• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya membelajaran siswa berbahasa arab dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) (studi kasus di Madrasah negeri 8 Cakung Jakarta timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya membelajaran siswa berbahasa arab dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) (studi kasus di Madrasah negeri 8 Cakung Jakarta timur)"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

1

Program Magister di Sekolah Pascasarjana

Diajukan Oleh :

M u z d a l i f a h 04.2.00.1.06.01.0077

Pembimbing

Prof. Dr. Aziz Fakhrurrozi, MA

KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB

PROGRAM MAGISTER

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

SURAT PENGESAHAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Upaya Membelajarkan Siswa Berbahasa Arab dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (Studi Kasus di Madrasah Aliyah Negeri 8 Cakung Jakarta Timur)” yang telah disusun oleh Muzdalifah disahkan untuk dibawa ke dalam ujian tesis.

Dengan demikian pengesahan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ciputat, 11 Agustus 2009

Pembimbing

(3)

SURAT PENGESAHAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Upaya Membelajarkan Siswa Berbahasa Arab dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (Studi Kasus di Madrasah Aliyah Negeri 8 Cakung Jakarta Timur)” yang telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Program Magister Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Jakarta pada hari Kamis tanggal 03 September 2009 dan telah direvisi sesuai saran dan rekomendasi dari tim penguji.

Dengan demikian pengesahan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ciputat, 28 Desember 2009 Tim Penguji:

Prof. Dr. Suwito, MA ( ... ) Ketua/Merangkap Penguji

Prof. Dr. Aziz Fakhrurrozi, MA ( ... ) Pembimbing/Merangkap Penguji

Prof. Dr. Moh. Matsna, MA ( ... ) Penguji

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Muzdalifah

NIM : 04.2.00.1.06.01.0077

Tempat/Tanggal Lahir : Brebes, 15 Pebruari 1980

menyakatan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Upaya Membelajarkan Siswa Berbahasa Arab dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning” adalah benar-benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya.

Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 28 Desember 2009

Yang Membuat Pernyataan

(5)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Latin Arab Latin

أ

[

ء

]

(aprostop)

ط

th

ب

b

ظ

zh

ت

T

ع

، (petik satu)

ث

ts

غ

gh

ج

j

ف

f

ح

h

ق

q

خ

kh

ك

k

د

d

ل

l

ذ

dz

م

m

ر

r

ن

n

ز

z

و

w

س

S h

ش

sy

ي

Y

ص

sh

ة

ah; at (waqaf; mudhâf)

ض

dh

لا

al-(ta‘rîf, partikel)

Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong

Arab Latin Arab Latin Arab Latin

َ = a

ا

…. = â (a panjang)

ْوأ

= aw ِ = i

ْي = î (i panjang)

ْوُا

=

uw __ُ___ = u

ْو

= û (u panjang)

ْيا

= ay
(6)

ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ ﻦﲪﺮﻟﺍ ﷲﺍ ﻢﺴﺑ

KATA PENGANTAR

ﺎﻨﺑﻮﻠﻗ ﺭﻮﻧﻭ ، ﱐﺎﺒﳌﺍ ﻖﺋﺎﻗﺩ ﻦﻣ ﻥﺎﺴﻠﻟﺍ ﰲ ﺎﻣ ﻰﻠﻋ ﻉﻼﻃﻼﻟ ﺎﻧﺭﻭﺪﺻ ﺡﺮﺷ ﻦﻣ ﺎﻳ ﻙﺪﻤﳓ

ﳌﺍﻭ ﻞﺋﻻﺪﻟﺍ ﻦﻣ ﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﰲ ﺎﲟ

ﺢـﺼﻓﺄﺑ ﻖﻃﺎـﻨﻟﺍ ﺪﻤﳏ ﻚﻴﺒﻧ ﻰﻠﻋ ﻢﻠﺴﻧﻭ ﻲﻠﺼﻧﻭ ، ﱐﺎﻌ

ﻩﺪﻌﺑ ﻢﻬﺠ ﲔﻜﻟﺎﺴﻟﺍﻭ ﻪﺒﺤﺻﻭ ﻪﻟﺁ ﻰﻠﻋﻭ ، ﻡﻼﻜﻟﺍ

.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas nikmat yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister bidang Bahasa dan Sastra Arab di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam penulis mohonkan kepada Allah agar senantiasa terlimpah untuk Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarga, sahabat, dan kaum Muslimin sejagat.

(7)

telah memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis selama belajar di UIN Jakarta.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya juga penulis haturkan terutama kepada Prof. Dr. H. Aziz Fakhrurrozi, MA selaku Pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan, arahan, masukan, dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis.

Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Warpai dan Musronah, yang dengan penuh sabar dan tiada jemu senantiasa mengingatkan penulis untuk menyelesaikan studinya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman penulis yang dengan penuh pengorbanan, memotivasi, menemani, dan menghibur penulis tanpa pamrih dalam menyelesaikan tulisan ini, yang tdak dapat diungkapkan satu persatu. Semoga semua usaha yang telah tercurahkan oleh masing-masing pihak mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan dicatat sebagai bagian dari shadaqah jariyah.

Jazâhumullâhu khairan.

Pesanggrahan, 28 Desember 2009

Pondok

Penulis,

(8)

ABSTRAK

Kesimpulan besar dari tesis ini adalah bahwa pendekatan CTL dapat diterapkan dalam pembelajaran semua bidang studi termasuk didalamnya pembelajaran bahasa Arab. Pembelajaran bahasa Arab dapat dikatakan menggunakan pendekatan CTL, apabila dapat menerapkan tujuh komponen pembelajaran CTL dengan tanpa melupakan penggunaan metode-metode yang terdapat dalam pembelajaran bahasa Arab.

Hal ini dikarenakan pembelajaran bahasa Arab di madrasah masih menggunakan pola pembelajaran tradisional yang dalam proses pembelajarannya kurang melibatkan peserta didik, sehingga peserta didik pasif, monoton, jenuh dan tidak ada ketertarikan untuk belajar. Oleh sebab itu, dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan adanya peningkatan mutu pembelajaran bahasa Arab di madrasah pada umumnya dan di Madrasah Aliyah pada khususnya, dengan beberapa upaya yang ditempuh oleh pihak Madrasah Aliyah Negeri Delapan dan pihak-pihak lainnya yang mendukung.

Adapun penelitian yang relevan dengan penulisan ini adalah beberapa tesis yang ditemukan dengan judul yang variatif seperti, tesis karya Cucu Kartini dengan judul pembelajaran kontekstual dalam menulis kreatif cerpen pada mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung), yang berintikan bahwa para siswa SMP dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kreatifitas dalam menulis cerpen, hal ini disebabkan karena mereka secara langsung dapat melihat kehidupan yang nyata tanpa harus menghafal beberapa komponen yang berkaitan dengan kegiatan menulis, tetapi mereka secara langsung melakukan latihan dalam menulis cerpen.

Tesis ini mendukung pendapat Elaine Brain johnson yang menekankan perlu adanya keterkaitan materi dengan dunia nyata peserta didik. Dan menguatkan pendapat M. Adnan Latief yang mengungkapkan bahwa pendekatan CTL dapat diterapkan untuk mata pelajaran bahasa termasuk pelajaran bahasa Arab dengan imbauan tanpa mengindahkan metodologi pembelajaran bahasa Arab yang tersedia.

Sumber yang dijadikan sebagai rujukan primer adalah data-data hasil penelitian di Madrasah Aliyah Negeri Delapan. Sedang sumber yang mendukung rujukan primer adalah buku Contextual Teaching and Learning; what it is and why it’s here to stay karangan Elaine B. Johnson, Ph.D yang menjelaskan metode CTL sebagai metode pembelajaran di Amerika Serikat yang kini membudaya di banyak Negara. Buku kedua adalah buku Mel Silberman, Active Learning; 101 Strategies to Teach Any Subject, yang menjelaskan langkah-langkah menunjang CTL. Buku selanjutnya adalah Ta’lîm al-‘Arabiyat lighairi al-Nâthiqîn bihâ, Manâhij wa Asâlîbihi, karya Rusydi Ahmad Thu’aimah yang menerangkan teknik-teknik yang sebaiknya digunakan dalam mengajarkan bahasa Arab bagi non-Arab. Terakhir, adalah buku al-Lughat al-‘Arabiyat Ushulihâ al-Nafsiyat wa Thuruqi Tadrîsihâ Nâhiyat al-Tahshîl,

(9)

ABSTRACT

After circumstantial research in my thesis, I have conclusion that Contextual Teaching Learning Methods is applicable in any area of study including in study of Arabic Language. The CTL approach can be used in Arabic language lesson if it can apply seven components of CTL learning without forgetting the methodology that has existed in Arabic language learning.

This happens because the Arabic language learning in islamic senior high school is still using traditional learning pattern, which doesn’t involve the students` activity in the learning process. And subsequently, it can make the students become passive, monotons, bored and have no interest in studying Arabic language lesson. Therefore, by this CTL approach the writer expects some quality improvement in learning Arabic language for all islamic high school generally and for the state islamic senior high school (MAN) 8 in particularly. And certainly, this method many efforts that has been taken by school authorities and the others.

As for relevant research with this thesis is Cucu Kartini’s thesis, with title “Pembelajaran Kontekstual dalam Menulis Kreatif Cerpen pada Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung). That’s thesis explaines about teaching Indonesian language with Contextual Teaching Learning Approach’s can improve creativity in writing short story, this matter is caused the student has plunged direct in real life without having to memorize some component related to writing activity, but they directly practice in writing short story.

This thesis supports the opinion from Elaine Brain Jhonson that emphasized the correlation of the lesson subject or material with the students` real life. This thesis also collaborates the theory from M. Latief that said the CTL approach can be used in any language lesson, that include Arabic language without leavinf the current Arabic learning methodology.

Source of taken as primary references that’s explained about Contextual Teaching Learning Approach’s is book with title Contextual Teaching and Learning; what it is and why it’s here to stay by Elaine B. Johnson, Ph.D. Elaine talks about CTL in USA what is cultural nowadays in many state. Second books is Mel Silberman’s book, Active Learning; 101 Strategies to Teach Any Subject, explaining stages; steps support CTL. Next books is Rusydi Ahmad Thu’aimah’s, Ta’lîm al-‘Arabiyat lighairi al-Nâthiqîn bihâ, Manâhij wa Asâlîbihi, this book explains some technique which better be used in teaching Arab Ianguage to non-Arab. Last book, is

(10)
(11)

ﻂﺑﺭ ﻰﻠﻏ ﺰﻴﻛﺮﺘﻟﺍ ﺔﻴﳘﺃ ﻦﻣ ﻥﻮﺴﻧﻮﺟ ﻦﻳﺍﺮﺑ ﻦﻳﻼﻳﺇ ﻪﻴﻟﺇ ﺐﻫﺫ ﺎﻣ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺍﺬﻫ ﻢﻋﺪﻳﻭ

ﻒﻴﻄﻠﻟﺍ ﺪﺒﻋ ﺪﻤﳏ ﻩﺪﻘﺘﻌﻳ ﺎﻣ ﺪﻛﺆﻳ ﺎﻤﻛ ،ﺏﻼﻄﻟﺍ ﺪﻨﻋ ﺔﻴﻌﻗﺍﻮﻟﺍ ﺓﺎﻴﳊﺎﺑ ﺔﺳﻭﺭﺪﳌﺍ ﺩﺍﻮﳌﺍ

ﻦﻣ

ﺓﺩﺎﻣ ﻦﻣ ﻪﻴﻓ ﺎﲟ ﺔﻳﻮﻐﻠﻟﺍ ﺩﺍﻮﳌﺍ ﻦﻣ ﺓﺩﺎﻣ ﺔﻳﺃ ﻢﻠﻌﺗ ﺔﻴﻠﻤﻋ ﰲ ﻲﻗﺎﻴﺴﻟﺍ ﻞﺧﺪﳌﺍ ﻖﻴﺒﻄﺗ ﺔﻴﻧﺎﻜﻣﺇ

ﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ ﻢﻠﻌﺗ ﰲ ﺔﻳﺭﺎﳉﺍ ﺔﻓﻭﺮﻌﳌﺍ ﻕﺮﻄﻟﺍ ﻡﺍﺪﺨﺘﺳﺍ ﻦﻋ ﺮﻈﻨﻟﺍ ﻑﺮﺻ ﻥﻭﺩ ﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ

.

ﻦﻣ ﺔﺜﺣﺎﺒﻟﺍ ﺎﻬﺘﻌﲨ ﱵﻟﺍ ﺕﺎﻧﺎﻴﺒﻟﺍ ﻲﻫ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺍﺬﻫ ﻪﻴﻠﻋ ﲎﺒﻳ ﻱﺬﻟﺍ ﻲﺳﺎﺳﻷﺍ ﺭﺪﺼﳌﺍﻭ

ﺳﺭﺪﳌﺍ

ﺔﻴﻣﻮﻜﳊﺍ ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ ﺔﻳﻮﻧﺎﺜﻟﺍ ﺔ

.

ﺔﺜﺣﺎﺒﻟﺍ ﺎﻬﻴﻟﺇ ﻊﺟﺮﺗ ﱵﻟﺍ ﺔﻤﻋﺍﺪﻟﺍ ﺭﺩﺎﺼﳌﺍ ﺎﻣﺃﻭ

ﻲﻫﻭ ،ﺔﻴﺗﻵﺍ ﺐﺘﻜﻟﺍ ﺓﺪﻋ ﻦﻣ ﻥﻮﻜﺘﺗ

-ﻻﻭﺃ

-ﺏﺎﺘﻛ

Contextual Teaching and Learning:

What It Is and Why It’s here to Stay

ﺐﺣﺎﺻ ﲑﺸﻳﻭ ،ﻥﻮﺴﻧﻮﺟ ﻦﻳﺍﺮﺑ ﻦﻳﻼﻳﺇ ﺭﻮﺘﻛﺪﻠﻟ

ﻞﺧﺪﳌﺍ ﻥﺃ ﱃﺇ ﺏﺎﺘﻜﻟﺍ ﺍﺬﻫ

ﰲ ﻪﻣﺍﺪﺨﺘﺳﺍ ﺮﺸﺘﻧﺍ ﺪﻗ ﺓﺪﺤﺘﳌﺍ ﺕﺎﻳﻻﻮﻟﺍ ﰲ ﺄﺸﻧ ﻱﺬﻟﺍ ﻲﻗﺎﻴﺴﻟﺍ

ﻭ ،ﱂﺎﻌﻟﺍ ﰲ ﻥﺍﺪﻠﺒﻟﺍ ﻦﻣ ﲑﺜﻛ

-ﺎﻴﻧﺎﺛ

-ﺏﺎﺘﻛ

Active Learning: 101 Strategies to Teach

(12)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 15

D. Tinjauan Pustaka ... 16

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 20

F. Metode Penelitian ... 20

BAB II : TEORI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) A. Model Pembelajaran Bahasa ... 26

B. Strategi Pembelajaran CTL ... 42

C. Faktor-faktor Penerapan CTL ... 45

BAB III : PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DI MADRASAH A. Proses Belajar dan Pembelajaran ... 51

B. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Arab ... 58

C. Komponen Pembelajaran Bahasa ... 60

(13)

BAB IV : UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS

PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

A. Pembaharuan Komponen Pembelajaran ... 102 B. Lingkungan Berbahasa ... 134 C. Membangkitkan Motivasi dan Minat ... 137

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 149 B. Saran ... 150

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran yang berasal dari kata dasar “belajar” diartikan sebagai proses kegiatan belajar mengajar yang merubah perilaku seseorang setelah melakukan proses belajar. Dikatakan juga pembelajaran merupakan proses perubahan yang terjadi pada perilaku seseorang setelah melakukan proses belajar.

Gagne (1974) memberikan definisi belajar sebagai sebuah perubahan dalam karakteristik dan kemampuan manusia yang berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu.1 Definisi yang diberikan Gagne tersebut seiring dengan Sudirman yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian tentang pemahaman, pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan.2 Dengan demikian apabila seseorang sudah belajar, berarti seseorang tersebut sudah dapat memperoleh keterampilan baik secara teoritis maupun praktis yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain.

Pemerolehan pengetahuan dan kemampuan seseorang itu dapat dilalui dengan belajar yang tidak hanya sekedar menerima informasi atau pengetahuan, tetapi juga dengan belajar seseorang dapat merubah atau mengubah perilakunya dengan memahami makna dari sesuatu yang dipelajarinya. Dengan ungkapan lain, seseorang dapat belajar dan yang membelajarkan.

Belajar yang membelajarkan adalah kegiatan proses belajar dilakukan dengan cara mengkonstruksi pengetahuan yang dibangun sendiri berdasarkan pengalaman tanpa harus menghafal seperangkat fakta sebagaimana proses belajar yang terdapat di paradigma pendidikan lama.

1

Gagne Robert M., Essentials of Learning For Instruction, (Illiones; The Drayden Press, 1974), h. 5

2

(15)

Kegiatan belajar yang membelajarkan bercirikan adanya keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan keterlibatannya itu, mereka akan merasakan pentingnya belajar karena belajar dapat bermakna.

Berbicara tentang belajar bermakna, ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar, yang saat ini sedang melebarkan sayapnya ketika diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Berkenaan dengan kurikulum, dapat diungkap bahwa penerapan sebuah kurikulum yang baik, tidak hanya melaksanakan sebuah instruksi pembelajaran yang disusun pemerintah, tetapi juga perlu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan peserta didik sesuai dengan tuntutan kehidupan di lingkungan masyarakatnya.

Salah satu strategi pembelajaran yang saat ini dikembangkan adalah pendekatan kontekstual3 yang memfokuskan perhatiannya terhadap kecakapan hidup yang dilakukan peserta didik.

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah reaksi dari pendekatan behaviorisme yang menekankan pada stimulus-respon supaya mampu dalam menggunakan bahasa secara alami seperti dalam kehidupan yang riil dan dalam berbagai situasi, pemikiran yang kritis dan arti dari manfaat belajar. Ketika peserta didik dapat menghubungkan materi pelajaran yang mereka peroleh dari sekolah dengan kehidupan mereka, mereka akan merasakan betapa pentingnya belajar. Di samping mereka juga menyadari pentingnya sekolah.

Melalui proses penerapan materi dalam situasi dunia nyata, peserta didik selain merasakan betapa pentingnya belajar, juga akan memperoleh makna yang

3

(16)

berarti terhadap materi yang dipelajari. Pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik dalam memahami hakikat, makna dan manfaat belajar, sehingga mereka termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan sampai kecanduan belajar.

Dalam CTL, terdapat beberapa kecenderungan tentang pemikiran proses belajar yang mendasar pada filosofi pembelajaran berbasis kompetensi, yang berintikan bahwa belajar itu harus bermakna dengan siswa mengalami bukan hanya sekedar menghafal. Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam belajar yang bermakna, yaitu: berpusat kepada siswa, belajar dengan melakukan, mengembangkan kemampuan sosial, mengembangkan keingintahuan imajinasi dan fitrah bertuhan, mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah, mengembangkan kreatifitas siswa, mengembangkan kemampuan dalam menggunakan IPTEK, menumbuhkan kesadaran kebangsaan sebagai warga negara yang baik, belajar sepanjang hayat dan perpaduan kompetisi kerjasama dan solidaritas.4

Mendasar pada prinsip-prinsip belajar yang bermakna, maka diperlukan adanya tenaga pendidik -hal ini guru- yang mempunyai keterampilan dalam mengelola pembelajaran. Pembelajaran sebagai aktualisasi kurikulum, menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang diprogramkan. Dalam hal ini, guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk sebuah kompetensi, oleh karena guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran, metode mengajar, keterampilan menilai hasil-hasil belajar peserta didik serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran.5

4

Puskur Balitbang Depdiknas, Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar, (Jakarta;Balitbang Depdiknas, 2002), h. 1-3

5

Hal ini juga dinyatakan oleh Mansur Pateda dalam buku Linguistik Terapan bahwa sebelum melaksanakan kegiatan belajar terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan yaitu;

(17)

Guru juga dituntut mampu untuk mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Tugas guru di sekolah diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan keyakinan dan percaya diri yang tinggi dan dapat juga menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademik, skill, kematangan emosional, moral maupun spiritual, karena guru yang berhadapan langsung dengan peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Oleh karena itu, untuk meningkatkan prestasi peserta didik, guru harus memiliki pengetahuan dan kemampuan secara profesional selain melaksanakan tugasnya.

Istilah profesional bersangkutan dengan profesi yakni bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan lain sebagainya) tertentu, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Profesionalitas guru termasuk didalamnya guru bahasa Arab ditandai oleh kompetensi guru tentang kurikulum, bahan ajar, strategi pembelajaran, sistem penilaian dan sikap positif terhadap tugasnya. Pernyataan ini juga dirumuskan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tentang kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan yaitu, kemampuan profesional, sosial, dan personal yang kemudian dirinci ke dalam sepuluh kemampuan dasar yaitu penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya, pengelolaan program belajar mengajar, pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber pembelajaran, penguasaan landasan-landasan kependidikan,pengelolaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi siswa,

tujuan, siswa, materi, alat Bantu, keterampilan, pengajar, alokasi waktu dan lain-lain, ketiga, menentukan strategi yang tepat, keempat, menentukan metode, kelima, menentukan teknik pembelajaran, keenam, menentukan prosedur, ketujuh, mempertimbangkan faktor penunjang berupa sumber pelajaran dan pengayaan, alat bantu yang dibutuhkan dan alokasi waktu, ke8, menyusun satuan pelajaran, kesembilan, pelaksanaan proses pembelajaran di kelas dan kesepuluh

(18)

pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, pemahaman dan penyelenggaraan sekolah, dan pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.6

Berkaitan dengan kompetensi, ada beberapa kompetensi yang perlu dikembangkan,7 agar peserta didik dapat berkomunikasi dengan baik dan memanfaatkan hasil pembelajaran peserta didik dalam kehidupan sehari hari. Diantara kompetensi dasar yang perlu dikembangkan adalah kompetensi dasar bahasa -dalam hal ini bahasa Arab- yang terdapat dalam pusat kurikulum, ada tiga komponen dalam mempelajari bahasa yaitu pertama; mengembangkan kemampuan komunikasi baik secara lisan maupun tulisan yang mencakup kemampuan mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Kedua; meningkatkan kesadaran alamiah berbahasa baik bahasa Arab sebagai bahasa asing maupun bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dengan memkomparasikan kedua bahasa tersebut. Dan yang ketiga; mengembangkan pemahaman sekitar hubungan antara bahasa dan budaya dan kemudian memperluas horizon budaya. Oleh karena itu peserta didik mampu mengetahui persilangan budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.

Untuk dapat menguasai semua kompetensi tersebut, peserta didik dapat memperolehnya secara sadar dan tidak sadar. Pemerolehan secara tidak sadar adalah dengan melibatkan diri atau berinteraksi langsung dengan pemakai bahasa Arab. Sedang pemerolehan kompetensi secara sadar adalah dengan melalui proses pembelajaran. Pemerolehan dengan sadarlah yang menemukan beberapa kendala terkait dengan proses pembelajaran, baik dari komponen-komponen pembelajaran, karakteristik pembelajar -peserta didik- maupun unsur-unsur lainnya menjadi kendala, seperti ketersediaan dukungan lingkungan pembelajaran

6

Dikutip dari Nana Saodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, (Bandung:Rosdakarya, 2001), h. 192-193)

7

(19)

yang akan memberi masukan atau bahan yang akan dipelajari, guru dengan kemahiran berbahasa Arab yang memadai, latar belakang pendidikan guru, dan metode mengajar yang keefektifannya akan sangat bergantung pada semua faktor yang telah disebutkan di atas. Semuanya akan berinteraksi dalam membuat kegiatan belajar mengajar bahasa Arab yang kondusif dan bermanfaat.

Selain itu juga, diungkapkan oleh Al-Qasimi bahwa ada beberapa persoalan yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bahasa asing termasuk bahasa Arab, yaitu kebutuhan peserta didik, usia peserta didik, waktu pembelajaran, tujuan dan metodologi pembelajarannya.8

Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa Asing yang oleh masyarakat Indonesia perlu menguasai dengan tujuan untuk penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial budaya dan pembinaan hubungan dengan bangsa timur tengah.

Pengajaran bahasa Arab merupakan suatu proses pendidikan yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina kemampuan peserta didik supaya mampu menyimak, berbicara, membaca dan menulis bahasa Arab. Dengan ungkapan lain, memberikan bekal kepada peserta didik agar mampu menggunakan bahasa secara produktif dan reseptif. Oleh karena itu, dalam pembelajaran berbasis kompetensi yang mencakup empat kemahiran berbahasa diajarkan secara integral. Kompetensi berbahasa Arab, sebaiknya penekanan kompetensinya terdapat hubungan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat dan tuntutan kehidupan yang nyata. Seperti halnya penekanan kompetensi bahasa Arab adalah kemampuan peserta didik dalam berbahasa baik secara lisan maupun tulisan, namun perlu ada penekanan pada salah satu kemampuan bahasa pada peserta didik, seperti pada tingkat pendidikan dasar penekanan kompetensinya pada kemampuan menyimak dan berbicara sebagai

8

(20)

landasan berbahasa. Pada tingkat menengah, keempat keterampilan diajarkan secara seimbang dan pada tingkat pendidikan lanjut, penekanan kompetensinya pada kemampuan membaca dan menulis, sehingga peserta didik diharapkan mampu mengakses berbagai referensi berbahasa Arab.

Permasalahan mengenai sekolah atau madrasah merupakan bagian integral dari lingkungan masyarakat. Maka Istilah madrasah9 dalam pemahaman di masyarakat Indonesia digunakan untuk mengacu pada lembaga pendidikan10 keagamaan Silam, baik yang berbentuk formal yang terdiri dari madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs.) dan madrasah aliyah (MA), maupun yang berbentuk informal yaitu madrasah diniyah yang terdiri dari jenjang awaliyah, wushtha dan ulya.

Sedangkan dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, madrasah merupakan jenis pendidikan umum. Istilah madrasah hanya digunakan untuk merujuk pada jenis pendidikan formal yang terdiri atas madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah (sejenjang dengan sekolah dasar dan menengah pertama) yang merupakan jenjang pendidikan dasar, dan madrasah aliyah dan madrasah aliyah kejuruan (setaraf dengan sekolah menengah atas) yang merupakan jenjang pendidikan menengah.

Salah satu madrasah yang berada di bawah naungan di salah satu departemen pemerintah Republik Indonesia adalah Madrasah Aliyah Negeri 8 -penulisan selanjutanya MAN 8- yang terletak di kawasan Jakarta Timur. Dalam kegiatan belajar mengajar di madrasah tersebut terdapat beberapa kendala, halnya

9

Sekolah pada dasarnya mempunyai makna yang sama dengan madrasah. Istilah sekolah lebih mengarah kepada pendidikan umum sedang madrasah mengacu kepada pendidikan keagamaan yang kata madrasah merupakan kata serapan dari bahasa Arab berwazan isim makân yang menunjukkan makna tempat, berarti tempat belajar. Tempat belajar berarti suatu ruangan yang dapat dijadikan seseorang belajar.

10

(21)

dengan beberapa kendala yang terdapat dalam proses pembelajaran, di antaranya adalah motivasi dan minat siswa terhadap mata pelajaran bahasa khususnya bahasa Arab.

Istilah pembelajaran berbeda dengan pengajaran meskipun keduanya terdapat hubungan yang erat. Kata pembelajaran merupakan sebagai proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar, yakni proses belajar yang berlangsung baik di dalam kelas ataupun luar kelas formal. Dengan ungkapan lain pembelajaran memusatkan perhatian terhadap bagaimana membelajarkan siswa dan apa yang dapat diperolehnya. Karena, tujuan pembelajaran adalah membentuk watak, mendewasakan penalaran dan pemikiran, memandirikan sikap, memerdekakan dan memberdayakan. Sedang pengajaran adalah belajar untuk mengetahui dan tujuan pengajaran adalah membentuk konsep dan mentransfer ilmu.11 Oleh sebab itu, dalam pembelajaran, siswa bukan hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar tetapi juga berinteraksi pada keseluruhan komponen yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

Biasanya dalam proses belajar mengajar guru hanya menyampaikan materi dengan cara memerintah peserta didik untuk menghafal tanpa memikirkan apakah peserta didik dapat menerapkan materi yang dipelajarinya -dalam hal ini bahasa Arab- dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru bukan hanya sekedar menyampaikan materi namun memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai begitu halnya juga dengan mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.

Untuk memperjelas teknik-teknik CTL dalam pembelajaran bahasa Arab, penulis mencoba menerapkannya pada siswa-siswi kelas sepuluh atau kelas satu

11

(22)

tingkat menengah atas. Pertimbangan pemilihan kelas sepuluh, disebabkan beberapa hal. diantaranya;

1. Kelas sepuluh adalah kelas transisi antara menengah pertama dan menengah atas.

2. Kelas sepuluh adalah pondasi utama pendidikan menengah atas, di kelas ini ilmu-ilmu pengetahuan tingkat atas diajarkan pertama kali.

3. Di kelas ini, keberhasilan pembelajaran akan berimbas pada keberhasilan pembelajaran-pembelajaran selanjutnya.

4. Kelas sepuluh ini menjadi jembatan yang menghubungkan pemahaman-pemahaman siswa selama masa menengah pertama dengan pelajaran-pelajaran tingkat atas.

5. Selain itu, sebagai kelas pertama di sekolah menengah atas, pengaruh-pengaruh luar bisa diminimalisir karena posisi siswa sebagai siswa angkatan baru (junior).

Pemilihan tingkat menengah atas, diasumsikan karena pada tingkat ini, minat dan bakat siswa mulai diarahkan pada spesialisasi-spesialisasi tertentu. Selain itu, secara psikologis masa-masa usia kelas sepuluh (yang diperkirakan berusia 15-16 tahun) adalah masa adoselen atau masa remaja yang sesungguhnya12.

Adapun sekolah yang dijadikan fokus penelitian adalah Madrasah13 Aliyah14 Negeri Delapan Jakarta. Adapun alasan pemilihan penelitian pada MAN

12

Pembagian tahap perkembangan yang paling tua, dikemukakan oleh Aristoteles, Aristoteles membagi masa perkembangan ini atas tiga tahap, yaitu: masa kanak-kanak (0-7 tahun), masa anak (7-14 tahun), masa remaja (14-21 tahun) setelah itu masa dewasa. Jean Jacques Rosseau seorang filosof dan negarawan Perancis, juga mengemukakan tentang tahap-tahap perkembangan anak. Menurut Rosseau ada empat perkembangan yaitu masa bayi (0-2 tahun) anak hidup sebagai binatang, masa kanak-kanak (2-12 tahun) anak hidup sebagai manusia biadab, masa remaja awal (12-15 tahun) anak hidup sebagai petualang; perkembangan intelek dan pertimbangan, dan masa remaja yang sesungguhnya (15-24 tahun) individu hidup sebagai manusia beradab; pertumbuhan kelamin, social dan kata hati. Lih. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2007), cet. IV, hal. 117

13

(23)

Delapan Jakarta, pertama, MAN Delapan adalah salah satu Madrasah yang dicanangkan pemerintah menerapkan dua program sebagai implementasi KBK/ KTSP. Yakni; Program Pengembangan Potensi Akademik (P2A) dan Program Persiapan Hidup Mandiri (PHM). P2A disiapkan untuk siswa yang berminat dan memiliki kemampuan untuk melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi dan PHM disiapkan untuk siswa yang hanya memiliki sedikit kesempatan untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi sehingga ia harus menjadi siswa yang siap kerja. Pada PHM, MAN Delapan menawarkan keterampilan Montir, Tata Busana dan Industri Mebelair15.

Kedua, sebagai salah satu madrasah yang tengah dicanangkan menjadi MAN standar Nasional, MAN Delapan merupakan tempat yang tepat untuk menginformasikan metode CTL pada mata pelajaran Bahasa Arab. Apalagi MAN Delapan belum membuka bidang konsentrasi Bahasa dalam jurusan-jurusan yang ditawarkannya pada program P2M, sehingga pengajaran Bahasa Asing khususnya Bahasa Arab hanya mendapat porsi lima persen dari seluruh waktu belajar siswa MAN Delapan. Padahal sebagai madrasah, memahami bahasa Arab adalah mutlak adanya karena dengan pengetahuan berbahasa Arab, siswa-siswa madrasah memiliki nilai tambah dari alumni-alumni SMU. Lagi pula selama ini, para alumni madrasah selalu dituntut untuk dapat memahami dan mengerti nilai-nilai ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadis, demi keperluan itu

keagamaan yang kata madrasah merupakan kata serapan dari bahasa Arab berwazan isim makân yang menunjukkan makna tempat, berarti tempat belajar. Tempat belajar berarti suatu ruangan yang dapat dijadikan seseorang belajar.

14

Jika ditinjau dari struktur internal, lembaga pendidikan di Indonesia, khususnya lembaga pendidikan Islam terdapat empat kategori, menurut ungkapan Yasmadi, yaitu pendidikan pondok pesantren, pendidikan madrasah, pendidikan umum berasaskan Islam, dan pelajaran agama di lembaga pendidikan umum. Lebih terinci, lih. Yasmadi, Modernisasi Pesantren; Kritik Nurcholis Majid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, (Jakarta; Ciputat Press, 2002), hal. 58-59

15

(24)

bahasa Arab menjadi unsur yang harus dan wajib diperdalam oleh siswa-siswa madrasah.

Ketiga, MAN Delapan merupakan Madrasah Aliyah berprestasi Tingkat Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2005 sampai dengan 200716. Penghargaan ini menunjukkan bahwa MAN Delapan adalah madrasah yang patut diperhitungkan. Sehingga segala upaya menuju penyempurnaan madrasah selalu diupayakan. Salah satunya adalah dengan memperkuat kemampuan bahasa siswa.

Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, penulis memutuskan untuk menjadikan MAN Delapan sebagai tempat pembelajaran siswa berbahasa Arab dengan pendekatan CTL. Dengan audiensi penelitian siswa kelas sepuluh atau kelas satu MAN Delapan.

Untuk menjalankan metode pembelajaran CTL, penulis membuat rencana pembelajaran bahasa Arab selama satu semester, rencana ini disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, usia peserta didik, waktu pembelajaran, tujuan dan metodologi pembelajarannya17. Setelah menjalankan metode ini, penulis menyebarkan angket dan latihan-latihan untuk mengetahui bagaimana nilai dan partisipasi siswa selama pembelajaran bahasa Arab. Dari angket dan latihan-latihan ini, penulis akan mengetahui tingkat keberhasilan metode CTL dalam membangkitkan minat dan kompetensi siswa dalam berbahasa Arab.

Besar harapan penulis untuk membantu siswa-siswa madrasah menguasai bahasa Arab sampai tahap berbicara dan menulis serta memahami maknanya meskipun pada tingkat yang paling sederhana. Sehingga sedikit waktu yang selama ini diberikan untuk mata pelajaran bahasa Arab menjadi waktu berkualitas.

16

Piagam Penghargaan Departemen Agama RI, Nomor K.W. 09.4/5/ KP.08.8/221/2007

17

(25)

Dengan demikian penelitian ini berupaya untuk mengadakan kajian lebih lanjut tentang upaya apa saja yang dilakukan untuk membelajarkan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) di madrasah?

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian tersebut diatas dapat diidentifikasi berbagai permasalahan dalam upaya membelajarkan siswa berbahasa Arab dengan menggunakan pendekatan CTL di madrasah Aliyah Negeri 8 merupakan hal yang penting guna meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab.

Maka sehubungan dengan itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi siswa dalam proses belajar-mengajar yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Faktor-faktor tersebut berasal dari intern dan ekstern seperti siswa, guru, materi, metode, fasilitas, tempat dan waktu.

1. Siswa atau Peserta didik

Siswa sebagai subjek dan objek serta kegiatan dalam proses pembelajaran, masing-masing memiliki beraneka ragam karakter. Seperti dari latar belakang baik berasal dari pendidikan maupun keluarga, motivasi, kemampuan, kecerdasan, dan ketertarikan. Sikap siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh dua komponen dasar, yaitu: kepribadian dan kompetensi.

Kepribadian siswa terkait dengan karakteristik mereka. Sebagai bukti, dalam suatu kelas terdapat berbagai macam karakteristik siswa, contohnya terdapat siswa yang malas, rajin, aktif, pasif, disiplin, kreatif, dan sebagainya. Perbedaan karakteristik inilah yang akan mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar.

(26)

yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya seperti dalam menerima dan memahami informasi, menganalisa suatu masalah dan dalam memecahkan permasalahan, kedua; afektif yang berhubungan dengan sikap dan perilaku siswa terhadap materi seperti sebagai contoh seorang siswa yang cenderung menganggap qawâ’îd lebih penting dari komponen bahasa Arab yang lain, maka siswa tersebut akan terfokus terhadap qawâ’îd daripada kemampuan berbahasa yang lain, dan kompetensi yang ketiga adalah psikomotorik yang hubungannya dalam persoalan keahlian siswa karena rasa keinginan dan kemampuan siswa itu berbeda-beda seperti dalam keberanian dalam berdiskusi atau tanya jawab dengan berinteraksi dengan guru dan atau siswa lainnya. Keperbedaan dari ketiga kompetensi tersebut dapat mempengaruhi dalam proses kegiatan belajar mengajar siswa.

2. Guru

Begitu juga halnya dengan siswa, guru sebagai objek dalam pengajaran dipengaruhi juga oleh dua komponen dasar, yaitu: kepribadian dan kompetensi. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi kognitif yang berhubungan dengan kemampuan berfikir, afektif yang berhubungan dengan tingkah laku, dan psikomotorik yang berhubungan dengan profesionalisme guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Guru juga memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda, seperti: galak, sabar, santai, disiplin, kreatif dan sebagainya. Karakteristik tersebut terdapat hubungan yang erat dengan kepribadiannya.

3. Materi

(27)

materi yang diberikan sangat mempengaruhi siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Oleh karena itu, perlua adanya pengembangan materi untuk dapat mewujudkan peserta didik yang berkompeten.

4. Metode

Guru harus menggunakan metode yang tepat dalam melaksanakan pengajaran karena untuk menarik perhatian siswa dan membuat mereka menyukai materi yang diberikan. Metode yang baik juga akan mempengaruhi dalam proses belajar-mengajar.

Untuk membangkitkan keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar, maka diupayakan beragam proses agar siswa terlibat dalam proses pendidikan, diantaranya:

1. Mengubah pola pembelajaran yang berasal dari berbasis guru menjadi berbasis siswa;

2. Pembelajaran yang bermula dari mengajar tentang bahasa menjadi mengajar berbahasa;

3. Melengkapi sarana belajar;

4. Menciptakan lingkungan berbahasa;

5. Meningkatkan hubungan yang harmonis antara guru dengan peserta didik; 6. Mengubah penilaian yang bersifat subyektif menjadi obyektif;

7. Mengembangkan materi pembelajaran; 8. Menggunakan pendekatan yang relevan;

9. Memadukan pembelajaran di sekolah dengan kehidupan yang riil.

5. Fasilitas

(28)

dimanfaatkan secara maksimal oleh guru dalam proses belajar mengajar. Penyajian materi yang didukung oleh pemanfaatan yang maksimal oleh guru akan membelajarkan siswa dalam proses belajar mengajar.

6. Tempat

Tempat yang dimaksud adalah ruang kelas. Ruang kelas yang nyaman, bersih dan tertata rapi dapat mempengaruhi dalam proses belajar mengajar. Ruang kelas yang nyaman adalah ruang kelas yang memiliki pencahayaan yang baik, ventilasi yang cukup, tidak bising, pengaturan tempat duduk, dan ukuran ruangan. Ruang yang nyaman akan membuat proses-belajar mengajar lebih kondusif.

7. Waktu

Begitu halnya dengan alokasi waktu yang ada juga akan mempengaruhi pengajaran di kelas. Waktu atau durasi yang digunakan guru dalam menyajikan suatu materi dan urut-urutan proses belajar mengajar didalam kelas harus diupayakan seoptimal mungkin.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari permasalahan tersebut di atas dibatasi pada aspek-aspek tertentu saja. Seperti permasalahan mengenai upaya membelajarkan siswa berbahasa Arab dengan pendekatan pembelajaran kontekstual guna meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab di madrasah aliyah negeri 8.

(29)

D. Landasan Teori

1. Pengajaran Bahasa Arab

Istilah pengajaran dengan pembelajaran merupakan dua peristiwa yang berbeda tetapi keduanya memiliki hubungan yang sangat erat, bahkan terjadi keterkaitan dan interaksi dan saling pengaruh mempengaruhi serta saling menunjang satu sama lain. Keduanya juga melibatkan berbagai variabel. Dengan ungkapan lain bahwa proses belajar mengajar bahasa itu bukan hal yang sederhana tetapi untuk melaksanakan suatu proses kegiatan belajar mengajar atau dalam hal ini pengajaran bahasa, seseorang harus memikirkan berbagai komponen yang berkaitan dengan pengajaran bahasa. Komponen-komponen utama yang berkaitan dengan pengajaran bahasa diantaranya adalah guru dan peserta didik, bahan ajar serta tujuan pengajaran.

Guru memiliki peranan yang penting karena guru sangat menentukan keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai subjek yang bertugas melaksanakan proses belajar mengajar, baik sebagai fasilitator, informator maupun sebagai pembimbing, ia harus dapat menjadikan peserta didik tuntas berbahasa bahasa yang diajarkan.

Tugas guru menurut Stevick18 mencakup tiga hal yaitu mengembangkan kompetensi komunikasi, mengembangkan kompetensi linguistik dan mengembangkan kompetensi personal. Yang berhubungan dengan kompetensi komunikasi adalah mengacu kepada upaya agar peserta didik berani dalam berkomunikasi dengan temannya dan lingkungan yang terdapat di sekitar peserta didik. Kompetensi komunikasi dan linguistik bersama-sama akan memperkuat kemandirian peserta didik sebagai makhluk yang berkembang. Keberanian berkomunikasi dapat menimbulkan kepercayaan pada diri sendiri bahwa peserta didik merupakan pribadi yang berarti. Oleh karena kompetensi personalnya telah berkembang sedemikian rupa dengan

18

(30)

melalui interaksi antara guru, peserta didik dan lingkungan sekitarnya, maka keadaan tertentu dapat menentukan sikap terhadap sejumlah alternatif yang dihadapinya.

Sedang peserta didik yang merupakan subjek dan objek serta kegiatan pembelajaran yang akan dikenai proses diharapkan dapat mempunyai kemampuan yang lebih baik setelah proses belajar selesai.

Komponen selanjutnya adalah bahan dan tujuan pengajaran. Sebelum menyusun bahan ajar, perlu ditinjau terlebih dahulu mengenai karakteristik peserta didik termasuk kebutuhan-kebutuhan peserta didik, karena setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik dalam perkembangan kognitif, intelegensi dan lain sebagainya. Begitu halnya dalam merumuskan tujuan pengajaran sebaiknya ditelusuri terlebih dahulu dengan menganalisis akan kebutuhan peserta didik. Kebutuhan ini dapat diketahui antara lain dengan mengidentifikasi fungsi yang menjadi sasaran pembelajaran.

Semua komponen tersebut mempunyai hubungan fungsional dalam aktivitas pengajaran bahasa dan turut menentukan keberhasilan proses pengajaran termasuk dalam pengajaran bahasa Arab.

Bahasa sebagai alat komunikasi termasuk bahasa Arab mempunyai empat keterampilan yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan tersebut sangat berkaitan dalam rangka mewujudkan tujuan pengajaran bahasa.

(31)

guru menggunakan prosedur dengan menekankan aktivitas-aktivitas yang berorientasi pada keterampilan menyimak. Begitu halnya dalam pengajaran pada keterampilan bahasa yang lain.

2. Contextual Teaching and Learning

Istilah contextual berasal dari bahasa Inggris yang berarti yang berhubungan dengan konteks. Kata contex berarti keadaan, situasi dan kejadian. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sistem pengajaran yang didasarkan dari hasil penelitian John Dewey yang menyimpulkan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan aktivitas atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya.19 Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok.

Pembelajaran kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi nyata dan mendorong peserta didik untuk menciptakan hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Contextual teaching and learning memiliki karakteristik20 dalam strategi pengajaran yaitu: pertama; pembelajaran berbasis masalah, maksudnya sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar, meminta peserta didik untuk mengobservasi suatu peristiwa atau fenomena terlebih dahulu kemudian mencatat beberapa permasalahan yang muncul. Setelah itu, guru merangsang dan mengarahkan peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan

19

Elaine B. Johnson, Contextual teaching…

20

(32)

permasalah tersebut dan bertanya, membuktikan asumsi dan mendengarkan perspektif yang berbeda dari berbagai pola pikir peserta didik. Kedua; penggunaan multi konteks, artinya guru memberikan tugas kepada peserta didik yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungannya seperti di sekolah, keluarga dan masyarakat. Pemberian tugas tersebut memberikan kesempatan peserta didik untuk belajar di luar kelas, seperti peserta didik keluar dari kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan interview dengan harapan mendapatkan pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Dengan pengalaman tersebut merupakan upaya dalam pencapaian penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

Karakteristik yang ketiga adalah memberikan aktivitas kelompok dengan cara guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok dengan jumlah personel kelompok tersebut disesuaikan dengan tingkat kesulitan dalam penugasan. Aktivitas belajar secara kelompok ini untuk membangun kompetensi personal seperti salah satu tugas guru yang diungkapkan Stevick.

(33)

meminta peserta didik untuk magang di tempat kerja. Dan keenam adalah menerapkan penilaian autentik. Dalam CTL, penilaian ini dilakukan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang bermakna dengan melibatkan siswa ke dunia nyata atau konteks yang alamiah. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan adalah portofolio, tugas kelompok, demonstrasi dan laporan tertulis.

Selain karakteristik-karakteristik tersebut, CTL juga terdapat komponen-kompenen penting untuk menerapkannya dalam pengajaran bahasa. Tujuh komponen tersebut adalah kontruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui mengenai pendeskripsian upaya-upaya membelajarkan siswa berbahasa Arab dengan menggunakan pendekatan CTL.

Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan untuk berbagai pihak terkait terutama lembaga pendidikan formal dalam memutuskan kebijakan terkait dengan menggunakan strategi pembelajaran kontekstual. Kegunaan yang kedua adalah sebagai sumbangsih khazanah linguistik terapan bahasa Arab khususnya mengenai pendekatan kontekstual yang diterapkan dalam proses pembelajaran bahasa Arab.

F. Metode Penelitian

1. Subjek dan Latar Penelitian

(34)

fasilitas yang mendukung kegiatan belajar mengajar seperti perpustakaan, laboratorium bahasa dan komputer serta IPA. Sasaran dari penelitian ini adalah siswa kelas X MAN 8 sebanyak 40 siswa, yang mencakup kelas yang peserta didiknya memilih program pengembangan potensi akademik dan program persiapan hidup mandiri, dengan alasan bahwa para peserta didik yang terdapat di kelas X adalah pendatang baru di madrasah, sehingga upaya peningkatan membelajarkan siswa berbahasa Arab dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran bahasa Arab sangat perlu untuk dilaksanakan.

2. Sumber Data

Data dan informasi mengenai upaya membelajarkan siswa berbahasa Arab dengan pendekatan CTL di MAN 8 diperoleh melalui berbagai dokumen. Dokumen ini berupa pengamatan dan pelaksanaan interview dengan kepala bidang kurikulum, guru yang bersangkutan dan penyebaran angket21 terhadap siswa serta melakukan eksperimen tentang penerapan pendekatan CTL di kelas.

Sumber data dalam penelitian ini adalah ungkapan dan tindakan orang-orang yang diobservasi22 dan diinterview. Selain dari sumber data tersebut juga diperlukan argument-argumen yang mendukung dalam pembahasan ini dengan memaparkan teori mengenai kajian penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pengajaran bahasa Arab adalah buku-buku karya para tokoh linguistik edukasional dari berbagai aliran. Walaupun

21

Angket adalah termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi, sikap dan paham akan hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara. Dalam wawancara, interviewer berhadapan langsung dengan responden, sedang angket dilaksanakan secara tertulis. Terdapat dua macam bentuk angket, yaitu berstruktur dan takberstruktur. Bentuk pertama adalah adanya kemungkinan jawaban yang disediakan, dan bentuk kedua, angket yang memberikan jawaban secara terbuka yang respondennya menjawab secara bebas dari sebuah pertanyaan. Baca di M. Sobry Sutikno, Pembelajaran Efektif, (Mataram; NTP Press, 2005), h. 83-84

22

(35)

sebagian literatur dari buku-buku tersebut menggunakan bahasa Inggris pengantarnya, namun tidak menutup kemungkinan dalam objek pembahasannya terdapat kajian mengenai pembelajaran kontekstual, meskipun dalam memberikan contoh kebanyakan bahasa Inggris tetapi juga mencakup bahasa-bahasa lain pada umumnya.

Literatur secara khusus yang membahas pembelajaran kontekstual bahasa Arab belum banyak ditemui di berbagai perpustakaan di tanah air. Akan tetapi, pembahasan -walaupun tidak terperinci- mengenai pembelajaran kontekstual yang mencakup dalam pembelajaran bahasa asing banyak ditulis oleh para ahli sebagai bagian dari bab/sub bab dari pembahasan kurikulum berbasis kompetensi secara umum yang akan sangat membantu dalam penelitian.

Untuk merencanakan penulisan yang terarah dan sistematis, penulis mengklasifikasi sumber data pada dua bagian;

a) Sumber Data Primer

Yaitu data-data yang menjadi dasar penelitian berupa data-data mengenai pembelajaran bahasa Arab di sekolah Madrasa Aliyah Negeri Delapan serta bagaimana penguasaan siswa terhadap bahasa tersebut diperkaya dengan karya-karya yang menerangkan metode CTL dan teknik-teknik penerapannya dalam pembelajaran.

b) Sumber Data Sekunder

Yaitu data-data pendukung di seputar pembahasan mengenai; 1). Metode Pembelajaran; 2). Pengajaran Bahasa Arab; 3). Teknik-teknik mengajar pelajaran bahasa, baik bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. 1) Dalam memaparkan mengenai metode-metode pembelajaran, diantara

(36)

Laura Servage; Active Learning 101 Strategies to Teach Any Subject

oleh Mel Silberman; Quantum Learning oleh Bobbi De Porter dan Mike Hernacki; Quality in Education: An Implementation Handbook oleh Jerome S. Arcaro serta beberapa buku berbahasa Indonesia diantaranya,

Menjadi Guru oleh Hernowo, Perencanaan Pembelajaran oleh Hamzah B. Uno, Strategi Belajar Mengajar; Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami karya Pupuh Fathurrahman; Pembelajaran di Era serba Otonomi oleh Andreas Harefa dan lainnya.

2) Untuk pengajaran bahasa Arab, beberapa referensi pendukungnya antara lain Ta’lîm al-‘Arabiyyah li Ghairi al-Nâthiqîn bihâ Manâhijuhu wa Asâlîbuhu oleh Doktor Rusydi Ahmad Thu’aimah, Lughat al-‘Arabiyyah; Ushuluhâ al-Nafsiyah wa Thuruq Tadrisihâ karya Abdul ‘Aziz ‘Abdul Majid; Khashâis al-‘Arabiyyah wa Tharâiq Tadrîsihâ

yang ditulis oleh Mahmûd Nayîf Ma’ruf dan Ta’lim Lughat al-‘Arabiyah baina al-Nadhriyah wa al-Tathbîq oleh Hasan Shahatah,

Metodologi Pengajaran Bahasa Arab oleh Ahmad Fuad Effendy, dan buku-buku pelajaran bahasa Arab yang digunakan pada sekolah menengah atas (madrasah aliyah).

(37)

Metodologi karya Muljanto Sumardi; Linguistik Terapan oleh Mansur Pateda; Linguistik Edukasional; Metodologi Pembelajaran Bahasa Analisis Konstrastif dan Analisis Kesalahan Berbahasa karya Daniel Jos Parera dan buku terjemahan Paul Ohoiwutun; Sosiolinguistik; Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan.

3. Metode Analisis

Berdasarkan uraian permasalahan, penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan, mencatat, mengarah, dan menginterpretasikan data, sehingga didapati berbagai fakta dan keterangan yang nyata. Oleh sebab itu, metode dalam penelitian ini menggunakan deskriptif-analisis. Dengan ungkapan lain, bahwa dalam penelitian ini mencoba untuk menggambarkan objek pembahasan dengan penyertaan analisis kualitatif tentang upaya membelajarkan siswa berbahasa Arab dengan pendekatan CTL di MAN 8.

Ada beberapa langkah yang harus digunakan dalam metode deskriptif-analisis, yaitu dengan mengumpulkan data sebagai langkah pertama yang berhubungan dengan kajian pembahasan kemudian dianalisis, setelah itu data diinterpretasikan dan sebagai langkah terakhir adalah langkah menarik kesimpulan.

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, data tersebut diolah. Dalam menganalisa data23 dilakukan secara kontinuitas dan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Yaitu peneliti akan melakukan analisis data pada saat pengumpulan data dalam bentuk catatan supaya peristiwa yang diteliti dapat dideskripsikan secara utuh, objektif dan sistematis.

23

(38)

BAB II

TEORI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

Dalam wacana pendidikan ada dua tataran penting yang selalu bersinggungan namun sesungguhnya bekerja secara bersamaan dan bersinergi, yakni tataran teoritis dan praktis. Konsep teoritis ini biasanya disusun oleh professional pendidikan dan para pengamat pendidikan yang mengujicobakan satu teori dengan teori lainnya, sedangkan praktisi pendidikan adalah guru-guru yang berhubungan langsung dengan aktivitas belajar mengajar dalam kelas. Tataran teoritis dan praktis ini seyogyanya berjalan beriringan agar dengan mudah dievaluasi hasilnya, tetapi realitasnya, wacana teoritis selalu cepat berubah-ubah dan praktik di lapangan berjalan di tempat.

Beberapa tahun belakangan ini, berbagai konsep teoritis sudah muncul, tetapi kesiapan di lapangan belum direncanakan dengan baik. Quantum Learning, Ambak,

ActiveLearning dan ContextualLearning menjadi populer dengan cepat, tetapi teknik mengajar berbasis teori-teori tersebut belum terlihat jelas. Saat pendidikan bermula di Yunani, metode ceramah adalah metode yang dianggap tepat untuk mendidik dan mengajar peserta didik.24

Padahal, teori-teori ini muncul dari hasil penelitian yang cukup panjang dengan berupaya untuk memperbaharui metode-metode lama yang diasumsikan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Melalui pembaharuan-pembaharuan inilah, perjalanan mutu dan kualitas bangsa disusun dan direncanakan untuk kemudian dibimbing menjadi lebih baik. Tapi apalah artinya teori-teori tersebut, jika pada praktiknya tidak sejalan dengan teorinya. Sehingga setiap upaya sosialisasi teori-teori tersebut menjadi keharusan dan pengetahuan mengenai perbedaan antara teori terbaru dengan teori-teori sebelumnya menjadi pekerjaan terpenting agar setiap

24

(39)

guru atau praktisi pendidikan dapat memahami benar bahwa teori tersebut adalah teori yang tepat dalam proses pembelajaran.

A. Model Pembelajaran Bahasa

CTL atau pembelajaran kontekstual sebagai salah satu pendekatan (approach) dalam pembelajaran25 yang merupakan gebrakan dari pembelajaran tradisional yang dianggap kurang layak untuk dipergunakan di saat sekarang ini. Dalam dunia pengajaran, kata approach lebih tepat diartikan a way of beginning something. Secara harfiah bahwa , approach ialah cara memulai sesuatu, sedang secara istilah sebagai seperangkat asumsi tentang hakikat mata pelajaran tertentu, pengajarannya dan proses belajarnya.26

Istilah pendekatan (approach) sering dikaitkan dengan metode (method) dan teknik (technique). Daniel Parera menyebutkan tiga istilah tersebut berhubungan secara hierarkis. Hubungan ini menggambarkan bahwa teknik merupakan satu hasil dari metode yang selalu konsisten dengan pendekatan. Gambaran lengkapnya adalah, pendekatan (approach) merupakan satu latar belakang filosofis mengenai pokok bahasan yang hendak diajarkan, termasuk di dalamnya teori-teori yang berbeda tentang hakikat suatu ilmu dan cara mengajarkannya.27

Adapun metode merupakan satu rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara teratur bahan-bahan dari mata pelajaran yang diajarkan, yang semuanya didasarkan pada asumsi yang ditetapkan dalam pendekatan. Sedangkan teknik adalah usaha pemenuhan akan metode dalam pelaksanaan pengajaran di dalam kelas.28

25

Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah, (Jakarta, Bumi Aksara, 2007), h. 40

26

Kutipan dalam Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai Pendekatan, Metode Teknik dan Media Pengajaran, (Bandung, Pustaka Setia, tth), h. 19

27

Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta, Erlangga, 1987), h. 18

28

(40)

Menurut para ahli, istilah pendekatan digunakan untuk merujuk pada rancang bangun silabus (syllabus design). Melalui syllabus design ini kemudian dijabarkan penyusunan materi pelajaran, penyusunan ini membawa konsekuensi metodologis. Itu sebabnya ketika satu pendekatan ditetapkan, penyusunan materi pelajaran dan metode pengajarannya sudah harus disinergikan. Bila tidak segera disinergikan, maka yang terjadi adalah perbedaan antara taraf teoritis dengan praktik yang terjadi di lapangan.

Karenanya, suatu approach sangat menentukan dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Approach mempunyai pengaruh besar terhadap hasil yang diharapkan, maka sebelum melaksanakan pembelajaran, perlu dipikirkan terlebih dahulu atau dipilih approach yang tepat. (suatu approach yang dilaksanakan secara konsekuen dalam pengajaran bahasa disebut aliran pengajaran bahasa).

Artinya, CTL sebagai sebuah pendekatan (approach), menjadi dasar bagi setiap guru dalam penentuan isi program, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar dan teknik/ bentuk penilaian. CTL juga menjadi acuan bagi guru untuk menentukan keseluruhan tahapan pengelolaan pembelajaran.29

Kesadaran perlunya pendekatan CTL dalam pembelajaran didasarkan dengan kenyataan bahwa sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini disebabkan pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan mereka baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat. Pendekatan pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian rentetan topik atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti

29

(41)

dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.

Ini tidak berarti bahwa pendekatan-pendekatan pra-CTL, merupakan pendekatan-pendekatan tak bermakna. Karena sesungguhnya setiap teori pendekatan yang lahir semuanya didasarkan pada tantangan zamannya masing-masing. Satu pendekatan yang lahir pada masa lalu tentu saja belum dapat dipastikan tepat digunakan pada masa selanjutnya, dan mungkin teori pendekatan pada masa ini juga tidak sesuai bila diterapkan di masa itu.

Keterpaduan pendekatan-pendekatan (approaches) dengan metode-metode dan teknik-teknik pendukungnya ini kemudian disebut dengan “Model Pembelajaran”.30 Jadi, model pembelajaran adalah sesuatu yang merangkum semua kegiatan pembelajaran, termasuk metode dan teknik-tekniknya. Maka, jika CTL sudah dikategorikan sebagai model pembelajaran, CTL tersebut telah dijalankan dalam proses pengajaran dengan metode dan teknik-teknik yang sudah dirumuskan sebelumnya.

Secara umum, terdapat beberapa model pembelajaran yang pernah dirumuskan oleh para praktisi pendidikan sejak zaman dahulu hingga kini, sebagiannya sudah jarang digunakan tetapi sebagian lainnya masih dipertahankan dalam kegiatan belajar mengajar. Perlu diketahui pula bahwa keberadaan satu pendekatan atau satu model pembelajaran dilatarbelakangi oleh pendekatan atau model pembelajaran sebelumnya. Misalnya keberadaan pendekatan diskusi

30

Model pembelajaran disusun dari dua kata besar, model dan pembelajaran. Menurut kamus bahasa Indonesia, model diartikan dengan pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Berkaitan dengan pembelajaran, model diartikan oleh Bruce dan Weil sebagai suatu perencanaan yang digunakan dalam menyusun kurikulum, merancang materi pelajaran dan untuk memberi arah dalam proses pembelajaran dan pengaturan lain, Dalam hal ini, Jujun memberikan definisi model sebagai penyederhanaan dari realitas sebuah abstraksi sehingga hanya unsur-unsur yang penting yang muncul dalam bentuknya. Lih. Bruce Joice & Marsha Weil, Models of Teaching, (New Jersey; Prentece Hall International, Inc., 1985), hal. 1 dan Jujun S. Suriasumantri,

(42)

didorong oleh usaha pembaharuan terhadap pendekatan ceramah. Dengan demikian model pembelajaran dan atau pendekatan adalah sebuah evolusi dari model-model pembelajaran sebelumnya.

Dengan memilih pendekatan yang tepat, dikatakan David Nunan dapat membantu menyukseskan kegiatan belajar mengajar. Tetapi ditekankannya bahwa kesuksesan ini takkan terjadi jika tidak terdapat interaksi komunikatif dua belah pihak; antara siswa sebagai orang yang sedang belajar dan guru sebagai figur yang mengajar.31

Menurut Ernest Chang dan Simpson, terdapat beberapa model pembelajaran (aplikatif pendekatan beserta teknik dan metodenya) 32, diantaranya;

1. Model Pembelajaran traditional lectures (ceramah tradisional)

Disebut dengan traditional, karena konon model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran tertua. Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan ceramah dengan metode penyajian fakta atau ide secara lisan, tekniknya adalah melalui retorika-retorika terbaik,33 agar murid memfokuskan diri pada ceramah yang disampaikan. Model ini mencapai puncak keemasannya pada abad ke-5 Masehi, yaitu pada masa kejayaan para sufi Yunani kuno, yang memandang dan menggunakan ceramah sebagai suatu cara yang paling cemerlang untuk mengemukakan pikiran, menyampaikan pidato, atau membacakan sajak-sajak tanpa teks. Peter Jarvis mengasumsikan bahwa pada masa Yunani dulu, ada kecenderungan untuk menilai kemampuan

31

David Nunan, Language Teaching Methodology a Textbook for Teachers,

(Hertfordshire, Prentice Hall International, 1998), h. 2-3

32

Dikutip dari Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung; Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 59

33

(43)

mengajar seseorang dengan kemampuannya berkomunikasi dengan audiens.

Sehingga retorika menjadi hal yang esensial dalam pengajaran.34 Agaknya, model pembelajaran ini sangat digemari, terbukti bahwa dalam Islam sekalipun sejak zaman dahulu, metode lisan adalah satu-satunya metode yang digunakan dalam pembelajaran. Seperti yang terjadi dalam proses belajar mengajar hadis (ajaran-sunnah Nabi Saw).

Model pembelajaran traditional lectures disebut juga dengan belajar menerima. Belajar menerima maksudnya adalah sebuah bentuk kegiatan belajar, dengan peranan peserta didik lebih pasif, mereka lebih banyak menerima pengetahuan yang disampaikan guru.35 Dengan ungkapan lain, peserta didik lebih banyak menerima pengetahuan -dalam hal ini materi- yang disampaikan guru dalam proses pembelajaran. Model ini mempunyai nilai positif bila peserta didik kreatif dan dapat menangkap semua informasi yang diberikan.

Strategi pembelajaran dalam model ini, dilakukan dengan mengikuti ceramah dari guru, sehingga peserta didik dijadikan hanya sebagai pendengar setia tanpa diikutsertakan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini tentu saja akan membuat peserta didik merasa bosan untuk mengikuti proses belajar.

Ciri-ciri utama dalam model pembelajaran ini adalah mendengarkan penjelasan guru, kegiatan dan lingkungan dikendalikan guru, pengetahuan yang diperoleh tergantung penangkapan pembicaraan guru, dukungan teknologinya sedikit dan berlangsung dalam keadaan otoriter.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, yang menjadi sumber utama dalam model ini adalah guru, sehingga model ini selalu dipandang sebagai model

34

Peter Jarvis ed., The Theory & Practice of Teaching, (Canada, Kogan Page, 2002), h. 90

35

(44)

tradisional dan kurang memberdayakan kecakapan peserta didik dalam mengembangkan pengetahuannya dan juga kemandirian dalam proses belajar mengajar.

Oleh karena itu, dalam upaya membelajarkan siswa, model ini tidak dapat diterapkan kecuali jika model ini dikombinasikan dengan model pembelajaran yang lebih inovatif. Seperti contoh, model ini berkombinasi dengan model diskaveri.36

2. Model pembelajaran self study (belajar sendiri)

Self study merupakan reaksi dari pendekatan ceramah, yang diduga berpotensi memandulkan siswa. Model pembelajaran ini mengarahkan pembelajaran pada kemandirian peserta didik dalam keseluruhan aktifitasnya. Disini, guru hanya menciptakan sarana dan prasarana yang diarahkan sedemikian rupa untuk membangkitkan kemandirian siswa. Tetapi untuk dapat memainkan peran ini, seorang guru harus teliti dalam mencari arahan yang tepat, karena jika guru tidak dapat memberikan motivasi yang tepat alih-alih membentuk membangun kemandirian siswa yang terjadi malah sebaliknya. Untuk itu, fasilitas dan media pembelajaran adalah komponen penting yang dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran. Hal yang paling penting dan perlu diawasi dalam model pembelajaran ini adalah munculnya siswa-siswa yang semakin kuat mandiri. Dan semakin mundurnya beberapa siswa yang tidak berbakat karena rasa minder mereka dan ketidakyakinan mereka untuk ikut serta dalam program adu bakat dan kemandirian. Pembelajaran ini harus diiringi pula dengan bimbingan dan konseling, yakni suatu program yang disediakan sekolah untuk membantu mengoptimalkan

36

(45)

perkembangan siswa. Bimbingan ini bersifat individual, berusaha membantu para siswa dalam memahami dirinya, menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan serta mengatasi problema-problema dirinya.37 Tanpa bimbingan dan konseling ini, pembelajaran self study seringkali hanya menjadi pembelajaran untuk siswa-siswa berbakat saja dan membiarkan yang tertinggal semakin tertinggal.

Strategi pembelajaran yang dilakukan dalam model ini adalah kemandirian peserta didik dalam keseluruhan aktifitasnya. Sehingga menuntut adanya disiplin diri yang kuat dari pihak peserta didik supaya tujuan pembelajaran mencapai optimal, maka motivasi peserta didik harus kuat dan stabil.

Model pembelajaran ini memiliki ciri-ciri seperti pembelajaran berfokus pada pemikiran sendiri, proses belajar diarahkan sendiri, isi pengetahuan yang berupa refleksi dan integrasi, dengan menggunakan multimedia dan diatas penghargaan diri secara otonom.

Mendasar pada ciri-ciri tersebut, peserta didik dituntut memiliki sikap disiplin yang kuat

Referensi

Dokumen terkait

Dengan metode inilah peneliti mendapatkan data atau hasil berupa Hasil nilai prestasi belajar peserta didik, yang nantinya data ini akan diolah untuk mengetahui pengaruh pendekatan

Pada saat mengerjakan tugas, hasil yang diperoleh peserta didik tidak belum sesuia dengan materi yang dipelajarinya sehingga hal ini tidak sesuai dengan indikator berpikir kritis yaitu