• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI KESELAMATAN MENGENDARAI SEPEDA MOTOR PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) KOTA DEPOK TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI KESELAMATAN MENGENDARAI SEPEDA MOTOR PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) KOTA DEPOK TAHUN 2016"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

MOTOR PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

(SMA) KOTA DEPOK TAHUN 2016

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

Nurul Fikriyah

NIM : 1111101000081

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2016

(2)
(3)

ii

Skripsi, Maret 2016

Nurul Fikriyah, NIM : 1111101000081

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016

xiv + 86 halaman, 4 gambar, 14 tabel, 4 lampiran

ABSTRAK

Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah serius di Negara berkembang dan Negara maju yang memakan banyak korban. Salah satu kendaraan yang menjadi penyumbang kecelakaan tertinggi yaitu sepeda motor. Berdasarkan data Satuan Lalu Lintas Kota Depok Tahun 2015, kejadian kecelakaan di Kota Depok mencapai 280 kecelakaan dengan kontribusi sepeda motor mencapai 76%. Kecelakaan tertinggi terjadi pada tingkat pendidikan SMA yang mencapai 83,8% dari 364 orang yang mengalami kecelakaan. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan dan ketaatan lalu lintas pada siswa masih kurang sehingga dapat mempengaruhi persepsi keselamatan berkendara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok Tahun 2016. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan pengambilan sampel secara Proporsional Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 148 siswa SMA Kota Depok. Hasil penelitian uji statistik menggunakan uji chi square pada  = 5% menunjukkan ada hubungan antara motivasi (p value = 0,003) dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor. Sementara variabel jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, dan kepemilikan SIM tidak berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor. Oleh karena itu, disarankan bagi siswa SMA Kota Depok untuk mengikuti pelatihan safety riding (berkendara dengan aman) dalam berlalu lintas agar siswa memperoleh informasi yang benar dan lengkap mengenai safety riding, sehingga dapat menumbuhkan motivasi untuk menerapkan safety riding saat berkendara dan juga diharapkan pihak sekolah bekerjasama dengan pihak kepolisisan Kota Depok untuk menyelenggarakan kampanye, promosi keselamatan, himbauan dan seminar untuk menambah pengetahuan, pengalaman tentang manfaat menerapkan safety riding dan bahaya yang akan diakibatkan bila tidak menerapkannya bagi pengendara motor khususnya pada siswa SMA.

Kata Kunci : Persepsi, Keselamatan, Sepeda Motor, SMA Daftar Bacaan :54 (1962-2015)

(4)

iii

Undergraduate Thesis, March 2016

Nurul Fikriyah, NIM : 1111101000081

Factors that Related to the Safety Perception of Motorcycle Riding on Senior High School Students at Depok City, 2016

xiv + 86 pages, 4 picture, 14 tables, 4 attachment

ABSTRACT

Traffic accident nowadays becomes serious problem both in developing country and development country that was causing so many victims died. Motorcycle accident is one of the biggest parts in traffic accident. Based on data from the Traffic Unit of Depok City in 2015, the incident in Depok reached 280 accident with motorcycles contribution reached 76%. The highest accident occurred at the level of Senior High School, which reached 83.8% of the 364 people who have an accident. Student's Lack of knowledge and fidelity as a good driver are the main reason of motorcycle accident, therefore those reasons can influence safety riding perception. The aim of this research is to find relevant factors from senior high school student's safety ride perception in Depok City in 2016. This research uses cross sectional design and the samples selected by proportional random sampling. Samples of this study is Senior High School student at Depok City which amounts to 148 students. The result of statistic test from this research using chi square  =5% shows the correlation between motivation (p value = 0,003) with motorcycle safety ride perception. Thus, another variables such as gender, knowledge, experience, and Driving License Possession do not have correlation with safety riding perception. Thereby, Senior High School Student to participate in safety riding training (safe driving) in traffic so that students obtain correct and complete information about safety riding. School and Police Department at Depok City are expected to create campaign, safety promotion, workshop, benefit from applying safety riding, and the danger from ignore safety riding especially for Senior High School Student.

Keyword : Perception, Safety, Motorcycle, Senior High School Reference :54 (1962-2015)

(5)
(6)
(7)

vi PERSONAL DATA

Nama : Nurul Fikriyah

Tempat & Tanggal Lahir : Depok, 18 Februari 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : WNI

Agama : Islam

Nomor Hp : 082113109570

Email : nurulfikriyah18@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

 1999 – 2005 : SD Negeri Depok Jaya II

 2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Depok

 2008 – 2011 : SMA Negeri 2 Depok

 2011 – 2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(8)

vii

Alhamdulillahirobbil alamin, puji sukur penulis ucapkan kepada Allah

SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang berlimpah,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan hanya karena usaha penulis

semata, namun banyak pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat.

3. Ibu Fase Badriah, Mkes, PhD sebagai pembimbing I yang telah menyediakan

waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi masukan dan saran perbaikan

terhadap skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ela Laelasari, M.Kes sebagai pembimbing II yang telah menyediakan

waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi masukan dan saran perbaikan

(9)

viii

memberikan ilmu yang bermanfaat.

6. Kedua orang tua dan keluarga saya yang senantiasa selalu mendoakan setiap

langkah serta tidak hentinya memberikan kasih sayangnya kepada penulis,

sehingga penulis bersemangat menyelesaikan proposal skripsi ini.

7. Ibu Lizanova, Syifa, Manda, Rinda, Leni, Fajar, Kak Vebby, Farah, Cepol,

Deis, dan Amel yang selalu memberikan doa dan bantuan kepada peneliti

selama penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat khususnya Peminatan Promosi

Kesehatan yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Thanks All!.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca.

“Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu”

Jakarta, Februari 2016

(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6 1.4 Tujuan ... 7 1.4.1 Tujuan Umum ... 7 1.4.2 Tujuan Khusus ... 7 1.5 Manfaat ... 8

1.5.1 Bagi Siswa Pengendara Sepeda Motor ... 8

1.5.2 Bagi Sekolah Menengah Atas ... 9

1.5.3 Bagi Peneliti Lain ... 9

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Persepsi ... 10

2.1.1 Pengertian Persepsi ... 10

2.1.2 Proses Pembentukan Persepsi ... 11

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 12

2.1.4 Cara Pengukuran Persepsi ... 14

2.2 Keselamatan Berkendara (Safety Riding) ... 17

(11)

x

2.3 Remaja ... 23

2.3.1 Pengertian Remaja ... 23

2.3.2 Batasan Usia Remaja ... 24

2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Persepsi Berkendara ... 26

2.4.1 Jenis Kelamin ... 26 2.4.2 Pengetahuan ... 28 2.4.3 Pengalaman ... 30 2.4.4 Motivasi ... 31 2.4.5 Kondisi Lingkungan ... 35 2.4.5.1 Kepemilikan SIM ... 35 2.5 Kerangka Teori ... 36

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 38

3.1 Kerangka Konsep ... 38

3.2 Definisi Operasional ... 41

3.3 Hipotesis ... 43

BAB IV METODE PENELITIAN ... 44

4.1 Desain Penelitian ... 44

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

4.3 Populasi dan Sampel ... 44

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 46

4.5 Instrumen Penelitian ... 47

4.6 Validitas dan Reliabilitas ... 48

4.7 Manajemen Data ... 51 4.8 Analisis Data ... 52 BAB V HASIL ... 54 5.1 Analisa Univariat ... 54 5.2 Analisa Bivariat ... 58 BAB VI PEMBAHASAN ... 63 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 63

(12)

xi

6.3 Jenis Kelamin dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan

Mengendarai Sepeda Motor ... 66

6.4 Pengetahuan dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 68

6.5 Pengalaman dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 71

6.6 Motivasi dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 73

6.7 Kepemilikan SIM dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 77

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 79

7.1 Simpulan ………... 79

7.2 Saran ………... 80

(13)

xii

Gambar 2.1. Model Proses Persepsi ... 12 Gambar 2.2. Hierarki Kebutuhan Maslow ... 33 Gambar 2.3. Teori Persepsi Oleh Robbins (1996) dan David Krech (1962) ... 37 Gambar 3.1. Kerangka Konsep ... 40

(14)

xiii

Tabel 4.1. Proporsi Sampel Siswa SMA Kota Depok …... 46 Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 50 Tabel 4.3. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 51 Tabel 5.1. Distribusi Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada

Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 54 Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Pengendara Sepeda Motor pada Siswa SMA

di Kota Depok Tahun 2016 ... 55 Tabel 5.3. Distribusi Pengetahuan Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada

Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 55 Tabel 5.4. Distribusi Pengalaman Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada

Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 56 Tabel 5.5. Distribusi Motivasi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada

Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 57 Tabel 5.6. Distribusi Kepemilikan SIM pada Pengendara Sepeda Motor Siswa

SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 57 Tabel 5.7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai

Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota

Depok Tahun 2016 ... 58 Tabel 5.8 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai

Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 59 Tabel 5.9 Hubungan Pengalaman dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai

Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 60 Tabel 5.10 Hubungan Motivasi dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai

Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 61 Tabel 5.11 Hubungan Kepemilikan SIM dengan Persepsi Keselamatan

Mengendarai Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 62

(15)

xiv

LAMPIRAN 1 Kuesioner

LAMPIRAN 2 Pendataan Pendidikan Tahun Pelajaran 2014/2015 LAMPIRAN 3 Output Uji Validitas dan Reliabilitas

(16)

1 1.1 Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah serius di negara

berkembang dan negara maju. Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik

Indonesia (Korlantas Polri), menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terjadi

95.847 kejadian kecelakaan di Indonesia dengan kontribusi sepeda motor

mencapai 72% yang terlibat kecelakaan. Korban kecelakaan lalu lintas yang

meninggal mencapai 20.701 jiwa dalam setahun dengan rata-rata setiap 1 jam

terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan raya yang mengakibatkan 3 orang

meninggal dunia. Sebesar 90% diantaranya kecelakaan diakibatkan oleh

persepsi pengemudi yang kurang baik terhadap keselamatan berkendara

termasuk didalamnya penggunaan kecepatan yang sangat tinggi (Korlantas

Polri, 2015).

Korlantas Polri juga menyebutkan bahwa pada periode Oktober hingga

Desember tahun 2015, Polda Metro Jaya yang mencakup Jakarta, Depok,

Tangerang, dan Bekasi, merupakan salah satu Polda yang menempati urutan

keempat dari 31 Polda di Indonesia setelah Polda Jawa Timur, Polda Jawa

Tengah, dan Polda Jawa Barat dengan tingkat kecelakaan tertinggi yaitu

mencapai 1.670 kecelakaan dengan korban yang meninggal mencapai 172

jiwa atau rata-rata 3 jiwa per hari meninggal dunia akibat kecelakaan lalu

(17)

Tingginya angka kecelakaan tersebut disebabkan oleh pesatnya

pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Salah satu kota yang tingkat

penggunaan kendaraannya cukup tinggi dan meningkat yaitu Kota Depok.

Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Depok mencatat setiap

harinya di Kota Depok terdapat ratusan kendaraan baru baik mobil maupun

sepeda motor. Jumlahnya mencapai 150-200 kendaraan per hari.Dari jumlah

itu tercatat 30-40 mobil baru setiap harinya, sisanya motor baru. Selain itu,

jumlah sepeda motor di Kota Depok pada tahun 2014 tercatat sebesar 817.850

unit sepeda motor (Rekayasa Lalu Lintas Kota Depok, 2015).

Kota Depok merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang

tingkat penggunaan kendaraannya cukup tinggi karena berada di pinggiran

Kota Jakarta. Hal ini dapat terlihat dari kemacetan yang terjadi di beberapa

wilayah. Tingkat mobilisasi harian penduduk di wilayah Depok tergolong

tinggi, hal ini disebabkan banyaknya penduduk yang bertempat tinggal di

Depok namun bekerja dan bersekolah di Jakarta. Kepadatan ini tidak

diimbangi dengan prasarana dan sarana jalan yang baik, ini ditunjukkan

dengan kondisi jalan yang sempit dan banyak percabangan langsung dari jalan

lokal menuju jalan-jalan utama yang mengakibatkan banyak titik konflik antar

pengguna jalan (Kartika, 2009).

Berdasarkan data Satuan Lalu Lintas (Satlantas) di wilayah Depok

menyebutkan bahwa pada tahun 2015, terjadi 280 kejadian kecelakaan di Kota

Depok dengan kontribusi sepeda motor mencapai 76% yakni sebanyak 301

unit motor dari 394 unit kendaraan yang terlibat kecelakaan (Satlantas Depok,

(18)

dengan rincian 13 orang meninggal, 226 orang luka berat, dan 125 orang luka

ringan (Satlantas Depok, 2015).

Satlantas Kota Depok menyebutkan bahwa pengendara sepeda motor

yang mengalami kecelakaan lalu lintas teringgi di Kota Depok berdasarkan

tingkat pendidikan pada tahun 2015 yaitu diperoleh siswa Sekolah Menengah

Atas (SMA) yang mencapai 83,8% dari 364 orang yang mengalami

kecelakaan, diikuti oleh Sekolah Dasar (SD) sebesar 6,9%, Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 5,2%, dan Perguruan Tinggi (PT) sebesar

4,1% (Satlantas Depok, 2015). Angka kecelakaan tertinggi didominasi oleh

siswa SMA dikarenakan jumlah siswa SMA yang mengendarai sepeda motor

lebih banyak, sehingga memungkinkan siswa SMA sebagai subjek untuk

diteliti.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2009) menyebutkan,

penyebab kecelakaan yang terjadi pada pengendara sepeda motor antara lain

karena perilaku pengendara yang mengendarai sepeda motor dengan

kecepatan tinggi dan tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Penelitian yang

dilakukan oleh Asdar (2013), didapatkan sebesar 45,1% siswa SMA di

Kabupaten Pangkep memiliki perilaku buruk terhadap safety riding.

Perilaku berkendara seseorang tergantung dari bagaimana persepsi

berkendara pengendara itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Aprillita

(2008), didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

persepsi dengan perilaku safety riding. Ridwan Z Syaaf juga mengatakan

(19)

keselamatan berkendara karena persepsi pengendara dapat mempengaruhi

bagaimana seseorang berkendara (Syaaf, 2007).

Perilaku berkendara yang buruk disebabkan oleh persepsi keselamatan

berkendara yang buruk sehingga beresiko terjadinya kecelakaan. Penelitian

yang dilakukan oleh Sukmaningtias pada siswa SMA di kota Depok Tahun

2010, mengatakan bahwa sebagian besar (51,4%) siswa SMA memiliki

persepsi risiko yang buruk terhadap kecelakaan. Selain itu, kurangnya

pengetahuan tentang kendaraan serta kondisi emosional para remaja yang

kurang stabil maka dalam berkendara terkadang remaja sulit untuk dikontrol.

Hal tersebut dapat membentuk persepsi risiko pada pengendara remaja yang

buruk sehingga kurang mampu dalam menilai potensi risiko dengan benar

(Sukmaningtias, 2010).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti

pada 21 Agustus 2015 terhadap 30 siswa/i pengendara sepeda motor di SMAN

2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam An-Nizhomiyah,

dan SMA Kharismawita yang diambil secara acak melalui wawancara

terstruktur, diketahui bahwa 18 dari 30 siswa/i yang mengendarai sepeda

motor memiliki pendapat bahwa keselamatan berkendara tidak penting atau

memiliki persepsi negatif mengenai keselamatan berkendara (60%) serta

sebagian besar siswa/i tersebut tidak memiliki SIM.

Penelitian Agung (2014) menyatakan bahwa persepsi keselamatan

berkendara yang rendah akan berdampak pada tingginya angka kecelakaan.

Orang yang memiliki persepsi risiko rendah cenderung berkendara dengan

(20)

kendaraan didepan. Hal tersebut tentunya akan memiliki potensi timbulnya

kecelakaan lalu lintas.

Penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi Ramadhan (2009),

menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persepsi rendah tentang

keselamatan berkendara adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pengendara

sepeda motor kurang baik. Dari 239 siswa SMA yang di teliti, 73,23%

dinyatakan memiliki pengetahuan yang kurang baik mengenai keselamatan

berkendara. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Puji Lestari (2013),

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

persepsi keselamatan berkendara pada siswa SMA.

Beberapa teori menyebutkan faktor yang berhubungan dengan persepsi

seseorang antara lain menurut Robbins (1996), persepsi dibagi menjadi tiga

faktor yaitu faktor dalam diri sipengarti (motivasi, pengalaman, minat dan

harapan), faktor situasi (kondisi lingkungan) dan faktor dalam diri target.

Selain itu, menurut David Krech (1962), pengetahuan dan pengalaman

seseorang akan menimbulkan persepsi seseorang terhadap sesuatu.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti

tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi

keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah Menengah Atas

(SMA) di Kota Depok tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

Kecelakaan lalu lintas di Kota Depok sebagian besar diakibatkan oleh

pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi, salah satunya didominasi oleh

(21)

kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi pada pengendara sepeda motor

disebabkan oleh persepsi atau pendapat pengemudi yang menyatakan bahwa

keselamatan berkendara tidak penting. Hasil studi pendahuluan yang

dilakukan peneliti menunjukkan sebesar 60% siswa/i pengendara sepeda

motor di SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam

An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita memiliki persepsi atau pendapat

bahwa keselamatan berkendara tidak penting. Oleh karena itu, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah

Menengah Atas (SMA) di Kota Depok tahun 2016.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor

pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok ?

2. Bagaimana gambaran jenis kelamin siswa SMA di Kota Depok ?

3. Bagaimana gambaran pengetahuan keselamatan mengendarai sepeda

motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

4. Bagaimana gambaran pengalaman keselamatan mengendarai sepeda motor

pada siswa SMA di Kota Depok ?

5. Bagaimana gambaran motivasi keselamatan mengendarai sepeda motor

pada siswa SMA di Kota Depok ?

6. Bagaimana gambaran kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) oleh

siswa yang membawa motor ke sekolah di SMA di Kota Depok ?

7. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi keselamatan

(22)

8. Bagaimana hubungan antara pengetahuan dengan persepsi keselamatan

mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

9. Bagaimana hubungan antara pengalaman dengan persepsi keselamatan

mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

10. Bagaimana hubungan antara motivasi dengan persepsi keselamatan

mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

11. Bagaimana hubungan antara kepemilikan SIM dengan persepsi

keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi

keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah

Menengah Atas (SMA) di Kota Depok tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran persepsi keselamatan mengendarai

sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

b. Diketahuinya gambaran jenis kelamin siswa SMA Kota Depok.

c. Diketahuinya gambaran pengetahuan keselamatan mengendarai

sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

d. Diketahuinya gambaran pengalaman keselamatan mengendarai

sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

e. Diketahuinya gambaran motivasi keselamatan mengendarai

(23)

f. Diketahuinya gambaran kepemilikan Surat Izin Mengemudi

(SIM) oleh siswa yang mengendarai motor ke sekolah di SMA

Kota Depok.

g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi

keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di

Kota Depok.

h. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan persepsi

keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di

Kota Depok.

i. Diketahuinya hubungan antara pengalaman dengan persepsi

keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di

Kota Depok.

j. Diketahuinya hubungan antara motivasi dengan persepsi

keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di

Kota Depok.

k. Diketahuinya hubungan antara kepemilikan SIM dengan

persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa

SMA di Kota Depok.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi :

1.5.1. Bagi Siswa Pengendara Sepeda Motor

Memberikan gambaran informasi kepada siswa mengenai

(24)

mengendarai sepeda motor dalam upaya menumbuhkan kesadaran

akan pentingnya keselamatan saat berkendara.

1.5.2. Bagi Sekolah Menengah Atas

Sebagai bahan kajian dan data baru bagi Sekolah Menengah

Atas terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi

keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa untuk

melakukan kegiatan terkait keselamatan berkendara guna

menghindari kecelakaan lalu lintas pada siswa.

1.5.3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk dapat melakukan

penelitian selanjutnya demi pengembangan ilmu pengetahuan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Promosi

Kesehatan, Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016 di SMA

Kota Depok. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada

siswa SMA di Kota Depok. Sampel penelitian ini adalah siswa/i pengendara

sepeda motor di SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA

Islam An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita yang diambil dengan teknik

Proportional Random Sampling. Metode penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional dan menggunakan analisis

(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari akan

menerima stimulus atau rangsangan berupa informasi, objek,

peristiwa, dan lain-lain yang berasal dari lingkungan. Stimulus

yang berkaitan dengan dirinya akan diberi makna oleh individu

yang bersangkutan. Proses pemahaman atau pemberian makna

terhadap stimulus itu dinamakan proses persepsi (Suprani, 2010).

Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk

menjelaskan arti persepsi. Siagian menyebutkan bahwa persepsi

merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensorisnya dalam usahanya

memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya (Siagian,

1989). Menurut Robbins (1996), persepsi adalah proses individu

mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka

guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Menurut David

Krech (1962), persepsi merupakan suatu proses kognitif yang

komplek dan menghasilkan suatu gambar yang unik tentang

kenyataan. Persepsi menjadi penting karena seseorang dalam

berperilaku aman salah satunya akan dipengaruhi oleh persepsi

(26)

Persepsi menurut Sarwono (1983), merupakan kemampuan

seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Dimana

kemampuan tersebut kemampuan untuk membedakan, kemampuan

untuk mengelompokkan dan kemampuan untuk memfokuskan.

Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang berbeda meskipun

objeknya sama. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan

dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang

bersangkutan.

Dari definisi persepsi yang disebutkan oleh beberapa ahli

diatas, dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses

dimana seseorang mengorganisasikan serta menafsirkan stimulus

atau rangsangan berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain

yang berasal dari lingkungannya.

Arifin (2011), menyatakan bahwa persepsi keselamatan

berkendara merupakan pandangan, pendapat dan penilaian

responden dalam menafsirkan, mengartikan, pengetahuan tentang

keselamatan berkendara (safety riding) untuk mencegah terjadinya

risiko kecelakaan.

2.1.2 Proses Pembentukan Persepsi

Menurut Rao dan Narayana (1998), proses pembentukan

persepsi ditentukan oleh kualitas input kemudian mengeluarkan

output yang berkualitas. Selain itu, input persepsi yang pertama

diterima, dan kemudian di proses oleh perseptor dan output yang

(27)

Berikut adalah model dari proses persepsi,

Gambar 2.1 Model Proses Persepsi (Rao dan Narayana, 1998)

Berdasarkan gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa terdapat

empat variabel dalam proses pembentukan persepsi seseorang.

Keempat variabel tersebut, antara lain :

1. Input : Input yang dirasakan berupa benda, peristiwa,

orang, dan lain-lain yang diterima oleh perseptor.

2. Proses : Masukan yang diterima diproses melalui tahap

seleksi, organisasi, dan interpretasi.

3. Output : Melalui mekanisme pengolahan, output yang

dihasilkan berupa perasaan, tindakan, sikap, dll.

4. Perilaku : Perilaku tergantung pada output yang dirasakan.

Perilaku perseptor dapat menghasilkan respon dari

apa yang dirasakan dan respon tersebut

menimbulkan input yang baru.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi

melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

PROSES PERSEPSI INPUT (Informasi, objek, peristiwa, orang, dll) Organisasi OUTPUT (perilaku, tindakan, sikap, keyakinan, perasaan,dll) Interpretasi Seleksi

(28)

seseorang. Menurut Robbins (1996), ada 3 faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang yaitu :

1. Faktor pada pemersepsi

Seseorang yang melihat sesuatu dan berusaha

memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya.

Interpretasi tersebut dipangaruhi oleh karakteristik individu.

Faktor yang berhubungan dengan pelaku persepsi akan dapat

mempengaruhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu.

Karakteristik individu tersebut yaitu sikap, motif, minat,

kepentingan, pengalaman, dan harapan.

2. Faktor pada target atau sasaran

Karakteristik target yang diobservasi dapat

mempengaruhi apa yang diartikan. Sasaran dari persepsi dapat

berupa benda, orang maupun peristiwa-peristiwa.

3. Faktor dalam situasi

Situasi merupakan salah satu faktor yang berperan

dalam pembentukkan persepsi seseorang. Keadaan lingkungan

seperti kondisi lingkungan rumah seseorang menyebabkan

terbentuknya persepsi seseorang.

Menurut David Krech (1962), terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya proses persepsi. Faktor-faktor tersebut

(29)

1. Frame of reference, yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh

manusia yang dipengaruhi dari pendidikan, bacaan, penelitian,

dll.

2. Frame of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami

dilingkungan seseorang tersebut.

Feldman menyatakan bahwa pembentukan persepsi juga

sangat dipengaruhi oleh informasi yang pertama kali diperoleh.

Oleh karena itu, pengalaman pertama yang tidak menyenangkan

akan sangat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang.

Tetapi karena stimulus yang dihadapi oleh manusia senantiasa

berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah sesuai dengan

stimulus yang diterima (Ramadhan, 2009).

2.1.4 Cara Pengukuran Persepsi

Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap.

Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah

sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap objek

diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran

persepsi terdiri dari metode self report dan pengukuran involuntary

behavior.

Self report merupakan suatu metode dimana jawaban yang

diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun

kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan

yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau

(30)

jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden,

dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi

kerelaan responden. Pendekatan ini merupakan pendekatan

observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis tanpa disadari oleh

individu yang bersangkutan. Peneliti dapat menginterpretasikan

sikap/persepsi individu mulai dari raut wajah, bunyi suara, gerakan

tubuh, keringat, diatasi pupil mata, detak jantung dan beberapa

aspek fisiologis yang lainnya.

Skala pengukuran dalam self report terdiri dari :

a. Summated rating scale : Pengukuran dimana subjek diminta

untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan

terhadap masing-masing pernyataan. Skala yang digunakan

adalah skala likert :

Contoh: Pengendara motor wajib memiliki SIM.

Pilihan jawaban :

1) Sangat tidak setuju

2) Tidak setuju

3) Ragu-ragu

4) Setuju

5) Sangat setuju

b. Skala semantic differential : Subjek diminta memilih satu kata

sifat atau frase dari sekelompok pasangan kata sifat atau

(31)

Contoh :

Tidak wajib memiliki SIM Wajib memiliki SIM

1 2 3 4 5 6 7

Dalam skala ini menerangkan bahwa semakin kecil skor yang

diberikan oleh responden, maka jawabannya akan semakin

negatif (tidak setuju), dan semakin besar skor yang diberikan

maka jawabannya semakin positif (setuju).

c. Skala Stapel : Salah satu teknik self report dalam pengukuran

dimana responden diminta untuk mengindikasikan seberapa

akurat setiap pernyataan menggambarkan objek yang akan

dinilai.

Contoh :

-5 -4 -3 -2 -1 +1 +2 +3 +4 +5

Dalam skala ini menerangkan semakin kecil angka minus yang

diberikan oleh responden, maka jawabannya akan semakin

negatif (tidak setuju), dan semakin besar skor yang diberikan

maka jawabannya semakin positif (setuju).

Menurut Azwar (2003), skala sikap dan persepsi disusun

untuk mengungkap persepsi pro dan kontra, positif dan negatif,

setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek sosial. Pernyataan

persepsi terdiri dari dua macan yaitu pernyataan favorable

(mendukung atau memihak) dan unfavorable (tidak mendukung/tidak memihak) pada obyek persepsi. Skala sikap dan

(32)

dan sebagian bersifat unfavorable yang sudah terpilih berdasarkan

kualitas isi dan analisis statistika terhadap kemampuan pertanyaan

itu dan mengungkap sikap kelompok.

2.2 Keselamatan Berkendara (Safety Riding)

2.2.1 Definisi Keselamatan Berkendara (Safety Riding)

Safety riding adalah suatu usaha yang dilakukan dalam

meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keselamatan

dalam berkendara, untuk menciptakan suatu kondisi yang mana

kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan

menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita

serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangannya

(Priyono, 2007).

Seseorang pengendara yang bertanggung jawab tidak hanya

mempunyai skill berkendara yang baik, tetapi lebih dibutuhkan dari

sekedar perilaku yang baik. Hal ini berarti mempertimbangkan

konsekuensi dari suatu tindakan sehingga dapat lebih awal

mempersiapkan mental yang membantu kearah mengurangi resiko

(Berlianto, 2007).

2.2.2 Regulasi Berlalu Lintas untuk Motor

Undang-undang lalu lintas nomor 22 tahun 2009 Pasal 81

menyebutkan bahwa untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi

(SIM) setiap orang harus memenuhi persyaratan yaitu :

1. Syarat usia :

(33)

b. Usia 20 tahun untuk SIM B I, dan

c. Usia 21 tahun untuk SIM B II.

2. Syarat administratif :

a. Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP)

b. Pengisian formulir permohonan, dan

c. Rumusan sidik jari.

3. Syarat kesehatan :

a. Sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter, dan

b. Sehat rohani dengan surat lulus tes psikologi.

4. Syarat lulus ujian :

a. Ujian teori,

b. Ujian praktik, dan/atau

c. Ujian keterampilan melalui simulator.

Pada Undang-undang lalu lintas nomor 22 tahun 2009

bagian keempat mengenai Tata Cara Berlalu Lintas, paragraf 1

Ketertiban dan Keselamatan, pasal 105 disebutkan bahwa :

Setiap orang yang menggunakan jalan wajib :

a. Berperilaku tertib dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan

keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau

yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.

Sedangkan pada pasal 106, disebutkan bahwa :

1. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan

(34)

konsentrasi. Artinya, dengan penuh perhatian dan tidak

terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk,

menggunakan telepon, atau mengonsumsi alcohol maupun

obat-obatan sehingga dapat mempengaruhi kemampuan

mengemudikan kendaraan.

2. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan

wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.

3. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan

wajib memenuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik

jalan.

4. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan

wajib memenuhi ketentuan :

a. Rambu perintah atau rambu larangan,

b. Marka jalan,

c. Alat pemberi isyarat lalu lintas,

d. Gerakan lalu lintas,

e. Berhenti dan parkir,

f. Peringatan dengan bunyi dan sinar,

g. Kecepatan maksimal atau minimal, dan/atau

h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan

kendaraan lain.

5. Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan

maka wajib menunjukkan :

(35)

b. SIM

c. Bukti lulus uji berkala, dan/atau

d. Tanda bukti lain yang sah (surat tanda bukti penyitaan

sebagai pengganti STNK atau surat tanda coba kendaraan

bermotor).

6. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan

penumpangnya wajib mengenakan helm SNI.

7. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta

samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 orang.

Ada pula peraturan per 1 April 2011, untuk pengendara

motor, peraturan ini merujuk pada UU No. 22 tahun 2009. Isinya

adalah :

1. Dilarang mendengarkan musik saat mengendarai motor

2. Dilarang menerima telepon saat mengendarai motor

3. Dilarang memakai sandal saat mengendarai motor

4. Dilarang merubah warna motor dan harus sesuai dengan warna

di STNK

5. Wajib menyalakan lampu pada siang dan malam hari

6. Dilarang merokok saat mengendarai motor

7. Dilarang memakai/menggunakan lampu yang berwarna

(merah, hijau, kuning, putih), lampu harus sesuai standar

pabrik.

Perlengkapan Sepeda Motor yang harus dipenuhi oleh

(36)

1. Memakai helm SNI

2. Kaca spion

3. Memakai sepatu

4. Memakai jaket

5. Memakai sarung tangan

6. Pentil ban

2.2.3 Promosi Keselamatan Lalu Lintas

Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan

kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya

(Notoatmodjo, 2007). Undang-Undang No. 23 tahun 1992,

menjelaskan bahwa promosi kesehatan bertujuan untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik,

mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun

sosial.

Promosi keselamatan lalu lintas adalah proses

meningkatkan pengetahuan tentang berlalu lintas dengan baik

dengan harapan target memiliki kemampuan untuk menjaga

keselamatan saat berlalu lintas (Sade, 2012).

Tiga tahapan promosi keselamatan lalu lintas berdasarkan

kejadian yaitu :

1. Tahap sebelum kejadian

Pada umumnya kejadian kecelakaan lalu lintas tidak

dapat diprediksi sejak dini, namun perlu kiranya semua pihak

(37)

perlu mengantisipasi guna mencegah terjadinya kecelakaan

yang tidak diinginkan. Dari sudut pemakai jalan upaya yang

dapat dilakukan adalah meningkatkan kesadaran hukum dan

sopan santun dalam berlalu lintas. Di samping itu kendaraan

yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan layak jalan.

Promosi keselamatan diposisikan sebagai bentuk

preventif yaitu dengan memberikan penyuluhan sebagai upaya

meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat dalam

berlalu lintas. targetnya adalah terjadi perubahan perilaku.

2. Tahap pada waktu kejadian

Penanganan pada waktu kejadian kecelakaan

merupakan bagian yang penting yang perlu mendapat

perhatian. Disini dituntut kesigapan aparat baik dari kepolisian

maupun dari petugas kesehatan untuk mencapai lokasi

kejadian tepat waktu guna menangani dampak yang terjadi

serta mencegah kehilangan nyawa yang mengalami

kecelakaan.

Pada tahap ini promosi keselamatan lalu lintas

dijadikan sebagai pendekatan kepada orang lain supaya mereka

empati terhadap korban kecelakaan. Dengan demikian

seseorang akan lebih berperilaku hati-hati guna menjaga

(38)

3. Tahap sesudah kejadian

Dalam penanganan kejadian kecelakaan, diperlukan

kejelian aparat atau instansi yang berwenang untuk meneliti

atau melihat sebab-sebab kejadian agar dapat disusun suatu

rencana perbaikan guna mencegah terjadinya kecelakaan.

Untuk itu perlu didukung dengan data informasi yang lengkap

perihal kejadian kecelakaan.

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari

perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial.

Remaja sering kali didefinisikan sebagai periode transisi antara

masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun,

atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti

susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya.

World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja

dalam Sarlito Wirawan Sarwono (2006) adalah suatu masa ketika:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai

kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola

(39)

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang

penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

WHO dalam Depkes RI (2005) juga mendefinisikan bahwa

seseorang yang berusia 12 sampai 24 tahun atau dapat dikatakan

sebagai seorang remaja merupakan individu yang sedang

mengalami masa peralihan secara berangsur-angsur mencapai

kematangan seksual, jiwanya berkembang dari jiwa kanak-kanak

menjadi dewasa dan keadaan ekonominya beralih dari

ketergantungan menjadi relatif mandiri. Dari definisi tersebut maka

dapat dilihat adanya perkembangan pada diri remaja baik

perkembangan fisik yang meliputi pertumbuhan organ seksual baik

yang primer maupun sekunder, pertumbuhan otot-otot, tulang,

hormon, serta perkembangan kejiwaan yang meliputi emosi,

intelek, sosial, dan moral.

2.3.2 Batasan Usia Remaja

Terdapat batasan usia pada masa remaja yang difokuskan

pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan

untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa.

Menurut Kartini Kartono (1995) dibagi tiga yaitu:

a. Remaja Awal (12-15 Tahun)

Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang

sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat

intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan

(40)

namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya.

Selain itu pada masa ini 14 remaja sering merasa sunyi,

ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.

b. Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan

tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran

akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja

mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan

perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari

perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini

rentan akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya

diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya

untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang

dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri

sendiri atau jati dirinya.

c. Remaja Akhir (18-21 Tahun)

Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja

sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup

yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai

memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya.

Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu

(41)

2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Persepsi Berkendara 2.4.1 Jenis Kelamin

Muchlas (2005), mengatakan karakteristik individu

mempengaruhi seseorang memberikan interpretasi persepsi pada

suatu objek atau stimulus yang dilihatnya, interpretasi persepsi

tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik individunya seperti

jenis kelamin. Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki

mempersepsikan tentang sesuatu objek berbeda dengan

perempuan.

Iversen & Rundmo (2004), menyebutkan bahwa

berdasarkan kelompok umur, pengemudi remaja yang berjenis

kelamin laki-laki memiliki kemampuan memperkirakan kondisi di

jalan dan lingkungan sekitar untuk meminimalisasi risiko

dibandingkan dengan pengemudi perempuan. Hal tersebut

menggambarkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak yang

mengendarai sepeda motor dibandingkan dengan perempuan.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) pada siswa

kelas X (sepuluh) SMAN di Depok, menunjukkan hasil bahwa

sebagian besar (65,4%) siswa yang mengendarai sepeda motor

berjenis kelamin laki-laki dibandingkan siswa berjenis kelamin

perempuan.

Perbedaan jenis kelamin dalam persepsi risiko

mengindikasikan bahwa laki-laki lebih toleran terhadap risiko

(42)

berlebihan dalam menilai kemampuan berkendaranya. Laki-laki

muda khususnya lebih menilai peraturan lalu lintas secara negatif

dan menganggap remeh risiko yang berhubungan dengan

pelanggaran lalu lintas (Botterill & Mazur, 2004).

Hal ini diungkapkan juga dalam penelitian Botteril &

Mazur (2004), bahwa laki-laki cenderung untuk berlebihan dalam

menilai kemampuan berkendaranya. Laki-laki muda khususnya

lebih menilai peraturan lalu lintas secara negatif dan menganggap

remeh risiko yang berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas

(Botterill & Mazur, 2004). Begitu juga Matthews dan Moran

(1986), mengatakan bahwa laki-laki muda cenderung untuk

menganggap remeh bahaya pada situasi berkendara yang berisiko

menengah hingga tinggi. Ditambahnya lagi pernyataan dari

Trankle, dkk (1990), ditemukan bahwa remaja laki-laki lebih

rendah dalam hal menilai risiko pada situasi lalu lintas

dibandingkan laki-laki dewasa.

Penelitian yang dilakukan oleh Chang, dkk (2007), di

Taipei mengenai perilaku berisiko yang menyebabkan kecelakaan

sepeda motor bahwa sebagian besar pengemudi laki-laki

menampakkan perilaku pelanggaran dalam berkendara

dibandingkan dengan pengemudi perempuan. Namun sebaliknya,

pengemudi perempuan lebih sering terlibat kasus kecelakaan

motor dibandingkan dengan pengemudi laki-laki. Sehingga Chang,

(43)

yang berkaitan dengan jenis kelamin dan kecelakaan sepeda motor.

Salihat (2009), juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

jenis kelamin dengan persepsi risiko keselamatan berkendara.

2.4.2 Pengetahuan

Robbins (1996) dan David Krech (1962), menyebutkan

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang

adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang. Didapat dari hasil

penginderaan manusia terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman

sendiri atau orang lain (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Mehra dan Burhan (1988), pengetahuan dapat

diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan

yang bersifat langsung adalah pengetahuan yang didapat dari

persepsi intern dan ekstern, sedangkan pengetahuan tidak langsung

adalah pengetahuan yang didapat dengan cara menarik kesimpulan,

kesaksian dan authority.

Rogers (1976), mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni kesadaran,

(44)

selanjutnya, ditemukan bahwa perubahan perilaku tidak selalu

melewati tahap-tahap tersebut.

Pengetahuan dalam domain kognitif terdiri dari 6 tingkatan,

yaitu : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

1. Tahu, mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami, kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi, kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real.

4. Analisis, kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis, kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi, kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu

materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi Ramadhan

(2009), menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persepsi

rendah adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pengendara sepeda

motor kurang baik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Widiyanti (2013), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

(45)

berkendara. Hal ini dikarenakan adanya faktor lain misalkan

pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain dalam

mengasumsikan risiko yang dihadapinya

2.4.3 Pengalaman

Robbins (1996) dan David Krech (1962), menyebutkan

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang

adalah pengalaman. Menurut Rachmat (2009), pengalaman yang

dimiliki seseorang akan sangat berperan dalam menginterpretasikan

stimulus seseorang. Pengalaman masa lalu atau apa yang dipelajari

pada masa lalu akan menyebabkan terjadinya perbedaan

interpretasi.

Geller (2001), menyebutkan bahwa individu yang tidak

pernah mengalami injury atau near miss, akan menganggap bahwa

bahaya tidak akan pernah terjadi pada dirinya. Orang cenderung

untuk menilai berlebihan kejadian yang jarang terjadi, dan menilai

remeh kejadian yang sering terjadi. Pengalaman memberikan

informasi yang memberikan gambaran baru mengenai risiko

terhadap individu, sehingga mempengaruhi individu dalam

menginterpretasikan suatu risiko. Pada kasus dimana individu

memiliki informasi yang sedikit mengenai pengalaman yang

dialami oleh dirinya sendiri terhadap suatu risiko, maka informasi

yang diterima dari berbagai sumber memainkan peranan penting

(46)

Menurut Cooper (1998), orang sering berperilaku tidak

aman karena orang tersebut belum pernah cedera saat

melaksanakan pekerjaannya dengan tidak aman. Tetapi jika kita

melihat Heinrich’s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari

potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001) menyebutkan

faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan yang

sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku

tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan, nyaman, serta

menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti (2013),

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman dengan

persepsi risiko keselamatan berkendara. Notoatmodjo (2007),

menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri

atau pengalaman orang lain sehingga pengetahuan dan pengalaman

saling berhubungan.

2.4.4 Motivasi

Robbins (1996), menyebutkan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang yaitu motivasi. Motivasi adalah

proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang

individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi seseorang akan

sangat mempengaruhi seseorang berpersepsi bila motivasi

seseorang itu belum terpuaskan. Bila motivasi dasar sudah

terpenuhi maka seseorang memenuhi motivasi lain yang belum

(47)

Motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang,

yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak

untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi dapat berupa kebutuhan

dan cita-cita. Motivasi diartikan dengan istilah dorongan, dorongan

tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat (Saleh,

2006). Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa tidak ada

suatu motivasi apabila tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan,

sehingga motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk

mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan.

Salah satu teori terkenal yang membahas tentang kebutuhan

adalah teori Maslow yang mengklasifikasikan kebutuhan menjadi

lima tingkat yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta kasih,

penghargaan dan aktualisasi diri. Teori ini sangat berpengaruh

dalam psikologi industri dan organisasi sebagai teori motivasi

kerja. Dapat dikatakan kebutuhan-kebutuhan ini akan memotivasi

manusia untuk mencapai tujuan (Cushway & Lodge, 1993).

Maslow mengemukakan lima tingkat kebutuhan, sebagai

berikut :

a) Kebutuhan fisiologis : kebutuhan yang harus dipuaskan

untuk dapat tetap hidup, termasuk makanan, papan, pakaian,

udara untuk bernafas dan sebagainya.

b) Kebutuhan rasa aman : ketika kebutuhan fisiologis telah

(48)

keselamatan. Keselamatan ini termasuk merasa aman dari

setiap jenis ancaman fisik atau kehilangan.

c) Kebutuhan cinta kasih atau sosial : cinta kasih dan kasih

sayang yang diperlukan pada tingkat ini mungkin disadari

melalui hubungan antar-pribadi yang mendalam tetapi juga

yang akan dicerminkan dalam kebutuhan untuk menjadi bagian

berbagai kelompok sosial.

d) Kebutuhan penghargaan : percaya diri dan harga diri mau pun

kebutuhan akan pengakuan orang lain.

e) Kebutuhan aktualisasi diri : kebutuhan ini ditempatkan

paling atas pada hierarki Maslow dan berkaitan dengan

keinginan pemenuhan diri. Ketika semua kebutuhan lain sudah

dipuaskan, seseorang ingin mencapai potensi penuhnya. Tahap

terakhir ini mungkin akan tercapai hanya oleh beberapa orang.

Gambar 2.2

Hierarki Kebutuhan Maslow

Pada gambar 2.2 dapat dilihat bahwa kebutuhan individu

bergerak naik mengikuti anak tangga hierarki. Meskipun tidak ada

Aktualisasi diri Pengharhaan Cinta kasih Rasa aman

(49)

kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan

yang dipuaskan secara cukup banyak tidak lagi termotivasi.

Menurut Maslow mengatakan jika kita ingin memotivasi seseorang

maka kita perlu memahami sedang berada pada anak tangga

manakah orang tersebut dan memusatkan pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan-kebutuhan di atas tingkat itu (Cushway &

Lodge, 1993).

Pada tahun 2009, Ben Fauzi Ramadhan melakukan

penelitian yang menunjukkan bahwa hampir sebagian siswa SMA

di Kota Bogor memiliki persepsi yang rendah terhadap

keselamatan berkendara. Dari total sampel yang diteliti yaitu

sebesar 239 responden, 59,95% memiliki motivasi yang kurang

baik terhadap keselamatan berkendara.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti (2013),

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan

persepsi. Menurutnya semakin baik tingkat motivasi responden

terhadap keselamatan berkendara maka semakin baik pula persepsi

responden terhadap keselamatan berkendara, begitu pula

sebaliknya semakin buruk tingkat motivasi responden terhadap

keselamatn berkendara maka semakin buruk juga persepsi

(50)

2.4.5 Kondisi Lingkungan 2.4.5.1 Kepemilikan SIM

SIM dibuat atau diterbitkan sebagai upaya

kepolisian untuk mengatur lalu lintas di jalan raya. Dengan melakukan “seleksi” terhadap kepemilikan SIM. SIM. C dibuat atau diterbitkan untuk pengguna kenderaan khusus

roda dua atau sepeda motor, diharapkan pengguna

kenderaan khususnya sepeda motor memiliki kemampuan

dan pemahaman yang cukup sehingga tidak membahayakan

orang lain ketika mengemudi (Siahaan, 2011).

Pengendara sepeda motor memiliki SIM dengan

alasan untuk kewajiban dan keamanan berkendara,

sehingga apabila tidak memiliki SIM, masyarakat

cenderung takut dengan sanksi. Ketidakpemilikan SIM

tersebut membuat adanya perasaan takut melanggar

peraturan pemerintah karena sanksinya yang sangat

mengikat (Setiyarini, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asdar

dkk di SMA Kabupaten Pangkep tahun 2013, didapatkan

bahwa dari 25 responden yang telah memiliki SIM

sebanyak 19 orang (76,0%) yang memiliki perilaku safety

riding baik dan sebanyak 6 orang (24,0%) yang berperilaku

buruk. Sedangkan dari 150 responden yang tidak memiliki

(51)

orang (48,7%) berperilaku buruk. Hasil uji statistik

menggunakan uji chi-square antara kepemilikan SIM

dengan perilaku safety riding diperoleh nilai p= 0,022. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara

kepemilikan SIM dengan perilaku safety riding pada siswa

SMA di Kabupaten Pangkep (Asdar dkk, 2013).

Keberadaan SIM pada siswa setidaknya akan

mempengaruhi perilaku safety riding mereka. Penelitian

yang dilakukan oleh Ouimet et al (2007) mengemukakan

bahwa remaja yang telah memiliki SIM akan cenderung

berperilaku safety riding yang baik pada masa awal

kepemilikan SIMnya. Perilaku yang baik mengenai safety

riding salah satunya dikarenakan persepsi keselamatan

berkendara yang positif. Aprilita (2008), menyatakan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi

dengan perilaku safety riding.

2.5 Kerangka Teori

Beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak faktor yang

berhubungan dengan persepsi seseorang antara lain, menurut Robbins

(1996), persepsi dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor dalam diri

sipengarti (motivasi, pengalaman, minat dan harapan), faktor situasi

(kondisi lingkungan) dan faktor dalam diri target. Selain itu, menurut

David Krech (1962), pengetahuan dan pengalaman seseorang akan

(52)

dilihat bahwa persepsi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal

dan faktor eksternal.

Dibawah ini merupakan kerangka teori pada penelitian yang

dilakukan, yaitu :

Gambar 2.3 Teori Persepsi oleh Robbins (1996) dan David Krech (1962) PERSEPSI Faktor eksternal : a. Kondisi lingkungan - Kepemilikan SIM Faktor internal : a. Jenis kelamin b. Pengetahuan c. Pengalaman d. Motivasi e. Minat f. Harapan

(53)

38 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang dijelaskan sebelumnya, peneliti membuat

kerangka konsep mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa yang terdiri

dari variabel dependen (persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor)

dan variabel independen yang terdiri dari faktor internal yaitu (jenis

kelamin, pengetahuan keselamatan berkendara, pengalaman keselamatan

berkendara dan motivasi keselamatan berkendara) dan faktor eksternal

yaitu (kepemilikan SIM).

Berdasarkan teori yang ditunjang oleh fakta serta pengamatan

langsung di lapangan, pemilihan variabel independen tersebut berdasarkan

pertimbangan bahwa variabel terpilih memang sudah dikenal secara umum

termasuk oleh calon responden. Variabel independen tersebut diasumsikan

oleh peneliti mempunyai hubungan dengan persepsi keselamatan

mengendarai sepeda motor.

Asumsi hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen dapat diuraikan sebagai berikut: jenis kelamin berhubungan

dengan persepsi, pengetahuan siswa yang kurang baik akan menimbulkan

persepsi negatif atau berpendapat bahwa tentang keselamatan mengendarai

sepeda motor tidak penting, pengalaman mempengaruhi persepsi siswa

(54)

berkendara responden positif/penting jika responden memiliki pengalaman

yang banyak terhadap keselamatan dan kecelakaan lalu lintas, sebaliknya

persepsi keselamatan berkendara negatif/tidak penting jika responden

memiliki pengalaman sedikit terhadap keselamatan dan kecelakaan lalu

lintas. Adapun motivasi berhubungan dengan persepsi. Semakin

rendahnya motivasi siswa dalam tindakan berkendara aman maka

dorongan untuk mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan kemungkinan

besar tidak tercapai secara optimal. Selain itu, siswa yang tidak memiliki

SIM diasumsikan akan menimbulkan persepsi negatif atau berpendapat

bahwa tentang keselamatan mengendarai sepeda motor tidak penting.

Beberapa variabel yang terdapat dalam kerangka teori namun tidak

dilakukan penelitian karena alasan tertentu. Variabel tersebut yaitu

variabel minat dan variabel harapan. Variabel minat dan variabel harapan

tidak diikutsertakan sebagai variabel independen karena variabel ini

berkaitan dengan variabel motivasi. Hurlock (1995), mengatakan bahwa

minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk

melakukan apa yang mereka inginkan. Selain itu, Uno (2007),

menyebutkan bahwa motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal

dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya

hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita,

(55)

Berikut ini adalah kerangka konsep yang digunakan dalam

penelitian

Faktor Internal :

Faktor Eksternal :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan : tidak diteliti

diteliti

Pengetahuan keselamatan berkendara Jenis Kelamin

Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor

Motivasi keselamatan berkendara Pengalaman keselamatan berkendara

Kepemilikan SIM Minat

(56)

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Dependen

1. Persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor

Pandangan atau interpretasi responden tentang pentingnya tindakan keselamatan

mengendarai sepeda motor di jalan raya.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Tidak penting, jika skor < mean (42,74)

2. Penting, jika skor  mean (42,74)

Ordinal

Variabel Independen

1. Jenis kelamin Pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. Pengisian Kuesioner Kuesioner 1. Laki-laki 2. Perempuan Nominal 2. Pengetahuan keselamatan berkendara

Jawaban responden tentang tindakan keselamatan

mengendarai sepeda motor di jalan raya.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Rendah, jika skor < median (19)

2. Tinggi, jika skor  median (19)

(57)

3 Pengalaman keselamatan berkendara

Kejadian/peristiwa yang pernah dialami responden selama

mengendarai sepeda motor terkait keselamatan, kecelakaan, dll.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Sedikit, jika skor < nilai median (8)

2. Banyak, jika skor  nilai median (8)

Ordinal

4. Motivasi keselamatan berkendara

Dorongan yang timbul dari dalam diri responden terhadap tindakan keselamatan mengendarai sepeda motor di jalan raya.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Rendah, jika skor < nilai median (33)

2. Tinggi, jika skor  nilai median (33)

Ordinal

5. Kepemilikan SIM

Status yang menyatakan bahwa responden memiliki SIM atau tidak memiliki SIM

Observasi SIM Kuesioner dan pengecekan SIM 1. Tidak punya 2. Punya Ordinal

Gambar

Gambar   2.1. Model Proses Persepsi ....................................................................
Tabel  4.1. Proporsi Sampel Siswa SMA Kota Depok …........................................
Gambar 2.1 Model Proses Persepsi (Rao dan Narayana, 1998)  Berdasarkan  gambar  2.1  dapat  dijelaskan  bahwa  terdapat  empat  variabel  dalam  proses  pembentukan  persepsi  seseorang
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Pembagian warisan pada masyarakat muslim Tionghoa, wasiat adalah suatu wasiat yang diberikan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari

Dalam hal ini supervisor harus mempelajari terlebih dahulu kebutuhan dan situasi guru yang akan disupervisi, (b) perencanaan supervisi memerlukan kreativitas,

Sebagaimana yang disampaikan merton dalam teori fungsional dimana setiap sistem mempunyai fungsi yaitu fungsi manifes dan fungsi laten, maka begitu juga dalam

kepada 48 orangtua siswa dan 12 orang guru, diperoleh hasil bahwa pelatihan terkait dibutuhkan oleh orangtua, terlihat dari hasil evaluasi yang diisi oleh

berbasis mikrokontroler ini terinspirasi dari mobil penyedot debu yang berada.. pada salah satu perusahaan tempat kerja peraktek kami sewaktu KP selain

Thoha (2010: 289) berpendapat pengembangan pegawai dalam memberikan pelayanan dilakukan agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi

Dari telaah perusahaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan persepsi pentingnya inovasi dalam organisasi adalah sebagai berikut :. a) Untuk menghadapi persaingan

Tentangan itu berasal dari pihak-pihak yang meng- anggap bahwa cabang ilmu ini tidak layak ada dalam disiplin Antropologi dan Sosiologi, dan juga dianggap tidak layak berada