• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMOHONAN PRAPERADILAN PREMATUR

Mahkamah Agung Republik Indonesia

A. DALAM EKSEPSI

II.2. PERMOHONAN PRAPERADILAN PREMATUR

1. Bahwa sebagaimana telah Termohon jelaskan sebelumnya, kewenangan Praperadilan diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 jo. Pasal 82 ayat (1) KUHAP, kewenangan Lembaga Praperadilan tersebut diatur secara jelas dan terbatas (limitatif) yaitu mengenai sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan sah atau tidaknya penyitaan;

2. Bahwa selain itu, kerugian karena dikenakan “tindakan lain” yang juga menjadi kewenangan Lembaga Praperadilan juga telah diatur secara terbatas (limitatif) dalam penjelasan Pasal 95 ayat (1) KUHAP yaitu kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum, termasuk penahanan tanpa alasan (penahanan yang lebih lama dari pada yang dijatuhkan);

3. Bahwa sebagaimana penjelasan Termohon terdahulu, pemahaman “tindakan lain” dalam ketentuan Pasal 95 ayat (1) haruslah berkenaan dengan Upaya Paksa yang dilakukan oleh Termohon sebagai Penyidik dalam perkara tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Pemohon;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. Bahwa dikarenakan Permohonan Praperadilan diajukan terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh Termohon sebagai Penyidik, maka secara logis Permohonan Praperadilan baru dapat diajukan setelah Termohon selaku Penyidik melakukan upaya paksa terhadap diri Pemohon sebagaimana ketentuan Pasal 77 jo. Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP;

5. Bahwa faktanya sampai dengan disidangkannya Permohonan Praperadilan a quo, Termohon belum melakukan upaya paksa apapun terhadap diri Pemohon, baik berupa penangkapan, penahanan, pemasukan rumah, penyitaan, atau penggeledahan terhadap diri Pemohon, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 jo. Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP;

Bahwa berdasarkan uraian tersebut, maka Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon terhadap Termohon dalam perkara a quo tidak tepat karena prematur dan oleh karenanya Permohonan tersebut haruslah ditolak. II.3. PETITUM PERMOHONAN PRAPERADILAN TIDAK JELAS (OBSCUUR

LIBEL) DAN SALING BERTENTANGAN SATU DENGAN YANG LAINNYA. 1. Bahwa dalam petitum angka 4 dan angka 6 permohonannya halaman 32,

Pemohon memohon kepada Hakim Praperadilan, sebagai berikut:

“4. Memerintahkan Termohon untuk menyerahkan seluruh berkas perkara dan seluruh Laporan Hasil Analisis (LHA) transaksi antara tahun 2003 s.d. 2009 terkait dengan perwira Polri kepada penyidik asal dalam hal ini penyidik Polri”

Hal 63 dari 244Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

“6. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon”

2. Bahwa tidak jelas apa yang dimaksud oleh Pemohon dalam petitum angka. 4 mengenai Laporan Hasil Analisis (LHA) transaksi antara tahun 2003 s.d. 2009 TERKAIT DENGAN PERWIRA POLRI. Dalam petitum tersebut Pemohon tidak menjelaskan siapa Perwira Polri yang dimaksud, sehingga apabila petitum (tuntutan) yang demikian dikabulkan oleh Hakim Praperadilan akan menimbukan kekeliruan yang mendasar dalam pelaksanaan putusannya;

3. Bahwa dalam petitum angka 6. disebutkan “segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon”. Dalam petitum tersebut Pemohon tidak menjelaskan keputusan atau penetapan apa yang dimaksud yang akan dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon. Bisa saja dikemudian hari Termohon menemukan tindak pidana korupsi lain yang diduga dilakukan oleh Pemohon dan kemudian memutuskan atau menetapkan Termohon menjadi Tersangka kembali, apakah kemudian keputusan atau penetapan tersebut menjadi tidak sah? tentunya tidak demikian. Oleh karenanya petitum yang seperti ini tidak jelas atau kabur (obscuur libel) karena tidak memberikan kepastian hukum dan karenanya harus ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;

4. Bahwa selain petitum Permohonan tidak jelas atau kabur (obscuur libel), petitum yang diajukan oleh Pemohon juga bertentangan satu dengan yang lainnya, dimana dalam petitum angka 4. Pemohon meminta agar Termohon menyerahkan seluruh berkas perkara dan seluruh Laporan Hasil Analisis

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

(LHA) dst..., quod non hal tersebut dilakukan oleh Termohon maka tentunya Termohon harus mengeluarkan keputusan atau penetapan tertentu untuk melakukan pelimpahan perkara, namun tindakan tersebut secara nyata akan berlawanan dengan petitum angka. 6 yang menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon;

5. Bahwa selain uraian tersebut di atas, dalam ketentuan Pasal 82 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP telah diatur secara limitatif apa yang dapat dimuat dalam isi putusan Hakim Praperadilan.

6. Bahwa mencermati rumusan Petitum Permohonan Pemohon halaman. 31 dan 32 angka. 2,3,4,5 dan 6 maka dapat terlihat jelas keseluruh petitum tersebut tidak termasuk dalam kategori yang ditentukan oleh Pasal 82 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. Dengan demikian tuntutan Pemohon dalam petitum permohonannya tidak relevan untuk dikabulkan oleh Hakim Praperadilan karena berlawanan dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP;

Bahwa berdasarkan uraian tersebut, maka Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon terhadap Termohon dalam perkara a quo tidak tepat karena petitum permohonan tidak jelas atau kabur (obscuur libel) dan saling bertentangan satu dengan lainnya oleh karenanya Permohonan tersebut haruslah ditolak.