercerita pengalaman yang mengesankan sehingga peneliti meneliti penerapan cara bercerita siswa.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Evi Maspiah jurusan Pendidikan Biologi dalam skripsinya tahun 2011 yang berjudul “Pengaruh Pendekatan CTL Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Bioteknologi di SMPN 1 Kota Cisauk”. Hasil menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa, hal ini dibuktikan pada hasil belajar kelompok eksperimen lebih tinggi (65,4) dibandingkan kelas kontrol (57,06).

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Evi Maspiah dengan peneliti adalah sama-sama menggunakan pendekatan CTL. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian Evi Maspiah meneliti hasil belajar Biologi sedangkan peneliti, meneliti keterampilan berbicara.

2. Intan Kartika jurusan Pendidikan Guru MI dalam skripsinya tahun 2015 yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran CTL Motivasi Belajar IPS Siswa pada kelas V SDN 01 Cirendeu”. Hasil menunjukkan adanya pengaruh model pembelajaran CTL terhadap motivasi belajar IPS siswa, hal ini ditunjukkan pada thitung (8,97) lebih besar dari ttabel (1,67).

Persamaan penelitian yang dilakukan Intan Kartika dengan peneliti adalah sama-sama menggunakan CTL dan menggunakan quasi eksprimen. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian Intan Kartika meneliti motivasi belajar sedangkan peneliti meneliti keterampilan berbicara.

54

(44)

3. Mulyanah jurusan PGMI dalam skripsinya tahun 2013 yang berjudul “Peranan Model CTL dalam Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Siswa Kelas V pada mata pelajaran PKN di MIS Irsyadul Khair”.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan dari hasil belajar dan minat belajar siswa, hal ini ditunjukkan 75% nilai PKn siswa mencapai KKM ≥60

Persamaan penelitian Mulyanah dengan peneliti sama-sama menggunakan CTL. Sedangkan perbedaannya Meriyani menggunakan PTK sedangkan peneliti menggunakan quasi eksperimen.

C. Kerangka Berpikir

Pendekatan CTL merupakan suatu pendekatan yang melibatkan siswa dalam pembelajaran, siswa mengkonstruk pengetahuannya sendiri, pengetahuan yang didapat siswa di sekolah dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah ada yang berasal dari pengalaman siswa sendiri sehingga pembelajaran tidak hanya sekedar mentransfer ilmu saja tetapi pembelajaran yang memiliki makna bagi siswa.

Berbicara dipelajari oleh setiap manusia semenjak lahir dan berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Berbicara merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk manusia. Berbicara digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berbicara diajarkan di rumah oleh ibu sedangkan di sekolah dilatih oleh guru. Namun keterampilan berbicara jarang dipraktikan sehingga menyebabkan banyak siswa yang kurang mampu dalam menyampaikan gagasannya. Cakapnya seseorang dalam berbicara menunjukkan kecerdasan kognitifnya, namun bila orang cerdas tidak bisa mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya bagaimana bisa orang tersebut menyampaikan dan membagi ilmunya dengan orang lain.

(45)

Biasanya seseorang akan mau berbicara mengenai hal yang dirasa menarik untuknya dan dikuasai olehnya terutama pengalamannya dan CTL ini merupakan pembelajaran yang melibatkan pengalaman sehari-hari siswa yang sesuai dengan kehidupan siswa. Diharapkan dengan menggunakan pendekatan CTL siswa menjadi terlatih dan mampu mengungkapkan gagasannya.

[image:45.595.105.513.223.712.2]

Peneliti menggunakan pendekatan CTL sebagai strategi pembelajaran karena melihat kurangnya latihan dalam keterampilan berbicara siswa dan siswa yang kurang berani dalam menyampaikan gagasannya. Untuk itu diawal peneliti melakukan pretest yang akan diteliti. Kemudian menentukan kelas yang akan dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Selanjutnya memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan CTL sedangkan kelas kontrol menggunakan metode konvensional. Kemudian dilihat hasilnya apakah terdapat pengaruh di kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat dibuat sebuah kerangka berpikir, sebagai berikut:

Tabel 2.1

Gambar Kerangka Berpikir

Keterampilan berbicara yang kurang diajarkan

Melakukan pretest pada kelas kontrol dan kelas

eksperimen

Melakukan posttest pada kelas eksperimen dan kontrol untuk

melihat hasil kemampuan berbicara siswa setelah

diberikan perlakuan

Memberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan CTL pada kelas

eksperimen dan memberikan perlakuan

pembelajaran tanpa menggunakan pendekatan

(46)

D. Hipotesis Penelitian

Rumusan hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan CTL terhadap keterampilan

berbicara siswa kelas III di MI Pembangunan UIN Jakarta.

H1 : Ada pengaruh penggunaan pendekatan CTL terhadap keterampilan

(47)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Waktu dan Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di MI Pembangunan UIN Jakarta yang beralamat Jalan Ibnu Taimia IV Komplek UIN Jakarta Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 15419. Telepon 021-7402172, 7401143, Fax 7421156.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan November tahun ajaran 2016/2017.

B. Metode dan Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian quasi eksperimen. Dimana kelompok uji coba (eksperimen) dan kelompok pembanding (kontrol) tidak dipilih secara acak. Kedua kelompok sudah ada sebelumnya, dan tidak ada pengubahan perlakuan. Metode ini dipilih karena tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari suatu perlakuan (treatment).

(48)
[image:48.595.107.520.153.586.2]

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Pretest Pendekatan Posttest

A (Eksperimen) Y1 X1 Y2

B (Kontrol) Y1 X2 Y2

Keterangan :

A : kelas eksperimen (III A) B : kelas control (III C)

Y1 : tes awal (pretest) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol

Y2 : tes akhir (posttest) untuk kelas eksperimen dan kelas control

X1 : pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL

X2 : pembelajaran tanpa menggunakan pendekatan CTL

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai-nilai, benda-benda, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam penelitian.1

Populasi ada dua macam, yaitu populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang ada di MI Pembangunan UIN Jakarta Jakarta Pusat. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta.

Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.2 Sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu mengambil sampel yang sudah ditentukan sebelumnya. Sampel yang digunakan telah ditentukan oleh sekolah. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta sebanyak dua kelas, yaitu kelas III A dengan jumlah siswa 26 orang dan kelas III C dengan jumlah siswa 26 orang.

1

Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 118.

2

(49)

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai penelitian guna tercapainya tujuan penelitian. Dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi penelitian dengan menggunakan pretest dan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dalam pengumpulan data terlebih dahulu peneliti menentukan sumber data, variabel penelitian dan instrumen penelitian. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data, sebagai berikut:

1. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yaitu kelas III A yang terdiri dari 26 orang siswa. Kelompok eksperimen ini mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning sedangkan kelompok kontrol yaitu kelas III C yang terdiri dari 26 orang siswa. Kelompok kontrol ini mendapatkan pembelajaran tanpa menggunakan pendekatan contextual teaching and learning. Data yang digunakan berupa nilai dari hasil tes berbicara. 2. Variable penelitian

Variabel dalam penelitian dikalsifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas digunakan untuk memprediksi, sedangkan variabel terikat ialah variabel akibat atau variabel yang diprediksi.3 Variabel bebas dalam penelitian ini ialah penggunaan media kartu bergambar dan variabel terikatnya ialah keterampilan menulis karangan.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah dokumentasi dan tes, tes yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tes lisan berupa rubrik unjuk kerja bercerita. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data, sebagai berikut:

3

(50)

a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dokumen.4 Teknik ini digunakan untuk memperoleh data sekolah berupa profil sekolah, letak sekolah, guru, foto kegiatan pembelajaran, dan lain-lain.

[image:50.595.106.517.138.726.2]

b. Tes adalah rangkaian pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.5 Tes digunakan untuk melihat pengaruh penggunaan pendekatan CTL pada kelas eksperimen dan yang tanpa menggunakan pendekatan CTL pada kelas kontrol. Sebelum menyusun tes hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah membuat kisi-kisi tes, sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Tes Keterampilan Berbicara

Kompetensi Dasar Indikator Bentuk

Tes

2.1 Menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan kalimat yang runtut

dan mudah

dipahami.

2.1.1 Menyebutkan pengalaman yang tidak terlupakan baik pengalaman menyedihkan maupun pengalaman menyenangkan.

2.1.2 Memberi contoh dari setiap pengalaman yang menyedihkan maupun pengalaman

menyenangkan.

2.1.3 Menentukan informasi yang terdapat di dalam cerita.

2.1.4 Menentukan kata ganti orang pertama yang terdapat di dalam cerita. 2.1.5 Menceritakan pengalaman

yang mengesankan dengan mengggunakan kalimat yang runtut.

2.1.6 Menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan kalimat sendiri dengan

Tes Lisan

4

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 183. 5

(51)

menggunakan kalimat yang mudah dipahami.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan pengumpulan data diperlukan instrumen data yang tepat. Secara terperinci instrumen data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes digunakan untuk menilai kemampuan berbicara siswa mengenai materi bercerita pengalaman yang mengesa

Gambar

Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir  ................................................................................
gambar laporan, bagan, tabel, atau karya lainnya, dan
gambar, berbicara berdasarkan suara, berbicara berdasarkan visual
Tabel 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subagiyana, Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dengan Pendekatan Kontekstual.. c) Mampu

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan

mistar secara benar. Untuk mengatasi hal ini, guru hendaknya meningkatkan bimbingan individu dalam kerja kelompok yang dapat dilakukan dengan latihan keterampilan

Pada kegiatan inkuiri, guru meminta siswa untuk mengamati media yang disiapkan oleh guru berupa stik es krim dengan jumlah yang sama banyak yang ditata dalam

Guru membuat suatu kelompok belajar (learning community).. mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan teman. Konsep dasar dalam metodeini adalah menyatukan

Sebagai guru kita tentunya bangga dengan hasil prestasi siswa yang memuaskan sesuai dengan tujuan yang direncanakan, dengan menggunakan pendekatan yang tepat dalam

Keterampilan gerak tari siswa kelas V SDN 183 Pekanbaru meningkat karena adanya kolaborasi antara guru dan peneliti pada aspek perencanaan tindakan yang disertai oleh

Sebenarnya, baik dari pihak guru maupun pengurus yayasan menghendaki pembelajaran kitab kuning di MTs Salafiyah NU Karanganyar Tirto tidak hanya dalam bidang akhlak