• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Aplikasi Osmoconditioning Pada Benih Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Gylcine max L.) Dalam Kondisi Cekaman Salinitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Aplikasi Osmoconditioning Pada Benih Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Gylcine max L.) Dalam Kondisi Cekaman Salinitas"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK APLIKASI OSMOCONDITIONING PADA BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

(Gylcine max L.) DALAM KONDISI CEKAMAN SALINITAS

SKRIPSI

OLEH:

INDRA SETIAWAN 040307021/Pemuliaan Tanaman

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EFEK APLIKASI OSMOCONDITIONING PADA BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

(Gylcine max L.) DALAM KONDISI CEKAMAN SALINITAS

SKRIPSI

OLEH:

INDRA SETIAWAN 040307021/Pemuliaan Tanaman

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Disetujui Oleh: Komisi pembimbing

(Ir. Emmy Harso Kardhinata Msc) (Ir. Isman Nuriadi)

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

The experiment aims to study of effect osmoconditioning aplication on seed in growth and production of some varieties soybean in salinity stress. The

experiment was held from December 2007 until April 2008 at experiment field Medan Area University, Medan. It was used randomized block design with three factor and two replication. The first factor is soybean varieties: Anjasmoro and Sinabung. The second factor is sanility consentrate of the NaCl salt : 0 g/l, 3 g/l, 6 g/l and 9 g/l. The thrid factor is osmoconditioning consentrate : 0 M, 0.01 M, 0.05 M and 0.1 M. The experiment result that varieties has significant different to germination persentage at after 3 days and 5 days planted, plant height after 2 weeks to 6 weeks planted, weight of fresh and dry leaf, weight of fresh and dry root, weight of dry seed per plant, and 100 seed weight. Salinity of NaCl salt significanlty affected to germination persentage at after 3 days and 5 days planted, plant height after 2 weeks to 6 weeks planted, weight of dry seed per plant, and 100 seed weight. The osmoconditioning significanlty affected to germination

persentage at after 3 days and 5 days planted, plant height after 2 weeks to 6 weeks planted, water content relative, and weight of dry root. The interaction

between the varieties and the salinity of NaCl salt significanlty affected to weight of fresh and dry leaf. The interaction between the varieties and the osmoconditioning significanlty affected to plant height after 2 weeks to 6 weeks planted and weight of dry leaf. The interaction between the salinity of NaCl salt and the osmoconditioning not significanlty. The interaction of the varieties, the the salinity of NaCl salt, and the osmoconditioning significanlty affected to plant weight of dry leaf.

Key word: soybean, the salinity of NaCl salt, the osmoconditioning

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek aplikasi osmoconditioning pada benih terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai dalam kondisi cekaman salinitas. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2007 hingga April 2008 di lahan percobaan Universitas Medan Area, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 faktor dan 2 ulangan. Faktor pertama adalah varietas kacang kedelai : Anjasmoro dan Sinabung. Faktor kedua adalah konsentrasi cekaman salinitas garam NaCl : 0 g/l, 3 g/l, 6 g/l, dan 9 g/l. Faktor ketiga adalah konsentrasi osmoconditionig : 0 M, 0.01 M, 0.05 M, dan 0.1 M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap persentase perkecambahan 3 HST hingga 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering biji per tanaman dan bobot 100 biji. Cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, bobot kering biji per tanaman dan bobot 100 biji. Osmoconditoning berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, parameter kadar air relatif (KAR) daun dan bobot kering akar. Interaksi perlakuan varietas dan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. Interaksi perlakuan varietas dan

osmoconditioning berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, dan bobot kering tajuk. Interaksi perlakuan cekaman salinitas garam NaCl

dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Interaksi perlakuan varietas, cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning berpengaruh nyata terhadap parameter bobot kering tajuk. Kata kunci : kacang kedelai, cekaman salinitas garam NaCl, osmoconditioning.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Indra Setiawan dilahirkan di Indrapura pada tanggal 22 Oktober 1986.

Anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Ayahanda Amran Dasuki dan Ibunda Siti Nafsiah.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah: tahun 1998 penulis tamat dari SD 017961 Kedai Kawat, tahun 2001 tamat dari SLTP Negeri 4 Pulau Rakyat, tahun 2004 tamat dari SMA Negeri 1 Pulau Rakyat.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2004, pada jurusan Budidaya Pertanian dengan Program Studi Pemuliaan Tanaman melalui jalur Panduan Minat dan Prestasi (PMP).

Penulis pernah menjadi Asisten di Laboratorium Genetika Dasar, Laboratorium Biologi dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Selama kuliah, penulis pernah menjadi juara 2 lomba karya tulis mahasiswa dalam rangka Dies Natalies Fakultas Pertanian ke-50.

Pengalaman di bidang kemasyarakatan, penulis peroleh saat mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di perkebunan kelapa sawit kebun Laras PTPN IV kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada bulan Juli sampai Agustus 2006.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Judul dari skripsi ini adalah “Aplikasi Osmoconditioning Pada Benih

terhadap Pertumbuhan dan Produksi beberapa Varietas

Kedelai (Glycine max L.) dalam Kondisi Cekaman Salinitas”, yang merupakan

salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. E. Harso Kardhinata, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Isman Nuriadi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak

memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

Ungkapan syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Allah SWT yang telah mengkaruniakan Ayahanda Amran Dasuki dan Ibunda Siti Nafsiah yang telah menyayangi, mangasihi dan mendidik penulis, serta adik-adikku

tercinta Wira dan Titin. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman terbaikku Rully, Armin, Fazrin, Mahyuni, Trisna, Anisa, Reza,

Paramita, Royhansyah dan Satriya Sandi PET `07 yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian, dan memberikan masukan serta dukungannya kepada penulis dan terkhusus buat Baida Soraya.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Agronomi yang telah banyak membantu dalam

(7)

perkuliahan. Tidak lupa juga teman-teman yang berada di BKM Al-Mukhlisin Fakultas Pertanian.

Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 6

Syarat Tumbuh ... 8

Tanah... 8

Iklim ... 9

Salinitas... 10

Pengaruh Salinitas terhadap Tanaman ... 13

Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Salinitas .... 18

Osmoconditioning ... 22

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

Bahan dan Alat ... 28

Metode Penelitian ... 28

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 32

Persiapan Media Tanam ... 32

Aplikasi Garam NaCl ... 32

Aplikasi Osmoconditioning ... 32

Penanaman ... 33

Pemupukan ... 33

(9)

Penyiraman ... 34

Penyulaman ... 34

Penyiangan ... 34

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 34

Panen ... 35

Pengamatan Parameter Persentase Perkecambahan (%) ... 35

Tinggi Tanaman (cm) ... 35

Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%) ... 35

Bobot Basah Tajuk (g) ... 36

Bobot Basah Akar (g) ... 36

Bobot Kering Tajuk (g) ... 36

Bobot Kering Akar (g) ... 36

Bobot Kering Biji per Tanaman (g) ... 36

Bobot 100 Biji (g) ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 38

Persentase Perkecambahan (%) ... 39

Tinggi Tanaman (cm) ... 48

Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%) ... 63

Bobot Basah Tajuk (g) ... 66

Bobot Basah Akar (g) ... 70

Bobot Kering Tajuk (g) ... 73

Bobot Kering Akar (g) ... 78

Bobot Kering Biji per Tanaman (g) ... 82

Bobot 100 Biji (g) ... 85

Pembahasan... 90

Perbedaan Varietas terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai ... 90

Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai ... 91

Pengaruh Osmoconditoning terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai ... 94

Respon Interaksi Perlakuan Varietas dan Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai ... 96

Respon Interaksi Perlakuan Varietas dan Osmoconditioning terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai ... 99

Respon Interaksi Perlakuan Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Kedelai ... 100

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 104 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Kriteria Salinitas Tanah untuk Kondisi Kadar Garam yang Ditemukan pada Tanah ... 12 2. Rataan Persentase Perkecambahan pada Perlakuan Varietas, Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditionig... 40 3. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 3 HST pada Perlakuan Varietas

dan Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 40 4. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 3 HST pada Perlakuan Varietas

dan Osmoconditioning ... 42 5. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 3 HST pada Perlakuan

Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 43 6. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 3 HST pada Perlakuan

Varietas, Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditionin ... 44 7. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 5 HST pada Perlakuan Varietas

dan Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 44 8. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 5 HST pada Perlakuan

Varietas dan Osmoconditioning... 46 9. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 5 HST pada Perlakuan

Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 47 10. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 5 HST pada Perlakuan

Varietas, Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 48 11. Rataan Tinggi Tanaman pada Perlakuan Varietas, Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditionig... 49 12. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST pada Perlakuan Varietas dan

Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 49 13. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST pada Perlakuan Varietas dan

Osmoconditioning ... 51 14. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST pada Perlakuan Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 53 15. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST pada Perlakuan Varietas,

(12)

16. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST pada Perlakuan Varietas dan

Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 54 17. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST pada Perlakuan Varietas dan

Osmoconditioning ... 55 18. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST pada Perlakuan Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 57 19. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST pada Perlakuan Varietas,

Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 58 20. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST pada Perlakuan Varietas dan

Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 58 21. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST pada Perlakuan Varietas dan

Osmoconditioning ... 60 22. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST pada Perlakuan Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 62 23. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST pada Perlakuan Varietas,

Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 63 24. Rataan Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%) pada Perlakuan Varietas

dan Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 64 25. Rataan Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%) pada Perlakuan Varietas

dan Osmoconditioning ... 64 26. Rataan Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%) pada Perlakuan Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 65 27. Rataan Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%) pada Perlakuan Varietas,

Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 66 28. Rataan Bobot Basah Tajuk (g) pada Perlakuan Varietas dan Cekaman

Salinitas Garam NaCl ... 67 29. Rataan Bobot Basah Tajuk (g) pada Perlakuan Varietas dan

Osmoconditioning ... 69 30. Rataan Bobot Basah Tajuk (g) pada Perlakuan Cekaman Salinitas

Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 69 31. Rataan Bobot Basah Tajuk (g) pada Perlakuan Varietas, Cekaman

(13)

32. Rataan Bobot Basah Akar (g) pada Perlakuan Varietas dan Cekaman

Salinitas Garam NaCl ... 71 33. Rataan Bobot Basah Akar (g) pada Perlakuan Varietas dan

Osmoconditioning ... 72 34. Rataan Bobot Basah Akar (g) pada Perlakuan Cekaman Salinitas

Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 72 35. Rataan Bobot Basah Akar (g) pada Perlakuan Varietas, Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 73 36. Rataan Bobot Kering Tajuk (g) pada Perlakuan Varietas dan

Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 74 37. Rataan Bobot Kering Tajuk (g) pada Perlakuan Varietas dan

Osmoconditioning ... 75 38. Rataan Bobot Kering Tajuk (g) pada Perlakuan Cekaman Salinitas

Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 76 39. Rataan Bobot Kering Tajuk (g) pada Perlakuan Varietas, Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 77 40. Rataan Bobot Kering Akar (g) pada Perlakuan Varietas dan

Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 79 41. Rataan Bobot Kering Akar (g) pada Perlakuan Varietas dan

Osmoconditioning ... 80 42. Rataan Bobot Kering Akar (g) pada Perlakuan Cekaman Salinitas

Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 81 43. Rataan Bobot Kering Akar (g) pada Perlakuan Varietas, Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 81 44. Rataan Bobot Kering Biji per Tanaman (g) pada Perlakuan Varietas

dan Cekaman Salinitas Garam NaCl ... 82 45. Rataan Bobot Kering Biji per Tanaman (g) pada Perlakuan Varietas

dan Osmoconditioning ... 84 46. Rataan Bobot Kering Biji per Tanaman (g) pada Perlakuan Cekaman

Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning ... 85 47. Rataan Bobot Kering Biji per Tanaman (g) pada Perlakuan

(14)

48. Rataan Bobot 100 Biji (g) pada Perlakuan Varietas dan Cekaman

Salinitas Garam NaCl ... 86 49. Rataan Bobot 100 Biji (g) pada Perlakuan Varietas dan

Osmoconditioning ... 88 50. Rataan Bobot 100 Biji (g) pada Perlakuan Cekaman Salinitas Garam

NaCl dan Osmoconditioning ... 88 51. Rataan Bobot 100 Biji (g) pada Perlakuan Varietas, Cekaman

(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Persentase Perkecambahan 3 HST ... 41 2. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Persentase

Perkecambahan 3 HST ... 42 3. Grafik Pengaruh Osmoconditioning terhadap Persentase

Perkecambahan 3 HST ... 43 4. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Persentase perkecambahan

5 HST ... 45 5. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Persentase

Perkecambahan 5 HST ... 46 6. Grafik Pengaruh Osmoconditioning terhadap Persentase

Perkecambahan 5 HST ... 47 7. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Tinggi Tanaman 2 MST ... 50 8. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Tinggi

Tanaman 2 MST ... 51 9. Grafik Pengaruh Osmoconditioning terhadap Tinggi Tanaman

2 MST ... 52 10. Histogram Pengaruh Interaksi Varietas dan Osmoconditioning

terhadap Tinggi Tanaman 2 MST ... 52 11. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Tinggi Tanaman 4 MST ... 54 12. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Tinggi

Tanaman 4 MST ... 55 13. Grafik Pengaruh Osmoconditioning terhadap Tinggi Tanaman

4 MST ... 56 14. Histogram Pengaruh Interaksi Varietas dan Osmoconditioning

(16)

Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Tinggi

Tanaman 6 MST ... 60 16. Grafik Pengaruh Osmoconditioning terhadap Tinggi Tanaman ... 61 17. Histogram Pengaruh Interaksi Varietas dan Osmoconditioning

terhadap Tinggi Tanaman 6 MST ... 62 18. Grafik Pengaruh Osmoconditioning terhadap KAR Daun ... 65 19. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Bobot Basah Tajuk ... 67 20. Histogram Pengaruh Interaksi Varietas dan Osmoconditioning

terhadap Bobot Basah Tajuk... 68 21. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Bobot Basah Akar ... 71 22. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Bobot Kering Tajuk ... 74 23. Histogram Pengaruh Interaksi Varietas dan Cekaman Salinitas Garam

NaCl terhadap Bobot Kering Tajuk ... 75 24. Histogram Pengaruh Interaksi Varietas dan Osmoconditioning

terhadap Bobot Kering Tajuk ... 76 25. Histogram Pengaruh Interaksi Varietas dan Osmoconditioning

terhadap Bobot Kering Tajuk ... 78 26. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Bobot Kering Akar ... 79 27. Grafik Pengaruh Osmoconditioning terhadap Bobot Kering Akar ... 80 28. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Bobot Kering Biji per

Tanaman ... 83 29. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Bobot

Kering Biji per Tanaman ... 84 30. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Bobot 100 Biji ... 87 31. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro ... 110

2. Deskripsi Kedelai Varietas Sinabung... 111

3. Bagan Penelitian ... 112

4. Bagan Tanaman per Plot ... 113

5. Rencana Kegiatan Penelitian ... 114

6. Data Pengamatan Persentase Perkecambahan 3 HST (%) ... 115

7. Transformasi Arcus p Data Pengamatan Persentase Perkecambahan 3 HST (%) ... 116

8. Sidik Ragam Persentase Perkecambahan 3 HST (%) ... 116

9. Data Pengamatan Persentase Perkecambahan 5 HST (%) ... 117

10. Transformasi Arcus p Data Pengamatan Persentase Perkecambahan 5 HST (%) ... 118

11. Sidik Ragam Persentase Perkecambahan 5 HST (%) ... 118

12. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 119

13. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 119

14. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 120

15. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 120

16. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 121

17. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 121

18. Data Pengamatan Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%) ... 222

19. Sidik Ragam Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%) ... 222

(18)

21. Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk (g) ... 223

22. Data Pengamatan Bobot Basah Akar (g) ... 124

23. Sidik Ragam Bobot Basah Akar (g) ... 124

24. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk (g) ... 125

25. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk (g) ... 125

26. Data Pengamatan Bobot Kering Akar (g) ... 126

27. Sidik Ragam Bobot Kering Akar (g) ... 126

28. Data Pengamatan Bobot Kering Biji per Tanaman (g) ... 127

29. Sidik Ragam Bobot Kering Biji per Tanaman (g) ... 127

30. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g) ... 128

31. Sidik Ragam Bobot 100 Biji (g) ... 128

32. Foto Tanaman Kacang Kedelai di Lahan Penelitian ... 129

33. Foto Tanaman Kacang Kedelai pada Setiap Kombinasi Perlakuan... 130

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max) dikenal sebagai tanaman pangan dan tanaman sayuran. Tanaman kedelai diketahui telah dibudidayakan pada 3000 SM di bagian

Utara Cina. Jenis liar dari tipe yang dibudidayakan ini tidak diketahui, tetapi diyakini berasal dari suatu jenis kedelai merambat dari Asia Utara. Kedelai

dibawa ke Amerika Utara pada masa kolonial, pada saat itu tidak merupakan tanaman utama, hingga perang dunia II berakhir. Kedelai digunakan sebagai sumber makanan terpenting di beberapa negara Cina, Korea, Jepang dan Manchuria (Splittstoesser, 1984).

Di Indonesia kedelai mulai dilaporkan pada zaman Rumphius (abad ke-17). Pada waktu itu kedelai dibudidayakan sebagai tanaman makanan dan

pupuk hijau. Sampai saat ini di Indonesia kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak mengandung air, misalnya di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Gorontalo (Sulawasi Utara), Sulawesi Tenggara dan Lampung, Sumatera Selatan dan Bali (Andrianto dan Indarto, 2004).

(20)

botol serta penyedap rasa makanan dengan kandungan prootein yang tinggi (Andrianto dan Indarto, 2004).

Produksi kedelai dalam negeri dari tahun ke tahun terus merosot. Tahun 1992 luas panen kedelai lokal 1.665.706 hektar dan sembilan tahun kemudian, tahun 2001 turun menjadi 723.029 hektar. Pada tahun 2005, atau empat tahun kemudian, luas penen turun lagi menjadi 621.541 hektar dengan produksi 808.353 ton. Tahun 2006 menjadi 580.534 hektar dengan produksi 747.611 ton dan tahun 2007 menjadi 56.824 hektar dengan produksi 598.029 ton atau hanya tinggal 27,4% dari luas panen 1992 (Harian Kompas, 2008).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2006), produksi kedelai Sumatera Utara tahun 2005 sebesar 15.793 ton atau menurun 40.18 % dibanding produksi tahun 1997 sebanyak 93.303 ton, namun mengalami kenaikan bila dibandingkan produksi tahun 2003 dan 2004 yang hanya sebesar 10.466 ton dan 12.333 ton. Luas panen juga mengalami kenaikan sejak tahun 2003 dari total 9.910 hektar menjadi 13.787 hektar dengan rata-rata produksi per

hektar pada tahun 2003 sebesar 10,56 kw/ha menjadi 11,48 kw/ha pada tahun 2005.

(21)

termasuk lahan gambut dan lebak yang potensinya cukup besar (Syafa’at dan Simatupang, 2006).

Lahan pasang surut dan lahan sulfat masam, terutama yang mengalami reklamasi, umumnya mengandung kadar garam yang tinggi sebagai akibat dari luapan pasang secara langsung atau resapan penyusupan air laut. Lahan sulfat masam yang terletak dekat dengan muara laut atau pesisir pantai umumnya mengandung salinitas tinggi. Kelarutan sulfat yang dihasilkan dari oksidasi pirit

pada lahan yang telah direklamasi akan diikuti oleh peningkatan salinitas (Noor, 2004).

Faktor salinitas pada media tanam dapat mempengaruhi proses perkecambahan benih. Hal ini disebabkan karena faktor salinitas dapat menurunkan potensial air pada media tanam sehingga menghambat penyerapan air oleh benih yang berkecambah. Perlakuan osmoconditioning pada benih dengan menggunakan larutan osmotik yang berpotensial air rendah memungkinkan benih untuk dapat mengabsorbsi air secara terkontrol. Jumlah air yang diabsorbsi oleh benih suatu proses osmoconditioning berlangsung adalah bervariasi bergantung pada larutan osmotik yang digunakan. Apabila keseimbangan air telah tercapai, maka kandungan air di dalam benih akan di pertahankan (Rini dkk, 2005).

Berdasarkan penelitian Rini dkk (2005) diketahui bahwa, pengamatan terhadap persentase perkecambahan benih sorgum pada tanah salin menunjukkan bahwa perlakuan osmoconditioning dengan menggunakan masing-masing Na2SO4

0,2 M dan NH4Cl 0,2 M berpengaruh nyata. Pada penelitian jagung menunjukkan

bahwa perlakuan osmoconditioning dengan K2SO4 1,5% dapat meningkatkan

(22)

menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 4,5% dapat menghambat perkecambahan jagung.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk dapat melakukan penelitian efek aplikasi osmoconditioning pada benih terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai dalam kondisi cekaman salinitas.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek aplikasi osmoconditioning pada benih terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai (Glycine max L.) dalam kondisi cekaman salinitas

Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan antar varietas terhadap pertumbuhan dan produksi kacang kedelai

2. Ada pengaruh cekaman salinitas garam NaCl terhadap pertumbuhan dan produksi kacang kedelai

3. Ada pengaruh konsentrasi osmoconditioning terhadap pertumbuhan dan produksi kacang kedelai

4. Ada interaksi antara varietas dan cekaman salinitas terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai

5. Ada interaksi antara varietas dan konsentrasi osmoconditioning terhadap pertumbuhan dan produksi kacang kedelai

(23)

7. Ada interaksi antara varietas, cekaman salinitas dan konsentrasi osmoconditioning terhadap pertumbuhan dan produksi kacang kedelai.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Sharma (1993) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Family : Papilionaceae Genus : Glycine

Species : Glycine max (L.) Merill

Sistem perakaran kedelai adalah akar tunggang yang terdiri dari akar utama dan akar cabang. Selain sebagai penyerap unsur hara dan penyangga tanaman, pada perakaran kedelai ini adalah merupakan tempat terbentuknya

bintil/nodul akar yang berfungsi sebagai tempat bakteri Rhizobium (Rahman dan Tambas, 1986).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150 cm).

Menyemak berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Waktu tanaman kedelai masih sangat muda,

(25)

disebut hypokotil, sedangkan bagian di atas keping biji disebut epycotyl. Batang kedelai tersebut berwarna ungu atau hijau (Andrianto dan Indarto, 2004).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya daun bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima (Hidayat dalam Somaatmadja dkk, 1985).

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karekteristik bunganya seperti famili Papilionaceae lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang

yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman and Sleper, 1995)

Banyaknya polong bergantung pada jenisnya. Ada jenis kedelai yang menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain itu warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).

(26)

tergantung dari varietas masing-masing. Begitu pula warna bulu berbeda-beda,

ada yang berwarna coklat dan ada pula yang putih kehijauan (Andrianto dan Indarto, 2004).

Syarat Tumbuh

Tanah

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Pada tanah-tanah padzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar

(27)

Iklim

Pada awalnya kedelai merupakan tanaman subtropika hari pendek, namun setelah didomestikasi dapat menghasilkan banyak kultivar yang dapat beradaptasi terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya untuk ditanam di mana saja adalah keunggulan utama tanaman ini. Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20-25 0C. Suhu 12-20 0C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya kedelai adalah 100-200 mm/bulan. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 meter di atas permukaan laut (Departemen Pertanian, 1996).

(28)

Salinitas

Salinitas atau kegaraman yaitu kadar garam yang dapat diukur secara tidak

langsung dari nilai daya hantar listrik (DHL) suspensinya dengan satuan µ mho/cm yang ditera pada suhu 25 0C (Sutedjo, 2004).

Salinitas berkaitan erat dengan keadaan pengerasan yang buruk akibat dari pengelolaan air yang kurang baik, seperti sistem jaringan pengerasan yang kurang lancar, fungsi pintu-pintu air yang kurang baik, konstruksi tanggul yang kurang pejal sehingga rembesan air dapat menembus dinding tanggul, dan kondisi tanah

lapisan bawah yang masih mentah sehingga mudah mengalami runtuhan (Noor, 2004).

Notohadiprawiro (1999) menyatakan bahwa garam-garam yang ada dalam tanah terdiri kebanyakan atas berbagai proporsi kation Na, Ca dan Mg serta anion Cl dan SO4. Penyusun yang biasanya hanya terdapat dalam jumlah sedikit ialah

kation K dan anion bikarbonat, karbonat nitrat, dan borat. Hubungan daya hantar listrik (DHL) dengan tekanan osmosis dan dengan kadar garam bergantung pada macam garam. Pada DHL sama tekanan osmosis meningkat dalam urutan

MgSO4<CaCl2<MgCl2<Na2SO4<NaCl

dan kadar garam dalam persen meningkat dalam urutan MgCl2<CaCl2<Na2SO4<MgSO4<CaSO4<NaHCO3

(29)

1. Hasil pelapukan, umumnya pelapukan menghasilkan klorida, nitrat, sulfat, karbonat, dan bikarbonat. Proses ini jarang menyebabkan keracunan bagi tanaman

2. Salinasi

3. Pemupukan, pemupukan dengan dosis sangat tinggi mengakibatkan keracunan tanaman karena kadar garam melebihi ambang batas toleransi tanaman

4. Air laut, air laut merupakan sumber kegaraman terbesar. Tanah yang dekat dengan laut kadar garamnya tinggi.

Tanah garam adalah nama gabungan jenis-jenis tanah yang hanya dibedakan atas tiga taraf evolusinya ialah: pada taraf pertama tanah Solonchak, taraf kedua Solonetz, dan taraf ketiga Solodi. Sigmond menamakannya sodium soil yang dibedakan atas: (1) saline soil untuk Solonchak (2) salty alkali soil untuk campuran Solonchak dan Solonetz, (3) leached alkali soils untuk Solonezt asli, dan (4) degraded alkali soil untuk Solidi. Tanah ini tersebar sebagai tanah zonal di daerah kering (arid atau semiarid). Di Indonesia jenis-jenis tanah ini diduga terdapat di Nusa Tenggara terutama di Timor (Darmawijaya, 1992)

(30)

Tabel 1. Kriteria Salinitas Tanah untuk Kondisi Kadar Garam yang Ditemukan pada Tanah

dS/m ESP* pH SAR**

Normal <4,0 <15% 6,5-7,5 <13 Salin >4,0 <15% 6,5-7,5 <13 Sodik <4,0 >15% 7,5-9,0 >13 Salin sodik >4,0 >15% >7,5 >13 * ESP= exchangeabel sodium percentage

** SAR= sodium adsorption ratio

Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika kapasitas tukar kation (KTK) atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl) (Hanafiah, 2005).

Tanah-tanah salin dan sodik, yang kini disebut Aridisol, adalah tanah-tanah daerah iklim kering dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm (20 in.) per tahun. Jumlah H2O yang berasal dari presipitasi tidak cukup untuk

menetralkan jumlah H2O yang hilang oleh evaporasi dan evapotranspirasi.

Sewaktu air luapan ke atmosfer, garam-garam tertinggal dalam tanah. Proses penimbunan garam mudah larut dalam tanah ini disebut salinisasi. Garam-garam tersebut terutama adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3, dan/atau MgCO3. Dulu

(31)

Salinisasi, proses ini terjadi di daerah kering dan panas dan merupakan gerakan garam dari profil tanah bagian bawah (subsoil) ke bagian atas (topsoil). Pada bagian atas terjadi penguapan yang intensif (suasana panas dan kering), sehingga menyebabkan larutan garam bergerak secara kapilaritas ke atas, menguap, dan meninggalkan endapan garam di permukaan tanah. Apabila proses ini berlangsung terus menerus sepanjang tahun, maka terbentuk tanah garam (saline soil). Di Indonesia, proses ini tidak berlangsung sepanjang tahun, hanya terdapat di daerah yang panas dan kering. Pada musim kemarau terjadi salinisasi, sebaliknya pada musim hujan terjadi desalinisasi. Pengurangan kadar garam di permukaan tanah terjadi karena curah hujan yang turun kemudian melindi ke bawah. Proses salinasi hanya terjadi pada tanah yang mempunyai tekstur halus sampai sangat halus (Rosmarkam dan Yuwono 2002).

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman

(32)

Rosmarkam dan Yuwono (2002), menyatakan bahwa pengaruh garam terhadap pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh:

a. Kadar garam: diambang batas toleransi, peningkatan kadar garam berpengaruh semakin jelek bagi tanaman.

b. Macam garam: banyak ragam garam dalam tanah, yakni klorida (NaCl, CaCl2,

KCl), nitrat [NaNO3, Ca(NO3)2], sulfat [Na2(SO4), Ca(SO4) K2SO4]. Garam

yang mengandung K dan Ca tinggi baik bagi tanaman

Pada tanaman yang sensitif terhadap garam pertumbuhan sudah terhenti ketika tingkat salinitas rendah, hal ini mula-mula disebabkan oleh keracunan Na+ dan Cl-. Tekanan osmotik yang tinggi pada senyawa tanah menyebabkan hubungan potensial air tanah rendah dan ketika terjadi kontak dengan sel tanaman terjadi pergerakan senyawa ke arah persenyawaan tanah dan sel menjadi berkerut (dikenal dengan istilah plasmolisis) (Tisdale et.al, 1993).

Pengendapan garam yang sudah larut dalam tanah secara parah menghambat pertumbuhan tanaman. Pengendapan garam tersebut akan mengimbas plasmolisis, yaitu suatu proses bergerak keluarnya H2O dari tanaman

(33)

Hanafiah (2005) menyatakan bahwa sebagaimana unsur mikro Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan. Pada kadar tinggi, gejala toksisitas Na pada tanaman meliputi:

1. Stress akibat tingginya tekanan osmotik

2. Masing-masing ion yang berlebihan mempunyai efek tertentu dalam menekan pertumbuhan tanaman disebut efek spesifik ion, yang pengaruhnya lebih besar dibanding efek negatif tekanan osmotik tersebut, tetapi untuk ion Na efek spesifik kelebihannya masih bersifat tidak uniform namun efek spesifik ini ada. Untuk tanaman tertentu (seperti advokad dan berbagai jeruk), kadar Na dalam jumlah sedang saja telah menimbulkan kerusakan dedaunan, tetapi tidak untuk tanaman lain

Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (up take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik. Secara khusus, kegaraman yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman,

terutama oleh ion Na+ dan Cl-. Beberapa tanaman peka terhadap kegaraman (<4 dS.m-1) seperti apel, jeruk, dan kacang-kacangan, tanaman lain nisbi tahan

kegaraman (4-10 dS.m-1) seperti padi, kentang, mentimun, sorgum dan jagung, dan tanaman lainnya lebih tahan kegaraman (>10 dS.M-1) seperti kapas, bayam, dan kurma (Noor, 2004).

(34)

dengan rambut akar yang sedikit dan warna akar cendrung kuning kecoklatan. Berkurangnya panjang akar pada media salin diduga juga akibat daya racun Cl, ketidakseimbangan unsur di dalam tanaman serta adanya akumulasi NaCl di sekitar akar dan di dalam akar. Sehingga dapat dimengerti, pada konsentrasi NaCl tinggi, pertumbuhan daun juga kecil, menggulung dan tidak berkembang sempurna (Lubis, 2000).

Dalam penelitian Lubis (2000) mengenai respon morfogenesis embrio beberapa varietas kedelai pada berbagai konsentrasi NaCl secara in vitro dengan taraf konsentrasi garam NaCl mulai 6 g/l mengakibatkan panjang akar menurun drastis, dan pada perlakuan konsentrasi NaCl sampai 8 g/l sangat nyata mempengaruhi bobot kering eksplan dimana bobot kering cenderung berkurang dengan meningkatnya konsentrasi NaCl.

Dalam penelitian Pohan (2005) mengenai uji kultivar kacang tanah (Arachis hypogaea L.) pada berbagai konsentrasi NaCl dengan taraf konsentrasi garam 0 g/l, 3 g/l, 6 g/l, 9 g/l dimana perlakuan konsentrasi NaCl 3 g/l sudah mengalami perubahan xylem tetapi tidak merusak berkas pembuluh. Pada kosentrasi 6 g/l-9 g/l, berkas pembuluh xylem mengalami pelebaran. Perubahan ini terjadi karena perlakuan garam yang terlalu tinggi sehingga tidak dapat diterima oleh tanaman khususnya akar dan serapan unsur hara. Keadaan lingkungan yang berkadar garam tinggi akan mengakibatkan potensial osmotik pada tanah dan menurunkan tekanan turgor sel tanaman sehingga merubah bentuk anatomi akar tanaman tersebut.

(35)

juga menghambat pertumbuhan tanaman dengan sendirinya dari tekanan osmotik pada persenyawaan tanah (Marshall and Holmes, 1988).

Dalam penelitian Manurung (2001) mengenai pengaruh NaCl dan KCl terhadap pertumbuhan dan produksi serta serapan hara pada tanaman kedelai menyatakan bahwa pengaruh NaCl terhadap berat 100 biji mempunyai hubungan linier yang negatif dimana penambahan NaCl menurunkan rata-rata berat 100 biji, meskipun terjadi penambahan berat 100 biji diduga bahwa berat rata-rata 100 biji lebih dipengaruhi faktor genetis bahwa suatu biji tidak terpengaruh oleh meningkatnya dosis NaCl, tetapi antar varietas menunjukkan perbedaan signifikan. Karakter biji lebih ditentukan oleh genetik tanaman itu, kecuali dalam dosis letal. Rendahnya jumlah polong akibat pemberian 313,92 mg/pot NaCl menunjukan bahwa dosis 100% NaCl telah menghambat proses fotosintesis dan translokasi sehingga hasil asimilasi akan semakin berkurang, akibat lain adalah terganggunya translokasi dari tempat pembuatan (source) ke tempat pemanfaatan atau sink, penghambatan ini respon tanaman dengan menurunkan laju fotosintesis sehingga mengganggu transport asimilat dalam floem. Berat kering akar pada pemberian NaCl di atas 78,48 mg/pot menurun dikarenakan semakin meningkatnya ion Na di dalam tanah sehingga perkembangan akar akan menjadi tertekan akibat akumulasi ion Na di sekitar komplek jerapan.

(36)

Pengaruh langsung pada akar tanaman pada pH<4,0>10,0 kerusakan pada akar tanaman. Pengaruh tidak langsung: a. tersedianya unsur hara, b. kemungkinan timbulnya keracunan tanaman pada pH rendah oleh unsur kimia, seperti Al, Mn dimana unsur-unsur ini banyak terdapat pada pH tanah rendah. Pada tanah yang alkalis P akan terikat oleh Ca++, pada tanah yang asam P akan terikat oleh Al dan Fe sehingga tidak tersedia bagi tanaman

(Kartasapoetra, Kartasapoetra, dan Sutedjo, 1987).

Tanaman yang stres garam sering menyerupai tanaman dengan defisiensi P yang mempunyai daun lebih sempit, lebih gelap, menurunkan nisbah tajuk dan akar, berkurangnya anakan, memperpanjang dormansi kuncup samping, menunda

dan menurunkan pembungaan, dan jumlah dan ukuran buah lebih kecil (Harjadi dan Yahya, 1988).

Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Salinitas

Setiap tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap tanah salin dan berbeda pula pada masing-masing tahap pertumbuhan. Tiap varietas atau kultivar juga berbeda tingkat ketahananya. Sebagai contoh perbedaan ketahanan varietas-varietas kedelai terhadap keracunan Cl. Keracunan Na+ dan Cl- secara efektif tidak boleh terjadi karena stress garam sama seperti halnya stress air. Tanaman yang toleran tidak akan keracunan Na+ karena kapasitas perbandingan

K+/Na+ yang dihasilkan tinggi pada tahap perkembangan jaringan (Tisdale et.al, 1993).

(37)

jari-jari stele varietas Wilis lebih besar dibanding kontrol, peningkatan konsentrasi parenkim NaCl 4 g/l menyebabkan ukuran jari-jari parenkim korteks dan stele varietas Jaya Wijaya dan Tidar lebih besar dibanding kontrol sedangkan pada varietas Kipas Putih dan Lokon terjadi penurunan ukuran jari-jari parenkim korteks dan stele pada peningkatan konsentrasi NaCl (Lubis, 2000).

Mekanisme ketahanan terhadap kadar garam ditandai dengan terakumulasinya senyawa-senyawa yang dikenal dengan sebutan pelindung osmosis (osmoprotectant). Pada pohon bakau ditemukan terakumulasi senyawa

prolin dan glisin-betain (betain) sebagai bentuk toleransi terhadap salinitas tinggi (Sopian, 2006).

Peningkatan ukuran jari-jari parenkim korteks dan stele pada varietas yang lebih toleran terhadap NaCl, diduga merupakan salah satu mekanisme toleransinya terhadap konsentrasi NaCl. Dimana peningkatan ukuran jari-jari parenkim korteks dan stele mengakibatkan semakin lebarnya jalur caspary yang berperan dalam pengaturan pontensial osmotik (Lubis, 2000).

Mekanisme toleransi tanaman terhadap garam dapat dilihat dalam dua bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi. mekanisme toleransi yang paling jelas adalah dengan adaptasi morfologi (Sipayung 2003).

(38)

tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimiawi untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikansi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988).

Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman dan tipe salinitas. Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak spesies tanaman. Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO (sulfur oksida). Dengan adaptasi struktural ini konduksi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi. Namun pertumbuhan akar yang terekspos pada lingkungan salin biasanya kurang terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk atau buah. Hal ini diduga terjadi akibat perbaikan

keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap air (Sipayung 2003).

Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi anatomi akar dimana jalur caspary jauh lebih lebar pada tumbuhan yang hidup dalam habitat yang teramat kering dan di rawa bergaram dibandingkan dengan yang hidup dalam keadaan mesofilik (pada suhu sedang yaitu antara 100-300 C). Jalur caspary dalam hal ini dinyatakan mencegah difusi air sepanjang dinding sel dan memaksa gerakan larutan melalui protoplasma (Fahn, 1995).

(39)

Kacang merah (red kidney bean) dapat tumbuh baik pada SAR (sodium absorption ratio) 36, tetapi pertumbuhannya tertekan pada SAR 35. Akumulasi Na atau nisbah Na dengan kation-kation lain terlalu tinggi akan menyebabkan terganggunya adaptasi filogenik tanaman terhadap Na, sehingga pertumbuhan tanaman juga akan terganggu. Terganggunya pertumbuhan ini juga terkait dengan pengaruh tingginya ESP yang menghambat penyerapan unsur lain, seperti Ca yang dibutuhkan untuk perkembangan perakaran. Bagaimana mekanisme fisiologinya masih perlu dipelajari lebih lanjut (Hanafiah, 2005).

Tanaman yang toleran terhadap salinitas harus mampu menyesuaikan terhadap stres osmotik. Seperti telah dinyatakan bahwa tanaman dapat menyesuaikan dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor, kecuali proses salinasi terjadi secara tiba-tiba. penyesuaian kira-kira 1 bar/hari telah pernah diamati, tetapi laju dan lamanya tergantung kepada spesies tanaman. Pada kondisi lapang secara normal, laju penyesuaian ini cukup untuk menghadapi perubahan salinitas secara bertahap (gradual) (Harjadi dan Yahya, 1988).

Di samping umumnya pertumbuhan yang tertekan, salinitas menyebabkan beberapa perubahan struktur yang khas yang nyata-nyata memperbaiki keseimbangan atau status air tanaman. Keseimbangan air tanaman secara sederhana, berarti bahwa potensial air dalam tanaman cukup untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Hal ini mencakup pengaturan pengambilan air, hilangnya, dan distribusinya dalam tanaman (Harjadi dan Yahya, 1988).

(40)

tunggal dengan pengeluaran Cl dominan atas akumulasi Cl (Harjadi dan Yahya, 1988).

Karena akar secara langsung diekspose pada lingkungan salin, tampak jelas pertumbuhan akar biasanya kurang dipengaruhi dibandingkan pertumbuhan tajuk atau buah atau produksi biji. Sebagai akibat menurunnya nisbah tajuk-akar diduga memperbaiki keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap air bersamaan dengan itu mengurangi transpirasi. Pada umumnya akar seluruh tanaman mengakumulasi NaCl, merupakan bagian dari suatu penyesuaian osmotik penting dalam jaringan walaupun bagi spesies-spesies seperti Phaseolus sp, dimana Na dikeluarkan dari tajuk. Karena sebagian besar Na diserap oleh Na excluder ditahan dalam perakaran dan batang sebelah bawah, penyesuaian dalam pucuk/tajuk memerlukan solute yang lain (Harjadi dan Yahya, 1988).

Osmoconditioning

Osmotic priming pada benih (sering dikenal dengan osmopriming atau osmoconditioning) menggambarkan tentang hubungan benih dengan gerak masuknya senyawa pada potensial air yang rendah, biasanya dilakukan dengan cara perendaman, dan dilakukan pembilasan sesudahnya. Hal ini masih dijadikan suatu pedoman oleh banyak peneliti untuk dijadikan standar teknik priming, dan percobaan pada permukaan kertas atau lainnya dengan membasahi fiber dengan senyawa atau mencelupkannya ke dalam wadah dengan pergerakan aerasi udara kecil yang berkelanjutan, kemudian secara umum dijadikan metode untuk

(41)

Manitol atau garam organik (terdiri dari KH2PO4, KH(PO4)2, K3PO4, KCl,

KNO3, Ca(NO3)2 dan beragam perpaduan dari senyawa jenis garam ini) dapat

digunakan secara luas sebagai senyawa osmotik, karena memiliki ukuran molekul yang kecil atau rendah, sehingga memiliki kemampuan untuk diserap oleh biji. Namun pada beberapa kasus asosiasinya dengan benih dapat menimbulkan efek samping kecarunan/toksik. Tetapi pada garam Na cenderung lebih bersifat toksik untuk beberapa benih tanaman pertanian secara umum dari pada garam K, memiliki kemampuan menyebabkan peningkatan toleransi pada kondisi salin (Arnold and Sanchez, 2004). Perlakuan benih dengan osmoconditioning dapat meningkatkan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta mengurangi tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan (Khan, 1992).

Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing, hardening, humidification, solid matrix priming, matriconditioning dan hydropriming. Namun demikian cara yang umum digunakan adalah osmoconditioning (conditioning dengan menggunakan larutan osmotik seperti PEG (poly ethylen glikol), KNO3, KH2PO4, NaCl dan manitol) dan matriconditioning (conditioning

dengan menggunakan media padat lembap, seperti Micro-Cel E, Vermikulit, juga telah dipelajari beberapa media alternatif antara lain abu gosok dan serbuk gergaji) (Sutariati, 2002).

(42)

memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan. Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta mengurangi tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah. Biasanya dilakukan pada suhu 15-20oC. Setelah keseimbangan air tercapai selanjutnya kandungan air dalam benih dipertahankan (Khan et.al, 1992).

Perlakuan invigorasi berpengaruh secara nyata terhadap performansi benih cabai berdasarkan pengamatan terhadap parameter fisiologis (viabilitas dan vigor) benih. Terjadi peningkatan indeks vigor, daya berkecambah, kecepatan perkecambahan, bobot kering kecambah normal dan daya hantar listrik sebagai akibat dari perlakuan invigorasi benih. Perlakuan invigorasi benih juga secara nyata dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih yang memiliki tingkat vigor sedang. Pengaruh perlakuan invigorasi dalam memperbaiki sel vital secara nyata dapat dilihat pada peubah daya hantar listrik. Nilai daya hantar listrik mengalami penurunan yang sangat drastis pada benih yang mendapat perlakuan invigorasi dibanding dengan kontrol baik pada benih dengan tingkat vigor sedang maupun tinggi (Sutariati, 2002).

Perlakuan osmoconditioning dengan menggunakan masing-masing Na2SO4 0,2 M dan NH4Cl 0,2 M pada benih sorgum selain berfungsi untuk

menghidrasi benih didalam larutan osmotik sehingga benih siap untuk berkecambah tanpa diikuti dengan keluarnya radikula juga berfungsi sebagai

(43)

Keberhasilan osmoconditioning sangat ditentukan oleh jenis larutan osmotic yang digunakan, potensial osmotic suhu serta lamanya inkubasi dan akan berbeda pengaruhnya antar spesies, antar varietas bahkan diantara lot benih dari varietas yang sama (Rini dkk, 2005).

Pengembalian viabilitas benih selama osmoconditioning berhubungan dengan penurunan kadar malondialdehid dan senyawa yang terkonjugasi dengannya yang mengindikasikan terhentinya proses-proses lipid peroksidasi dan peningkatan pada protein (yang berhubungan dengan kembalinya aktivitas enzim-enzim detoksifikasi: superperoksida dismutase, katalase, glutathion reduktase dengan mengontrol laju lipid peroksidasi melalui penghilangan H2O2 dan

memproduksi antioksidan) (Bailly et.al, 2000).

Usaha untuk meningkatkan mutu benih yang sudah mundur dapat

dilakukan dengan cara invigorasi (meningkatkan vigor benih). Cara ini telah

banyak dilakukan pada tanaman hortikultura maupun tanaman pangan. Perlakuan

"presoaking" atau "conditioning" secara nyata, dapat meningkatkan viabilitas dan

vigor benih kenaf sebelum penyimpanan, dapat meningkatkan daya berkecambah,

potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan bobot kering kecambah normal.

Penelitian terhadap benih kenaf menunjukkan bahwa invigorasi (perendaman

dengan natrium fosfat, 2 x 10-4 M) benih kenaf yang sudah menurun daya

berkecambahnya sampai 40% tidak efektif lagi. Namun, pada benih yang

masih 60% daya berkecambahnya masih dapat meningkat sampai 7,33%, tinggi

tanaman 19 cm, bobot batang segar per plot berukuran 6 x 1,50 m dengan jarak

(44)

benih melalui osmoconditioning atau priming tenyata meningkatkan kemampuan benih, penampilan, keseragaman, dan hasil tanaman (Suardi, 2000).

Menurut penelitian Guzman and Olave (2006) mengenai respon pertumbuhan dan produksi biomasa melalui priming melon (Cucumis melo L. Cv. Primal) terhadap perkecambahan pada beberapa tingkat salinitas dan bentuk senyawa N. Setelah dilakukan priming pada konsentrasi 150 mM dengan senyawa berbeda (NH4NO3, (NH4)2SO4, KNO3 dan NaCl, benih dikecambahkan pada 3

tingkat salinitas (0,5, 2,5 dan 5,0 ds m-1) akhirnya pada nursery dilakukan 5 perlakuan, bentuk senyawa N (NH4NO3, (NH4)2SO4, KNO3), NaCl dan air

(kontrol). Setelah perkecambahan jumlah daun sejati dihitung. Tiga hari setelah penanaman, panjang, diameter, bobot basah dan bobot kering akar, batang dan daun diukur. Dari data ini kadar air dievaluasi. Respon ketiga faktor diperoleh. Kontrol dan perlakuan NaCl cendrung tidak memberikan pengaruh yang disebabkan oleh priming atau salinitas selama perkecambahan dan menunjukkan pertumbuhan terendah. Perlakuan KNO3 dan (NH4)SO4 cendrung hanya

terpengaruh oleh tingkat salinitas. Pertumbuhan dan produksi biomasa pada bentuk N yang berbeda cendrung memberikan pengaruh negatif, terakhir juga pada kadar air. Kecambah yang diberi perlakuan priming NH4NO3 hanya

berpengaruh terhadap produksi biomasa dan aplikasi dengan NH4NO3 dan KNO3

dapat diperoleh selama priode di nursery. Efek interaksi antara NH4NO3 dan

tingkat salinitas untuk semua parameter tidak berkurang kecuali bobot segar akar. Efek ini dapat dilihat pada perbedaan jaringan, produksi biomasa dan kadar air.

(45)

masing-masing Na2SO4 0.2 M dan NH4Cl 0.2 M berpengaruh nyata dibandingkan

dengan perlakuan kontrol. Perlakuan ini sorgum selain berfungsi untuk menghidrasi benih di dalam larutan osmotik sehingga benih siap untuk berkecambah tanpa diikuti keluarnya radikula, juga berfungsi sebagai simulasi ekonik pada tanah salin (Rini dkk, 2005).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

(46)

Format ted: Left, Space After: 0 pt,

Line spacing: single

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Universitas Medan Area dengan ketinggian + 25 meter di atas permukaan laut, mulai bulan Desember 2007 hingga April 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih 2 varietas kedelai yakni Anjasmoro dan Burangrang sebagai objek yang diamati. Tanah topsoil, pasir, kompos sebagai media tanam, garam (NaCl) sebagai bahan faktor perlakuan salinitas, Na2SO4 sebagai bahan faktor perlakuan osmoconditioning, aquades

sebagai pelarut Na2SO4, pupuk (urea, KCl, TSP), insektisida untuk

mengendalikan hama, fungisida untuk mengendalikan jamur, air sebagai pelarut garam NaCl dan untuk menyiram tanaman, polibek ukuran 35 cm x 40 cm sebagai tempat media tanam, plastik transparan sebagai sungkup pembungkus polibek saat inkubasi dilakukan, dan bahan pendukung lainnya.

Alat yang digunakan adalah cangkul, handsprayer sebagai alat aplikasi insektisida dan fungisida, gelas ukur, timbangan analitik, oven, gembor, meteran, aerator (water pump) sebagai penyuplai oksigen pada benih, beakerglass, alat tulis, kertas label dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

(47)

Faktor I: Varietas yang terdiri dari 2 taraf yaitu: V1: Anjasmoro

V2: Sinabung

Faktor II: Konsentrasi salinitas garam NaCl (G) yang terdiri dari 4 taraf yaitu: G0= 0 g/l (kontrol)

G1= 3 g/l (3000 ppm)

G2= 6 g/l (6000 ppm)

G3= 9 g/l (9000 ppm)

Faktor III: Konsentrasi osmoconditioning Na2SO4 (O) yang terdiri dari 4 taraf

yaitu:

O0= 0 (aquades)

O1= 0,01 M

O2= 0,05 M

O3= 0,1 M

Dengan demikian diperoleh 32 kombinasi perlakuan yaitu: V1G0O0 V1G1O0 V1G2O0 V1G3O0

V2G0O0 V2G1O0 V2G2O0 V2G3O0

V1G0O1 V1G1O1 V1G2O1 V1G3O1

V2G0O1 V2G1O1 V2G2O1 V2G3O1

V1G0O2 V1G1O2 V1G2O2 V1G3O2

V2G0O2 V2G1O2 V2G2O2 V2G3O2

V1G0O3 V1G1O3 V1G2O3 V1G3O3

V2G0O3 V2G1O3 V2G2O3 V2G3O3

(48)

Jumlah tanaman seluruhnya : 64 tanaman Jumlah tanaman sampel : 64 tanaman Luas plot : 70 cm x 50 cm Jarak antar plot : 25 cm

Jarak antar ulangan : 50 cm

Data hasil penelitian dianalisis Sidik Ragam dengan model linier sebagai berikut :

Yijkl = µ + i + j + k + l + ( )jk + ( )jl + ( )kl + ( )jkl + ijkl

i = 1, 2 j = 1, 2 k = 1, 2, 3, 4 l = 1, 2, 3, 4 Dimana:

Yijkl = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan varietas pada taraf

ke-j, konsentrasi salinitas garam NaCl (G) pada taraf ke-k, dan osmoconditioning Na2SO4 (O) pada taraf ke-l

µ = Nilai tengah

i = Efek blok ke-i

j = Efek dari perlakuan varietas pada taraf ke-j

k = Efek konsentrasi salinitas garam NaCl (G) pada taraf ke-k l = Efek konsentrasi osmoconditioning Na2SO4 (O) pada taraf ke-l

( )jk = Efek interaksi varietas pada taraf ke-j dengan konsentrasi salinitas

garam NaCl (G) pada taraf ke-k

( )jl = Efek interaksi varietas pada taraf ke-j dengan konsentrasi

osmoconditioning Na2SO4 (O) pada taraf ke-l

( )kl = Efek interaksi konsentrasi salinitas garam NaCl (G) pada taraf ke-k

(49)

( )jkl = Efek interaksi dari ketiga faktor yaitu varietas pada taraf ke-j,

konsentrasi salinitas garam NaCl (G) pada taraf ke-k, dan konsentrasi osmoconditioning Na2SO4 (O) pada taraf ke-l

ijkl = Efek error dari ketiga faktor yaitu varietas pada taraf ke-j,

konsentrasi salinitas garam NaCl (G) pada taraf ke-k, dan konsentrasi osmoconditioning Na2SO4 (O)pada taraf ke-l

Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda

(50)

Format ted: Centered, Space After: 0

pt, Line spacing: single

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Diukur areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 70 cm x 50 cm. Dibuat parit drainase dengan jarak antar plot 25 cm dan jarak antar ulangan 50 cm.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah pasir, topsoil, dan kompos dengan perbandingan 1:1:1, media dicampur secara merata dan digemburkan dengan menggunakan cangkul, lalu diisikan ke polibek, kemudian polibek disusun sesuai bagan lahan percobaan.

Aplikasi Garam NaCl

Aplikasi garam NaCl dilakukan seminggu sebelum penanaman dilakukan. Garam NaCl diberikan sesuai dengan perlakuan dengan cara melarutkan NaCl ke dalam 1 liter air, kemudian disiramkan secara merata ke media tanam dalam

polibek dan ditambahkan air hingga kapasitas lapang. Selanjutnya polibek dibungkus dengan plastik transparan selama 1 minggu sebagai proses inkubasi

media tanam.

Aplikasi Osmoconditioning

Aplikasi osmoconditioning dilakukan sebelum penanaman. Benih kedelai direndam ke dalam masing-masing konsentrasi larutan osmoconditioning Na2SO4

(51)

Selama proses perendaman suplai oksigen pada benih diberikan dengan menggunakan aerator (water pump).

Penanaman

Penanaman dilakukan setelah aplikasi osmoconditioning. Permukaan tanah diberi lubang tanam dengan kedalaman + 2 cm sebanyak 30 lubang per polibek kemudian dimasukkan 1 benih per lubang tanam dan ditutup dengan

kompos.

Penjarangan

Penjarangan tanaman dilakukan 2 tahap, tahap pertama dilakukan ketika tanaman berumur 5 hari setelah tanam dan ditinggalkan sebanyak 5 tanaman yang tumbuh baik. Tahap kedua dilakukan ketika tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dan ditinggalkan hanya 1 tanaman yang paling baik pertumbuhannya.

Pemupukan

(52)

Pemeliharaan

Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan, yang dilakukan sore atau pagi hari.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati dengan tanaman cadangan yang masih hidup. Dilakukan dengan cara menggantikan polibek tanaman mati dengan polibek tanaman cadangan. Pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Penyiangan

Untuk menghindari persaingan antara gulma dengan tanaman, maka dilakukan penyiangan. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan cangkul dengan membersihkan gulma yang ada di dalam maupun di luar polibek, sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

(53)

Panen

Panen dilakukan dengan cara dipetik satu persatu dengan menggunakan tangan atau menggunakan pisau yang tajam. Adapun kriteria panennya adalah ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan.

Parameter Pengamatan

Persentase Perkecambahan (%)

Persentase perkecambahan dilakukan pada hari ke-3 dan ke-5 dihitung dengan membandingkan kecambah yang tumbuh dengan jumlah contoh benih yang diuji dikalikan dengan 100%. Perlakuan ini dilakukan setelah benih tampak berkecambah.

Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, dimulai pada umur 2 MST dan diulangi setiap 2 minggu sekali hingga stadia reproduksi R1 yaitu stadia bunga terbuka pertama pada buku manapun pada batang tanaman.

Kadar Air Relatif (KAR) Daun (%)

(54)

24 jam pada suhu 70 0C dan timbang bobot keringnya. Besarnya nilai KAR dihitung dengan menggunakan rumus:

KAR = bobot segar – bobot kering x 100% bobot turgid – bobot kering

Bobot Basah Tajuk (g)

Bobot basah tajuk dihitung dengan menimbang seluruh tajuk tanaman yang masih segar. Dilakukan pada akhir penelitian.

Bobot Basah Akar (g)

Bobot basah akar dihitung dengan menimbang seluruh akar tanaman yang masih segar. Dilakukan pada akhir penelitian.

Bobot Kering Tajuk (g)

Bobot kering tajuk dihitung dengan menimbang seluruh tajuk tanaman yang telah dikering ovenkan pada suhu 70 0C selama 24 jam. Dilakukan pada akhir penelitian.

Bobot Kering Akar (g)

Bobot kering akar dihitung dengan menimbang seluruh akar tanaman yang telah dikering ovenkan pada suhu 70 0C selama 24 jam. Dilakukan pada akhir penelitian.

Bobot Kering Biji per Tanaman (g)

(55)

Bobot 100 Biji (g)

(56)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil analisis data pada setiap perlakuan diperoleh bahwa; a) perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan

3 HST hingga 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering biji per tanaman per tanaman dan bobot 100 biji. b) perlakuan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, bobot kering biji per tanaman dan bobot 100 biji. c) perlakuan osmoconditoning berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, parameter kadar air relatif (KAR) daun dan bobot kering akar.

Hasil analisis terhadap interaksi masing-masing perlakuan diperoleh sebagai berikut; a) interaksi perlakuan varietas dan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. b) interaksi perlakuan varietas dan osmoconditioning berpengaruh nyata terhadap

parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 6 MST, dan bobot kering tajuk. c) interaksi perlakuan cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning belum

(57)

Persentase Perkecambahan (%)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari persentase perkecambahan pada 3 HST dan 5 HST dapat dilihat pada lampiran 6 hingga 11. Dari sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, osmoconditioning berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST dan 5 HST, interaksi perlakuan varietas dan cekaman salinitas garam NaCl belum berpengaruh nyata pada persentase perkecambahan, interaksi perlakuan varietas dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata pada persentase perkecambahan, interaksi perlakuan cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning berpengaruh nyata terhadap parameter persentase perkecambahan 3 HST, sedangkan interaksi perlakuan varietas, cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata.

(58)

Tabel 2. Rataan Persentase Perkecambahan pada Perlakuan Varietas, Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditionig.

Persentase Perkecambahan (%) pada umur (HST)

3 5

Varietas (V)

V1 22.56 b 35.73 b

V2 31.46 a 48.11 a

Salinitas Garam NaCl (G)

G0 43.64 a 55.83 a

G1 30.52 b 48.96 a

G2 20.96 c 37.92 b

G3 12.91 d 24.98 c

Osmoconditoning (O)

O0 37.08 a 51.56 a

O1 35.73 a 50.08 a

O2 27.52 b 40.42 b

O3 7.71 c 25.62 c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

[image:58.595.94.437.162.419.2]

Data persentase perkecambahan pada umur 3 HST pada interaksi varietas dan cekaman salinitas garam NaCl dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 3 HST pada Perlakuan Varietas dan Cekaman Salinitas Garam NaCl

Varietas (V) Salinitas Garam NaCl (G) Rataan

G0 G1 G2 G3

V1 36.88 27.50 17.75 8.12 22.56 b

V2 50.42 33.54 24.17 17.71 31.61 a

Rataan 43.65 a 30.52 b 20.96 c 13.23 d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

(59)

0 5 10 15 20 25 30 35

V1 V2

Varietas

P

e

rs

e

n

ta

se

P

e

rk

ec

a

m

b

ah

a

n

(

%

)

persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada V2 (31.61%) dan terendah pada varietas V1 (22.56%).

Histogram antara perlakuan varietas dengan persentase perkecambahan 3 HST dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Persentase Perkecambahan 3 HST

Dari sidik ragam (lampiran 8) diperoleh bahwa perlakuan cekaman salinitas garam NaCl berpengaruh nyata. Dari tabel 3 selanjutnya dapat dilihat persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada G0 (43.65%) yang berbeda nyata dengan G1, G2, dan G3. G1 menempati urutan kedua (30.52%) yang berbeda nyata dengan G2 dan G3. G2 berbeda nyata dengan G3, sedangkan Interaksi antara varietas dan cekaman salinitas garam NaCl belum berpengaruh nyata,

[image:59.595.109.436.216.419.2]
(60)

= -3.3606x + 42.211 r = 0.9856

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 2 4 6 8 10

Cekaman Salninitas Garam NaCl (g/l)

P e rs e n ta se P e rk ec am b a h a n ( % )

Gambar 2. Grafik Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl terhadap Persentase Perkecambahan 3 HST

Data persentase perkecambahan pada umur 3 HST pada interaksi varietas dan osmoconditioning dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 3 HST pada Perlakuan Varietas dan Osmoconditioning

Varietas (V) Osmoconditoning (O) Rataan

O0 O1 O2 O3

V1 35.84 31.25 17.96 5.21 22.56 b

V2 38.96 40.21 37.08 10.21 31.61 a

Rataan 37.40 a 35.73 a 27.52 b 7.71 c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

(61)

= -295.17x + 38.895 r = 0.9703

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Osmoconditioning (M) P e rs e n ta se P e rk ec a m b ah a n ( % )

Hubungan antara perlakuan osmoconditioning dengan persentase perkecambahan 3 HST dapat dilihat pada gambar 3, semakin tinggi konsentrasi osmoconditioning menyebabkan penurunan persentase perkecambahan.

Gambar 3. Grafik Pengaruh Osmoconditioning terhadap Persentase Perkecambahan 3 HST

Data persentase perkecambahan pada umur 3 HST pada interaksi cekaman salinitas garam NaCl dan osmoconditioning belum berpengaruh nyata terlihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan Persentase Perkecambahan (%) 3 HST pada Perlakuan Cekaman Salinitas Garam NaCl dan Osmoconditioning

Salinitas Garam NaCl (G)

Osmoconditoning

(O) Rataan

O0 O1 O2 O3

G0 60.83 60.42 33.75 19.58 43.65 a

G1 47.09 40.00 29.58 5.42 30.52 b

G2 25.42 21.25 31.75 5.42 20.96 c

G3 16.25 21.25 14.99 0.42 13.23 d

Rataan 37.40 a 35.73 a 27.52 b 7.71 c

(62)

Gambar

Tabel 3.  Rataan Persentase Perkecambahan (%) 3 HST pada Perlakuan Varietas dan  Cekaman Salinitas Garam NaCl Salinitas Garam NaCl (G)
Gambar 1. Histogram Perbedaan Varietas terhadap Persentase Perkecambahan                       3 HST
Tabel 12. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST pada Perlakuan  Varietas dan  Cekaman Salinitas Garam NaCl
Tabel 16. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST pada Perlakuan Varietas dan  Cekaman Salinitas Garam NaCl
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100% responden yang mempunyai jumlah kehamilan &lt;3 kali 66,7% responden terkena anemia, dan dari 100% responden yang mempunyai

Prvo je pokazalo veću povezanost javnog upravljanja s FDI-jem po stanovniku nego s BDP-om po stanovniku, drugim je utvrđena veza vladavine prava s razinama i stopama rasta BDP-a

Melakukan analisis numerik dengan mengembangkan model simulasi kapal container 190 teus dengan melakukan investigasi terhadap karakteristik dari desain

Seperti yang telah disebutkan bahwa tradisi tradisi ruwah pada mulanya adalah tradisi Hindu-Budha yang oleh orang Jawa dikulturasikan dengan ajaran Islam. Jejak akulturasi ini

Manusia menjadi sumber infeksi bagi “sand fly” untuk masa yang lama, agen penyebab dapat muncul dalam darah beberapa minggu hingga hitungan tahun setelah muncul gejala klinis..

Masing-masing karyawan memiliki tingkat keahlian kerja yang cukup tinggi didalam pekerjaan anda.. Pencapaian target yang anda lakukan sudah maksimal dalam

mengunakan sifat- sifat operasi hitungan bilangan dalam pemecahan masalah 1.2 Mengurutkan Bilangan Operasi Hitung Bilangan Membaca dan menuliskan lambing bilangan

Keenam, ditegaskan lebih lanjut bahwa kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi menurut Pasal 59 ayat 1 UU Sisdiknas dapat dilakukan terhadap