BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari penelitian ini memiliki keterbatasan yang mungkin
membuat penulisan ini kurang sempurna, yaitu :
1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan teori dan instrumen penelitian
terdahulu yang bersumber dari skripsi peneliti lain sehingga dapat
dikatakan instrumen yang digunakan bukan instrumen standar atau
baku, selain itu masih terdapat kekurangan dan ketidaklengkapan aspek
keselamatan berkendara yang ditanyakan dalam kuesioner penelitian
ini. Peneliti hanya meneliti satu aspek saja yaitu mengenai persepsi
responden tentang pentingnya tindakan keselamatan mengendarai
sepeda motor di jalan raya. Terdapat dua aspek yang tidak ditanyakan
dalam penelitian keselamatan berkendara ini yaitu, persepsi tentang
kelengkapan kendaraan dan persepsi tentang rambu-rambu lalu lintas.
Kuesioner yang digunakan memiliki beberapa kekurangan, namun
kuesioner ini sudah diuji validitas dan reliabilitas.
2. Dalam menentukan hasil ukur tidak menggunakan standar baku,
sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi.
3. Hasil penelitian sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam
menjawab kuesioner. Jika responden tidak jujur menjawab dikarenakan
siswa/i terhadap keselamatan mengendarai sepeda motor yang diperoleh
tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
6.2 Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016
Penelitian ini menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan
persepsi tentang keselamatan mengendarai sepeda motor antara lain jenis
kelamin, pengetahuan, pengalaman, motivasi, dan kepemilikan SIM. Hasil
penelitian mengenai gambaran persepsi keselamatan mengendarai sepeda
motor pada siswa SMA Kota Depok tahun 2016 cukup bervariasi,
berdasarkan distribusi persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada
siswa diketahui bahwa dari 148 responden yang diteliti, siswa yang
mempunyai persepsi atau mengatakan pentingnya keselamatan mengendarai
sepeda motor lebih banyak yaitu sebanyak 76 siswa (51,4%), bila
dibandingkan dengan siswa yang berpersepsi atau mengatakan tidak penting
tentang keselamatan mengendarai sepeda motor yaitu sebanyak 72 siswa
(48,6%), siswa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 76 siswa (51,4%),
siswa yang mempunyai pengetahuan rendah sebanyak 20 siswa (13,5%),
siswa yang memiliki pengalaman sedikit mengenai keselamatan mengendarai
sepeda motor sebanyak 58 siswa (39,2%), siswa yang memiliki motivasi
rendah sebanyak 61 siswa (41,2%), siswa yang tidak memiliki SIM sebanyak
114 siswa (77%).
Penelitian ini tidak menutupi kemungkinan bahwa hasil yang didapat
dalam penelitian mengenai persepsi tentang keselamatan mengendarai sepeda
motor ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain
kepribadian seseorang dalam mempersepsikan tentang keselamatan
berkendara itu berbeda-beda pada setiap orang serta kondisi emosional para
remaja yang kurang stabil maka dalam berkendara terkadang remaja sulit
untuk dikontrol. Hal tersebut membuktikan pernyataan Sarwono (1983) yang
mengatakan bahwa persepsi merupakan kemampuan seseorang untuk
mengorganisir suatu pengamatan. Dimana kemampuan tersebut kemampuan
untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokkan dan kemampuan
untuk memfokuskan. Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang
berbeda meskipun objeknya sama. Hal ini dimungkinkan karena adanya
perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang
bersangkutan.
Hasil penelitian ini sebagian besar siswa (51,4%) berpendapat bahwa
keselamatan mengendarai sepeda motor itu penting dikarenakan kemampuan
seseorang tinggi dalam mengidentifikasi suatu faktor bahaya yang ada
dilingkungannya dan kemampuan untuk mengatasi resiko kecelakaan.
Semakin baik persepsi keselamatan berkendara seseorang maka akan semakin
baik seseorang dalam mengidentifikasi faktor bahaya yang ada
dilingkungannya dan semakin tinggi pula kemampuan mencegah terjadinya
resiko yang akan terjadi, begitu pula sebaliknya. Penjelasan tersebut
didukung oleh penelitian Arifin (2011), yang menyatakan bahwa persepsi
keselamatan berkendara merupakan pandangan, pendapat dan penilaian
responden dalam menafsirkan, mengartikan, pengetahuan tentang
keselamatan berkendara (safety riding) untuk mencegah terjadinya risiko
Pada hasil penelitian ini, siswa/i yang memiliki persepsi bahwa
keselamatan mengendarai sepeda motor itu penting hanya memiliki selisih
jumlah yang sedikit dengan siswa/i yang memiliki persepsi bahwa
keselamatan mengendarai tidak penting, sehingga dapat disimpulkan bahwa
siswa/i yang memiliki persepsi bahwa keselamatan mengendarai sepeda
motor di jalan raya tidak penting juga cukup tinggi.
6.3 Jenis Kelamin dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor
Iversen dan Rundmo (2004) menyebutkan bahwa berdasarkan kelompok
umur, pengemudi remaja yang berjenis kelamin laki-laki memiliki
kemampuan memperkirakan kondisi di jalan dan lingkungan sekitar untuk
meminimalisasi risiko dibandingkan dengan pengemudi perempuan. Oleh
karena itulah, jumlah pengemudi laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah pengemudi perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti pada pengemudi sepeda motor siswa SMA di Kota
Depok Tahun 2016. Dari hasil penelitian pada siswa SMA di Kota Depok
tahun 2016, diketahui bahwa sebagian besar siswa laki-laki mengendarai
sepeda motor yaitu 51,4%, dibandingkan dengan siswa perempuan 48,6%
yang mengendarai sepeda motor. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa
siswa SMA Kota Depok yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yang
mengendarai sepeda motor ke sekolahnya dibandingkan dengan siswa yang
berjenis kelamin perempuan, namun perbandingannya tidak terlalu jauh.
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) pada siswa kelas X
(65,4%) siswa yang mengendarai sepeda motor berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan siswa berjenis kelamin perempuan (34,6%), namun
perbandingannya cukup jauh sehingga terdapat perbedaan hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti. Hal tersebut dikarenakan responden pada
penelitian Lestari hanya mencakup siswa SMA kelas X (sepuluh), dimana
siswa perempuan masih memiliki rasa tidak aman untuk mengendarai sepeda
motor ke sekolah dari pada siswa laki-laki yang memiliki keberanian lebih
tinggi dari perempuan.
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa sebagian besar (51,3%) siswa
laki-laki berpersepsi atau berpendapat bahwa keselamatan mengendarai
sepeda motor itu tidak penting, daripada siswa perempuan. Pendapat bahwa
keselamatan mengendarai sepeda motor itu tidak penting oleh siswa laki-laki
menggambarkan bahwa laki-laki lebih beresiko daripada perempuan dalam
hal berkendara sepeda motor. Hal tersebut membuktikan pernyataan Botteril
& Mazur (2004), bahwa laki-laki cenderung untuk berlebihan dalam menilai
kemampuan berkendaranya. Laki-laki muda khususnya lebih menilai
peraturan lalu lintas secara negatif dan menganggap remeh risiko yang
berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas (Botterill & Mazur, 2004).
Begitu juga pernyataan Matthews dan Moran (1986), mengatakan bahwa
laki-laki muda cenderung untuk menganggap remeh bahaya pada situasi
berkendara yang berisiko menengah hingga tinggi. Ditambahnya lagi
pernyataan dari Trankle, dkk (1990), ditemukan bahwa remaja laki-laki lebih
rendah dalam hal menilai risiko pada situasi lalu lintas dibandingkan laki-laki
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan persepsi tentang keselamatan mengendarai sepeda motor. Penelitian
ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chang, dkk
(2007) di Taipei mengenai perilaku berisiko yang menyebabkan kecelakaan
sepeda motor bahwa tidak ada hubungan signifikan yang berkaitan dengan
jenis kelamin dan kecelakaan sepeda motor. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar pengemudi laki-laki menampakkan perilaku pelanggaran
dalam berkendara dibandingkan dengan pengemudi perempuan. Namun
sebaliknya, pengemudi perempuan lebih sering terlibat kasus kecelakaan
motor dibandingkan dengan pengemudi laki-laki. Dengan demikian, dari teori
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara siswa perempuan dengan siswa laki-laki dalam hal pembentukkan
persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Salihat (2009) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi
risiko keselamatan berkendara. Hal ini dikarenakan adanya faktor lain
misalkan pengaruh teman dalam mengasumsikan risiko yang dihadapinya.
Selain itu, frekuensi serta pengalaman mengendarai kendaraan dapat
mempengaruhi persepsi responden terhadap risiko keselamatan.
6.4 Pengetahuan dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan