• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

F. Pembahasan Hasil Penelitian

assu med Equal varia nces not assu med -1.329 47.502 .190 -2.077 1.563 -5.221 -1.067

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Differe nce Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper NILAI POST TEST Equal variances assumed 2.058 .158 3.463 50 .001 3.962 1.144 1.664 6.259 Equal variances not assumed 3.463 48.476 .001 3.962 1.144 1.662 6.261

Hasil dari pengujian data menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil antara kelas eksperimen (kelas yang menggunakan pendekatan contextual teaching and learning) dengan kelas kontrol (kelas pembanding). Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai rata-rata kelas kontrol. Nilai kelas eksperimen memiliki rata-rata 86.0 dan kelas kontrol memiliki nilai rata-rata 82.1. Selain itu berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05, yaitu 0.001 < 0.05, maka Ho ditolak dan berarti membuktikan bahwa terdapat pengaruh penggunaan pendekatan contextual teaching and learning terhadap keterampilan berbicara pada siswa kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta.

Hasil penelitian ini mendukung teori dari Johnson yang mengatakan bahwa CTL merupakan sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dalam konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Dalam pembelajaran berbicara pada materi bercerita membantu siswa dalam menyusun cerita yang akan disampaikan dan dapat merangsang siswa untuk mengolah ide/informasi yang di dapatkan sehingga siswa dengan mudah dan cepat memahami materi dan mudah menyampaikan ceritanya karena berdasarkan pengalaman mereka sendiri.

Selain itu hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan Yatim Riyanto yang menyatakan bahwa CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Hal ini sejalan dengan proses yang dilakukan saat penelitian, melalui cerita yang dibaca dan disampaikan oleh temannya siswa mampu

memahami isi cerita, mengetahui informasi berupa nama tokoh, tempat terjadinya cerita, waktu terjadinya cerita yang terdapat di dalam cerita, dan menyampaikan kembali isi cerita dengan berurutan serta mudah dipahami oleh siswa lainnya karena cerita yang disampaikan oleh temannya dan cerita yang dibaca merupakan cerita yang pernah mereka alami sendiri.

Dalam pendekatan CTL menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajarannya hal ini sesuai dengan yang terjadi pada kelas eksperimen yang diberikan perlakuan dengan pendekatan tersebut, pembelajaran di kelas menjadi menyenangkan dan siswa antusias mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu pendekatan CTL menuntut terciptanya masyarakat belajar, hal ini juga sesuai dengan proses pembelajaran yang dilakukan di kelas eksperimen. Saat berkelompok membuat siswa bekerja sama menyelesaikan tugas yang diberikan dan siswa sendiri yang memberitahu temannya agar tertib dalam belajar dan tidak mengganggu kelompok lain karena ada sanksi yang akan diberikan berupa pengurangan bintang kelompok. Hal ini juga menciptakan komunikasi antara teman yang satu dengan lainnya.

Komponen pendekatan CTL salah satunya adalah inkuiri, yaitu proses pembelajaran pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Dalam penelitian ini, saat peneliti mengamati proses pembelajaran kegiatan inikuiri ini memang terjadi di lapangan. Siswa mencari sendiri informasi yang terdapat di dalam cerita melalui bacaan ataupun cerita dari siswa lainnya. Selain itu komponen pendekatan CTL yang terjadi di lapangan adalah bertanya, dengan kegiatan ini siswa menjadi kritis terbukti saat materi pembelajaran mengenai contoh pengalaman yang mengesankan siswa bertanya kepada guru. Apakah contoh salah memanggil siswa lain termasuk ke dalm pengalaman yang menyedihkan atau menyenangkan? Dari pertanyaan tersebut siswa menjadi tahu bahwa pengalaman yang mengesankan tidak hanya mengenai pengalaman menyenangkan maupun menyedihkan tetapi juga

ada pengalaman yang memalukan. Siswa sendiri yang mengetahui tentang hal tersebut. Komponen yang terjadi di lapangan adalah pemodelan, yaitu proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Siswa mampu bercerita dengan baik saat pengambilan nilai posttest sehingga mendapatkan nilai KKM dan di atas KKM karena siswa melihat cara temannya bercerita, guru bercerita di kelas, dan bacaan yang dibaca siswa sehingga tiga hal tersebut menjadi model yang membuat siswa meniru yang menyebabkan nilai posttest lebih bagus dibanding nilai pretest.

Selain itu komponen pendekatan CTL refleksi membuat siswa yang pada awal pembelajaran belum mengetahui cara menyusun cerita dan menyampaikan cerita dengan runtut dan mudah dipahami. Setelah diberikan perlakuan siswa menjadi tahu cara menyusun cerita yang urut dan menyampaikannya dengan bahasa yang dipahami oleh orang yang mendengarkannya dengan hal demikian siswa mampu mengetahui kesalahannya dan memperbaiki kesalahan tersebut serta menjadi pengetahuan baru bagi siswa itu sendiri.

Komponen yang membedakan pembelajaran konvensional dan pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL berikutnya, yaitu penilaian otentik, yaitu proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran tentang perkembangan belajar siswa. Penilaian otentik dilakukan selama dan sesudah pembelajaran. Penilaian otentik yang dilakukan adalah keterampilan berbicara yang kriteria dan aspek penilaiannya sudah ditentukan serta divalidasi oleh dosen ahli. Peneliti mengamati saat menilai siswa diawal atau pretest, saat proses pembelajaran, dan menilai diakhir yaitu posttest terdapat perbedaan. Di awal siswa kurang mampu menyampaikan cerita, isi cerita yang disampaikan kurang sesuai dengan tema dan ada beberapa siswa yang isi ceritanya tidak sesuai dengan tema dengan pendekatan CTL siswa mampu menyampaikan cerita sesuai dengan tema yang mereka ingin sampaikan. Selain itu, yang peneliti amati kemampuan siswa dalam

menyampaikan cerita yang sebelumnya kurang lancar menjadi lancar dan sudah mulai tidak terbata-bata artinya siswa sudah menguasai cerita yang akan disampaikan. Kata dan kalimat yang digunakan saat bercerita sudah mulai tersusun rapi walaupun masih ada beberapa siswa yang belum tepat dalam menggunakan imbuhan. Namun dengan adanya treatment yang diberikan guru saat pembelajaran seperti menyusun cerita, mengurutkan cerita yang sudah di acak, mendengarkan guru dan teman bercerita, pengetahuan siswa menjadi bertambah sehingga mendapatkan nilai yang baik di akhir pembelajaran.

Pembelajaran menggunakan CTL ini juga sejalan dengan karakteristik perkembangan kognitif anak menurut Piaget, usia SD (7-11 tahun) yang mengalami periode operasional konkret, dimana pada periode ini anak proses berpikirnya menjadi terorganisir ke sistem proses mental yang lebih besar yaitu penalaran anak menyerupai orang dewasa namun masih terbatas pada realitas konkret sehingga materi yang diajarkan berdasarkan pengalaman siswa sehingga siswa mampu menyusun cerita dan menyampaikan ceritanya sendiri dengan logis.

Hal ini juga sejalan dengan psikologi perkembangan bahasa anak yang terdapat di dalam buku Nafia Wafiqni dan Asep Ediana Latip yang berjudul Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD, yang menyatakan bahwa kemampuan bahasa anak berkaitan dengan kemampuan kognitif anak karena saat anak akan mengucapkan sesuatu anak melakukan aktivitas mental, mengingat, mengenal, dan menyampaikan yang diekspresikan dalam aktivitas gerak motorik halus/kasar yang merupakan sesuatu yang komplek dan pada usia sekolah dasar kemampuan bahasa anak berkembang lebih kompleks. Indikasinya dapat dilihat dari penggunaan kalimat yang kompleks saat membuat cerita dan penggunaan bahasa dalam bercerita.

Penelitian ini membuktikan teori Piaget yang menyatakan bahwa kata-kata membuat anak mempresentasikan dan memikirkan secara mental objek-objek dan peristiwa-peristiwa eksternal. Hal ini dapat

dibuktikan dalam proses pembelajaran yang terjadi, yaitu siswa memanggil kembali memori pengalaman yang mengesankan untuknya yang kemudian disusun menjadi cerita yang utuh dan berurutan agar dapat disampaikan dan dibagikan kepada orang lain. Dengan demikian bahasa berkaitan dengan kognitif seseorang.

Penjabaran tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, pada saat siswa menuliskan cerita dan menceritakannya kepada temannya siswa melakukan aktivitas mental berupa mengingat kembali cerita yang pernah dialami, mengenal tokoh, tempat, dan waktu cerita, dan menyampaikan ceritanya dengan ekspresi yang menggambarkan cerita pengalamannya kembali. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa kelas III MI Pembangunan sudah menyelesaikan tugas berbicara yang dijelaskan dalam buku Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD yang disusun oleh Nafia Wafiqni dan Asep Ediana Latip, tugas berbicara yang harus dikuasai, yaitu pemahaman indikasinya siswa mampu mengulang cerita dan menentukan informasi yang terdapat di dalam cerita, perkembangan perbendaharaan kata dan penyusunan kata menjadi kalimat yang ditunjukkan dalam menyusun cerita dan menyampaikan ceritanya, dan siswa mampu mengimitasi atau meniru ucapan suara yang didengarnya hal ini sesuai dengan proses penelitian, yaitu saat menyampaikan cerita siswa bercerita dengan menggunakan kalimat seperti orang dewasa bercerita sehingga cerita yang disampaikan dipahami oleh orang lain dan bercerita dengan kalimat yang runtut.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba melatih kemampuan berbicara siswa agar menjadi seorang yang terampil dalam berbicara. Berbicara sendiri menurut Novi Resmini dan Dadan Juanda yang menyatakan bahwa berbicara diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasan lisan sehingga maksud tersebut dipahami oleh orang lain. Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan Esti Ismawati dan Faraz Umaya diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa

lisan. Kegiatan ini yang dilatih oleh peneliti dengan pendekatan CTL agar siswa dapat menyampaikan gagasan dan cerita dengan bahasa lisan yang mudah dipahami oleh orang lain sehingga bisa menjadi pembicara yang baik. Dengan menggunakan pendekatan CTL siswa mampu menyampaikan maksud dan pesannya melalui cerita yang disampaikan.

Hal yang diharapkan dari peneliti adalah dengan dibiasakannya kegiatan berbicara siswa diharapkan terbiasa menyampaikan ide dan gagasan, selain itu siswa mampu berbicara dengan runtut dan mudah dipahami oleh lawan bicaranya sehingga bisa menjadi pembicara yang baik. Seorang yang dianggap pembicara yang baik menurut Arsjad dan Mukti U.S dalam buku Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar yang disusun Isah Cahyani dan Hodijah adalah seorang pembicara harus mampu menguasai masalah yang sedang dibicarakan. Hal ini terbukti siswa kelas III MI Pembangunan mampu menjadi pembicara yang baik dengan menguasai materi yang diceritakan sehingga siswa mampu berbicara dengan baik dengan kalimat yang runtut dan mudah dipahami. Diharapkan saat sudah dimasyarakat siswa mampu berkomunikasi dengan baik dan menjadi pembicara yang terampil.

Tujuan berbicara menurut Djago Tarigan ada empat, yaitu menghibur, menginformasikan, menstimulasi, dan mengerakkan. Dalam penelitian ini peneliti bertujuan melatih siswa menginformasikan dan membagikan informasi kepada orang lain melalui cerita yang disampaikannya. Sedangkan menurut Esti Ismawati dan Faraz Umaya tujuan utama pembelajaran berbicara di sekolah dasar adalah melatih siswa dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Untuk mencapai hal tersebut guru dapat menggunakan bahan pembelajaran berbicara, misalnya menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah didengar atau dibaca, mengungkapkan pengalaman pribadi, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan siswa dilatih dengan menggunakan bahan pembelajaran menceritakan pengalaman yang

mengesankan sehingga dilatih untuk menyampaikan informasi kepada orang lain dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Hasil penelitian ini pun mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Evi Maspiah pada tahun 2011 dengan judul penelitian “Pengaruh Pendekatan CTL Terhadap Hasil Belajar Pada Konsep Bioteknologi”. Hasil penelitian dari Evi Maspiah adalah pengaruh pendekatan CTL dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar pada konsep bioteknologi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan perolehan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Berikutnya penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Mulyanah pada tahun 2013 dengan judul penelitian “Peranan Model CTL dalam Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Siswa V Pada Mata Pelajaran PKN”. Hasil penelitian dari Mulyanah adalah penerapan model CTL dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan minat dan hasil belajar mata pelajaran PKN. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan perolehan nilai dari siklus I sampai II secara signifikan. Selain itu dapat dilihat dari hasil wawancara dengan siswa yang menyatakan bahwa dengan model CTL mudah memahami materi dan meningkatkan minat belajar siswa.

Selain itu juga penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Intan Kartika pada tahun 2015 dengan judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran CTL Terhadap Motivasi Belajar IPS Siswa”. Hasil penelitian dari Intan Kartika adalah pengaruh model CTL dalam pembelajaran dapat memotivasi siswa belajar IPS. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata motivasi belajar siswa yang menggunakan model CTL lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata motivasi belajar siswa yang menggunakan model konvensional.

Dari penjabaran mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh para peneliti terdapat perbedaan variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini meneliti tentang

pengaruh pendekatan CTL terhadap keterampilan berbicara siswa. Namun keefektifan pendekatan ini dapat dibuktikan melalui ketiga penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh para peneliti yang sudah dijabarkan di atas. Pendekatan ini mampu meningkatkan hasil belajar, motivasi belajar, dan minat belajar siswa. Tidak hanya siswa sekolah dasar tapi juga siswa sekolah menengah pertama.

Dari penelitian di atas terdapat perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan, peneliti meneliti pengaruh pendekatan CTL terhadap keterampilan berbicara siswa dan terbukti mampu memberikan pengaruh kepada keterampilan berbicara siswa. Dibuktikan dengan rata-rata nilai posttest keterampilan berbicara kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa kelas kontrol. Dengan demikian pendekatan CRL dapat meningkatkan dan mempengaruhi hasil belajar, motivasi belajar, minat belajar, dan keterampilan belajar siswa.

Selain hasil positif yang didapatkan dari pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL. Pendekatan CTL juga memiliki kelebihan yang harus dipertimbangkan untuk digunakan dalam pembelajaran di kelas, beberapa kelebihannya dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, yaitu pertama pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang pemilihan informasi ditentukan oleh guru. Kedua, selalu mengaitkan informasi dengan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa berbeda dengan pembelajaran konvensional yang memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan. Ketiga, menerapkan penilaian autentik tidak hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulangan sehingga guru dapat menilai siswa secara langsung sehingga guru mengetahui kelemahan dan kelebihan siswa. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, kiranya kelebihan pembelajaran CTL yang diuraikan pada bab sebelumnya telah terpenuhi. Ini merupakan salah satu indikator pemilihan pendekatan pembelajaran yang baik, terbukti dengan adanya pengaruh positif dari

pendekatan contextual teaching and learning terhadap keterampilan berbicara pada siswa kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta. Pengaruh positif tersebut terbukti dari skor keterampilan berbicara siswa yang naik, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Dari hasil penelitian dan uraiannya dapat disimpulkan bahwa, pendektan contextual teaching and learning memiliki pengaruh positif terhadap keterampilan berbicara siswa kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta.

2. Proses Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Hasil penelitian yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa pendekatan contextual teaching and learning berpengaruh terhadap hasil keterampilan siswa dalam berbicara. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang peneliti lakukan sebagai berikut:

a. Pertemuan Pertama dan Kedua

Pada pertemuan pertama dan kedua peneliti melakukan pretest dengan memanggil mereka satu persatu ke depan dan bercerita menghadap ke laptop agar dapat direkam isi cerita yang disampaikan. Peneliti melakukan pretest setelah guru mata pelajaran membahas kembali soal UTS yang sudah mereka kerjakan minggu lalu. Oleh karena itu dibutuhkan lebih dari satu hari dalam mengambil nilai pretest.

b. Pertemuan Ketiga

Peneliti mengulang materi bercerita pengalaman yang mengesankan dengan pendekatan contextual teaching and learning. Di sini setiap siswa di dalam kelompok diberikan bacaan berupa cerita-cerita yang berbeda agar siswa dapat mengetahui contoh-contoh pengalaman yang menyedihkan dan menyenangkan sehingga melalui cerita siswa mampu menentukan cerita tersebut merupakan pengalaman yang menyedihkan atau menyenangkan dan setelah itu siswa dapat menyebutkan pengalaman yang menyedihkan dan

menyenangkan yang pernah dialami oleh masing-masing siswa. Setelah siswa diberikan waktu untuk membaca, kemudian siswa dipersilahkan menceritakan cerita yang sudah dibacanya secara bergantian.

Melalui cerita yang dibaca dan mendengarkan penyampaian cerita oleh temannya menyebabkan siswa berpikiran kritis sehingga saat diberikan kesempatan untuk bertanya siswa menanyakan kebingungannya mengenai ceritanya apakah termasuk ke dalam pengalaman yang menyedihkan atau menyenangkan. Karena siswa pernah mengalami peristiwa salah menyapa orang yang dianggapnya teman ternyata bukan temannya. Dengan demikian pengetahuan siswa tentang pengalaman yang mengesankan bukan hanya sekedar peristiwa yang menyedihkan dan menyenangkan saja tetapi ada pengalaman mengesankan yang lainnya.

Selanjutnya siswa diberikan kesempatan menceritakan pengalamannya dan saling bergantian menyampaikan ceritanya bersama kelompoknya dan mempresentasikan hasil ceritanya. Setelah itu guru merefleksi hasil pengetahuan siswa mengenai materi dan meluruskan pengetahuan siswa. Pada pertemuan pertama banyak siswa yang belum fokus dan membuat siswa tidak mau membaca, sehingga peneliti menerapkan pemberian bintang untuk setiap kelompok sehingga siswa termotivasi dan bersungguh-sungguh membaca dan mengikuti pembelajaran.

c. Pertemuan Keempat

Pada pertemuan kedua, peneliti masih sama menerapkan pembelajaran dengan menggunanakan pendekatan contextual teaching and learning hanya berbeda materi, yaitu tentang menentukan informasi yang terdapat di dalam cerita dan menceritakan cerita dengan kalimat yang runtut.

Pembelajaran kedua dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning diawali dengan guru menceritakan

cerita kepada siswa kemudian peneliti melakukan tanya jawab mengenai cerita yang dibaca untuk mengetahui informasi yang terdapat di dalam cerita. Kemudian siswa berkumpul bersama kelompoknya dan diberikan potongan cerita dan peneliti menjelaskan hal apa saja yang harus ditemukan dalam cerita, yaitu mengenai informasi yang terdapat di dalam cerita. Setiap kelompok secara bersama-sama menyusun potongan cerita tersebut sehingga menjadi cerita yang urut dan mencari informasi yang terdapat di dalam cerita. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk bertanya. Selanjutnya siswa diminta untuk bercerita kepada temannya secara bergantian dan bertanya jawab mengenai informasi yang terdapat di dalam cerita. Setelah itu salah satu kelompok mempresentasikan cerita yang sudah disusunnya dan kelompok yang lain menyimak dan memeriksa apakah urutan cerita dikelompok tersebut sudah sesuai dibimbing oleh peneliti. Selain itu siswa memberitahukan informasi yang terdapat di dalam cerita yang sudah disusun kemudian peneliti meluruskan informasi yang didapatkan oleh siswa. Peneliti mencatat informasi yang terdapat di dalam cerita di papan tulis.

Untuk memotivasi siswa dalam menyusun cerita, peneliti memberikan bintang bagi setiap siswa dan dicatat dibintang kelompoknya sehingga siswa menjadi lebih cepat dalam menyusun cerita. Kemudian perwakilan kelompok diminta untuk menceritakan hasil ceritanya dan melakukan tanya jawab tentang cerita yang disampaikan. Bagi kelompok yang bisa menjawab pertanyaan mendapatkan bintang sehingga siswa antusias mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan.

d. Pertemuan Kelima

Pada pertemuan ketiga peneliti melanjutkan materi pembelajaran mengenai menentukan kata ganti orang pertama dan menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan kalimat yang mudah dipahami.

Pertemuan terakhir diawali dengan memberikan kesempatan siswa untuk bercerita mengenai pengalamannya. Kemudian melakukan tanya jawab mengenai cerita tersebut, salah satu pertanyaan, yaitu siapa tokoh aku yang terdapat di dalam cerita. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menceritakan kembali cerita yang sudah disampaikan oleh temannya untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai cerita yang disampaikan oleh temannya. Selanjutnya peneliti menjelaskan bahwa nama tokoh bisa diganti dengan kata ganti aku dan saya dalam bercerita. Peneliti juga menjelaskan cerita yang baik adalah cerita yang bisa dipahami isinya oleh orang lain sehinga mereka bisa menyampaikannya kembali kepada orang lain dengan mudah. Selanjutnya peneliti meminta setiap siswa di dalam kelompok bercerita secara bergantian dan siswa lain mengulang cerita yang disampaikan dengan menggunakan tokoh aku atau saya dan harus memuat informasi yang mudah dipahami oleh temannya. Kemudian perwakilan kelompoknya mempresentasikan. Setelah itu kelompok lain diberi kesempatan untuk mengulang cerita yang sudah disampaikan oleh temannya. Diakhir kegiatan pembelajaran peneliti menjelaskan kembali kapan penggunaan kata ganti orang pertama dan bagaimana cerita yang mudah dipahami oleh orang lain. Sebelum menutup pelajaran peneliti memberitahukan siswa untuk menyiapkan satu cerita yang akan disampaikan untuk mengambil nilai bercerita. Peneliti memanggil siswa yang sudah bagus dalam bercerita untuk mengambil nilai posttest.

e. Pertemuaan Keenam

Pada pertemuan terakhir peneliti hanya mengambil nilai posttest dan melanjutkan pengambilan nilai posttest bagi siswa yang

Dokumen terkait