• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERANGAN SAKSI :

Mahkamah Agung Republik Indonesia

KETERANGAN SAKSI :

1. Saksi IRSAN, SIK., MSi. :

• Bahwa selain di POLRI saksi pernah bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi mulai November 2005 sampai dengan Desember 2009, itu adalah program Indonesia memanggil pertama ;

• Bahwa saat saksi bekerja di KPK saksi diberikan SK oleh Pimpinan KPK sebagai Penyelidik dan Penyidik pada KPK. Pada saat itu saksi diberikan dua kewenangan, karena dari personil yang masuk ada yang diberi SK sebagai penyidik saja dan ada yang hanya sebagai penyelidik saja ;

• Bahwa di KPK ada Direktorat Pengaduan Masyarakat, pada saat laporan tersebut diterima akan ditelaah kemudian biasanya membuat surat perintah tugas dan dari surat perintah tugas tersebut apabila ada indikasi tindak pidana korupsi akan digelar dan dilimpahkan ke Direktorat Penyelidikan, setelah itu baru dilaksanakan penyelidikan yang lamanya tidak bisa ditentukan, ada yang 3 bulan, 1 bulan, 1 tahun, bahkan apabila jenis

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

perkara yang masuk tindak pidana suap bisa 1 atau 2 hari dilakukan penindakan, tergantung jenis pengaduan yang masuk ;

• Bahwa kewenangan penyelidik yang pada di KPK sama dengan kewenangan yang ada di KUHAP, bedanya penyelidik di KPK dapat melakukan penyadapan terhadap orang-orang yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang sedang dibidik ;

• Bahwa pada saat saksi masuk di KPK tahun 2005, SOP Penyidikan belum ada, kalau tidak salah di awal tahun 2007 baru ada SOP. Pada saat 2005 yang kami kerjakan adalah penyelidikan dan penyidikan dengan mengikuti aturan-aturan yang ada di KUHAP dan Undang-Undang KPK. Tahun 2006 baru dibentuk tim untuk membuat SOP dan pada saat itu juga berdasarkan aturan-aturan yang ada seperti Undang Tipikor, KUHAP, Undang-Undang KPK, Undang-Undang-Undang-Undang Penyelenggara Negara dan Peraturan Pemerintah yang berkaitan, maka disusunlah SOP yang berlaku di KPK, kalau tidak salah Januari atau Februari 2007 ;

• Bahwa berdasarkan SOP, dalam suatu penyelidikan, proses investigasi yang KPK lakukan adalah mencari alat bukti, alat bukti tersebut mungkin terkait dengan perlakuan. Pada saat mendapat alat bukti tersebut belum bisa kita katakan sebagai alat bukti, bisa dikatakan sebagai calon alat bukti mengingat pada saat mendapatkannya tidak menggunakan KUHAP mengingat sifatnya investigasi. Untuk orang-orang yang berkaitan kita panggil dengan menggunakan format undangan klarifikasi kemudian Berita Acara Pemeriksaan yang berupa Berita Acara Permintaan Keterangan Non Pro Justitia. Sebelum SOP tersebut keluar di awal 2007 ada tim-tim yang pada saat mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan sudah ada nama tersangka tetapi ada juga tim yang tidak mengeluarkan nama tersangka

Hal 95 dari 244Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

tetapi hanya perkaranya mengingat belum ada keseragaman pada saat itu. Setelah adanya SOP, setiap kali keluar Surat Perintah Penyidikan diikuti nama tersangka. Awal tahun 2007 pada saat SOP pertama dikeluarkan saat itu setiap surat perintah penyidikan yang dikeluarkan KPK muncul nama tersangka ;

• Bahwa proses menetapkan seseorang menjadi tersangka dimulai dari penyelidikan, tidak dari pengaduan masyarakat, pada saat proses penyelidikan, para penyidik yang juga mendapatkan pengangkatan dari pimpinan KPK sebagai penyelidik terlibat, kami terlibat di dalam proses penyelidikan terhadap perkara tersebut, kemudian apabila dirasakan ada bukti permulaan, disini ada perbedaan antara bukti permulaan di KUHAP dengan di UU KPK, dalam KUHAP bukti permulaan adalah laporan dan satu alat bukti tetapi di KPK bukti permulaan adalah dua alat bukti. Apabila kita menemukan bukti permulaan tersebut maka kita mengajukan ekspos yang diikuti oleh penyelidik, penyidik dan penuntut yang ada di KPK dan dihadiri oleh Direktur Penyelidikan, Direktur Penyidikan dan Direktur Penuntutan yang ada pada saat itu, serta Deputi Penindakan dan pimpinan KPK. Pimpinan KPK tidak wajib semuanya datang, yang wajib adalah yang memang membawahi atau membidangi Deputi Penindakan. Kita melaksanakan gelar perkara, apabila di dalam gelar perkara tersebut semuanya sepakat bahwa perkara ini bisa dinaikkan ke proses penyidikan, maka penyelidik di dalam gelar perkara tersebut membuat dahulu namanya LKTPK (Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi). Sekarang beda penyebutan karena kami lihat didasar yang ada di surat panggilan tertulis LPTPK (Laporan Penemuan Tindak Pidana Korupsi), waktu saksi masih di KPK namanya LKTPK. Pada saat itulah penyelidik yang membuat LPTPK

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

kemudian penyidik yang ada disitu mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan, dahulu hal ini kami lakukan sebelum ada SOP, dengan dasar ini kita mengubah calon alat bukti yang kita miliki menjadi alat bukti. Misalkan contohnya apabila kita mendapat sesuatu keterangan bank dengan metode investigasi keterangan-keterangan tersebut kita ubah dengan mengirim surat ke bank rujukan dari tersangka dan dibalas oleh bank tersebut, demikian juga dengan BAPK-BAPK yang kita miliki, kita panggil kembali dengan menggunakan panggilan saksi kemudian kita mengubah BAPK menjadi BAP yang Pro Justitia. Ada beberapa kebijakan-kebijakan yang kami alami pada saat jaman pimpinan KPK jilid I, pernah ada kebijakan pada saat sudah naik ke penyidikan paling lama 30 hari tersangka ditahan, apabila tidak ditahan maka akan mengurangi bobot penilaian kinerja dari penyidik tersebut, artinya di dalam proses penyelidikan ini kita benar-benar fight mencari alat bukti dan sebenarnya prosesnya sudah ada di level 90%, yang kita lakukan adalah mengubah BAPK menjadi BAP kemudian mengubah alat bukti yang pada proses sebelumnya kita peroleh dengan cara investigasi, diperoleh dengan cara-cara yang diatur dalam KUHAP ataupun UU KPK ;

• Bahwa perubahan status calon alat bukti menjadi alat bukti adalah pada saat setelah LKPTK dan Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan. Pada saat sebelum ada SOP, setelah Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan tanpa Tersangka, kita mengubah dulu calon alat bukti tersebut dan Tersangka kita tetapkan kemudian ;

• Bahwa perubahan status calon alat bukti menjadi alat bukti sebelum ada SOP bisa dilakukan sebelum ada Tersangka, ada tim yang mengubahnya sebelum ada Tersangka, namun ada juga tim yang menggunakan Surat

Hal 97 dari 244Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Perintah Penyidikan langsung dengan ada Tersangka, karena memang belum ada SOP yang pasti mengatur kerja Penyelidik dan Penyidik KPK ; • Bahwa proses terjadinya bentuk dari BAPK menjadi BAP, hukum acara

yang dipergunakan adalah Hukum Acara Pidana, bagaimana caranya mendapatkan alat bukti tersebut sesuai dengan aturan, Penyidik memanggil pihak yang sebelumnya tanpa status karena BAPK (Berita Acara Pemintaan Keterangan) tidak ada status ia sebagai apa, hanya BAPK dan di bawahnya langsung pertanyaan beserta jawaban, ini diubah menjadi Berita Acara Pemeriksaan Saksi sebagai format baku, Pro Justitia Berita Acara Pemeriksaan dan ada statusnya di bawah, apakah yang bersangkutan sebagai saksi atau sebagai tersangka atau sebagai ahli. Pada saat investigasi penyelidikan semuanya sama formatnya, baik calon tersangka, calon saksi atau calon ahli, yaitu BAPK ;

• Bahwa ada beberapa jenis gelar perkara, gelar perkara rutin biasanya setiap bulan atau setiap kali ada progress dari penyelidikan maupun penyidikan, tetapi yang paling wajib adalah gelar perkara pada saat perkara tersebut akan ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. Pada gelar perkara tersebut wajib hadir Direktur, Deputi jika ada dan pimpinan KPK yang membidangi atau bertanggung jawab terhadap penindakan. Apabila ada pimpinan KPK yang lain diharapkan juga ikut hadir. Di dalam gelar perkara tersebut sebenarnya sudah dibahas siapa yang menjadi tersangka, saksi-saksi dan ahli yang diperiksa pada saat investigasi, mana yang akan dipakai dan mana yang tidak. Dalam gelar perkara itulah semuanya dibahas, termasuk langkah-langkah penyidikan, strategi penyidikan dan penerapan pasal-pasal ;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

• Bahwa di dalam pembahasan penerapan pasal, ketika saksi kaitkan penerapan pasal dengan bukti permulaan dua alat bukti dan ketika seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka, ada suatu format yang baku di KPK yang biasanya dipakai baik oleh penyelidik maupun penyidik, matrik perbuatan melawan hukum atau matrik tindak pidana dari korupsi tersebut. Di dalam matrik ada unsur pasal, ada perbuatan, kemudian dibagi 5, keterangan saksi, petunjuk, surat, keterangan ahli, keterangan tersangka, ada 5 kolom dan itu diisi, misalkan untuk unsur setiap orang, setiap orang itu fakta perbuatannya apa terhadap orang tersebut, setiap orang itu nama dari tersangka, kemudian fakta perbuatannya apa. Kemudian alat bukti yang mendukung daripada unsur pertama setiap orang itu apa, misalkan untuk surat berupa KTP dan SK jabatan yang bersangkutan, kemudian keterangan saksi bisa dari tempat yang bersangkutan bekerja yang menerangkan bahwa memang yang bersangkutan adalan pejabat dengan jabatan x di departemen x. Dua alat bukti ini melekat terhadap masing-masing unsur pasal, bukan melekat di seluruh unsur ;

• Bahwa alat bukti yang harus ada adalah 2 (dua) alat bukti untuk masing-masing unsur dari pasal yang dipersangkakan, bukan hanya dua alat bukti saja ;

• Bahwa di dalam praktek, untuk menemukan bukti unsur-unsur pasal, secara materiil pada saat penyelidikan belum ada saksi yang diperiksa, pada saat itu penyelidik sudah membuat matrik yang sudah tertulis keterangan saksi, ahli, petunjuk, surat dan tersangka, tetapi setelah itu apabila keterangannya tidak berubah, matrik tersebut tetap formatnya seperti itu dengan isi seperti itu artinya BAPK yang diberikan dengan BAP Saksi itu sama maka matriknya tetap, apabila ada perbedaan atau perubahan antara BAPK dan

Hal 99 dari 244Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAP maka penyidik mengubah sedikit matrik tersebut sesuai dengan BAP Saksi. Artinya yang akan penyidik pergunakan nanti dalam proses pemberkasan dan penyerahan berkas perkara ke Penuntut Umum adalah matrik melawan hukum yang telah dilakukan pemeriksaan saksi, dan itu yang penyidik pakai setelah dilakukan pemeriksaan saksi, jadi penyidik tidak memakai yang pertama, penyidik memakai yang kedua dengan catatan pada saat itu belum ditetapkan tersangka, dengan format sebelum ada SOP, jadi belum ada tersangka. Setelah penyidik masukkan semua sudah cocok, BAP Saksi dan calon alat bukti lain yang telah diubah menjadi alat bukti di KPK dicocokkan kembali, karena terkadang berbeda hasil investigasi yang penyidik terima dengan hasil, misalkan balasan rujukan surat penyidik ke bank milik tersangka atau ke tempat-tempat lain, kadang tidak 100% sama ;

• Bahwa bukti surat tidak selalu dikonfirmasi, misalnya berhubungan dengan rekening seseorang, pihak penyelidik yang melakukan investigasi ;

• Bahwa hasil investigasi biasanya hanya berupa catatan dan dipegang sendiri oleh penyidik, dan tidak dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan atau BAPK ;

• Bahwa data-data intelejen seperti yang saksi jelaskan, dalam penyelidikan ada data intelejen yang saksi peroleh dari bank langsung tetapi sifatnya tertutup dan ada data intelejen dari PPATK tentunya juga yang tidak bisa dijadikan bukti, hanya sebagai bahan petunjuk penyidik ;

• Bahwa saksi keluar dari KPK Desember 2009, pada saat itu KPK belum berwenang menangani TPPU, saksi sama sekali belum pernah menangani TPPU karena saksi keluar dari KPK tahun 2009, dan yang saksi sampaikan adalah data intelejen yang diperoleh dari bank langsung ;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

• Bahwa dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka minimal 2 alat bukti, tetapi sepanjang pengalaman saksi di KPK, kami menetapkan orang sebagai tersangka ada 4 alat bukti yang dimiliki baru KPK tetapkan sebagai tersangka, artinya 4 calon alat bukti yang sudah dipegang dan dirubah menjadi bukti, baru KPK menetapkan tersangka ;

• Bahwa pada KPK jilid I jumlah pimpinan KPK dari awal sampai akhir lengkap 5 orang, kemudian saksi sempat merasakan pimpinan KPK jilid II kurang lebih hanya 6 bulan, sempat jumlahnya 4 orang tetapi kemudian masuk lagi pak Tumpak untuk pejabat sementara, pada prosesnya tetap 5 orang setelah masuk penggantinya ;

• Bahwa selama ini untuk menetapkan seorang tersangka, jumlah pimpinan KPK adalah 5 orang ;

• Bahwa ada beberapa kriteria untuk mengambil alih perkara, yaitu misalnya berlarut-larut penanganannya, melindungi pelaku pidana yang sesungguh-nya. Selama saksi di KPK, saksi tidak pernah mengambil alih penanganan perkara, baik dari instansi Kejaksaan maupun Instansi Kepolisian ;

• Bahwa saksi pernah beberapa kali melakukan supervisi, misalkan saksi sudah melimpahkan perkara ke Penuntut Umum, kemudian saksi masih menunggu perkara-perkara yang akan saksi tangani berikutnya, biasanya itu ada jeda waktu, pada saat itulah saksi diberikan penugasan untuk melakukan supervisi ;

• Bahwa saksi menangani perkara bukan Korupsi, misalnya pasal 5, 11 atau pasal 12, karena perkara-perkara tersebut biasanya melekat, selain pasal 2 dan pasal 3, di dalamnya juga saksi menemukan dugaan pasal 5, pasal 11 atau pasal 12 ;

Hal 101 dari 244Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

• Bahwa Non Pro Justitia artinya bukan untuk kepentingan Peradilan ;

• Bahwa pada proses penyidikan saksi melakukan tata cara-tata cara sesuai denga KUHAP, yaitu memangil saksi-saksi yang di BAPK (Berita Acara Permintaan Keterangan) yang diklarifikasikan sebagai saksi, namun biasanya tidak semua dipanggil, yang dipanggil saksi-saksi yang krusial, bisa 4 atau 5 orang sebelum menetapkan tersangkanya ;

• Bahwa mekanisme gelar perkara diikuti oleh Penyelidik, Penyidik dan Penuntut, Direktur, Deputy dan Pimpinan yang membidangi penindakan itu adalah wujud proses kehati-hatian, karena di dalam gelar perkara tersebut harus lengkap keilmuan terkait dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, sehingga proses suatu perkara seperti tongkat estafet pada saat penyelidikan, penyidik sudah mulai ikut, artinya bahan-bahan yang diperlukan untuk penyidikan sudah mulai dicari pada saat proses penyelidikan, pada saat gelar perkara naik ke penyidikan, penuntut sudah mulai ikut, artinya nanti pada saat proses penyidikan bahan-bahan yang berkaitan dengan kebutuhan Jaksa Penuntut Umum untuk menuntut atau membuat dakwaan sudah mulai dicari di proses penyidikan ;

• Bahwa tidak semua perkara bisa ditangani KPK, hal itu diatur dalam pasal 11 Undang-Undang KPK, dimana KPK dibatasi tidak menangani semua penyidikan tindak pidana. Pada saat gelar perkara selalu ini yang menjadi awal dari pembahasan apabila ingin menetapkan seorang sebagai tersangka apakah ia masuk dalam kriteria kewenangan di KPK saat itu, yang berkaitan dengan (1) Penegak Hukum, Penyelenggara Negara dan pihak-pihak yang terkait didalamnya. Pihak-pihak yang terkait ini maksudnya pasal 55 ayat (1) ke-1 penyertaan dsb (2) Menjadi perhatian masyarakat

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.