• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

A. Kecerdasan Emosional

3. Keterampilan-keterampilan untuk

manusia sehingga perlu ada perhatian khusus dari pihak -pihak yang bersangkutan. Handoko (makalah) berpendapat agar orang semakin cerdas secara emosional diperlukan suatu usaha yang berupa keterampilan -keterampilan dasar, yaitu:

a. Keterampilan untuk mengidentifikasi dan memberi nama perasaan -perasaan Menurut Lloyd (Sinurat, 1999) ada empat perasaan dasar manusia, beberapa perasaan merupakan kombinasi dari dua atau lebih dari empat kategori. 1) Marah : jengkel, terganggu, gusar, berang, geram

3) Senang : puas, bahagia, riang, gembira, bergairah 4) Takut : cemas, khawatir, prihatin, gugup, bimbang 5) Kombinasi : bersalah, cemburu, frustasi, malu, bingung

Menurut Goleman (2000: 411-412) emosi digolongkan menjadi:

1) Amarah : beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindakan kekerasan dan kebencian patologis

2) Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasiha ni diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat

3) Rasa takut : cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, kecut, fobia, panik

4) Kenikmatan : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan inderawi, takjub, rasa terpesona, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali

5) Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran

6) Terkejut : terkejut, terkesima, takjub, terpana

7) Jengkel : hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah 8) Malu : rasa salah, malu, sesal, hina, aib, hati hancur lebur

Dengan mengidentifikasi dan memberi nama perasaan -perasaan dapat menolong seseorang mengubah suatu perasaan y ang tidak jelas, menakutkan dan tidak nyaman menjadi sesuatu yang dapat dirumuskan dan memiliki

batasbatas. Hal ini merupakan bagian yang wajar dari kehidupan sehari -hari.

Gottman (1998: 102) mengatakan bahwa:

”studi-studi memperlihatkan bahwa tindakan memberi nama emosi dapat berefek menenteramkan sistem syaraf. Ini dapat diartikan bahwa apabila kita berbicara mengenai sebuah emosi sewaktu kita mengalaminya, akan mengaktifkan belahan otak kiri yang merupakan pusat bahasa dan penalaran”.

b. Keterampilan untuk mengungkapkan perasaan secara baik.

Kemampuan ini diartikan sebagai kemampuan untuk menyalurkan perasaan yang memberatkan atau yang membebani hidup orang secara positif. Dengan kata lain beban dapat berkurang tetapi tidak menyakiti orang lain dan diri sendiri. Johnson (Supratiknya, 1995: 52) mengemukakan bahwa ada beberapa akibat yang mungkin timbul apabila perasaan tidak diungkapkan secara baik yaitu:

1) Menyangkal dan menekan perasaan dapat menciptakan aneka masalah dalam hubungan antarpribadi.

2) Menyangkal dan menekan perasaan dapat menyulitkan kita dalam memahami dan mengatasi aneka masalah yang terlanjur timbul dalam hubungan antarpribadi.

3) Menyangkal perasaan dapat meningkatkan kecenderungan kita untuk melakukan persepsi secara selektif.

4) Menekan perasaan dapat menimbulkan distorsi atau penyimpangan dalam penilaian kita.

c. Keterampilan untuk mengukur intensitas perasaan.

Kemampuan ini diartikan sebagai kemampuan untuk mengetahui secara akurat derajat kedalaman dari suatu perasaan. Misalnya apakah perasaan itu dangkal-dangkal saja sehingga mudah dilupakan dan kurang mengesan, atau

cukup mendalam masuk ke dalam hati, atau malahan sangat mendalam sehingga sulit dilupakan.

d. Keterampilan untuk mengelola dan mengontrol perasaan.

Kemampuan ini diartikan sebagai kemampuan untuk menerima, menampung, menyalurkan, atau pun mengendalikan perasaan -perasaan secara sehat sehingga tidak mengganggu stabilitas hidup seseorang.

e. Keterampilan untuk menunda pemuasan akan kebutuhan.

Kemampuan ini diartikan sebagai kesanggupan u ntuk tidak segera memenuhi kebutuhan yang sedang menekan hidupnya, melainkan menundanya sampai kebutuhan itu sudah tidak terlalu menekan lagi. f. Keterampilan untuk mengendalikan dorongan emosional.

Kemampuan ini diartikan sebagai kesanggupan untuk menahan a tau menyalurkan dorongan-dorongan emosional yang sekiranya akan berakibat merugikan diri sendiri atau orang lain.

g. Keterampilan untuk mengurangi atau menghilangkan stres.

Kemampuan ini diartikan sebagai kesanggupan untuk menerima dan menyalurkan ketegangan-ketegangan yang dialami akibat tuntutan keadaan atau kebutuhan.

h. Keterampilan untuk membedakan antara perasaan dan tindakan.

Setiap orang dapat memiliki perasaan apa saja, bersifat positif maupun negatif. Tetapi tidak setiap perasaan perlu diikuti dengan tindakan jika sekiranya akan merugikan diri sendiri ataupun pihak lain.

4. Perbedaan kecerdasan emosional antara pria dan wanita

Perbedaan antara pria dan wanita sebagai kaum adam dan hawa sejak semula sudah menimbulkan tanda tanya bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari sering terlihat situasi-situasi genting yang disebabkan adanya perselisihan faham maupun pendapat yang tidak lain bersumber dari tidak adanya pengertian dan persesuaian faham maupun pendapat antara pria dan wanita. Bahkan pria cenderung lebih pemarah dan agresif daripada wanita. Bila kita kaji lebih jauh dari eksistensi hidup manusia, perbedaan antara pria dan wanita haruslah ada supaya keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan.

Perbedaan antara pria dan wanita dalam kecerdasan emosional menurut beberapa sumber dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor jasmani

Melihat dari segi jasmani sudah sangat jelas adanya perbedaan antara pria dan wanita. Bentuk tubuh pria pada umumnya memiliki otot dan tulang yang leb ih kuat serta padat. Sedangkan tubuh wanita terdiri dari tulang dan otot yang relatif lebih kecil sehingga terkesan halus. Dilihat dari bentuk tubuh yang sedemikian diasumsikan bahwa kaum wanita lemah. Kelemahan jasmani yang dimiliki kaum wanita menyebabka n terbentuknya etika pergaulan dimana kaum pria yang kuat menunjukkan kelebihan kekuatan jasmaninya dengan membantu teman wanitanya (Gunarsa, 1991). Hal ini dapat terlihat ketika kita berjalan di pusat-pusat perbelanjaan atau mall-mall dimana kaum pria ser ing membawakan hasil belanjaan teman wanitanya.

Etika pergaulan yang terbentuk antara pria dan wanita dapat membantu proses perkembangan kecerdasan emosional mereka. Semakin luas pergaulan yang diperoleh, semakin baik untuk membantu proses perkembangan kecerdasan emosional. Melalui luasnya pergaulan, maka semakin banyak menemui sifat, karakter dan perilaku yang bermacam-macam pula. Dengan demikian akan membantu seseorang dalam mengenali emosi diri yang kemudian mengolahnya, mengenali emosi orang lain sehingga bisa menjaga hubungan yang tetap harmonis, kemudian dapat memotivasi diri sendiri untuk selalu berkembang.

b. Faktor biologis

Faktor biologis ikut berperanan aktif dalam menentukan perkembangan kecerdasan emosional. Faktor biologis yang ikut berperanan dalam menentukan kecerdasan emosional baik pria maupun wanita adalah anatomi -saraf emosi yaitu korteks (neokorteks) dan sistem limbik.

1) Korteks

Korteks sering disebut dengan istilah otak besar. Pengertian korteks adalah bagian berpikir otak yang memiliki fungsi untuk mengendalikan emosi melalui pemecahan masalah, bahasa, daya cipta, dan proses kognitif lainnya. Hal ini sering disebut dengan kegiatan rasional. Selain itu korteks memiliki peranan penting dalam memahami kecerdasan emosional yaitu memung kinkan kita untuk memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan kemudian berbuat sesuatu untuk mengatasinya.

Korteks memiliki empat belahan otak (lobus). Apabila salah satu lobus mengalami kerusakan akan mengakibat kan masalah tertentu sesuai dengan lobus yang rusak tersebut. Korteks memiliki peranan penting dalam memahami kecerdasan emosional selain dipandang sebagai bagian berpikir otak.

Shapiro (1999: 13) berpendapat bahwa “ Korteks memungkinkan kita memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa kita mengalami perasaan tertentu dan berbuat sesuatu untuk mengatasinya.”

2) Sistem limbik

Sistem limbik meliputi :

a) Talamus yang berperanan dalam mengirimkan pesan -pesan ke korteks. b) Hippocampus yang berperana n dalam ingatan dan penafsiran persepsi. c) Amigdala yang berperanan sebagai pusat pengendali emosi.

Sistem limbik memiliki peranan sebagai:

a) Pembangkit emosi yang dikenal dengan emosi 3 f yaitu:  Fliening adalah emosi untuk menghindar

Feeding adalah emosi yang berkaitan dengan makanan  Fighting adalah emosi yang berkaitan dengan melawan b) Perilaku seksual

c) Ingatan emosional

Kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu dalam menjaga hubungan komunikasi terbuka antara korteks dan sistem limbik (amigdala) karena keduanya saling mempengaruhi. Orang yang dapat menjaga hubungan komunikasi terbuka

antara keduanya dengan baik, maka ia akan mampu untuk menguasai diri, memahami emosi orang lain secara empatik dan menyesuaikan diri dengan emosi orang lain maupun dengan lingkungan yang dihadapi (Goleman, 2001: 23 -25). Faktor biologis anatomi saraf emosi sangat menentukan kecerdasan emosional seseorang. Kecerdasan emosional yang dibawa oleh anatomi saraf emosi ini diturunkan lewat gen dari orang tuanya.

Selain dari anatomi saraf emosi, faktor biologis yang lain ikut juga dalam menentukan perkembangan kecerdasan emosional seseorang dan sekaligus yang membedakan kecerdasan emosional antara pria dan wanita. Faktor tersebut adalah hormon testosteron dan kromosom.

Hormon testosteron yang dihasilkan oleh tubuh manusia yang mulai meningkat produksinya menjelang pubertas. “Sudah diakui bahwa kadar testosteron yang tinggi pada binatang atau manusia menyebabkan meningkatnya kekuatan otot dan naiknya tingkat dorongan agresif” (Pearce, 1990: 21). Meningkatnya hormon testosteron juga dialami oleh kaum wanita menjelang pubertas, tetapi kenaikan ini jauh lebih kecil dibandingkan pada kaum pria. Namun setelah masa pubertas datang, hormon testosteron yang ada pada wanita tidak berkembang lagi melainkan hormon yang berkembang adalah progresteron.

Naiknya dorongan agresif dan kekuatan otot yang lebih besar tingkatannya pada kaum pria akan mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan sehari -hari yang mudah marah, kurang sabar, kurang tabah dalam menghadapi kesulitan hidup sehingga lekas putus asa. Dengan demikian hormon testosteron berpengaruh pada pembentukan

perilaku seseorang dalam kehidupan sehari -harinya terutama pada pria. Hal ini disebabkan karena hormon testosteron tidak berkembang la gi pada wanita setelah masa pubertas datang. Sedangkan pada pria hormon testosteron terus diproduksi oleh tubuh sehingga mereka cenderung sulit untuk mengelola emosi yang muncul, misalnya mudah marah dan kurang sabar.

Selain dari hormon testosteron, kromosom dapat juga mempengaruhi tingkat agresi dan kemarahan. Kromosom X bersifat lembut (bersifat feminim), sedangkan kromosom Y sebaliknya. Oleh sebab itu wanita dengan kromosom XX memiliki bahan genetik ekstra sehingga bersifat melindungi dan mengendalikan p ada gen lain yang tidak ada pada pria. “ Kromosom Y mempunyai pengaruh pada agresi dan kemarahan”(Pearce, 1990: 21). Oleh sebab itu kaum pria dengan kromosom XY lebih memiliki kecenderungan untuk lekas agresif dan marah meskipun memiliki sifat feminim dan pada saat-saat tertentu itu akan muncul.

c. Faktor sosial-budaya

Peranan sosial-budaya yang ada dalam masyarakat sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang terutama dalam penggolongan peran seks. Hal ini sudah berlaku semenjak anak itu di lahirkan di dunia ini. Keluarga dan masyarakat sekitar merupakan orang pertama yang ikut berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seorang anak terutama dalam penggolongan peran seks. Selain keluarga dan masyarakat, peran media juga ikut mempengaruhinya.

Pandangan tradisional menganggap pria lebih unggul dari wanita. Hal ini masih sering kita jumpai dalam kehidupan sehari -hari meskipun masalah kesetaraan sudah

diperjuangkan sejak lama. Akan tetapi, kenyataan masih menunjukkan masalah kesetaraan belum terjadi di semua bidang. Pandangan tradisional ini dengan sendirinya mulai terjadi dari dalam keluarga.

Perlakuan berbeda yang dialami oleh anak pria dan wanita dalam beberapa hal akan mempengaruhi perilaku mereka. Misalnya, permainan yang berbeda seperti permainan menggunakan boneka dan permainan perkelahian antara ayah dengan anak pria, perlakuan yang berbeda, harapan orang tua yang berbeda. Harapan ini tertuang dalam bentuk sikap yang harus dimiliki oleh masing -masing peran yaitu anak putri hendaknya bersika p manis, berperangi halus dan lembut dan tidak boleh berkelahi. Sedangkan anak pria diharapkan lebih bersikap berani, tidak cengeng, kuat dan agresif. Perilaku yang diberikan orang tua ini merupakan simbol dan harapan dari orang tua terhadap peran masing-masing jenis kelamin sesuai dengan stereotip dan pola pikir masyarakat yang sudah mengakar (Dagun, 1990: 77-78). Perbedaan ini memiliki pengaruh dalam kesempatan untuk meraih cita -cita, misalnya anak pria diharapkan mempunyai cita -cita yang lebih tinggi dar i pada anak putri. Begitu pula dalam hal hiburan dan minat juga terpengaruh oleh perilaku yang diterapkan oleh orang tua (Hurlock, 2000: 168-169).

Perbedaan perlakuan, pandangan dan tuntutan dari orang tua serta masyarakat terhadap jenis kelamin dapat meni mbulkan efek pada kedua jenis kelamin tersebut. Anak pria bisa bersikap superior, menganggap dirinya lebih pandai dan maju dari anak putri. Hal semacam ini akan mengarahkan anak putra pada sikap yang kurang sabar, mudah marah, lekas putus asa. Sedangkan anak putri cenderung lebih sabar,

dapat menguasai dan menyalurkan kemarahan hanya dengan menangis dan lebih kuat dalam menghadapi kesulitan.

B. Siswa dan siswi SMP sebagai Remaja 1. Pengertian remaja

Siswa dan siswi SMP berada pada masa remaja dimana pada masa itu sudah mulai terjadi kematangan fisik, mental, emosional dan sosial. Menurut Rifai (1984) masa remaja merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, di mana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi tetapi juga belum dapat disebut orang dewasa.

Piaget ( Hurlock, 1996) mendefinisikan masa remaja merupakan masa di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa dengan tingkatan hak yang sama . Erikson ( Gunarso, 1981) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa di mana terbentuknya perasaan baru mengenai identitas yang dialaminya sendiri.

Dari berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian masa remaja dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan taraf perkembangan di mana orang tersebut sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi tetapi juga belum dapat disebut orang dewasa dan masih dalam tahap pencarian identitas diri.

Dokumen terkait