MOTOR PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA) KOTA DEPOK TAHUN 2016
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Nurul Fikriyah
NIM : 1111101000081
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2016
ii
Skripsi, Maret 2016
Nurul Fikriyah, NIM : 1111101000081
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016
xiv + 86 halaman, 4 gambar, 14 tabel, 4 lampiran
ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah serius di Negara berkembang dan Negara maju yang memakan banyak korban. Salah satu kendaraan yang menjadi penyumbang kecelakaan tertinggi yaitu sepeda motor. Berdasarkan data Satuan Lalu Lintas Kota Depok Tahun 2015, kejadian kecelakaan di Kota Depok mencapai 280 kecelakaan dengan kontribusi sepeda motor mencapai 76%. Kecelakaan tertinggi terjadi pada tingkat pendidikan SMA yang mencapai 83,8% dari 364 orang yang mengalami kecelakaan. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan dan ketaatan lalu lintas pada siswa masih kurang sehingga dapat mempengaruhi persepsi keselamatan berkendara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok Tahun 2016. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan pengambilan sampel secara Proporsional Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 148 siswa SMA Kota Depok. Hasil penelitian uji statistik menggunakan uji chi square pada = 5% menunjukkan ada hubungan antara motivasi (p value = 0,003) dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor. Sementara variabel jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, dan kepemilikan SIM tidak berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor. Oleh karena itu, disarankan bagi siswa SMA Kota Depok untuk mengikuti pelatihan safety riding (berkendara dengan aman) dalam berlalu lintas agar siswa memperoleh informasi yang benar dan lengkap mengenai safety riding, sehingga dapat menumbuhkan motivasi untuk menerapkan safety riding saat berkendara dan juga diharapkan pihak sekolah bekerjasama dengan pihak kepolisisan Kota Depok untuk menyelenggarakan kampanye, promosi keselamatan, himbauan dan seminar untuk menambah pengetahuan, pengalaman tentang manfaat menerapkan safety riding dan bahaya yang akan diakibatkan bila tidak menerapkannya bagi pengendara motor khususnya pada siswa SMA.
Kata Kunci : Persepsi, Keselamatan, Sepeda Motor, SMA Daftar Bacaan :54 (1962-2015)
iii
Undergraduate Thesis, March 2016
Nurul Fikriyah, NIM : 1111101000081
Factors that Related to the Safety Perception of Motorcycle Riding on Senior High School Students at Depok City, 2016
xiv + 86 pages, 4 picture, 14 tables, 4 attachment
ABSTRACT
Traffic accident nowadays becomes serious problem both in developing country and development country that was causing so many victims died. Motorcycle accident is one of the biggest parts in traffic accident. Based on data from the Traffic Unit of Depok City in 2015, the incident in Depok reached 280 accident with motorcycles contribution reached 76%. The highest accident occurred at the level of Senior High School, which reached 83.8% of the 364 people who have an accident. Student's Lack of knowledge and fidelity as a good driver are the main reason of motorcycle accident, therefore those reasons can influence safety riding perception. The aim of this research is to find relevant factors from senior high school student's safety ride perception in Depok City in 2016. This research uses cross sectional design and the samples selected by proportional random sampling. Samples of this study is Senior High School student at Depok City which amounts to 148 students. The result of statistic test from this research using chi square =5% shows the correlation between motivation (p value = 0,003) with motorcycle safety ride perception. Thus, another variables such as gender, knowledge, experience, and Driving License Possession do not have correlation with safety riding perception. Thereby, Senior High School Student to participate in safety riding training (safe driving) in traffic so that students obtain correct and complete information about safety riding. School and Police Department at Depok City are expected to create campaign, safety promotion, workshop, benefit from applying safety riding, and the danger from ignore safety riding especially for Senior High School Student.
Keyword : Perception, Safety, Motorcycle, Senior High School Reference :54 (1962-2015)
vi PERSONAL DATA
Nama : Nurul Fikriyah
Tempat & Tanggal Lahir : Depok, 18 Februari 1993 Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : WNI
Agama : Islam
Nomor Hp : 082113109570
Email : nurulfikriyah18@yahoo.com
PENDIDIKAN FORMAL
1999 – 2005 : SD Negeri Depok Jaya II
2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Depok
2008 – 2011 : SMA Negeri 2 Depok
2011 – 2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
vii
Alhamdulillahirobbil alamin, puji sukur penulis ucapkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang berlimpah,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan hanya karena usaha penulis
semata, namun banyak pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
3. Ibu Fase Badriah, Mkes, PhD sebagai pembimbing I yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi masukan dan saran perbaikan
terhadap skripsi ini.
4. Ibu Dr. Ela Laelasari, M.Kes sebagai pembimbing II yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi masukan dan saran perbaikan
viii
memberikan ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orang tua dan keluarga saya yang senantiasa selalu mendoakan setiap
langkah serta tidak hentinya memberikan kasih sayangnya kepada penulis,
sehingga penulis bersemangat menyelesaikan proposal skripsi ini.
7. Ibu Lizanova, Syifa, Manda, Rinda, Leni, Fajar, Kak Vebby, Farah, Cepol,
Deis, dan Amel yang selalu memberikan doa dan bantuan kepada peneliti
selama penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat khususnya Peminatan Promosi
Kesehatan yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Thanks All!.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca.
“Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu”
Jakarta, Februari 2016
ix
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6 1.4 Tujuan ... 7 1.4.1 Tujuan Umum ... 7 1.4.2 Tujuan Khusus ... 7 1.5 Manfaat ... 8
1.5.1 Bagi Siswa Pengendara Sepeda Motor ... 8
1.5.2 Bagi Sekolah Menengah Atas ... 9
1.5.3 Bagi Peneliti Lain ... 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Persepsi ... 10
2.1.1 Pengertian Persepsi ... 10
2.1.2 Proses Pembentukan Persepsi ... 11
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 12
2.1.4 Cara Pengukuran Persepsi ... 14
2.2 Keselamatan Berkendara (Safety Riding) ... 17
x
2.3 Remaja ... 23
2.3.1 Pengertian Remaja ... 23
2.3.2 Batasan Usia Remaja ... 24
2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Persepsi Berkendara ... 26
2.4.1 Jenis Kelamin ... 26 2.4.2 Pengetahuan ... 28 2.4.3 Pengalaman ... 30 2.4.4 Motivasi ... 31 2.4.5 Kondisi Lingkungan ... 35 2.4.5.1 Kepemilikan SIM ... 35 2.5 Kerangka Teori ... 36
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 38
3.1 Kerangka Konsep ... 38
3.2 Definisi Operasional ... 41
3.3 Hipotesis ... 43
BAB IV METODE PENELITIAN ... 44
4.1 Desain Penelitian ... 44
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
4.3 Populasi dan Sampel ... 44
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 46
4.5 Instrumen Penelitian ... 47
4.6 Validitas dan Reliabilitas ... 48
4.7 Manajemen Data ... 51 4.8 Analisis Data ... 52 BAB V HASIL ... 54 5.1 Analisa Univariat ... 54 5.2 Analisa Bivariat ... 58 BAB VI PEMBAHASAN ... 63 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 63
xi
6.3 Jenis Kelamin dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan
Mengendarai Sepeda Motor ... 66
6.4 Pengetahuan dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 68
6.5 Pengalaman dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 71
6.6 Motivasi dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 73
6.7 Kepemilikan SIM dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 77
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 79
7.1 Simpulan ………... 79
7.2 Saran ………... 80
xii
Gambar 2.1. Model Proses Persepsi ... 12 Gambar 2.2. Hierarki Kebutuhan Maslow ... 33 Gambar 2.3. Teori Persepsi Oleh Robbins (1996) dan David Krech (1962) ... 37 Gambar 3.1. Kerangka Konsep ... 40
xiii
Tabel 4.1. Proporsi Sampel Siswa SMA Kota Depok …... 46 Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 50 Tabel 4.3. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 51 Tabel 5.1. Distribusi Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada
Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 54 Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Pengendara Sepeda Motor pada Siswa SMA
di Kota Depok Tahun 2016 ... 55 Tabel 5.3. Distribusi Pengetahuan Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada
Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 55 Tabel 5.4. Distribusi Pengalaman Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada
Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 56 Tabel 5.5. Distribusi Motivasi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada
Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 57 Tabel 5.6. Distribusi Kepemilikan SIM pada Pengendara Sepeda Motor Siswa
SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 57 Tabel 5.7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai
Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota
Depok Tahun 2016 ... 58 Tabel 5.8 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai
Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 59 Tabel 5.9 Hubungan Pengalaman dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai
Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 60 Tabel 5.10 Hubungan Motivasi dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai
Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 61 Tabel 5.11 Hubungan Kepemilikan SIM dengan Persepsi Keselamatan
Mengendarai Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 62
xiv
LAMPIRAN 1 Kuesioner
LAMPIRAN 2 Pendataan Pendidikan Tahun Pelajaran 2014/2015 LAMPIRAN 3 Output Uji Validitas dan Reliabilitas
1 1.1 Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah serius di negara
berkembang dan negara maju. Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik
Indonesia (Korlantas Polri), menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terjadi
95.847 kejadian kecelakaan di Indonesia dengan kontribusi sepeda motor
mencapai 72% yang terlibat kecelakaan. Korban kecelakaan lalu lintas yang
meninggal mencapai 20.701 jiwa dalam setahun dengan rata-rata setiap 1 jam
terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan raya yang mengakibatkan 3 orang
meninggal dunia. Sebesar 90% diantaranya kecelakaan diakibatkan oleh
persepsi pengemudi yang kurang baik terhadap keselamatan berkendara
termasuk didalamnya penggunaan kecepatan yang sangat tinggi (Korlantas
Polri, 2015).
Korlantas Polri juga menyebutkan bahwa pada periode Oktober hingga
Desember tahun 2015, Polda Metro Jaya yang mencakup Jakarta, Depok,
Tangerang, dan Bekasi, merupakan salah satu Polda yang menempati urutan
keempat dari 31 Polda di Indonesia setelah Polda Jawa Timur, Polda Jawa
Tengah, dan Polda Jawa Barat dengan tingkat kecelakaan tertinggi yaitu
mencapai 1.670 kecelakaan dengan korban yang meninggal mencapai 172
jiwa atau rata-rata 3 jiwa per hari meninggal dunia akibat kecelakaan lalu
Tingginya angka kecelakaan tersebut disebabkan oleh pesatnya
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Salah satu kota yang tingkat
penggunaan kendaraannya cukup tinggi dan meningkat yaitu Kota Depok.
Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Depok mencatat setiap
harinya di Kota Depok terdapat ratusan kendaraan baru baik mobil maupun
sepeda motor. Jumlahnya mencapai 150-200 kendaraan per hari.Dari jumlah
itu tercatat 30-40 mobil baru setiap harinya, sisanya motor baru. Selain itu,
jumlah sepeda motor di Kota Depok pada tahun 2014 tercatat sebesar 817.850
unit sepeda motor (Rekayasa Lalu Lintas Kota Depok, 2015).
Kota Depok merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang
tingkat penggunaan kendaraannya cukup tinggi karena berada di pinggiran
Kota Jakarta. Hal ini dapat terlihat dari kemacetan yang terjadi di beberapa
wilayah. Tingkat mobilisasi harian penduduk di wilayah Depok tergolong
tinggi, hal ini disebabkan banyaknya penduduk yang bertempat tinggal di
Depok namun bekerja dan bersekolah di Jakarta. Kepadatan ini tidak
diimbangi dengan prasarana dan sarana jalan yang baik, ini ditunjukkan
dengan kondisi jalan yang sempit dan banyak percabangan langsung dari jalan
lokal menuju jalan-jalan utama yang mengakibatkan banyak titik konflik antar
pengguna jalan (Kartika, 2009).
Berdasarkan data Satuan Lalu Lintas (Satlantas) di wilayah Depok
menyebutkan bahwa pada tahun 2015, terjadi 280 kejadian kecelakaan di Kota
Depok dengan kontribusi sepeda motor mencapai 76% yakni sebanyak 301
unit motor dari 394 unit kendaraan yang terlibat kecelakaan (Satlantas Depok,
dengan rincian 13 orang meninggal, 226 orang luka berat, dan 125 orang luka
ringan (Satlantas Depok, 2015).
Satlantas Kota Depok menyebutkan bahwa pengendara sepeda motor
yang mengalami kecelakaan lalu lintas teringgi di Kota Depok berdasarkan
tingkat pendidikan pada tahun 2015 yaitu diperoleh siswa Sekolah Menengah
Atas (SMA) yang mencapai 83,8% dari 364 orang yang mengalami
kecelakaan, diikuti oleh Sekolah Dasar (SD) sebesar 6,9%, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 5,2%, dan Perguruan Tinggi (PT) sebesar
4,1% (Satlantas Depok, 2015). Angka kecelakaan tertinggi didominasi oleh
siswa SMA dikarenakan jumlah siswa SMA yang mengendarai sepeda motor
lebih banyak, sehingga memungkinkan siswa SMA sebagai subjek untuk
diteliti.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2009) menyebutkan,
penyebab kecelakaan yang terjadi pada pengendara sepeda motor antara lain
karena perilaku pengendara yang mengendarai sepeda motor dengan
kecepatan tinggi dan tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Penelitian yang
dilakukan oleh Asdar (2013), didapatkan sebesar 45,1% siswa SMA di
Kabupaten Pangkep memiliki perilaku buruk terhadap safety riding.
Perilaku berkendara seseorang tergantung dari bagaimana persepsi
berkendara pengendara itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Aprillita
(2008), didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
persepsi dengan perilaku safety riding. Ridwan Z Syaaf juga mengatakan
keselamatan berkendara karena persepsi pengendara dapat mempengaruhi
bagaimana seseorang berkendara (Syaaf, 2007).
Perilaku berkendara yang buruk disebabkan oleh persepsi keselamatan
berkendara yang buruk sehingga beresiko terjadinya kecelakaan. Penelitian
yang dilakukan oleh Sukmaningtias pada siswa SMA di kota Depok Tahun
2010, mengatakan bahwa sebagian besar (51,4%) siswa SMA memiliki
persepsi risiko yang buruk terhadap kecelakaan. Selain itu, kurangnya
pengetahuan tentang kendaraan serta kondisi emosional para remaja yang
kurang stabil maka dalam berkendara terkadang remaja sulit untuk dikontrol.
Hal tersebut dapat membentuk persepsi risiko pada pengendara remaja yang
buruk sehingga kurang mampu dalam menilai potensi risiko dengan benar
(Sukmaningtias, 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti
pada 21 Agustus 2015 terhadap 30 siswa/i pengendara sepeda motor di SMAN
2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam An-Nizhomiyah,
dan SMA Kharismawita yang diambil secara acak melalui wawancara
terstruktur, diketahui bahwa 18 dari 30 siswa/i yang mengendarai sepeda
motor memiliki pendapat bahwa keselamatan berkendara tidak penting atau
memiliki persepsi negatif mengenai keselamatan berkendara (60%) serta
sebagian besar siswa/i tersebut tidak memiliki SIM.
Penelitian Agung (2014) menyatakan bahwa persepsi keselamatan
berkendara yang rendah akan berdampak pada tingginya angka kecelakaan.
Orang yang memiliki persepsi risiko rendah cenderung berkendara dengan
kendaraan didepan. Hal tersebut tentunya akan memiliki potensi timbulnya
kecelakaan lalu lintas.
Penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi Ramadhan (2009),
menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persepsi rendah tentang
keselamatan berkendara adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pengendara
sepeda motor kurang baik. Dari 239 siswa SMA yang di teliti, 73,23%
dinyatakan memiliki pengetahuan yang kurang baik mengenai keselamatan
berkendara. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Puji Lestari (2013),
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
persepsi keselamatan berkendara pada siswa SMA.
Beberapa teori menyebutkan faktor yang berhubungan dengan persepsi
seseorang antara lain menurut Robbins (1996), persepsi dibagi menjadi tiga
faktor yaitu faktor dalam diri sipengarti (motivasi, pengalaman, minat dan
harapan), faktor situasi (kondisi lingkungan) dan faktor dalam diri target.
Selain itu, menurut David Krech (1962), pengetahuan dan pengalaman
seseorang akan menimbulkan persepsi seseorang terhadap sesuatu.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti
tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi
keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah Menengah Atas
(SMA) di Kota Depok tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Kecelakaan lalu lintas di Kota Depok sebagian besar diakibatkan oleh
pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi, salah satunya didominasi oleh
kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi pada pengendara sepeda motor
disebabkan oleh persepsi atau pendapat pengemudi yang menyatakan bahwa
keselamatan berkendara tidak penting. Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti menunjukkan sebesar 60% siswa/i pengendara sepeda
motor di SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam
An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita memiliki persepsi atau pendapat
bahwa keselamatan berkendara tidak penting. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Kota Depok tahun 2016.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor
pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok ?
2. Bagaimana gambaran jenis kelamin siswa SMA di Kota Depok ?
3. Bagaimana gambaran pengetahuan keselamatan mengendarai sepeda
motor pada siswa SMA di Kota Depok ?
4. Bagaimana gambaran pengalaman keselamatan mengendarai sepeda motor
pada siswa SMA di Kota Depok ?
5. Bagaimana gambaran motivasi keselamatan mengendarai sepeda motor
pada siswa SMA di Kota Depok ?
6. Bagaimana gambaran kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) oleh
siswa yang membawa motor ke sekolah di SMA di Kota Depok ?
7. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi keselamatan
8. Bagaimana hubungan antara pengetahuan dengan persepsi keselamatan
mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?
9. Bagaimana hubungan antara pengalaman dengan persepsi keselamatan
mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?
10. Bagaimana hubungan antara motivasi dengan persepsi keselamatan
mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?
11. Bagaimana hubungan antara kepemilikan SIM dengan persepsi
keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi
keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Kota Depok tahun 2016.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran persepsi keselamatan mengendarai
sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.
b. Diketahuinya gambaran jenis kelamin siswa SMA Kota Depok.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan keselamatan mengendarai
sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.
d. Diketahuinya gambaran pengalaman keselamatan mengendarai
sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.
e. Diketahuinya gambaran motivasi keselamatan mengendarai
f. Diketahuinya gambaran kepemilikan Surat Izin Mengemudi
(SIM) oleh siswa yang mengendarai motor ke sekolah di SMA
Kota Depok.
g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi
keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di
Kota Depok.
h. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan persepsi
keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di
Kota Depok.
i. Diketahuinya hubungan antara pengalaman dengan persepsi
keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di
Kota Depok.
j. Diketahuinya hubungan antara motivasi dengan persepsi
keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di
Kota Depok.
k. Diketahuinya hubungan antara kepemilikan SIM dengan
persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa
SMA di Kota Depok.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi :
1.5.1. Bagi Siswa Pengendara Sepeda Motor
Memberikan gambaran informasi kepada siswa mengenai
mengendarai sepeda motor dalam upaya menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya keselamatan saat berkendara.
1.5.2. Bagi Sekolah Menengah Atas
Sebagai bahan kajian dan data baru bagi Sekolah Menengah
Atas terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi
keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa untuk
melakukan kegiatan terkait keselamatan berkendara guna
menghindari kecelakaan lalu lintas pada siswa.
1.5.3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk dapat melakukan
penelitian selanjutnya demi pengembangan ilmu pengetahuan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Promosi
Kesehatan, Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016 di SMA
Kota Depok. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada
siswa SMA di Kota Depok. Sampel penelitian ini adalah siswa/i pengendara
sepeda motor di SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA
Islam An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita yang diambil dengan teknik
Proportional Random Sampling. Metode penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional dan menggunakan analisis
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
2.1.1 Pengertian Persepsi
Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari akan
menerima stimulus atau rangsangan berupa informasi, objek,
peristiwa, dan lain-lain yang berasal dari lingkungan. Stimulus
yang berkaitan dengan dirinya akan diberi makna oleh individu
yang bersangkutan. Proses pemahaman atau pemberian makna
terhadap stimulus itu dinamakan proses persepsi (Suprani, 2010).
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk
menjelaskan arti persepsi. Siagian menyebutkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensorisnya dalam usahanya
memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya (Siagian,
1989). Menurut Robbins (1996), persepsi adalah proses individu
mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka
guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Menurut David
Krech (1962), persepsi merupakan suatu proses kognitif yang
komplek dan menghasilkan suatu gambar yang unik tentang
kenyataan. Persepsi menjadi penting karena seseorang dalam
berperilaku aman salah satunya akan dipengaruhi oleh persepsi
Persepsi menurut Sarwono (1983), merupakan kemampuan
seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Dimana
kemampuan tersebut kemampuan untuk membedakan, kemampuan
untuk mengelompokkan dan kemampuan untuk memfokuskan.
Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang berbeda meskipun
objeknya sama. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan
dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang
bersangkutan.
Dari definisi persepsi yang disebutkan oleh beberapa ahli
diatas, dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses
dimana seseorang mengorganisasikan serta menafsirkan stimulus
atau rangsangan berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain
yang berasal dari lingkungannya.
Arifin (2011), menyatakan bahwa persepsi keselamatan
berkendara merupakan pandangan, pendapat dan penilaian
responden dalam menafsirkan, mengartikan, pengetahuan tentang
keselamatan berkendara (safety riding) untuk mencegah terjadinya
risiko kecelakaan.
2.1.2 Proses Pembentukan Persepsi
Menurut Rao dan Narayana (1998), proses pembentukan
persepsi ditentukan oleh kualitas input kemudian mengeluarkan
output yang berkualitas. Selain itu, input persepsi yang pertama
diterima, dan kemudian di proses oleh perseptor dan output yang
Berikut adalah model dari proses persepsi,
Gambar 2.1 Model Proses Persepsi (Rao dan Narayana, 1998)
Berdasarkan gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa terdapat
empat variabel dalam proses pembentukan persepsi seseorang.
Keempat variabel tersebut, antara lain :
1. Input : Input yang dirasakan berupa benda, peristiwa,
orang, dan lain-lain yang diterima oleh perseptor.
2. Proses : Masukan yang diterima diproses melalui tahap
seleksi, organisasi, dan interpretasi.
3. Output : Melalui mekanisme pengolahan, output yang
dihasilkan berupa perasaan, tindakan, sikap, dll.
4. Perilaku : Perilaku tergantung pada output yang dirasakan.
Perilaku perseptor dapat menghasilkan respon dari
apa yang dirasakan dan respon tersebut
menimbulkan input yang baru.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi
melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
PROSES PERSEPSI INPUT (Informasi, objek, peristiwa, orang, dll) Organisasi OUTPUT (perilaku, tindakan, sikap, keyakinan, perasaan,dll) Interpretasi Seleksi
seseorang. Menurut Robbins (1996), ada 3 faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang yaitu :
1. Faktor pada pemersepsi
Seseorang yang melihat sesuatu dan berusaha
memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya.
Interpretasi tersebut dipangaruhi oleh karakteristik individu.
Faktor yang berhubungan dengan pelaku persepsi akan dapat
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu.
Karakteristik individu tersebut yaitu sikap, motif, minat,
kepentingan, pengalaman, dan harapan.
2. Faktor pada target atau sasaran
Karakteristik target yang diobservasi dapat
mempengaruhi apa yang diartikan. Sasaran dari persepsi dapat
berupa benda, orang maupun peristiwa-peristiwa.
3. Faktor dalam situasi
Situasi merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam pembentukkan persepsi seseorang. Keadaan lingkungan
seperti kondisi lingkungan rumah seseorang menyebabkan
terbentuknya persepsi seseorang.
Menurut David Krech (1962), terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya proses persepsi. Faktor-faktor tersebut
1. Frame of reference, yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia yang dipengaruhi dari pendidikan, bacaan, penelitian,
dll.
2. Frame of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami
dilingkungan seseorang tersebut.
Feldman menyatakan bahwa pembentukan persepsi juga
sangat dipengaruhi oleh informasi yang pertama kali diperoleh.
Oleh karena itu, pengalaman pertama yang tidak menyenangkan
akan sangat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang.
Tetapi karena stimulus yang dihadapi oleh manusia senantiasa
berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah sesuai dengan
stimulus yang diterima (Ramadhan, 2009).
2.1.4 Cara Pengukuran Persepsi
Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap.
Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah
sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap objek
diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran
persepsi terdiri dari metode self report dan pengukuran involuntary
behavior.
Self report merupakan suatu metode dimana jawaban yang
diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun
kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan
yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau
jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden,
dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi
kerelaan responden. Pendekatan ini merupakan pendekatan
observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis tanpa disadari oleh
individu yang bersangkutan. Peneliti dapat menginterpretasikan
sikap/persepsi individu mulai dari raut wajah, bunyi suara, gerakan
tubuh, keringat, diatasi pupil mata, detak jantung dan beberapa
aspek fisiologis yang lainnya.
Skala pengukuran dalam self report terdiri dari :
a. Summated rating scale : Pengukuran dimana subjek diminta
untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan
terhadap masing-masing pernyataan. Skala yang digunakan
adalah skala likert :
Contoh: Pengendara motor wajib memiliki SIM.
Pilihan jawaban :
1) Sangat tidak setuju
2) Tidak setuju
3) Ragu-ragu
4) Setuju
5) Sangat setuju
b. Skala semantic differential : Subjek diminta memilih satu kata
sifat atau frase dari sekelompok pasangan kata sifat atau
Contoh :
Tidak wajib memiliki SIM Wajib memiliki SIM
1 2 3 4 5 6 7
Dalam skala ini menerangkan bahwa semakin kecil skor yang
diberikan oleh responden, maka jawabannya akan semakin
negatif (tidak setuju), dan semakin besar skor yang diberikan
maka jawabannya semakin positif (setuju).
c. Skala Stapel : Salah satu teknik self report dalam pengukuran
dimana responden diminta untuk mengindikasikan seberapa
akurat setiap pernyataan menggambarkan objek yang akan
dinilai.
Contoh :
-5 -4 -3 -2 -1 +1 +2 +3 +4 +5
Dalam skala ini menerangkan semakin kecil angka minus yang
diberikan oleh responden, maka jawabannya akan semakin
negatif (tidak setuju), dan semakin besar skor yang diberikan
maka jawabannya semakin positif (setuju).
Menurut Azwar (2003), skala sikap dan persepsi disusun
untuk mengungkap persepsi pro dan kontra, positif dan negatif,
setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek sosial. Pernyataan
persepsi terdiri dari dua macan yaitu pernyataan favorable
(mendukung atau memihak) dan unfavorable (tidak mendukung/tidak memihak) pada obyek persepsi. Skala sikap dan
dan sebagian bersifat unfavorable yang sudah terpilih berdasarkan
kualitas isi dan analisis statistika terhadap kemampuan pertanyaan
itu dan mengungkap sikap kelompok.
2.2 Keselamatan Berkendara (Safety Riding)
2.2.1 Definisi Keselamatan Berkendara (Safety Riding)
Safety riding adalah suatu usaha yang dilakukan dalam
meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keselamatan
dalam berkendara, untuk menciptakan suatu kondisi yang mana
kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan
menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita
serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangannya
(Priyono, 2007).
Seseorang pengendara yang bertanggung jawab tidak hanya
mempunyai skill berkendara yang baik, tetapi lebih dibutuhkan dari
sekedar perilaku yang baik. Hal ini berarti mempertimbangkan
konsekuensi dari suatu tindakan sehingga dapat lebih awal
mempersiapkan mental yang membantu kearah mengurangi resiko
(Berlianto, 2007).
2.2.2 Regulasi Berlalu Lintas untuk Motor
Undang-undang lalu lintas nomor 22 tahun 2009 Pasal 81
menyebutkan bahwa untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi
(SIM) setiap orang harus memenuhi persyaratan yaitu :
1. Syarat usia :
b. Usia 20 tahun untuk SIM B I, dan
c. Usia 21 tahun untuk SIM B II.
2. Syarat administratif :
a. Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP)
b. Pengisian formulir permohonan, dan
c. Rumusan sidik jari.
3. Syarat kesehatan :
a. Sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter, dan
b. Sehat rohani dengan surat lulus tes psikologi.
4. Syarat lulus ujian :
a. Ujian teori,
b. Ujian praktik, dan/atau
c. Ujian keterampilan melalui simulator.
Pada Undang-undang lalu lintas nomor 22 tahun 2009
bagian keempat mengenai Tata Cara Berlalu Lintas, paragraf 1
Ketertiban dan Keselamatan, pasal 105 disebutkan bahwa :
Setiap orang yang menggunakan jalan wajib :
a. Berperilaku tertib dan/atau
b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan
keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau
yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.
Sedangkan pada pasal 106, disebutkan bahwa :
1. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
konsentrasi. Artinya, dengan penuh perhatian dan tidak
terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk,
menggunakan telepon, atau mengonsumsi alcohol maupun
obat-obatan sehingga dapat mempengaruhi kemampuan
mengemudikan kendaraan.
2. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.
3. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
wajib memenuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik
jalan.
4. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
wajib memenuhi ketentuan :
a. Rambu perintah atau rambu larangan,
b. Marka jalan,
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas,
d. Gerakan lalu lintas,
e. Berhenti dan parkir,
f. Peringatan dengan bunyi dan sinar,
g. Kecepatan maksimal atau minimal, dan/atau
h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan
kendaraan lain.
5. Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan
maka wajib menunjukkan :
b. SIM
c. Bukti lulus uji berkala, dan/atau
d. Tanda bukti lain yang sah (surat tanda bukti penyitaan
sebagai pengganti STNK atau surat tanda coba kendaraan
bermotor).
6. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan
penumpangnya wajib mengenakan helm SNI.
7. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta
samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 orang.
Ada pula peraturan per 1 April 2011, untuk pengendara
motor, peraturan ini merujuk pada UU No. 22 tahun 2009. Isinya
adalah :
1. Dilarang mendengarkan musik saat mengendarai motor
2. Dilarang menerima telepon saat mengendarai motor
3. Dilarang memakai sandal saat mengendarai motor
4. Dilarang merubah warna motor dan harus sesuai dengan warna
di STNK
5. Wajib menyalakan lampu pada siang dan malam hari
6. Dilarang merokok saat mengendarai motor
7. Dilarang memakai/menggunakan lampu yang berwarna
(merah, hijau, kuning, putih), lampu harus sesuai standar
pabrik.
Perlengkapan Sepeda Motor yang harus dipenuhi oleh
1. Memakai helm SNI
2. Kaca spion
3. Memakai sepatu
4. Memakai jaket
5. Memakai sarung tangan
6. Pentil ban
2.2.3 Promosi Keselamatan Lalu Lintas
Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan
kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
(Notoatmodjo, 2007). Undang-Undang No. 23 tahun 1992,
menjelaskan bahwa promosi kesehatan bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik,
mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun
sosial.
Promosi keselamatan lalu lintas adalah proses
meningkatkan pengetahuan tentang berlalu lintas dengan baik
dengan harapan target memiliki kemampuan untuk menjaga
keselamatan saat berlalu lintas (Sade, 2012).
Tiga tahapan promosi keselamatan lalu lintas berdasarkan
kejadian yaitu :
1. Tahap sebelum kejadian
Pada umumnya kejadian kecelakaan lalu lintas tidak
dapat diprediksi sejak dini, namun perlu kiranya semua pihak
perlu mengantisipasi guna mencegah terjadinya kecelakaan
yang tidak diinginkan. Dari sudut pemakai jalan upaya yang
dapat dilakukan adalah meningkatkan kesadaran hukum dan
sopan santun dalam berlalu lintas. Di samping itu kendaraan
yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan layak jalan.
Promosi keselamatan diposisikan sebagai bentuk
preventif yaitu dengan memberikan penyuluhan sebagai upaya
meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat dalam
berlalu lintas. targetnya adalah terjadi perubahan perilaku.
2. Tahap pada waktu kejadian
Penanganan pada waktu kejadian kecelakaan
merupakan bagian yang penting yang perlu mendapat
perhatian. Disini dituntut kesigapan aparat baik dari kepolisian
maupun dari petugas kesehatan untuk mencapai lokasi
kejadian tepat waktu guna menangani dampak yang terjadi
serta mencegah kehilangan nyawa yang mengalami
kecelakaan.
Pada tahap ini promosi keselamatan lalu lintas
dijadikan sebagai pendekatan kepada orang lain supaya mereka
empati terhadap korban kecelakaan. Dengan demikian
seseorang akan lebih berperilaku hati-hati guna menjaga
3. Tahap sesudah kejadian
Dalam penanganan kejadian kecelakaan, diperlukan
kejelian aparat atau instansi yang berwenang untuk meneliti
atau melihat sebab-sebab kejadian agar dapat disusun suatu
rencana perbaikan guna mencegah terjadinya kecelakaan.
Untuk itu perlu didukung dengan data informasi yang lengkap
perihal kejadian kecelakaan.
2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari
perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi
perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial.
Remaja sering kali didefinisikan sebagai periode transisi antara
masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun,
atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti
susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja
dalam Sarlito Wirawan Sarwono (2006) adalah suatu masa ketika:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang
penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
WHO dalam Depkes RI (2005) juga mendefinisikan bahwa
seseorang yang berusia 12 sampai 24 tahun atau dapat dikatakan
sebagai seorang remaja merupakan individu yang sedang
mengalami masa peralihan secara berangsur-angsur mencapai
kematangan seksual, jiwanya berkembang dari jiwa kanak-kanak
menjadi dewasa dan keadaan ekonominya beralih dari
ketergantungan menjadi relatif mandiri. Dari definisi tersebut maka
dapat dilihat adanya perkembangan pada diri remaja baik
perkembangan fisik yang meliputi pertumbuhan organ seksual baik
yang primer maupun sekunder, pertumbuhan otot-otot, tulang,
hormon, serta perkembangan kejiwaan yang meliputi emosi,
intelek, sosial, dan moral.
2.3.2 Batasan Usia Remaja
Terdapat batasan usia pada masa remaja yang difokuskan
pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan
untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa.
Menurut Kartini Kartono (1995) dibagi tiga yaitu:
a. Remaja Awal (12-15 Tahun)
Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang
sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat
intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan
namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya.
Selain itu pada masa ini 14 remaja sering merasa sunyi,
ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.
b. Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)
Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan
tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran
akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja
mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan
perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari
perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini
rentan akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya
diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya
untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang
dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri
sendiri atau jati dirinya.
c. Remaja Akhir (18-21 Tahun)
Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja
sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup
yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai
memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya.
Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu
2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Persepsi Berkendara 2.4.1 Jenis Kelamin
Muchlas (2005), mengatakan karakteristik individu
mempengaruhi seseorang memberikan interpretasi persepsi pada
suatu objek atau stimulus yang dilihatnya, interpretasi persepsi
tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik individunya seperti
jenis kelamin. Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki
mempersepsikan tentang sesuatu objek berbeda dengan
perempuan.
Iversen & Rundmo (2004), menyebutkan bahwa
berdasarkan kelompok umur, pengemudi remaja yang berjenis
kelamin laki-laki memiliki kemampuan memperkirakan kondisi di
jalan dan lingkungan sekitar untuk meminimalisasi risiko
dibandingkan dengan pengemudi perempuan. Hal tersebut
menggambarkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak yang
mengendarai sepeda motor dibandingkan dengan perempuan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) pada siswa
kelas X (sepuluh) SMAN di Depok, menunjukkan hasil bahwa
sebagian besar (65,4%) siswa yang mengendarai sepeda motor
berjenis kelamin laki-laki dibandingkan siswa berjenis kelamin
perempuan.
Perbedaan jenis kelamin dalam persepsi risiko
mengindikasikan bahwa laki-laki lebih toleran terhadap risiko
berlebihan dalam menilai kemampuan berkendaranya. Laki-laki
muda khususnya lebih menilai peraturan lalu lintas secara negatif
dan menganggap remeh risiko yang berhubungan dengan
pelanggaran lalu lintas (Botterill & Mazur, 2004).
Hal ini diungkapkan juga dalam penelitian Botteril &
Mazur (2004), bahwa laki-laki cenderung untuk berlebihan dalam
menilai kemampuan berkendaranya. Laki-laki muda khususnya
lebih menilai peraturan lalu lintas secara negatif dan menganggap
remeh risiko yang berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas
(Botterill & Mazur, 2004). Begitu juga Matthews dan Moran
(1986), mengatakan bahwa laki-laki muda cenderung untuk
menganggap remeh bahaya pada situasi berkendara yang berisiko
menengah hingga tinggi. Ditambahnya lagi pernyataan dari
Trankle, dkk (1990), ditemukan bahwa remaja laki-laki lebih
rendah dalam hal menilai risiko pada situasi lalu lintas
dibandingkan laki-laki dewasa.
Penelitian yang dilakukan oleh Chang, dkk (2007), di
Taipei mengenai perilaku berisiko yang menyebabkan kecelakaan
sepeda motor bahwa sebagian besar pengemudi laki-laki
menampakkan perilaku pelanggaran dalam berkendara
dibandingkan dengan pengemudi perempuan. Namun sebaliknya,
pengemudi perempuan lebih sering terlibat kasus kecelakaan
motor dibandingkan dengan pengemudi laki-laki. Sehingga Chang,
yang berkaitan dengan jenis kelamin dan kecelakaan sepeda motor.
Salihat (2009), juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dengan persepsi risiko keselamatan berkendara.
2.4.2 Pengetahuan
Robbins (1996) dan David Krech (1962), menyebutkan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang
adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. Didapat dari hasil
penginderaan manusia terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman
sendiri atau orang lain (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Mehra dan Burhan (1988), pengetahuan dapat
diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan
yang bersifat langsung adalah pengetahuan yang didapat dari
persepsi intern dan ekstern, sedangkan pengetahuan tidak langsung
adalah pengetahuan yang didapat dengan cara menarik kesimpulan,
kesaksian dan authority.
Rogers (1976), mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni kesadaran,
selanjutnya, ditemukan bahwa perubahan perilaku tidak selalu
melewati tahap-tahap tersebut.
Pengetahuan dalam domain kognitif terdiri dari 6 tingkatan,
yaitu : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
1. Tahu, mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami, kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi, kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real.
4. Analisis, kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis, kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi, kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi Ramadhan
(2009), menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persepsi
rendah adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pengendara sepeda
motor kurang baik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widiyanti (2013), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
berkendara. Hal ini dikarenakan adanya faktor lain misalkan
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain dalam
mengasumsikan risiko yang dihadapinya
2.4.3 Pengalaman
Robbins (1996) dan David Krech (1962), menyebutkan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang
adalah pengalaman. Menurut Rachmat (2009), pengalaman yang
dimiliki seseorang akan sangat berperan dalam menginterpretasikan
stimulus seseorang. Pengalaman masa lalu atau apa yang dipelajari
pada masa lalu akan menyebabkan terjadinya perbedaan
interpretasi.
Geller (2001), menyebutkan bahwa individu yang tidak
pernah mengalami injury atau near miss, akan menganggap bahwa
bahaya tidak akan pernah terjadi pada dirinya. Orang cenderung
untuk menilai berlebihan kejadian yang jarang terjadi, dan menilai
remeh kejadian yang sering terjadi. Pengalaman memberikan
informasi yang memberikan gambaran baru mengenai risiko
terhadap individu, sehingga mempengaruhi individu dalam
menginterpretasikan suatu risiko. Pada kasus dimana individu
memiliki informasi yang sedikit mengenai pengalaman yang
dialami oleh dirinya sendiri terhadap suatu risiko, maka informasi
yang diterima dari berbagai sumber memainkan peranan penting
Menurut Cooper (1998), orang sering berperilaku tidak
aman karena orang tersebut belum pernah cedera saat
melaksanakan pekerjaannya dengan tidak aman. Tetapi jika kita
melihat Heinrich’s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari
potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001) menyebutkan
faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan yang
sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku
tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan, nyaman, serta
menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang.
Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti (2013),
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman dengan
persepsi risiko keselamatan berkendara. Notoatmodjo (2007),
menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri
atau pengalaman orang lain sehingga pengetahuan dan pengalaman
saling berhubungan.
2.4.4 Motivasi
Robbins (1996), menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang yaitu motivasi. Motivasi adalah
proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang
individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi seseorang akan
sangat mempengaruhi seseorang berpersepsi bila motivasi
seseorang itu belum terpuaskan. Bila motivasi dasar sudah
terpenuhi maka seseorang memenuhi motivasi lain yang belum
Motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang,
yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak
untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi dapat berupa kebutuhan
dan cita-cita. Motivasi diartikan dengan istilah dorongan, dorongan
tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat (Saleh,
2006). Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa tidak ada
suatu motivasi apabila tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan,
sehingga motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk
mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan.
Salah satu teori terkenal yang membahas tentang kebutuhan
adalah teori Maslow yang mengklasifikasikan kebutuhan menjadi
lima tingkat yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta kasih,
penghargaan dan aktualisasi diri. Teori ini sangat berpengaruh
dalam psikologi industri dan organisasi sebagai teori motivasi
kerja. Dapat dikatakan kebutuhan-kebutuhan ini akan memotivasi
manusia untuk mencapai tujuan (Cushway & Lodge, 1993).
Maslow mengemukakan lima tingkat kebutuhan, sebagai
berikut :
a) Kebutuhan fisiologis : kebutuhan yang harus dipuaskan
untuk dapat tetap hidup, termasuk makanan, papan, pakaian,
udara untuk bernafas dan sebagainya.
b) Kebutuhan rasa aman : ketika kebutuhan fisiologis telah
keselamatan. Keselamatan ini termasuk merasa aman dari
setiap jenis ancaman fisik atau kehilangan.
c) Kebutuhan cinta kasih atau sosial : cinta kasih dan kasih
sayang yang diperlukan pada tingkat ini mungkin disadari
melalui hubungan antar-pribadi yang mendalam tetapi juga
yang akan dicerminkan dalam kebutuhan untuk menjadi bagian
berbagai kelompok sosial.
d) Kebutuhan penghargaan : percaya diri dan harga diri mau pun
kebutuhan akan pengakuan orang lain.
e) Kebutuhan aktualisasi diri : kebutuhan ini ditempatkan
paling atas pada hierarki Maslow dan berkaitan dengan
keinginan pemenuhan diri. Ketika semua kebutuhan lain sudah
dipuaskan, seseorang ingin mencapai potensi penuhnya. Tahap
terakhir ini mungkin akan tercapai hanya oleh beberapa orang.
Gambar 2.2
Hierarki Kebutuhan Maslow
Pada gambar 2.2 dapat dilihat bahwa kebutuhan individu
bergerak naik mengikuti anak tangga hierarki. Meskipun tidak ada
Aktualisasi diri Pengharhaan Cinta kasih Rasa aman
kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan
yang dipuaskan secara cukup banyak tidak lagi termotivasi.
Menurut Maslow mengatakan jika kita ingin memotivasi seseorang
maka kita perlu memahami sedang berada pada anak tangga
manakah orang tersebut dan memusatkan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan-kebutuhan di atas tingkat itu (Cushway &
Lodge, 1993).
Pada tahun 2009, Ben Fauzi Ramadhan melakukan
penelitian yang menunjukkan bahwa hampir sebagian siswa SMA
di Kota Bogor memiliki persepsi yang rendah terhadap
keselamatan berkendara. Dari total sampel yang diteliti yaitu
sebesar 239 responden, 59,95% memiliki motivasi yang kurang
baik terhadap keselamatan berkendara.
Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti (2013),
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan
persepsi. Menurutnya semakin baik tingkat motivasi responden
terhadap keselamatan berkendara maka semakin baik pula persepsi
responden terhadap keselamatan berkendara, begitu pula
sebaliknya semakin buruk tingkat motivasi responden terhadap
keselamatn berkendara maka semakin buruk juga persepsi
2.4.5 Kondisi Lingkungan 2.4.5.1 Kepemilikan SIM
SIM dibuat atau diterbitkan sebagai upaya
kepolisian untuk mengatur lalu lintas di jalan raya. Dengan melakukan “seleksi” terhadap kepemilikan SIM. SIM. C dibuat atau diterbitkan untuk pengguna kenderaan khusus
roda dua atau sepeda motor, diharapkan pengguna
kenderaan khususnya sepeda motor memiliki kemampuan
dan pemahaman yang cukup sehingga tidak membahayakan
orang lain ketika mengemudi (Siahaan, 2011).
Pengendara sepeda motor memiliki SIM dengan
alasan untuk kewajiban dan keamanan berkendara,
sehingga apabila tidak memiliki SIM, masyarakat
cenderung takut dengan sanksi. Ketidakpemilikan SIM
tersebut membuat adanya perasaan takut melanggar
peraturan pemerintah karena sanksinya yang sangat
mengikat (Setiyarini, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asdar
dkk di SMA Kabupaten Pangkep tahun 2013, didapatkan
bahwa dari 25 responden yang telah memiliki SIM
sebanyak 19 orang (76,0%) yang memiliki perilaku safety
riding baik dan sebanyak 6 orang (24,0%) yang berperilaku
buruk. Sedangkan dari 150 responden yang tidak memiliki
orang (48,7%) berperilaku buruk. Hasil uji statistik
menggunakan uji chi-square antara kepemilikan SIM
dengan perilaku safety riding diperoleh nilai p= 0,022. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara
kepemilikan SIM dengan perilaku safety riding pada siswa
SMA di Kabupaten Pangkep (Asdar dkk, 2013).
Keberadaan SIM pada siswa setidaknya akan
mempengaruhi perilaku safety riding mereka. Penelitian
yang dilakukan oleh Ouimet et al (2007) mengemukakan
bahwa remaja yang telah memiliki SIM akan cenderung
berperilaku safety riding yang baik pada masa awal
kepemilikan SIMnya. Perilaku yang baik mengenai safety
riding salah satunya dikarenakan persepsi keselamatan
berkendara yang positif. Aprilita (2008), menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi
dengan perilaku safety riding.
2.5 Kerangka Teori
Beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak faktor yang
berhubungan dengan persepsi seseorang antara lain, menurut Robbins
(1996), persepsi dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor dalam diri
sipengarti (motivasi, pengalaman, minat dan harapan), faktor situasi
(kondisi lingkungan) dan faktor dalam diri target. Selain itu, menurut
David Krech (1962), pengetahuan dan pengalaman seseorang akan
dilihat bahwa persepsi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
Dibawah ini merupakan kerangka teori pada penelitian yang
dilakukan, yaitu :
Gambar 2.3 Teori Persepsi oleh Robbins (1996) dan David Krech (1962) PERSEPSI Faktor eksternal : a. Kondisi lingkungan - Kepemilikan SIM Faktor internal : a. Jenis kelamin b. Pengetahuan c. Pengalaman d. Motivasi e. Minat f. Harapan
38 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang dijelaskan sebelumnya, peneliti membuat
kerangka konsep mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa yang terdiri
dari variabel dependen (persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor)
dan variabel independen yang terdiri dari faktor internal yaitu (jenis
kelamin, pengetahuan keselamatan berkendara, pengalaman keselamatan
berkendara dan motivasi keselamatan berkendara) dan faktor eksternal
yaitu (kepemilikan SIM).
Berdasarkan teori yang ditunjang oleh fakta serta pengamatan
langsung di lapangan, pemilihan variabel independen tersebut berdasarkan
pertimbangan bahwa variabel terpilih memang sudah dikenal secara umum
termasuk oleh calon responden. Variabel independen tersebut diasumsikan
oleh peneliti mempunyai hubungan dengan persepsi keselamatan
mengendarai sepeda motor.
Asumsi hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen dapat diuraikan sebagai berikut: jenis kelamin berhubungan
dengan persepsi, pengetahuan siswa yang kurang baik akan menimbulkan
persepsi negatif atau berpendapat bahwa tentang keselamatan mengendarai
sepeda motor tidak penting, pengalaman mempengaruhi persepsi siswa
berkendara responden positif/penting jika responden memiliki pengalaman
yang banyak terhadap keselamatan dan kecelakaan lalu lintas, sebaliknya
persepsi keselamatan berkendara negatif/tidak penting jika responden
memiliki pengalaman sedikit terhadap keselamatan dan kecelakaan lalu
lintas. Adapun motivasi berhubungan dengan persepsi. Semakin
rendahnya motivasi siswa dalam tindakan berkendara aman maka
dorongan untuk mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan kemungkinan
besar tidak tercapai secara optimal. Selain itu, siswa yang tidak memiliki
SIM diasumsikan akan menimbulkan persepsi negatif atau berpendapat
bahwa tentang keselamatan mengendarai sepeda motor tidak penting.
Beberapa variabel yang terdapat dalam kerangka teori namun tidak
dilakukan penelitian karena alasan tertentu. Variabel tersebut yaitu
variabel minat dan variabel harapan. Variabel minat dan variabel harapan
tidak diikutsertakan sebagai variabel independen karena variabel ini
berkaitan dengan variabel motivasi. Hurlock (1995), mengatakan bahwa
minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk
melakukan apa yang mereka inginkan. Selain itu, Uno (2007),
menyebutkan bahwa motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal
dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya
hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita,
Berikut ini adalah kerangka konsep yang digunakan dalam
penelitian
Faktor Internal :
Faktor Eksternal :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Keterangan : tidak diteliti
diteliti
Pengetahuan keselamatan berkendara Jenis Kelamin
Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor
Motivasi keselamatan berkendara Pengalaman keselamatan berkendara
Kepemilikan SIM Minat
3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Dependen
1. Persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor
Pandangan atau interpretasi responden tentang pentingnya tindakan keselamatan
mengendarai sepeda motor di jalan raya.
Pengisian Kuesioner
Kuesioner 1. Tidak penting, jika skor < mean (42,74)
2. Penting, jika skor mean (42,74)
Ordinal
Variabel Independen
1. Jenis kelamin Pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. Pengisian Kuesioner Kuesioner 1. Laki-laki 2. Perempuan Nominal 2. Pengetahuan keselamatan berkendara
Jawaban responden tentang tindakan keselamatan
mengendarai sepeda motor di jalan raya.
Pengisian Kuesioner
Kuesioner 1. Rendah, jika skor < median (19)
2. Tinggi, jika skor median (19)
3 Pengalaman keselamatan berkendara
Kejadian/peristiwa yang pernah dialami responden selama
mengendarai sepeda motor terkait keselamatan, kecelakaan, dll.
Pengisian Kuesioner
Kuesioner 1. Sedikit, jika skor < nilai median (8)
2. Banyak, jika skor nilai median (8)
Ordinal
4. Motivasi keselamatan berkendara
Dorongan yang timbul dari dalam diri responden terhadap tindakan keselamatan mengendarai sepeda motor di jalan raya.
Pengisian Kuesioner
Kuesioner 1. Rendah, jika skor < nilai median (33)
2. Tinggi, jika skor nilai median (33)
Ordinal
5. Kepemilikan SIM
Status yang menyatakan bahwa responden memiliki SIM atau tidak memiliki SIM
Observasi SIM Kuesioner dan pengecekan SIM 1. Tidak punya 2. Punya Ordinal