• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu yang terbatas sehingga observasi yang dilakukan peneliti tidak dapat dilakukan selama data diambil. Peneliti hanya melakukan observasi mengenai durasi dan pemakaian TLD sebanyak 3 kali sehingga tingkat validitas data tidak diketahui.

2. Data yang diambil hanya dalam kurun waktu satu tahun sehingga data terlihat homogen tanpa fluktuasi yang signifikan.

3. Tidak ada data mengenai dosis radiasi internal karena dosis tersebut hanya dapat diukur melalui uji laboratorium.

4. Tidak ada data mengenai besar dosis serap, dosis ekuivalen, dan dosis efektif.

5. Tidak ada data mengenai pemetaan limbah sehingga detail mengenai limbah yang masuk dan disimpan tidak lengkap. Akibatnya adalah besaran radiasi pada tiap titik di IS-1 tidak diketahui dan tidak dapat menjaga pekerja untuk tidak mendekati limbah dengan radiasi tinggi. 6. Perilaku pekerja tidak diteliti karena keterbatasan peneliti. Perilaku

pekerja penting untuk diteliti karena pemakaian alat ukur dosis radiasi pada pekerja merupakan salah satu bagiandari perilaku pekerja.

berbeda-beda dari waktu ke waktu sehingga dapat memajan pekerja yang bekerja di dalamnya. Tabel 5.1 menunjukkan kisaran radiasi yang diterima oleh pekerja. 26% radiasi pada pekerja tidak terdeteksi dan 74% berada dibawah 0,5 mSv. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja jauh dibawah nilai batas dosis. Pada penelitian Romli, dkk (2012) terdapat data mengenai dosis radiasi pada pekerja pada tahun 2008 hingga 2012. Dalam 5 tahun tersebut, rentang dosis pada pekerja dalam satu tahun sebesar 0,88 sampai 5,79 mSv. Terjadi penurunan besar radiasi pada tahun 2013 dibandingkan 5 tahun sebelumnya. Pada penelitian Romli, dkk (2012) dosis radiasi terbesar pada tahun 2010 yaitu 5,79 mSv. Tingginya radiasi pada tahun 2010 karena dilakukan preparasi limbah Petrokimia Gresik. Berdasarkan wawancara dengan pekerja IS-1, limbah radioaktif yang berasal dari Petrokimia Gresik memiliki radiasi yang tinggi. Selain itu, jumlah limbah radiasi yang perlu diolah lebih banyak daripada instansi lain. Untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, peneliti menyarankan untuk memberi batasan limbah yang masuk ke IS-1. Sehingga tingginya radiasi pada tahun 2010 tidak terulang kembali. Selain itu, diperlukan data mengenai pemetaan limbah sehingga limbah yang memiliki radiasi lebih tinggi dapat diketahui persis letaknya untuk meningkatkan keselamatan pekerja.

Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja pada tahun 2013 hingga 2014 jauh lebih kecil dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya. Menurut Shaw, dkk (2010) besar radiasi yang diterima pekerja di tempat penyimpanan limbah radiasi akan semakin kecil seiring waktu. Hal itu disebabkan zat radioaktif

penelitian tentang efek atau pengaruh radiasi dengan sumber radiasi dapat memiliki data yang bias akibat dari waktu untuk meluruh tiap zat radioaktif berbeda-beda. Waktu yang dibutuhkan oleh zat radioaktif untuk meluruh dipengaruhi oleh waktu paruh. Contohnya, waktu paruh unsur Tc-99m ialah 6,01 jam, unsur Mo-99 ialah 65,94 jam dan unsur Kr-81m ialah 13,10 detik (BATAN, 2014).

Identifikasi unsur radioaktif sangat berbahaya (IAEA, 2005). Hasil identifikasi juga tidak selalu sama dengan unsur radioaktif karena peluruhan zat radioaktif menghasilkan zat radioaktif yang lain. Unsur radioaktif akan terus meluruh hingga unsur tersebut menjadi susunan atom yang lebih stabil. Salah satu contoh peluruhan radioaktif yang dikutip dari Chang (2003) adalah peluruhan uranium. Tahap pertama peluruhan adalah berubahnya uranium-238 berubah menjadi torium-234 dengan memancarkan radiasi alfa. Kemudian akan terjadi peluruhan dari torium-234 menjadi paladium-234 dengan pemancaran radiasi beta.

Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, setiap kekurangan dalam tindakan terhadap radiasi harus diidentifikasi untuk mewujudkan keselamatan radiasi serta harus melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Tingginya radiasi pada tahun 2010 belum dilakukan identifikasi sebagaimana yang tertulis di Peraturan Kepala Bapeten No 4 tahun 2013. Pada Perka BAPETEN No 4 tahun 2014, peningkatan hanya dilakukan pada kualifikasi pekerja. Padahal peningkatan pemantauan kesehatan juga

Muirhead (2009), pekerja radiasi yang bekerja lebih dari 20 tahun meningkatkan risiko kejadian beberapa jenis kanker. Jenis kanker yang paling sering muncul adalah leukemia. Dalam penelitian Sont (2001) tentang pekerja radiasi dengan masa kerja 20 tahun, angka kejadian kanker sebesar 2% dengan dosis radiasi sebesar 0 - 4,9 mSv. Persentase kejadian kanker masih 2% hingga dosis sebesar 19.9 mSv. Pada penelitian di IS-1 ini diperlukan data mengenai radiasi internal sehingga dapat diketahui seberapa dosis efektif yang telah diterima oleh pekerja. Sehingga dampak dari radiasi pada pekerja dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.

Besar rerata radiasi beta dan nilai maksimal dari kedua radiasi (beta dan gama) pada pekerja di IS-1 lebih besar dibandingkan dengan IS-2 pada tahun 2013. Data mengenai dosis radiasi IS-2 diambil dari penelitian Pudjiastuti, dkk (2013). Besar rerata dosis radiasi pada pekerja IS-2 sebesar 0,15 ± 0,08 mSv dengan nilai minimum sebesar 0,04 mSv dan nilai maksimal sebesar 0,31 mSv.

Dalam Laporan UNSCEAR (2006) dosis radiasi minimal terbukti menimbulkan efek langsung terlihat sebesar 50 mSv. Efek dari dosis radiasi sebesar 20 mSv, nilai batas dosis yang ditentukan BAPETEN, dapat terlihat namun masih sangat kecil. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja di IS-1 PTLR pada tahun 2013 masih jauh dibawah nilai batas dosis yang ditentukan oleh BAPETEN. Peneliti tidak menganbil data tentang perilaku pekerja. Kecilnya dosis pada data sekunder yang diambil oleh peneliti dimungkinkan karena perilaku pekerja yang baik atau mungkin pekerja tidak selalu

Penerimaan dosis radiasi pada pekerja dibedakan berdasarkan tabel 5.2. Perbedaan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja Sub Bidang Preparasi dan Analisis sangat kecil bila dibandingkan dengan Sub Bidang Pengangkutan dan Penyimpanan Sementara. Hal itu disebabkan kegiatan dari dua sub bidang tersebut sama-sama mengharuskan berjarak dekat dengan limbah radioaktif. Tugas Sub Bidang Pengangkutan dan Penyimpanan Sementara adalah membongkar limbah yang baru dikirim. Walaupun melalui prosedur untuk upaya keselamatan yang telah dibuat oleh PTLR (terlampir), sub bidang ini yang melakukan kontak pertama bongkar limbah radioaktif. Sehingga radiasi yang diterima tidak berbeda jauh dengan Sub Bidang Preparasi dan Analisis. Melakukan pengecekan kesesuaian limbah radioaktif yang diterima dengan dokumen limbah merupakan tugas dari Sub Bidang Preparasi dan Analisis. Untuk melakukan pengecekan diperlukan kontak dengan limbah radioaktif yang berbahaya.

Upaya keselamatan radiasi yang dibuat dan diterapkan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif berupa Prosedur Pengiriman Limbah Radioaktif ke PTLR (terlampir) mewajibkan untuk pihak pengirim membuat laporan radiasi selama pengiriman yang dapat dijadikan sebagai data awal. Selain itu, pengukuran radiasi ketika masih dalam kendaraan dan masih terbungkus juga berfungsi untuk melindungi pekerja. Apabila besar radiasi tidak sesuai dengan dokumen, maka limbah radiasi akan diambil alih dan menjadi tanggung jawab BAPETEN sebagai pengawas.

melakukan pemantauan keselamatan radiasi termasuk kelengkapan kerja dan pengukuran dosis radiasi pada pekerja. Dalam menjalankan tugasnya, Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja tidak perlu melakukan kontak dengan limbah radioaktif. Sehingga rata-rata dosis radiasi yang diterima sangat kecil. Dosis radiasi yang sangat kecil didapat dari proses pengawasan dan pemantauan keselamatan radiasi di IS-1.

Pada grafik 5.1 terlihat satu orang pada bulan Maret hingga Mei tahun 2013 yang terpapar dosis radiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lain. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja ini merupakan dosis radiasi tertinggi dalam kurun waktu Maret 2013 hingga Maret 2014. Berdasarkan pemantauan Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja, tingginya dosis radiasi ini disebabkan oleh waktu kerja yang lebih lama daripada pekerja yang lain. Walaupun dosis radiasi yang diterima oleh satu pekerja ini lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lain, besar radiasi masih jauh dari nilai batas dosis.

Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, pemantauan rutin terhadap daerah kerja dilakukan 1 kali pengukuran dalam 1 bulan atau 1 kali dalam 3 bulan. Karena rendahnya dosis radiasi yang terbaca oleh TLD Reader, diperlukan pengukuran dengan film badge yang dipantau tiap bulannya. Meningkatkan frekuensi pemantauan diperlukan untuk mengetahui fluktuasi dosis radiasi tiap bulannya.

dibandingkan ruang IS-1 lainnya terjadi karena limbah radioaktif yang belum diproses di ruang tersebut. Meskipun limbah radioaktif tersebut telah dikemas dalam drum 100 L, tetapi wadah tersebut belum efektif untuk menahan pancaran radiasi gama sehingga radiasi gama masih dapat menembus dinding drum dan meradiasi ruang IS sebelum proses. Radiasi gama memiliki daya tembus yang sangat besar sehingga masih bisa menembus dinding drum. Pelat logam dengan ketebalan tertentu dibutuhkan untuk menahan radiasi gama (Surya, 2009).

Laju dosis di ruang IS-1 sebelum proses (IS-1a) mengalami penurunan dibandingkan 5 tahun sebelumnya. Berdasarkan penelitian Romli, dkk (2012), laju dosis ruang IS-1a dari tahun 2008-2012 berkisar antara 3,44 µSv/jam sampai 6,84 µSv/jam. Penurunan laju dosis pada kurun waktu 2013-2014 disebabkan oleh limbah radioaktif yang masuk IS-1 memiliki radiasi yang lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (hasil wawancara). Rata-rata laju dosis di ruang IS-1a 1,68 µSv/jam berkurang sekitar 50% dibandingkan rata-rata laju dosis tahun sebelumnya yang sebesar 3,44 µSv/jam. Penurunan laju dosis ini berhubungan dengan penurunan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja. Dosis radiasi yang diterima pekerja sangat dipengaruhi oleh laju dosis dan durasi pajanan selain jarak dan tameng (IAEA, 2007).

Untuk ruang IS-1 koridor, laju dosis radiasi gama paling rendah dibandingkan dua ruang lain di IS-1 karena pada ruang tersebut tidak tersimpan limbah radioaktif. Pancaran radiasi gama di ruang ini dipengaruhi oleh ruang IS

sebelumnya (Romli, 2012), rerata laju dosis ruangan IS-1b (koridor) lebih rendah. Selisih rerata sebesar 0,1 µSv/jam dengan rerata pada tahun 2010 yang sebesar 0,56 µSv/jam. Pada tahun 2010, IS-1a mendapatkan laju dosis paling tinggi tetapi pada tahun yang sama IS-1b memiliki laju dosis yang paling rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peneliti tidak dapat memastikan penyebab perbandingan terbalik antara ruang IS-1a dan ruang IS-1b karena kurangnya kapasitas keilmuan dan informasi.

Sementara itu, laju dosis radiasi gama pada ruang IS setelah proses yang sering menurun dikarenakan limbah radioaktif yang tersimpan telah mengalami proses reduksi volume. Penurunan laju dosis ini juga terjadi karena adanya penurunan aktivitas radioaktif dari limbah. Waktu paruh dari radionuklida yang terkandung dalam limbah radioaktif mempengaruhi penurunan aktivitas tersebut. Selain itu, penurunan laju dosis di ruang ini juga terjadi karena shielding limbah radioaktif seperti, shell 350 L/900 L dan drum 200 L telah mampu mengukung limbah radioaktif sehingga pancaran radiasi ke ruang IS setelah proses semakin berkurang (BATAN, 2014). Rerata laju dosis ruang IS-1c pada kurun waktu Maret 2013-2014 lebih rendah dibandingkan rerata selama 5 tahun sebelumnya. Laju dosis tahun-tahun sebelumnya diketahui dari penelitian Romli, dkk (2012).

Interim Storage-1 memiliki rata-rata laju dosis sebesar 1,04 µSv/jam. Bila dibandingkan dengan rata-rata laju dosis IS-2 berdasarkan penelitian Pudjiastuti, dkk (2013) yang dilakukan mulai awal hingga pertengahan tahun

Sebagai daerah radiasi tinggi dan daerah kerja zona IV (BATAN, 2014), secara general laju dosis radiasi gama di seluruh ruang IS-1 berada di bawah NAB (< 75 µSv/jam) karena limbah radioaktif yang tersimpan di ruang ini adalah limbah radioaktif padat yang memiliki aktivitas rendah dan sedang.

Berdasarkan UNSCEAR (2006), laju dosis yang mengakibatkan dampak kesehatan minimal 75 µSv/jam dengan durasi pajanan minimal 1 tahun. Laju dosis yang lebih rendah daripada nilai batas dosis tidak memiliki hubungan signifikan dengan kejadian kanker. Banyak faktor lain yang lebih berpengaruh seperti perilaku merokok. Efek kesehatan lain dengan paparan sebesar 75 µSv/jam adalah penyakit koroner.

Dokumen terkait