sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 29) diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter bobot kering biji per tanaman. Dari tabel 44 dapat dilihat
14.5 15 15.5 16 16.5 17 17.5 18 V1 V2 Varietas Bobot K eri ng Bi ji (g)
bobot kering biji per tanaman tertinggi terdapat pada V1 (17.41 g) dan terendah pada V2 (15.50 g).
Histogram antara perlakuan varietas dengan bobot kering biji dapat dilihat pada gambar 29.
Gambar 29. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Bobot Kering Biji per Tanaman
Dari sidik ragam (lampiran 29) diperoleh bahwa perlakuan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata. Dari tabel 44 dapat dilihat bobot kering biji per tanaman tertinggi terdapat pada G0 (17.96 g) yang berbeda nyata dengan G1 dan G2, sedangkan G1 dan G2 tidak berbeda nyata dengan G3, dan interaksi antara varietas dan cekaman salinitas garam NaCl belum berpengaruh nyata terhadap bobot kering biji per tanaman.
Hubungan antara perlakuan cekaman salinitas garam NaCl dengan bobot kering biji per tanaman dapat dilihat pada gambar 30, semakin tinggi konsentrasi cekaman salinitas garam NaCl menyebabkan penurunan bobot kering biji per tanaman.
= -0.3726x + 18.129 r = 0.9589 0 5 10 15 20 0 2 4 6 8 10
Cekaman Salinitas Garam NaCl (g/l)
B obot K e ri ng B ij i ( g)
Gambar 30. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl Bobot terhadap Kering Biji per Tanaman
Data bobot kering biji per tanaman pada interaksi varietas dan osmoconditioning dapat dilihat pada tabel 45.
Tabel 45. Rataan Bobot Kering Biji per Tanaman (g) pada Perlakuan Varietas dan Osmoconditioning
Varietas (V) Osmoconditoning (O) Rataan
O0 O1 O2 O3
V1 16.49 18.56 18.41 16.17 17.41 a
V2 14.94 14.98 16.90 15.18 15.50 b
Rataan 15.71 16.77 17.66 15.67 16.45
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 29) diperoleh bahwa perlakuan osmoconditioning belum berpengaruh nyata terhadap bobot kering biji per tanaman dan interaksi antara varietas dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata terhadap bobot kering biji per tanaman.
Data bobot kering biji per tanaman pada interaksi cekaman salinitas garam
NaCl dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata seperti terlihat pada tabel 46.
Tabel 46. Rataan Bobot Kering Biji per Tanaman (g) pada Perlakuan Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning
Salinitas Garam NaCl (G) Osmoconditoning (O) Rataan O0 O1 O2 O3 G0 17.40 17.48 18.73 18.25 17.96 a G1 18.03 17.80 16.60 15.83 17.06 a G2 14.43 16.85 17.15 16.74 16.29 ab G3 13.00 14.95 18.15 11.88 14.49 b Rataan 15.71 16.77 17.66 15.67 16.45
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Data bobot kering biji per tanaman pada interaksi perlakuan varietas, cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata seperti terlihat pada tabel 47.
Tabel 47. Rataan Bobot Kering Biji per Tanaman (g) pada Perlakuan Varietas, Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning
Varietas (V)
Osmoconditioning (O)
Salinitas Garam NaCl (G)
Rataan G0 G1 G2 G3 V1 O0 17.00 18.60 15.90 14.45 16.49 O1 20.25 20.00 18.40 15.60 18.56 O2 19.40 17.05 19.00 18.20 18.41 O3 17.75 15.70 16.38 14.85 16.17 V2 O0 17.80 17.45 12.95 11.55 14.94 O1 14.70 15.60 15.30 14.30 14.98 O2 18.05 16.15 15.30 18.10 16.90 O3 18.75 15.95 17.10 8.90 15.18 Rataan 17.96 17.06 16.29 14.49 16.45
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Bobot 100 Biji (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot 100 biji dapat dilihat pada lampiran 30 dan 31. Dari sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas berbeda
nyata terhadap parameter bobot 100 biji, cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata terhadap parameter bobot 100 biji, osmoconditioning belum berpengaruh nyata terhadap parameter bobot 100 biji, interaksi perlakuan varietas dan cekaman salinitas garam NaCl belum berpengaruh nyata pada parameter bobot 100 biji, interaksi perlakuan varietas dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata pada parameter bobot 100 biji, interaksi perlakuan cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata terhadap parameter bobot 100 biji, dan interaksi perlakuan varietas, cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata terhadap parameter bobot 100 biji.
Hasil uji beda rataan bobot 100 biji pada perlakuan varietas dan cekaman salinitas garam NaCl dapat dilihat pada tabel 48.
Tabel 48. Rataan Bobot 100 Biji (g) pada Perlakuan Varietas dan Cekaman Salinitas Garam NaCl
Varietas (V) Salinitas Garam NaCl (G) Rataan
G0 G1 G2 G3
V1 13.18 13.33 13.17 11.53 12.80 a
V2 9.79 10.13 9.26 8.80 9.49 b
Rataan 11.48 a 11.73 a 11.22 a 10.16 b 11.15
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 31) diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter bobot 100 biji. Dari tabel 48 dapat dilihat bobot 100 biji tertinggi terdapat pada V1 (12.80 g) dan terendah pada varietas V2 (9.49 g).
Histogram antara perlakuan varietas dengan bobot 100 biji dapat dilihat pada gambar 31.
0 2 4 6 8 10 12 14 V1 V2 Varietas Bobot 100 Bi ji (g) = -0.1489x + 11.816 r = 0.7023 10 10.2 10.4 10.6 10.8 11 11.2 11.4 11.6 11.8 12 0 2 4 6 8 10
Cekaman Salnintas Garam NaCl (g/l)
Bobot
100 Bi
ji
(g)
Gambar 31. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Bobot 100 Biji
Dari sidik ragam (lampiran 31) diperoleh bahwa perlakuan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata. Dari tabel 48 dapat dilihat bobot 100 biji tertinggi terdapat pada G1 (11.73 g) yang berbeda nyata dengan G3, tetapi tidak berbeda nyata dengan G0 dan G2, sedangkan G0 dan G2 tidak berbeda nyata dengan G3, dan interaksi antara varietas dan cekaman salinitas garam NaCl belum berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji.
Hubungan antara perlakuan cekaman salinitas garam NaCl dengan bobot 100 biji dapat dilihat pada gambar 32, semakin meningkatnya konsentrasi osmoconditioning menyebabkan penurunan bobot 100 biji.
Gambar 32. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Bobot 100 Biji
Data bobot 100 biji pada interaksi varietas dan osmoconditioning dapat dilihat pada tabel 49.
Tabel 49. Rataan Bobot 100 Biji (g) pada Perlakuan Varietas dan Osmoconditioning
Varietas (V) Osmoconditoning (O) Rataan
O0 O1 O2 O3
V1 13.44 12.55 13.20 12.01 12.80 a
V2 8.86 9.55 10.08 9.49 9.49 b
Rataan 11.15 11.05 11.64 10.75 11.15
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 31) diperoleh bahwa perlakuan osmoconditioning belum berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji, dan interaksi antara varietas dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji.
Data bobot 100 biji pada interaksi cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata seperti terlihat pada tabel 50.
Tabel 50. Rataan Bobot 100 Biji (g) pada Perlakuan Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning
Salinitas Garam NaCl (G) Osmoconditoning (O) Rataan O0 O1 O2 O3 G0 12.63 11.23 11.20 10.88 11.48 a G1 11.48 11.68 12.85 10.90 11.73 a G2 10.55 10.95 12.03 11.34 11.22 a G3 9.95 10.35 10.48 9.88 10.16 b Rataan 11.15 11.05 11.64 10.75 11.15
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Data bobot 100 biji pada interaksi perlakuan varietas, cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata seperti terlihat pada tabel 51.
Tabel 51. Rataan Bobot 100 Biji (g) pada Perlakuan Varietas, Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning
Varietas (V)
Osmoconditioning (O)
Salinitas Garam NaCl (G)
Rataan G0 G1 G2 G3 V1 O0 14.45 13.50 13.50 12.30 13.44 O1 13.90 12.95 12.70 10.65 12.55 O2 12.30 14.85 13.60 12.05 13.20 O3 12.05 12.00 12.88 11.10 12.01 V2 O0 10.80 9.45 7.60 7.60 8.86 O1 8.55 10.40 9.20 10.05 9.55 O2 10.10 10.85 10.45 8.90 10.08 O3 9.70 9.80 9.80 8.65 9.49 Rataan 11.48 11.73 11.22 10.16 11.15
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Pembahasan
Perbedaan Varietas Kacang Kedelai Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST hingga 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering biji per tanaman per tanaman dan bobot 100 biji. Terjadinya perbedaan yang beragam dari masing-masing varietas ini disebabkan karena adanya perbedaan genetik pada kedua varietas tanaman. Perbedaan genetik ini mengakibatkan setiap varietas memiliki ciri dan sifat khusus yang berbeda satu sama lain sehingga akan menunjukkan keragaman penampilan. Seperti yang dikemukakan oleh Sitompul dan Guritno (1995) bahwa perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama.
Varietas Anjasmoro (V1) memiliki perbedaan yang nyata terhadap semua parameter dibandingkan dengan varietas Sinabung (V2). Varietas Anjasmoro memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Sinabung, namun pada komponen parameter pertumbuhan yang lain (persentase perkecambahan, kadar air relatif (KAR) daun, bobot basah tajuk, bobot kering
tajuk, bobot basah akar, dan bobot kering akar) varietas Anjasmoro lebih rendah dibandingkan varietas Sinabung. Meskipun demikian, Anjasmoro memiliki kualitas produksi yaitu bobot kering biji per tanaman dan bobot 100 biji yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan varietas Sinabung. Sifat-sifat di atas juga ditunjukkan sesuai dengan deskripsi tanaman bahwa varietas Anjasmoro memiliki tinggi tanaman dan produksi (bobot 100 biji) yang lebih tinggi dari pada varietas Sinabung.
Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Kacang Kedelai
Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan cekaman salinitas
garam NaCl berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, bobot kering biji per
tanaman dan bobot 100 biji. Dari hasil tersebut diketahui semakin tinggi konsentrasi cekaman salinitas garam NaCl yang diberikan menyebabkan semakin rendah persentase perkecambahan tanaman. Persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada G0 (55.83 %) dan terendah pada G3 (24.98 %).
Penurunan tingkat perkecambahan ini disebabkan benih mengalami penurunan vigoritas seiring dengan peningkatan konsentrasi garam. Peningkatan konsentrasi garam dapat menghambat proses imbibisi benih karena kelarutan garam menurunkan potensial osmotik pada media dari pada yang terdapat di dalam benih, sehingga benih tidak mampu menyerap air dari lingkungan tempat tumbuhnya, dimana air merupakan aktivator penting dalam proses pengaktifan
(2005) bahwa faktor salinitas pada media tanam dapat mempengaruhi proses perkecambahan benih. Hal ini disebabkan faktor salinitas dapat menurunkan potensial air pada media tanam sehingga menghambat penyerapan air oleh benih yang berkecambah.
Dari hasil penelitian pengaruh cekaman NaCl terahadap pertumbuhan tinggi tanaman menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi cekaman salinitas garam NaCl menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman semakin tertekan. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan G0 (0 g/l) sebesar 58.35 cm dan pertumbuhan terus tertekan hingga yang terendah pada G3 (9 g/l) yaitu sebesar 42.63 cm. Tertekannya pertumbuhan tanaman ini disebabkan tingginya kelarutan garam di dalam tanah sehingga akar tidak mampu secara aktif menyerap air kerena tekanan osmotik di daerah akar lebih rendah dibandingkan dengan tekanan osmotik larutan garam pada tanah. Selain itu juga disebabkan tanaman mengalami keracunan unsur Na+ dan Cl-. Noor (2004) menyatakan bahwa kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (uptake) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik. Secara khusus, kegaraman yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman, terutama oleh ion Na+ dan Cl-. Sipayung (2003) juga menyatakan bahwa salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomasa tanaman.
Perlakuan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata terhadap bobot kering biji per tanaman dan bobot kering 100 biji. Pada parameter bobot kering biji per tanaman diperoleh bahwa seiring peningkatan kosentrasi cekaman salinitas garam NaCl menyebabkan penurunan bobot kering biji per tanaman.
Format ted: Danish
Format ted: Danish
Bobot kering biji per tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan G0 (0 g/l) yaitu sebesar 17.96 g dan terus mengalami penurunan hingga bobot yang terendah terdapat pada konsentrasi garam NaCl yang tertinggi yaitu G3 (9 g/l) dengan bobot kering biji per tanaman sebesar 14.49 g. Begitu juga halnya dengan bobot 100 biji. Pada konsentrasi 0 g/l (G0) diperoleh bobot sebesar 11.48 g, namun mengalami peningkatan sebesar 11.73 g pada konsentrasi 3 g/l (G1), kemudian
mengalami penurunan kembali pada perlakuan G2 (6 g/l) 11.22 g, dan pada G3 (9 g/l) sebesar 10.16 g.
Penurunan bobot kering biji per tanaman disebabkan tanaman mengalami stres garam yang mengakibatkan jumlah dan ukuran biji lebih kecil, sehingga produksi bobot kering biji per tanaman mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi cekaman salinitas. Harjadi dan Yahya (1988) menyatakan bahwa tanaman yang stres garam sering menyerupai tanaman dengan defisiensi P yang mempunyai daun lebih sempit, hingga jumlah dan ukuran buah lebih kecil. Sedangkan kenaikan bobot kering 100 biji diduga disebabkan faktor genetik dari varietas kedelai. Dalam penelitian Manurung (2001) mengenai pengaruh NaCl dan KCl terhadap pertumbuhan dan produksi serta serapan hara pada tanaman kedelai menyatakan bahwa pengaruh NaCl terhadap berat 100 biji mempunyai hubungan linier yang negatif dimana penambahan NaCl menurunkan rata-rata
berat 100 biji, meskipun terjadi penambahan berat 100 biji diduga bahwa berat rata-rata 100 biji lebih dipengaruhi faktor genetik bahwa suatu biji tidak terpengaruh oleh meningkatnya dosis NaCl, dimana karakter biji lebih ditentukan oleh genetik tanaman itu, kecuali dalam dosis letal. Penelitian Pohan (2005) pada
kacang tanah juga menunjukkan adanya penambahan bobot 100 biji yang diduga terjadi karena faktor genetik.
Pengaruh Osmoconditoning terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang
Kedelai
Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan osmoconditoning
berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, parameter kadar air relatif (KAR)
daun dan bobot kering akar. Hasil penelitian menujukkan bahwa semakin tingginya konsentrasi osmoconditioning menyebabkan persentase perkecambahan tanaman semakin menurun (tabel 2). Persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada perlakuan O0 (0 M) yaitu sebesar 51.56 % dan terus mengalami penurunan hingga yang terendah terdapat pada konsentarasi perlakuan O3 (0.1 M) yaitu sebesar 25.62 %. Sesuai dengan fungsinya, diharapkan penambahan osmoconditioning dapat meningkatkan persentase perkecambahan, namun yang terjadi dalam penelitian ini justru sebaliknya. Keadaan ini diduga karena benih masih melakukan penyesuaian secara fisiologis terhadap lingkungan yang tercekam. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Guzman and Olave (2006) bahwa interaksi ketiga faktornya yaitu antara kontrol (air) dan perlakuan NaCl terhadap priming pada tanaman melon cendrung tidak memberikan pengaruh yang nyata dan selama perkecambahan menunjukkan pertumbuhan terendah pada parameter panjang tanaman, diameter tanaman, bobot basah dan bobot kering akar, batang dan daun.
Konsentrasi osmoconditioning menjukkan pengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kedelai memberikan respon yang berbeda pada masing-masing tingkat konsentrasi osmoconditioning yang diberikan. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan O2 (konsentrasi 0.05 M) sebesar 57.17 cm, kemudian diikuti O0 (0 M),
55.64 cm, O1 (0.01 M), 52.33 cm dan terendah pada O3 (0.1 M) sebesar 39.98 cm. Perlakuan osmocontioning mampu meningkatkan vigoritas tanaman
dan efek yang diberikannya berbeda untuk tiap tingkatan konsentrasi. Rini dkk (2005) menjelaskan bahwa keberhasilan osmoconditioning sangatlah
ditentukan oleh jenis larutan osmotik yang digunakan, potensial osmotik, suhu, serta lamanya inkubasi dan akan berbeda pengaruhnya antar spesies, antar varietas bahkan diantara lot benih dari varietas yang sama.
Perlakuan tingkat konsentrasi osmoconditioning memberikan pengaruh yang nyata terhadap KAR daun. Kadar Air Relatif (KAR) daun tertinggi terdapat pada perlakuan O1 (17.42 %), kemudian diikuti O3 (16.76 %), O0 (14.10 %) dan
terendah pada O2 (13.34 %). Keberagaman ini disebabkan pada perlakuan O1 (konsentrasi 0.01 M) tanaman lebih banyak menyerap air dibandingkan pada
perlakuan lain, dan diketahui bahwa perbedaan konsentrasi larutan osmoconditioning juga menyebabkan perbedaan potensial osmotik dan
keberhasilan osmoconditioning dipengaruhi oleh potensial osmotik. Rini dkk (2005) menjelaskan bahwa keberhasilan osmoconditioning sangatlah
ditentukan oleh jenis larutan osmotik yang digunakan, potensial osmotik, suhu, serta lamanya inkubasi dan akan berbeda pengaruhnya antar spesies, antar varietas bahkan diantara lot benih dari varietas yang sama. Sutariati (2002) menyatakan
bahwa perlakuan invigorasi berpengaruh secara nyata terhadap performansi benih cabai berdasarkan pengamatan terhadap parameter fisiologi (viabilitas dan vigor) benih, dimana terjadi peningkatan bobot kering kecambah normal sebagai akibat dari perlakuan invigorasi benih.
Pada parameter bobot kering akar, hasil penelitian menunjukkan keberagaman respon tanaman kedelai terhadap tingkat konsentrasi osmoconditioning. Hal ini dapat dilihat bahwa bobot akar tertinggi terdapat pada
O2 (2.569 g), kemudian diikuti O0 (3.30 g), O1 (2.57 g), dan terendah pada O3 (2.44 g). Hasanah (2002) menyatakan bahwa perlakuan presoaking atau
conditioning secara nyata, dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kenaf sebelum penyimpanan, dan dapat meningkatkan bobot kering kecambah normal.
Sutariati (2002) juga menyatakan bahwa perlakuan invigorasi berpengaruh secara nyata terhadap performansi benih cabai berdasarkan pengamatan terhadap parameter fisiologi (viabilitas dan vigor) benih, dimana terjadi peningkatan bobot kering kecambah normal sebagai akibat dari perlakuan invigorasi benih. Sedangkan keberagaman bobot kering akar yang terjadi pada tingkat konsentrasi merupakan sifat pengaruh tanaman terhadap aplikasi osmoconditioning.
Respon Interaksi Perlakuan Varietas dan Cekaman Salinitas Garam NaCl
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai
Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa interaksi perlakuan varietas dan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa interaksi antara varietas dan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata pada parameter bobot basah tajuk, dimana bobot basah tajuk tertinggi terdapat pada interaksi antara varietas Sinabung dan cekaman garam NaCl 6 g/l (V2G2) yaitu sebesar 40.88 g dan terendah pada interaksi antara varietas Anjasmoro dan cekaman salinitas garam NaCl 9 g/l (V1G3) yaitu sebesar 15.25 g (tabel 28). Pada tabel 28 dapat dilihat bahwa pada konsentrasi cekaman salinitas yang sama memberikan hasil berbeda pada masing-masing varietas untuk interaksi antara varietas dan cekaman salinitas garam NaCl. Dapat dilihat juga bahwa pada konsentrasi garam NaCl yang tertinggi (9 g/l) memiliki bobot basah tajuk yang lebih besar dari pada perlakuan kontrolnya (0 g/l). Perbedaan antara interaksi varietas dan cekaman salinitas
garam NaCl pada kondisi kontrol dengan konsentrasi garam NaCl 3 g/l (G1), 6 g/l (G2) dan 9 g/l (G3) disebabkan tanaman mengalami mekanisme toleransi
terhadap garam secara bertahap selama proses pertumbuhannya, dimana mekanisme toleransi tanaman secara fisiologis menyebabkan penyesuaian
osmosis. Harjadi dan Yahya (1988) menyatakan bahwa laju penyesuaian kira-kira 1 bar/hari telah pernah diamati, tetapi laju dan lamanya tergantung kepada spesies
tanaman. Pada kondisi lapang secara normal, laju penyesuaian ini cukup untuk menghadapi perubahan salinitas secara bertahap (gradual).
Seperti pada bobot basah tajuk, bobot kering tajuk juga menunjukkan perngaruh nyata pada interaksi antara varietas dan cekaman salinitas garam NaCl, dimana bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada V2G2 (15.03 g) dan terendah pada V1G3 (6.70 g) (tabel 36). Dari hasil biomasa tanaman ini dapat dimengerti bahwa setiap varietas memiliki respon yang berbeda dalam mekanisme
penyesuaian atau toleransi terhadap salinitas. Harjadi dan Yahya (1988) menyatakan bahwa di samping umumnya pertumbuhan yang tertekan, salinitas menyebabkan beberapa perubahan struktur yang khas yang nyata-nyata memperbaiki keseimbangan atau status air tanaman. Keseimbangan air tanaman secara sederhana, berarti bahwa potensial air dalam tanaman cukup untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Hal ini mencakup pengaturan
pengambilan air, hilangnya, dan distribusinya dalam tanaman. Harjadi dan Yahya (1988) juga menambahkan bahwa karacunan terhadap Na dan
Cl jarang terjadi pada tanaman perdu, kecuali kedelai dimana perbedaan toleransi varietas terhadap garam ditentukan oleh “differential transport” Cl. Hal ini nampaknya dikendalikan oleh suatu gen tunggal dengan pengeluaran Cl dominan atas akumulasi Cl.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa biomasa akar, yaitu berat basah akar dan berat kering akar tidak menunjukkan pengaruh nyata pada interaksi antara varietas dan cekaman salinitas garam NaCl (tabel 32 dan 40). Harjadi dan Yahya (1988) menjelaskan hal ini karena akar secara langsung diekspose pada lingkungan salin, tampak jelas pertumbuhan akar biasanya kurang dipengaruhi dibandingkan pertumbuhan tajuk atau buah atau produksi biji. Sebagai akibat menurunnya nisbah tajuk-akar diduga memperbaiki keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap air bersamaan dengan itu mengurangi transpirasi. Pada umumnya akar seluruh tanaman mengakumulasi NaCl, merupakan bagian dari suatu penyesuaian osmotik penting dalam jaringan walaupun bagi spesies-spesies seperti Phaseolus sp, dimana Na dikeluarkan dari tajuk.
Respon Interaksi Perlakuan Perlakuan Varietas dan Osmoconditioning
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai
Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa interaksi perlakuan varietas
dan osmoconditioning berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, dan bobot kering tajuk.
Hasil penelitian pada tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi antara varietas dan osmoconditioning berpengaruh nyata, dimana respon tiap varietas berbeda-beda pada setiap tingkatan konsentrasi osmoconditioning yang diberikan pada benih. Hal ini dapat dilihat bahwa untuk tinggi tanaman tertinggi terdapat pada interaksi antara varietas Anjasmoro dan osmoconditioning 0 M (V1O0) sebesar 62.01 cm, namun tinggi tanaman terendah juga terdapat pada varietas Anjasmoro yaitu sebesar 38.04 cm yang merupakan hasil interaksinya dengan osmoconditioning 0.1 M (V1O3). Rini dkk (2005) menjelaskan dalam hal ini keberhasilan osmoconditioning sangatlah ditentukan oleh jenis larutan osmotik yang digunakan, potensial osmotik, suhu, serta lamanya inkubasi dan akan berbeda pengaruhnya antar spesies, antar varietas bahkan diantara lot benih dari varietas yang sama.
Efek aplikasi osmoconditioning benih menunjukkan perbedaan respon varietas terhadap biomasa bobot kering tajuk dalam hal interaksi dari keduanya. Dari hasil penelitian pada bobot kering tajuk didapatkan bahwa pada konsentrasi osmoconditioning yang sama (0 M) terjadi perbedaan bobot kering tajuk yang sangat berbeda pada masing-masing varietas, dimana interaksi antara varietas dan osmoconditioning tertinggi terdapat pada V2O0 (15.58 g) dan terendah pada V1O0 (7.93 g). Hal ini disebabkan varietas Anjasmoro (V1) memberikan respon
yang positif terhadap perlakuan osmoconditioning dari pada kontrolnya, sedangkan varietas Sinabung (V2) cendrung negatif, dimana pada kondisi kontrol lebih baik dibandingkan dengan perlakuan osmoconditioning. Dalam hal ini keberhasilan suatu teknik aplikasi osmoconditioning Na2SO4 sangatlah ditentukan oleh jenis larutan osmotik yang digunakan. Rini dkk (2005) menjelaskan bahwa keberhasilan osmoconditioning sangatlah ditentukan oleh jenis larutan osmotik yang digunakan, potensial osmotik, suhu, serta lamanya inkubasi dan akan berbeda pengaruhnya antar spesies, antar varietas bahkan diantara lot benih dari varietas yang sama. Sutariati (2002) menyatakan bahwa perlakuan invigorasi berpengaruh secara nyata terhadap performansi benih cabai berdasarkan pengamatan terhadap parameter fisiologi (viabilitas dan vigor) benih, dimana terjadi peningkatan bobot kering kecambah normal sebagai akibat dari perlakuan invigorasi benih.
Respon Interaksi Perlakuan Cekaman Salinitas Garam NaCl dan
Osmoconditioning Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai
Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa interaksi perlakuan cekaman