STORAGE-1 PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN 2013-2014
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
ANGGER AMINDA NOORCIPTA JOHAR NIM: 1110101000030
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang saya ajukan untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar SKM (Sarjana Kesehatan
Masyarakat) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 2015
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Angger Aminda Noorcipta Johar, NIM: 1110101000030
Descriptive Study of Toxicokinetic Radiation Worker Dose at Interim Storage-1 Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional Year 2013-2014
(xiii + 54 pages, 5 pictures, 14 tables, 5 attachments)
ABSTRACT
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) designated to be Agency for processing radioactive waste. One of the process which occur in PTLR is temporarily storaging for radioactive waste. There is two place for storaging in PTLR, The places are Interim Storage-1 and Interim Storage-2. Based on Romli, dkk (2012) and Pudjiastuti,dkk (2012) radiation worker dose in IS-1 in 2012 is greater than IS-2 in 2013. Therefore descriptive study is needed to understand about radiation worker dose in IS-1 in 2013-2014.
General purpose of this research to understand radiation worker dose at Interim Storage-1 PTLR. Meanwhile the spesific purpose is to know acceptance radiation worker dose, dose rate and exposure duration at Interim Storage-1. The research subject is all IS-1 worker about 19 people. Design of this research is cross sectional. This descriptive research use quantitative method by analtzing secondary data, observation, and interviewing worker at in IS-1.
Result of the research point out that radiation worker dose in Interim Storage-1 still below threshold (<20 mSv/year) and most of worker receive undetectable dose that below 0,05 mSv/year. Dose rate of Interim Storage-1 (IS-1) still below treshold (<75 μSv/hour). Exposure duration of worker is not more than 3 hours. Suggestion for worker is to pay attention about radiation because it can not be seen, smell and touched.
References: 43 (1981-2014)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Angger Aminda Noorcipta Johar, NIM: 1110101000030
Studi Deskriptif Toksikokinetik Dosis Radiasi pada Pekerja di Interim Storage-1 Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional Tahun 2013-2014
(xiii + 54 halaman, 5 gambar, 14 tabel, 5 lampiran)
ABSTRAK
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) ditunjuk sebagai badan pelaksana pengolah limbah radioaktif di Indonesia. Salah satu fungsi PTLR adalah menyimpan sementara limbah radioaktif yang belum dan sudah mengalami proses pengolahan. Terdapat dua tempat penyimpanan (Interim Storage) di PTLR yaitu IS-1 dan IS-2. Berdasarkan penelitian Romli, dkk (20IS-12) dan Pudjiastuti, dkk (20IS-13) dosis radiasi IS-1 pada tahun 2012 memiliki dosis yang lebih besar daripada IS-2 pada tahun 2013. Oleh karena itu diperlukan studi deskriptif untuk mengetahui dosis radiasi pekerja di IS-1 pada tahun 2013 hingga 2014.
Tujuan umum penelitian ini adalah Untuk mengetahui penerimaan dosis radiasi pekerja di penyimpanan sementara (Interim Storage-1) limbah radioaktif Pusat Teknologi Limbah Radioaktif. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengetahui dosis radiasi pada pekerja, laju dosis dan durasi pemajanan di Interim Storage-1. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan subjek penelitian adalah semua pekerja IS-1 sejumlah 19 orang. Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan pengambilan data sekunder, observasi dan wawancara pada pekerja di IS-1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis radiasi yang diterima pekerja yang bekerja di IS-1 masih di bawah NBD (< 20 mSv/tahun) dan sebagian besar pekerja menerima dosis tidak terdeteksi, yaitu < 0,05 mSv.ruang. Interim Storage-1 (IS-1) yang terdiri dari tiga bagian tersebut memiliki laju dosis radiasi yang masih berada di bawah batas dosis zona radiasi (< 75 μSv/jam). Durasi pajanan radiasi pekerja tidak lebih dari 3 jam dan setara dengan waktu yang dibutuhkan pekerja selama bekerja di IS-1. Akan tetapi, para pekerja harus tetap memperhatikan faktor keselamatan radiasi karena radiasi merupakan jenis bahaya yang tidak dapat dilihat, dicium, dan diraba.
Daftar Pustaka: 43 (1981-2014)
Judul Skripsi
STUDI DESKRIPTIF DOSIS RADIASI PADA PEKERJA DI
INTERIM STORAGE-1 PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH
RADIOAKTIF BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN
2013-2014
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi untuk mengikuti sidang skripsi sebagai syarat menempuh gelar S1 Sarjana Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun oleh:
ANGGER AMINDA NOORCIPTA JOHAR 1110101000030
Pembimbing I
Dewi Utami Iriani, SKM., M.Kes., Ph,D NIP. 197503162007102001
Pembimbing II
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 13 Maret 2015
Ketua
(Hoirun Nisa, SKM., M.Kes., Ph.D)
Anggota I
(Iting Shofwati, ST., MKKK)
Anggota II
Data Pribadi
Nama : Angger Aminda Noorcipta Johar
Tempat / Tanggal lahir : Mojokerto, 13 Maret 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Kartini RT 04 RW 07 no 69 Kelurahan Seduri
Kecamatan Mojosari Mojokerto, Jawa Timur 61382
Pendidikan:
1. 1998 – 2004 : SD Negeri Mojosari II
2. 2004 – 2007 : SMP Negeri 1 Mojosari
3. 2007 – 2010 : SMA Darul Ulum 2 Jombang
Puji dan syukur, penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT beserta
junjungan Nabi Muhammad SAW karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi
ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis
menghaturkan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Fajar Ariyanti, M. Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Kepala dan seluruh pegawai Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Serpong
yang telah membantu.
3. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D dan Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku
pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan
dan saran yang berharga dalam penyusunan proposal skripsi ini
4. Keluarga, Rizqiana Adawiyah, kerabat, dan teman penulis yang telah
memberikan doa dan bantuan moril, motivasi, dan material bagi penulis.
Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan demi perbaikan yang akan datang.
Ciputat, 2015
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRACT ... iii
ABSTRAK ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR GRAFIK ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Pertanyaan Penelitian ... 6
1.4. Tujuan Penelitian ... 6
1.4.1. Tujuan Umum ... 6
1.4.2. Tujuan Khusus ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
1.5.1. Bagi PTLR Serpong ... 7
2.1. Definisi Radiasi ... 9
2.2. Karakteristik Radiasi ... 10
2.3. Besar dan Satuan Radiasi ... 10
2.4. Toksikokinetik dan Toksikodinamik ... 14
2.5. Laju Dosis ... 15
2.6. Durasi Pajanan ... 15
2.7. Efek Radiasi ... 16
2.8. Nilai Batas Dosis ... 20
2.9. Limbah Radioaktif ... 21
2.10. Jenis dan Karakteristik Limbah Radioaktif ... 22
2.11. Proteksi Radiasi ... 23
2.11.1. Pengendalian Engineering ... 23
2.11.2. Pengendalian Administratif ... 26
2.11.3. Pelindung Diri ... 28
2.12. Kerangka Teori ... 29
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 31
3.1. Kerangka Konsep ... 31
3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 31
3.2.1. Variabel Penelitian ... 31
3.2.2. Definisi Operasional ... 33
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 34
4.3.1. Data Primer ... 34
4.3.2. Data Sekunder ... 35
4.4. Pengolahan Data ... 35
4.5. Teknik dan Analisa Data ... 36
BAB V. HASIL PENELITIAN ... 37
5.1. Gambaran Penyimpanan Sementara PTLR Serpong ... 37
5.2. Besar Dosis Radiasi yang Diterima Oleh Pekerja IS-1 ... 38
5.3. Besar Laju Dosis Radiasi di IS-1 PTLR Serpong ... 41
5.4. Durasi Pemajanan Radiasi pada Pekerja IS-1 PTLR Serpong ... 43
BAB VI. PEMBAHASAN ... 44
6.1. Keterbatasan Penelitian ... 44
6.2. Dosis Radiasi yang Diterima Pekerja IS-1 PTLR Serpong... 44
6.3. Laju Dosis Radiasi di IS-1 PTLR Serpong ... 48
6.4. Durasi Pemajanan Radiasi Gama di IS-1 PTLR Serpong ... 51
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 53
7.1. Simpulan ... 53
7.2. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2.1. Fungsi Linear No-Threshold Risk ... 18
Gambar 2.2. Kerangka Teori ... 30
Grafik 5.1. Penerimaan Dosis Radiasi Pekerja IS-1 PTLR Serpong ... 40
Grafik 5.2. Laju Dosis Radiasi di Penyimpanan Limbah Sementara PTLR
Tabel 2.1. Weighting Factor (WR) ... 12
Tabel 2.2. Hubungan Aktivitas, Dosis Serap, dan Dosis Ekuivalen ... 13
Tabel 2.3. Weighting Factor (WR) Jaringan atau Organ Tubuh ... 14
Tabel 2.4. Hubungan Dosis - Respon Radiasi ... 19
Tabel 2.5. Nilai Batas Dosis Radiasi Pekerja ... 21
Tabel 2.6. Distribusi Dosis dengan Risiko Kanker ... 21
Tabel 2.7. Kategori Limbah Berdasarkan Aktivitas ... 23
Tabel 2.8. Pancaran Gama dan Tingkat Radiasinya pada Berbagai Jarak dan Sumber ... 25
Tabel 2.9. Perkiraan Ketebalan Shielding ... 26
Tabel 2.10. Frekuensi Inspeksi ... 28
Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 33
Tabel 5.1. Dosis Radiasi Hp (10) yang Diterima Pekerja IS-1 PTLR Serpong Selama 1 Tahun ... 39
Tabel 5.2. Rerata Total Penerimaan Dosis Radiasi Hp (10) pada Pekerja PTLR Serpong Berdasarkan Sub Bidang Periode Maret 2013 - Maret 2014 ... 39
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam
proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi
pengion seperti radiasi gama. Saat ini, perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir
di berbagai bidang untuk menunjang kehidupan manusia semakin meningkat. Di
Indonesia, tenaga nuklir dengan pemancar radiasi gama banyak dimanfaatkan
dalam bidang industri sebagai pengukur kepadatan, bidang penelitian sebagai
pemberi label pada obat/plasma, pembawa sifat agar mempermudah dalam
melihat jejak pada sel hewan percobaan, dan di bidang kedokteran radiasi gama
digunakan sebagai diagnostik maupun pengobatan (BAPETEN, 2012).
Dengan berkembangnya pemanfaatan teknologi nuklir tersebut, ternyata
juga mengakibatkan peningkatan limbah radioaktif, yaitu zat radioaktif dan bahan
serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena
pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi (PP No. 33 tahun
2007). Sesuai dengan PP tersebut, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR)
telah ditunjuk sebagai badan pelaksana pengolah limbah radioaktif di Indonesia.
Salah satu proses pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan oleh PTLR adalah
penyimpanan sementara. Pada proses ini limbah radioaktif yang belum diproses
serta limbah yang telah diproses dan terkemas dalam shell 350 L / 950 L dan drum
200 L akan disimpan untuk sementara hingga memenuhi persyaratan aman untuk
terutama ketika menangani limbah radioaktif tersebut (Breitsenstein, 2002).
Menurut IAEA (2007), pajanan selama bekerja bisa terjadi sebagai hasil dari
berbagai kegiatan selama bekerja. Dalam hal ini, termasuk pekerjaan yang
berkaitan dengan pengolahan serta penanganan material radioaktif.
Limbah radioaktif dapat mengakibatkan sel tubuh manusia bermutasi,
rusak, hingga sel tubuh manusia akan mati, terutama oleh pajanan radiasi dari
limbah radioaktif pemancar gama dengan massa atom dan waktu paruh yang
rendah (Amsyari, 1989). Radiasi gama merupakan radiasi elektromagnetik yang
memiliki daya tembus sangat kuat daripada sinar alfa dan beta sehingga jenis
radiasi ini mampu menyinari seluruh tubuh (UNSCEAR, 2007).
Menurut Udayani (2003), efek membahayakan dari radiasi ini pun telah
diketahui sejak awal penemuan sinar-x oleh Roentgen di tahun 1895 yang juga
menjadi korban pertama dari efek radiasi. Setahun kemudian, pada awal
penggunaan sinar-x di bidang medis juga telah menunjukan adanya efek in utero.
Selain itu, beberapa peristiwa terkait pun telah membuktikan adanya efek negatif
dari pajanan radiasi gama, seperti peristiwa Chernobyl di Ukraina pada 26 April
1986 dengan sumber radiasi gama yang sebagian besar berasal dari radionuklida
I-131 (630 PBq; 17.0 MCi), Cs-134 (35 PBq; 0.95 MCi), dan Cs-137 (70 PBq;
1.9 MCi). UNSCEAR (2007) menyatakan bahwa pada peristiwa Chernobyl,
sekitar 530.000 pekerja reaktor menerima rata-rata dosis efektif sebesar 120 mSv
dan sekitar 116.000 jiwa yang terevakuasi menerima rata-rata dosis efektif
pemadam kebakaran menderita Acute Radiation Syndrome (ARS), 30 jiwa
termasuk pekerja dan petugas pemadam kebakaran meninggal dalam waktu tiga
bulan, 19 pekerja meninggal dalam kurun waktu 1987-2004 (UNSCEAR, 2007).
Sekitar 15.000 masyarakat menderita gejala akibat pajanan radiasi, seperti
gangguan gastrointestinal, gangguan immunologi, gangguan metabolik (masa
laten 5–6 tahun), gangguan pernafasan (chronic obstructive bronchitis);
hemopoietic (peningkatan dan pengurangan jumlah sel darah), dan
neuropathologies (berkurangnya kemampuan mental).
Tingkat keparahan efek pajanan radiasi dipengaruhi oleh besar dosis yang
meradiasi karena pada dosis radiasi rendah, hubungan dosis dan efek selalu
berbanding linear (USNRC, 2003 dan IAEA, 2007). Tetapi terdapat pengecualian
pada angka kejadian kanker kolon dan kanker payudara. Menurut UNSCEAR
(2006), risiko kanker kolon dan payudara dengan analisis dosis efek menunjukkan
angka yang signifikan pada dosis rendah (0-25 mSv). Di Inggris, Kanada dan
Amerika, pekerja yang mendapatkan paparan radiasi dari pekerjaannya beresiko
terkena penyakit saluran pernafasan. Dalam penelitian Sont, dkk (2001) paparan
dosis rendah pada pekerja dengan angka kejadian leukimia dan gangguan
hereditas menunjukkan hubungan yang signifikan. Muirhead, dkk (2009) juga
menyatakan bahwa dosis radiasi meningkatkan risiko leukimia dan penyakit
jantung.
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) adalah salah satu unit
bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia.
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) berada di bawah Deputi
Bidang Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa. Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) bertugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif dalam rangka
mendukung pengembangan industri nuklir dan aplikasi IPTEK nuklir dalam
berbagai bidang pembangunan. Selain itu, PTLR juga bertugas sebagai pelaksana
pengelolaan limbah radioaktif dari seluruh wilayah Indonesia.
PTLR memiliki dua fasilitas penyimpanan limbah radioaktif yaitu Interim
Storage-1 dan Interim Storage-2. Keduanya berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara limbah radioaktif yang masih belum diolah. Limbah
radioaktif yang belum diolah memiliki radiasi yang tinggi. Perbedaan dari
fasilitas tersebt adalah volume shell beton yang disimpan. Interim Storage-1
menyimpan shell beton yang bervolume 100 L, 200 L, dan 350 L. Sedangkan
Interim Storage-2 menyimpan shell beton volume 950 L.
Berdasarkan penelitian Romli, dkk (2012) laju dosis Interim Storage-1
(IS-1) sebesar 0.56 – 6.84 μSv/jam dan laju dosis kumulatif dengan rentang 0.88
– 5.79 mSv / 3 bulan. Penelitian tersebut dilakukan dalam rentang tahun 2008
hingga 2012. Dosis radiasi yang diterima pekerja belum diteliti, sedangkan pada
penelitian Pudjiastuti, dkk (2013) rata-rata laju dosis Interim Storage-2 (IS-2)
selama 6 bulan pada tahun 2013 sebesar 1,31±0,99 μSv/jam. Penerimaan dosis
menggunakan Radiameter untuk mengukur radiasi di IS-1. Laju dosis IS-1 lebih
besar daripada IS-2 pada tahun 2012. Peneliti ingin mengetahui besar radiasi yang
diterima oleh pekerja yang ada di IS-1 pada tahun 2013 hingga 2014.
1.2. Rumusan Masalah
Sebagai pusat pengolahan limbah radioaktif di Indonesia, PTLR Serpong
bertugas untuk mengolah berbagai jenis limbah radioaktif sehingga para pekerja
berpotensi untuk terpajan radiasi, terutama radiasi gama yang dipancarkan dari
limbah radioaktif tersebut. Hal ini, tentunya dapat berpengaruh terhadap
kesehatan para pekerja di PTLR khususnya pekerja yang bekerja pada
penyimpanan sementara (IS-1) limbah radioaktif karena pada daerah kerja
tersebut, tersimpan limbah radioaktif yang belum dan sudah diolah. Pekerja harus
melakukan kontak dengan limbah untuk memproses limbah.
Selama tahun 2008-2012, rata-rata laju dosis Interim Storage-1 (IS-1)
sebesar 0.56 – 6.84 μSv/jam dan rata-rata laju dosis kumulatif dengan rentang
0.88 – 5.79 mSv / 3 bulan (Romli, 2012). Sedangkan pada tahun 2013, rata-rata
laju dosis Interim Storage-2 (IS-2) sebesar 1,31±0,99 μSv/jam. Pajanan radiasi
yang diterima pekerja IS-1 perlu diteliti karena IS-1 memiliki laju dosis yang
lebih besar dalam kurun waktu 2008-2012 daripada IS-2 pada tahun 2013. Oleh
karena itu, permasalahan yang timbul adalah besar penerimaan dosis radiasi pada
pekerja di instalasi penyimpanan sementara (Interim Storage, IS-1) pada tahun
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumya, maka
dapat dibuat pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
1. Berapa dosis radiasi yang diterima oleh pekerja pada tahun 2013-2014?
2. Berapa laju dosis radiasi yang terdapat pada IS-1 pada tahun 2013-2014?
3. Berapa lama pekerja terpajan radiasi gama ketika di IS-1 pada tahun
2013-2014?
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerimaan dosis radiasi pekerja di penyimpanan
sementara (Interim Storage-1) limbah radioaktif Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif Serpong.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya dosis radiasi yang diterima oleh pekerja yang bekerja di
IS-1 pada tahun 20IS-13-20IS-14.
2. Diketahuinya laju dosis radiasi di IS-1 pada tahun 2013-2014.
3. Diketahuinya durasi pemajanan radiasi pada pekerja di IS-1 pada tahun
1.5.1. Bagi PTLR Serpong
Manfaat penelitian bagi PTLR Serpong adalah sebagai bahan evaluasi
guna meningkatkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja
1.5.2. Bagi penelitian selanjutnya
Manfaat untuk penelitian selanjutnya yaitu dapat dijadikan referensi
mengenai dosis radiasi pada pekerja
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian mengenai gambaran penerimaan dosis radiasi ini, dilakukan
selama periode April-Mei 2014 pada penyimpanan sementara (Interim Storage,
IS-1) limbah radioaktif PTLR Serpong. Metode penelitian ini dilakukan dengan
pengambilan data sekunder, observasi dan wawancara tidak terstruktur kepada
pekerja sub bidang preparasi dan analisis, sub bidang pengangkutan dan
penyimpanan sementara, dan sub bidang pengendalian daerah kerja. Terpilihnya
IS-1 PTLR Serpong karena pada daerah kerja tersebut tersimpan limbah
radioaktif yang memiliki laju dosis lebih besar daripada Interim Storage-2. Data
yang diambil adalah dosis radiasi dan laju dosis pada bulan Maret 2013 hingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Radiasi
Radiasi merupakan bentuk perambatan energi seperti sinar,
gelombang dan partikel. Berdasarkan Cheever (2002), dan Barnes (1997),
radiasi pengion didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan
partikel yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media
yang dilaluinya. Dalam tujuan proteksi radiasi, radiasi pengion dapat
didefinisikan sebagai radiasi yang mampu memproduksi pasangan ion pada
material biologis (IAEA, 2007).
Partikel dan gelombang elektromagnetik tersebut mampu
menyebabkan perubahan struktur dalam atom dari medium yang dilaluinya.
Jika radiasi berinteraksi dengan atom dalam satu medium, maka akan
dihasilkan pasangan ion atau hanya terjadi atomic excitation tanpa
menghasilkan ion. Ion yang dihasilkan dalam proses interaksi ini bisa
berbentuk ion positif apabila atom di dalam medium tersebut kehilangan satu
atau lebih elektronnya dan jika ada atom gas maupun oksigen yang
berinteraksi dengan elektron bebas dari interaksi tersebut, maka
mengakibatkan timbulnya suatu ion yang kelebihan elektron atau ion negatif.
Jadi, suatu radiasi yang mampu menghasilkan pasangan ion di dalam suatu
2.2. Karakteristik Radiasi
Terdapat tiga jenis radiasi nuklir yaitu radiasi alfa, beta dan gama.
Ketiga radiasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan
daya tembus dan daya ionisasi mempengaruhi dampaknya pada manusia.
Radiasi alfa memiliki daya tembus yang paling kecil dibandingkan
radiasi yang lain. Menurut Gabriel (2012), daya tembus pancaran alfa di
udara sejauh 4 cm dan daya tembus akan semakin pendek terhadap materi
yang lebih padat, misalnya, partikel alfa tidak dapat menembus selebaran
kertas. Berbanding terbalik dengan daya tembusnya, sinar alfa memiliki
daya ionisasi terbesar. Sebagian besar energi yang dimiliki digunakan untuk
ionisasi sehingga daya tembusnya sangat kecil (Surya, 2009).
Menurut Surya (2009), radiasi beta memiliki daya tembus lebih kuat
daripada radiasi alfa. Partikel beta dapat menembus lapisan aluminium
setebal 1 mm tetapi tidak bisa menembus lapisan yang sama setebal 3 mm.
Daya ionisasi pancaran beta lebih lemah dibandingkan pancaran alfa.
Radiasi gama memiliki daya tembus yang sangat kuat. Pancaran gama
dapat menembus baja setebal 30 cm. Daya tembusnya akan menjadi
setengah ketika menembus timbal setebal 1 cm. Radiasi gama memiliki
daya ionisasi paling kecil (Surya, 2009).
2.3. Besar dan Satuan Radiasi
Mengutip dari Cember (1989), besar dosis dan material radiasi dapat
dinyatakan dalam bentuk satuan radiasi, yang terdiri atas:
Aktivitas (A) adalah jumlah transformasi inti secara spontan
yang terjadi pada sejumlah radionuklida dN dalam selang waktu
tertentu.
A = dN/dt
Satuan Internasional khusus untuk aktivitas dinamakan
Becquerel (Bq), dimana 1 Bq = 1 s-1. Aktivitas material radioaktif
juga dinyatakan dalam Curie (Ci) dan 1 Ci adalah 3,7 x 1010 Bq.
2. Dosis Serap
Dosis Serap (D) adalah energi rata-rata yang diberikan oleh radiasi
pengion sebesar dE kepada bahan yang dilaluinya dengan massa dt.
Dengan kata lain, dosis serap merupakan tenaga rata-rata yang diserap
per satuan massa.
D = dE/dt
Satuan dosis serap berdasarkan Satuan Internasional (SI) adalah
Gray (Gy) dan sama dengan Joule/Kg. Satuan yang telah digunakan
sebelumnya adalah rad, dimana 1 rad = 10-2 Gy atau 1 Gy = 100 rad.
3. Dosis Ekuivalen
Dosis ekuivalen (H) adalah dosis serap yang sama tetapi berasal
dari jenis radiasi yang berbeda yang ternyata memberikan efek yang
berbeda pada sistem tubuh. Dosis ekuivalen biasa disebut dosis Hp (10).
Besar dosis ekuivalen lebih banyak digunakan untuk menghitung
perbedaan efek biologis terhadap berbagai jenis pajanan radiasi. Dalam
menentukan besar dosis ekuivalen dibutuhkan faktor bobot radiasi atau
merupakan besar kuantitas radiasi untuk menimbulkan kerusakan pada
jaringan atau organ tubuh. Dahulu WR, disebut dengan Quality Factor
(Q). Untuk aplikasi di bidang radiobiologi, WR dinyatakan dengan
Relative Biological Efectiveness (RBE). Dalam hal ini, dosis ekuivalen
merupakan hasil perkalian dosis serap pada organ atau jaringan tubuh
untuk merefleksikan RBE pada radiasi yang dapat memicu efek
stokastik pada dosis rendah. Berikut merupakan hubungan antara
quality factor dengan dosis serap:
H = Σ (D x WR)
Satuan tradisional untuk dosis ekuivalen adalah rem, sedangkan
Satuan Internasional dosis ekuivalen adalah Sievert, dimana 100 rem= 1
Sievert.
Tabel 2.1. Weighting Factor (WR)
Jenis Radiasi WR
Foton, untuk semua energy 1
Elektron dan Muon, semua energi. Kecuali, Elektron Augor yang dipancarkan dari radionuklida yang lepas ke DNA, khususnya untuk penerapan
mikrodosimeter.
Proton, selain proton rekoil, dengan energi > 2 MeV 5 Partikel alfa, fragmen fisi, inti berat 20 Sumber: IAEA (2007)
Hubungan antara aktivitas, dosis serap, dan dosis ekuivalen dapat
Tabel 2.2. Hubungan Aktivitas, Dosis Serap, dan Dosis Ekuivalen Besaran TradisionalSatuan Satuan SI Hubungan Aktivitas
(A) Curie (Ci) Becquerel (Bq) 1 Ci = 3,7 x 1010 Bq 1 Bq = 1 S-1
Dosis
Serap (D) Rad Gray (Gy) 1 rad = 0,01 Gy 1 Gy = 1 J/kg Dosis
Ekuivalen (H) Rem Sievert (Sv) 1 rem = 0,01 Sv 1 Sv = 1 J/kg Sumber: ATSDR (1999)
4. Dosis Efektif
Pada penyinaran seluruh tubuh, setiap organ atau jaringan tubuh
dapat menerima dosis ekuivalen yang sama, tetapi menimbulkan efek
biologi yang berbeda pada organ atau jaringan tubuh. Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan sensitivitas pada organ atau jaringan tubuh
terhadap radiasi. Oleh karena itu dibutuhkan besaran dosis efektif (E)
guna memperhitungkan efek stokastik.
Dosis efektif merupakan pengukuran dosis yang didesain untuk
merefleksikan jumlah kerusakan yang mungkin dihasilkan dari dosis
tersebut. Dosis efektif didapatkan melalui penjumlahan dosis ekuivalen
pada jaringan tubuh (H) yang dikalikan dengan Wiegthing Factor tiap
jaringan (WR). Satuan dosis efektif adalah Rem atau Sievert (Sv).
Tabel 2.3. Weighting Factor (WR) Jaringan atau Organ Tubuh
Organ atau Jaringan Tubuh WT
Gonad 0,20
Sumsum tulang belakang 0,12
Usus Besar 0,12
Kelenjar Gondok (Thyroid) 0,05
Kulit 0,01
Permukaan tulang 0,01
Organ atau jaringan tubuh sisanya 0,05 Sumber: IAEA (2007)
2.4 Toksikokinetik dan Toksikodinamik
Radiasi berupa pancaran dari partikel alfa, beta atau gama mampu
mengionisasi unsur-unsur yang lain, termasuk unsur penyusun tubuh manusia
(Harrington, 2003). Dalam hal ini, radiasi termasuk xenobiotik atau zat asing
yang tidak terdapat dalam tubuh manusia. Setiap zat asing yang masuk ke
dalam tubuh, terdapat dua proses yakni proses yang dilakukan tubuh kepada
xenobiotik dan proses yang dilakukan xenobiotik. Dalam toksikologi, dua
proses ini disebut toksikokinetik dan toksikodinamik.
Menurut Burcham (2014), toksikokinetik adalah tentang perjalanan
zat asing masuk ke dalam tubuh dan perlakuan tubuh terhadap zat asing
tersebut. Sedangkan toksikodinamik menjelaskan tentang pengaruh zat asing
tertentu.
Menurut Trush (2008), toksikokinetik mencakup perjalanan zat asing
dari menjadi pajanan kemudian masuk dalam tubuh dalam dosis tertentu dan
selanjutnya menentukan besaran dosis efektif zat asing hingga mampu
berefek pada manusia. Sedangkan toksikodinamik mencakup efek awal yang
terjadi pada tubuh kemudian terjadi perubahan struktur atau fungsi hingga
terjadinya penyakit.
2.5 Laju Dosis
Salah satu bagian dari toksikokinetik adalah paparan (Trush, 2008).
Bentuk dari paparan radiasi adalah laju dosis. Definisi laju dosis menurut
Saha (2010) adalah jumlah energi radiasi yang terserap tiap satuan waktu.
Satuan dari laju dosis adalah Sv/jam. Menurut Kitchen (2000) dan
Burchfield (2009), laju dosis identik dengan intensitas tetapi sudah
dikonversi dengan konstanta fisika untuk lebih nudah digunakan dalam
bidang proteksi radiasi.
2.6 Durasi Pajanan
Menurut Burchfield (2009) durasi pajanan adalah periode waktu
terjadinya terpajan yang dalam hal ini terpajan oleh radiasi. Durasi pajanan
bisa dalam frekuensi tertentu atau bentuk kumulatif. Contoh durasi pajanan
dalam frekuensi tertentu adalah durasi pajanan radiasi pekerja dalam sehari
bekerja, sedangkan contoh untuk bentuk kumulatifnya adalah total durasi
2.5. Efek Radiasi
Radiasi telah menyebabkan ionisasi atom sehingga dapat
mempengaruhi molekul, sel, jaringan, organ, dan bahkan seluruh tubuh.
Proses ini terjadi ketika sejumlah energi radiasi ditransfer pada atom di dalam
material yang dilaluinya dengan memindahkan orbit elektron sehingga atom
tersebut ditinggalkan sebagai ion bermuatan elektron. Pada jaringan, ionisasi
atom dalam sel menghasilkan perubahan biokimia dan dapat menimbulkan
efek biologi akut maupun kronik (USNRC, 2003).
Berdasarkan USNRC (2003), radiasi dapat menimbulkan efek
kesehatan terhadap sel melalui dua mekanisme, yaitu:
1. Efek langsung
Efek langsung terjadi jika radiasi berinteraksi dengan atom pada
molekul DNA atau beberapa komponen sel lainnya yang sangat penting
untuk kelangsungan hidup sel. Interaksi tersebut dapat menimbulkan
ketidakmampuan sel untuk memproduksi dan bertahan untuk hidup,
seperti kromoson sudah tidak bisa menduplikasi dengan baik dan adanya
perubahan informasi yang dibawa (gen) oleh molekul DNA.
Menurut UNSCEAR (2000), efek biologis radiasi terutama timbul
karena adanya kerusakan pada molekul DNA, terutama pada jenis DNA
yang penting, seperti DNA single-, double-stand breaks, kerusakan
mendasar, hubungan silang antara intra dan inter molekural, serta
kerusakan lainnya. Kerusakan DNA pada nukleus secara umum diketahui
sebagai pemicu utama yang menyebabkan kerusakan jangka panjang pada
dikenal sebagai kandidat yang menyebabkan kerusakan parah. Lintasan
radiasi single berpotensi untuk menyebabkan double stand breaks dan
perbaikan DNA tidak sempurna sehingga mengakibatkan kerusakan
jangka panjang, bahkan pada dosis radiasi kecil meskipun dengan
probabilitas rendah.
2. Efek tidak langsung
Jika sebuah sel terpajan radiasi, probabilitas radiasi untuk
berinteraksi dengan molekul DNA menjadi sangat kecil karena komponen
penting dalam sel telah memperbaiki bagian sel tersebut. Sebagian besar
sel pada tubuh manusia tersusun dari air sehingga probabilitas radiasi
untuk berinteraksi dengan air menjadi lebih besar dan dapat memperbesar
jumlah sel. Ketika radiasi berinteraksi dengan air, radiasi dapat
mematahkan ikatan yang menahan molekul air sehingga menghasilkan
unsur Hidrogen (H) dan Hydroxil (OH). Radiasi mampu membentuk
subtansi racun berupa Hidrogen Peroksida (H2O2) yang dapat
berkontribusi dalam merusak sel (UNSCEAR, 2000).
Berdasarkan USNRC (2003) efek radiasi dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu:
1. Efek akut
Efek akut atau Acute Radiation Syndrom (ARS) terjadi apabila
terpajan oleh radiasi dengan dosis yang tinggi (>100 rad, >1,0 Gy) dalam
jangka waktu singkat. Pada efek akut, laju dosis radiasi tinggi tersebut
diterima sekaligus oleh tubuh sehingga dapat mematikan banyak sel serta
2. Efek kronik
Efek kronik (efek tertunda) terjadi karena pajanan radiasi dengan
dosis rendah dalam jangka waktu panjang. Dosis radiasi rendah yang
meradiasi selama periode waktu yang panjang, tidak akan menyebabkan
efek langsung pada organ tubuh. Efek dosis radiasi rendah terjadi pada
tingkatan sel dan tidak dapat diobservasi dalam beberapa tahun.
Umumnya, iradiasi akibat kerja terjadi karena pajanan kronik, misalnya
dosis mingguan <100 mrem dalam beberapa bulan. Berikut merupakan
hubungan dosis-risiko terhadap pajanan radiasi pada seluruh tubuh:
Sumber: USNRC (2003)
Gambar 2.1. Fungsi Linear No-Threshold Risk
Pada gambar di atas, fungsi linear menunjukan bahwa
peningkatan dosis juga akan meningkatkan risiko dan no-threshold
menunjukkan bahwa berapapun dosis radiasi tetap akan menimbulkan
Tabel 2.4. Hubungan Dosis-Respon Radiasi
Dosis (rad) Respon
< 5 Tidak ada efek langsung yang terdeteksi.
5 – 50 Terjadi perubahan darah yang dideteksi dengan observasi medis dengan dosis terendah 14 rad. Namun, biasanya perubahan darah akan timbul pada dosis antara 25-50 rad.
50 – 150 Perubahan darah dibarengi timbulnya gejala berupa mual, muntah, kelelahan, dan kemungkinan lainnya.
Sumber: USNRC (2003) dan Barnes (1997)
Menurut Alatas (2004), efek pajanan dosis radiasi dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Efek somatik
Efek somatik adalah efek radiasi yang dapat terjadi akibat pajanan
radiasi langsung. Efek ini berkaitan dengan pajanan dosis radiasi tinggi
yang efeknya langsung dapat dilihat dan dirasakan oleh orang yang
terkena radiasi. Efek ini muncul seketika atau beberapa minggu setelah
terkena pajanan radiasi (UNSCEAR, 2006).
2. Efek genetik
Efek genetik adalah efek pemajanan radiasi yang dirasakan oleh
keturunannya, akibat kerusakan sel reproduksi. Kerusakan ini dapat terjadi
karena mutasi gen atau kerusakan kromosom (Alatas, 2004).
Efek in-utero merupakan efek yang dapat menimbulkan
malformasi pada perkembangan embrio karena radiasi termasuk agen
teratogenik. Beberapa agen kimia dan biologi dapat memproduksi
malformasi ketika bayi masih dalam embrio atau dalam tahap
perkembangan janin. Efek dari pajanan in-utero juga merupakan bagian
dari efek somatik. Pembentukan malformasi tidak mengindikasikan efek
somatik karena sel reproduksi tidak terpajan, meskipun embrio terpajan.
Risiko terjadinya kelainan janin ini sekitar 5-30 kali lebih besar daripada
risiko terpajan dosis radiasi 1 rem. Sumber utama pajanan radiasi in-utero
adalah radiasi dari bidang medis (Alatas, 2004).
2.6. Nilai Batas Dosis
Nilai Batas Dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh
Badan Pengawas yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota
masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek somatik
dan genetik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir (PP No. 33 tahun
2007). ACGIH (2005) menyebutkan bahwa pembatasan dosis berlaku untuk
radiasi pengion yang meliputi radiasi partikular, seperti penyinaran partikel
alfa dan beta dari material radioaktif dan radiasi elektromagnetik, seperti sinar
gama dari material radioaktif lebih dari 12,4 eV dan panjang gelombang
kurang dari sekitar 100 nanometer.
Nilai Batas Dosis yang telah ditetapkan oleh BAPETEN untuk
Tabel 2.5. Nilai Batas Dosis Radiasi Pekerja
Sumber: Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013
Nilai batas dosis diatas merupakan bentuk regulasi untuk upaya
kesehatan dan keselamatan. Namun berdasarkan UNSCEAR (2006) dan Sont, dkk
(2001), pada dosis radiasi dibawah nilai batas dosis juga memiliki risiko kejadian
kanker. Berikut tabel risiko kejadian kanker menurut kategori dosis dalam
penelitian Sont, dkk (2001).
Tabel 2.6. Distribusi Dosis dengan Risiko Kanker Kategori Dosis
Sumber: Sont, dkk. Cancer Incidence and Occupational Radiation Exposure. American Journal of Epidemiology Volume 53 No. 4. 2001
2.7. Limbah Radioaktif
Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, limbah
radioaktif didefinisikan sebagai zat radioaktif dan bahan bekas serta alat-Pekerja Radiasi Penyinaran seluruh tubuh 20 mSv/tahun
alat yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena
dipergunakan dalam kegiatan nuklir dan zat radioaktif serta bahan bekas
tersebut tidak dipergunakan lagi. Bahan bekas tersebut dapat berupa benda
padat seperti, kertas penyerap, kain pembersih bekas, jarum suntik bekas
atau alat-alat yang terbuat dari gelas yang telah digunakan untuk
penanganan zat radioaktif atau pernah digunakan untuk menampung zat
radioaktif.
Zat radioaktif yang dimaksudkan adalah setiap zat yang mengandung
satu atau lebih radionuklida (nuklida yang mengandung radioaktif), yang
aktivitas atau kadarnya tidak dapat diabaikan dari segi proteksi radiasi. Setiap
radionuklida tersebut memiliki karakteristik tertentu seperti, aktivitas, jenis
radiasi yang dipancarkan, dan waktu paro. Oleh karena itu, limbah radioaktif
perlu ditangani secara khusus agar bahaya yang ditimbulkannya dapat
dikelola dengan baik.
2.8. Jenis dan Karakteristik Limbah Radioaktif
Berdasarkan IAEA (2005), jenis limbah radioaktif dapat dibedakan
menurut bentuknya, antara lain:
1. Limbah radioaktif cair
Limbah radioaktif cair adalah zat radioaktif berbentuk cair atau
menjadi radioaktif karena dipergunakan dalam kegiatan nuklir dan tidak
dapat dipergunakan lagi. Jenis limbah ini berupa limbah bahan bakar
nuklir, limbah cair dari fasilitas nuklir, dan sebagainya.
Limbah radioaktif padat adalah zat radioaktif dan bahan bekas
serta alat-alat yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif yang
berbentuk padat karena digunakan dalam kegiatan nulir dan tidak dapat
dipergunakan lagi. Menurut IAEA seperti yang dikutip oleh portal
www.batan.go.id, limbah padat aktivitas rendah adalah limbah radioaktif
yang memiliki laju dosis 2,00-200 mR/jam pada permukaan limbah
Berdasarkan rekomendasi IAEA dan kemampuan fasilitas
pengelolaan limbah di PTLR, limbah radioaktif yang dikelola PTLR dapat
dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 2.6. Kategori Limbah Berdasarkan Aktivitas
No. Jenis Limbah Radioaktif Aktivitas (A Ci) 1. Limbah Cair Aktivitas Rendah dan Sedang
Pemancar Beta dan Gama 1E-6<A<1E-1 2. Limbah Semi Cair (Resin) Aktivitas Rendah
dan Sedang Pemancar Beta dan Gama A<1E-2 3. Limbah Padat Aktivitas Rendah dan Sedang
Pemancar Beta dan Gama:
a. Terbakar
b. Terkompaksi
c. Tak Terbakar dan Tak Terkompaksi
A<1E-2
4. Limbah Aktivitas Rendah Pemancar Alfa 1<A<6 5. Limbah Aktivitas > 6 Ci A>6 Sumber: www.batan.go.id
2.9. Proteksi Radiasi
2.9.1. Pengendalian Engineering
Berdasarkan Shapiro (1981), prinsip dasar yang digunakan dalam
prinsip proteksi radiasi adalah ALARA (As Low As Reasonably
Achievable) yang merupakan upaya menjaga agar pajanan radiasi berada
sosial-ekonomi, teknologi, maupun keselamatan dan kesehatan individu
serta lingkungan. Berdasarkan prinsip tersebut, maka pengendalian
engineering terhadap pajanan radiasi l, terdiri atas:
1. Pembatasan waktu
Laju dosis radiasi yang berasal dari sumber radioaktif tergantung
pada energi dari radionuklida yang terkandung serta massanya. Oleh
karena itu, besar dosis yang diterima dari sebuah material radioaktif dapat
dilihat melalui persamaan berikut:
Dosis = Waktu x Laju Dosis
Jika waktu pemajanan dikurangi, maka total pajanan akan
berkurang secara langsung karena waktu akan berbanding linier dengan
besarnya dosis radiasi yang diterima oleh para pekerja sehingga semakin
banyak waktu yang dibutuhkan dalam bekerja dengan medan radiasi,
maka semakin banyak pula dosis yang akan diterima oleh pekerja.
Beberapa penerapan prinsip keselamatan yang dapat dilakukan melalui
pembatasan waktu antara lain:
1). Mengurangi waktu kontak dengan material radioaktif.
2). Merotasi pekerja dengan pajanan radiasi yang lebih tinggi.
3). Membatasi area radiasi.
2. Pembatasan jarak
Setiap radionuklida memiliki jarak pancar radiasi yang berbeda
(Tabel 2.7.). Intensitas radiasi dapat berkurang dengan peningkatan jarak
antara sumber radiasi dan pekerja. Pengurangan ini dikenal dengan
Isotop 0,3 m 0,6 m 1,2 m 2,4 m 3,0 m kuadrat jarak dosis sehingga semakin dekat dengan sumber radiasi, maka
semakin besar dosis yang akan diterima, tetapi semakin jauh dari
sumber radiasi akan semakin kecil dosis yang akan diterima. Secara
matematis, prinsip proteksi ini dapat disajikan sebagai berikut:
D1 x X12 = D2 x X22 Dimana : D = Dosis, Pajanan, Intensitas
X = jarak
Prinsip proteksi ini telah teruji efektif dalam melindungi pekerja
dan masyarakat. Beberapa cara penerapannya adalah dengan
menggunakan alat pengendali, berada jauh dari sumber radioaktif serta
menempatkan material radioaktif sejauh mungkin dari daerah kerja.
Tabel 2.7. Pancaran Gama dan Tingkat Radiasinya Pada Berbagai Jarak dari Sumber
Sumber: Fundamental of Industrial Hygiene 5 t h Edition
3. Perisai (shielding)
Pengaruh tingkat radiasi berbanding secara eksponensial dengan
ketebalan perisai sehingga jika menggunakan perisai yang diletakkan
antara kita dan sumber radiasi, maka radiasi yang kita terima akan lebih
kecil dibanding jika tidak menggunakan perisai, karena perisai radiasi
menurunkan secara eksponential pajanan radiasi gama. Penentuan
efektivitas perisai dalam mengurangi pancaran radiasi gama dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
R/hr at 1 ft = (6) (Ci) (E) (f) Dimana: Ci = Aktivitas
E = Energi (MeV)
f = fractional yeild
Dengan persamaan tersebut, pajanan radiasi gama dapat berkurang
sebesar Roentgen per jam pada jarak 1 feet.
Tabel 2.8. Perkiraan Ketebalan Shielding
Sumber
Sumber: Fundamental of Industrial Hygiene 5th Edition
2.9.2. Pengendalian Administratif
Pengendalian administratif harus dilakukan berdasarkan standar
prosedur keselamatan radiasi. Tamasssian (2004) menyebutkan bahwa
ada beberapa pengendalian administratif yang perlu diterapkan guna
melindungi pekerja dari efek radiasi yang merugikan, terdiri atas:
1. Pelatihan
Regulasi yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi pengion
radioaktif wajib mengikuti adequate training sebelum menangani
radionuklida, termasuk kursus rutin. Lingkup program pelatihan
tergantung pada penanganan material radioaktif pada daerah kerja.
2. Pelaporan dan investigasi kecelakaan
Semua kecelakaan yang berkaitan dengan material radioaktif
harus diinvestigasi dan didokumentasikan dengan tepat. Investigasi
kecelakaan meliputi penyebab kecelakaan dan tindakan penanggulangan
untuk mencegah tingkat keparahan. Kecelakaan tertentu yang meliputi
kehilangan material radioaktif, pajanan berlebihan pada pekerja, atau
kerusakan property harus segera dilaporkan ke BAPETEN.
3. Program inspeksi
Program inspeksi adalah alat untuk memonitor efektifitas program
pengendalian serta sebagai cara mengidentifikasi trend dan
membandingkannya dengan standar. Pelaksanaan inspeksi harus
komprehensif dan mengikuti format yang telah terstruktur. Program
inspeksi sangat disarankan dengan menggunakan checklist. Menurut
IAEA (2007), kunci sukses program inspeksi dapat dilihat melalui
frekuensi dan prioritas program berdasarkan bahaya atau konsekuensi
potensial. Dalam mempertahankan program inspeksi yang relevan, maka
diperlukan analisis data inspeksi dari jenis dan sumber radiasi radiasi
yang berbeda. Berikut merupakan frekuensi pelaksanaan inspeksi yang
Tabel 2.9. Frekuensi Inspeksi
Penggunaan Frekuensi Inspeksi (Tahun)
Dental Radiografi 5
Kedokteran Nuklir 1-2
Radioterapi 1
Diagnostik radiologi dengan
peralatan kompleks 2-3
Diagnostik radiologi (alat x-ray
konvensional) 3-5
Industri radiografi 1
Irradiators (industri) 1
Irradiators (penelitian) 3-5
Radiation Gainge 3-5
Well Logging 1-3
Sumber: IAEA (2007)
4. Regulasi keselamatan radiasi
Menurut IAEA (2007), regulasi mengenai keselamatan keselamatan
radiasi diperlukan untuk melindungi pekerja guna mengurangi risiko
radiasi yang mungkin timbul. Regulasi tersebut meliputi berbagai
persyaratan mengenai keselamatan radiasi serta cara pengukuran radiasi
pada pekerja dan lingkungan kerja.
2.9.3. Pelindung Diri
Pada dasarnya filosofi proteksi radiasi adalah mengurangi pajanan
radiasi hingga berada jauh di bawah nilai dosis maksimum yang
direkomendasikan. Pekerja yang bekerja dengan material radioaktif,
tentunya tidak bisa terhindar secara menyeluruh dari pajanan radioaktif,
seperti adanya debu radioaktif, semburan radioaktif, dan tumpahan
dengan menggunakan pelindung diri. Pelindung diri tersebut meliputi,
laboratory coat, cover all, penutup kepala, sarung tangan, sepatu, dan
shoes cover (Shapiro, 1981).
Menurut Cember (1989), alat pelindung diri yang dikenakan oleh
pekerja akan berpotensi untuk terkontaminasi terhadap material radioaktif
sehingga setelah selesai bekerja dengan material radioaktif, pekerja harus
melepaskannya ketika keluar dari daerah kerja untuk menghindari
kontaminasi ke daerah lain yang bebas material radioaktif.
2.10. Kerangka Teori
Berdasarkan Paradigma Toksikologi, suatu pajanan zat berbahaya
hingga menjadi penyakit dibagi dua tahap, yakni toksikokinetik dan
toksikodinamik (Trush, 2008). Toksikokinetik dimulai dari tahap pajanan
hingga dosis efektif pada tubuh. Sedangkan toksikodinamik berawal pada
tahap keluarnya efek biologis awal hingga terjadinya penyakit. Dalam
penelitian ini, pajanan dari radiasi terdiri dari dua faktor yaitu laju dosis dan
durasi pajanan. Sedangkan dosis toksik dalam penelitian ini adalah Dosis
radiasi pada pekerja.
Dosis efektif radiasi berbeda-beda tiap anggota atau organ tubuh. Besar
dosis efektif dipengaruhi oleh weighting factor dan penerimaan dosis radiasi.
Dosis efektif merupakan batas dari toksikokinetik. Walaupun dosis efektif
sudah mempelajari seberapa besar dosis yang diperlukan untuk berefek pada
tubuh tetapi belum sampai bagaimana efek pada tubuh.
paparan radiasi, efek biologis awal yang terjadi adalah mutasi DNA. Setelah
susunan DNA sel berubah, struktur dan fungsi sel juga ikut berubah.
Perubahan struktur dan fungsi sel merupakan tahap kedua dari
toksikodinamik yaitu perubahan fungsi atau struktur tubuh. Sel yang telah
bermutasi mempengaruhi sel-sel disekitarnya sehingga suatu jaringan hingga
organ tubuh mengalami kerusakan. Tahap ini adalah ujung dari
toksikodinamik yaitu penyakit. Dengan pajanan radiasi, penyakit yang paling
sering muncul adalah beberapa jenis penyakit kanker, khususnya leukemia
(UNSCEAR, 2006). Penyakit hereditas juga termasuk efek dari pajanan
radiasi.
Sumber: Trush, MA. Johns Hopkins School of Public Health. USA. 2008
Penerimaan dosis radiasi
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, maka kerangka konsep
pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Dengan kerangka konsep di atas, maka tingkat dosis radiasi pada pekerja
dipengaruhi dua variabel, yaitu laju dosis radiasi IS-1 dan durasi penerimaan
radiasi. Peneliti tidak menganalisis tingkat pengaruh antar variabel. Dalam
penelitian akan dibahas tentang gambaran tiap variabel.
3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini, variabel-variabel yang dilibatkan, antara lain:
1. Durasi pajanan radiasi diukur berdasarkan hasil perhitungan lama
kerja dalam 1 hari per shift kerja dengan satuan waktu (jam).
2. Laju dosis radiasi diperoleh dari hasil pengukuran dengan Laju dosis
Luminescence Dosimeter (TLD) dan hasil penggukuran akan
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Kategori
Dosis
Radiasi Dosis yang diterima oleh akibat pemajanan radiasi pada seluruh tubuh selama bekerja dalam satuan mSv/tahun (4 kali pengukuran dalam 1 tahun) (IAEA, 2004).
1. TLD (digunakan
Eksternal Laju dosis radiasi gama tiap bulan dalam satuan µSv/Jam yang terdapat pada penyimpanan sementara limbah radioaktif (IAEA, 2004).
Radiameter tipe
FAG FH 40F2 Rasio Laju dosis radiasi yang diperiksa tiap bulan (µSv/Jam). Durasi
Pajanan Lama pekerja terpajan radiasi dalam 1 hari/per shift kerja (UNSCEAR, 2006). Observasi dan wawancara tidak terstruktur
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptif menggunakan
desain potong lintang dengan menggambarkan tingkat radiasi pada penyimpanan
sementara (Interim Storage-1) limbah radioaktif di PTLR-BATAN dan
penerimaan dosis radiasi pekerja, yang kemudian dilakukan analisa secara
univariat.
4.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja pada
penyimpanan sementara (Interim Storage-1) limbah radioaktif dengan jumlah 19
pekerja yang terdiri atas:
1. Sub bidang pengangkutan dan penyimpanan sementara (8 pekerja).
2. Sub bidang preparasi dan analisis (6 pekerja).
3. Sub bidang pengendalian daerah kerja (5 pekerja).
4.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yang meliputi
pengambilan data primer dan data sekunder
4.3.1. Data Primer
Data primer dapat diperoleh dengan cara:
4.3.2. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini, diperoleh dari:
1. Data umum, meliputi data pekerja, fasilitas, proses produksi dan berbagai
data lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
2. Data laju dosis IS-1 yang terdokumentasi.
3. Data penerimaan dosis pekerja yang telah dibaca oleh TLD Reader model
6600 yang terdokumentasi.
4. Studi literatur dari berbagai sumber yang berkaitan dengan radiasi dan
penerimaan dosis radiasi.
5. Regulasi dan standar yang berkaitan dengan radiasi.
4.4. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara:
1. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan pada data yang sudah dikumpulkan
serta kelengkapan data hasil pengukuran laju dosis radiasi gama dan
penerimaan dosis radiasi pekerja.
2. Coding yaitu melakukan pemberian tanda atau kode-kode tertentu pada
sampel penelitian untuk memudahkan pengolahan selanjutnya.
3. Entry Data, yaitu memasukkan atau menyimpan data mengenai laju
dosis di IS-1a, IS 1b, dan IS-1c serta dosis radiasi perorangan dengan
bantuan program komputer
5. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan analisis univariat
menggunakan perangkat lunak/software program statistik.
4.5. Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan secara univariat dengan melihat distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel. Data diperoleh dari hasil pengukuran,
wawancara, dan observasi. Data akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Penyimpanan Sementara (Interim Storage, IS-1) PTLR Serpong
Penyimpanan sementara (Interim Storage, IS-1) limbah radioaktif adalah
salah satu instalasi gedung yang dimiliki PTLR yang difungsikan sebagai tempat
penyimpanan sementara limbah radioaktif padat dan cair aktivitas rendah dan
sedang. Proses penyimpanan sementara bertujuan untuk menurunkan aktivitas
limbah radioaktif hingga berada dalam batas aman untuk diproses lebih lanjut
atau dilepas ke lingkungan (BATAN, 2014).
Berdasarkan data yang didapat peneliti dari wawancara, gedung IS-1
didirikan bersamaan dengan gedung instalasi pengolahan limbah radioaktif
dengan konstruksi dari beton bertulang, semen dan batu bata dengan tinggi 4
meter dan tebal dinding 40 cm yang berfungsi sebagai penahan radiasi. Dengan
ketebalan lantai 25 cm, IS-1 mampu menahan beban maksimal 6 ton. Khusus
pada dinding bangunan yang memisahkan ruang penyimpanan dengan ruang staf
pekerja ditambahkan beton dengan ketebalan 80 cm sehingga dapat melindungi
pekerja ketika sedang bekerja di ruang kerja tersebut. Gedung IS-1, terdiri atas
tiga bagian utama (lampiran 1), yaitu:
1. IS-1A
IS-1A atau biasa disebut IS sebelum proses, merupakan salah satu
ruang dalam IS-1 yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan sementara
berdasarkan jenis limbah.
2. IS-1B
IS-1B yang biasa disebut dengan IS koridor, merupakan tempat
dimana pekerja melakukan penerimaan, analisis dan preparasi limbah.
3. IS-1C
IS-1C atau IS setelah proses adalah ruangan IS-1 yang digunakan
untuk menyimpan hasil immobilisasi limbah radioaktif padat aktivitas
rendah dan sedang serta hasil kondisioning limbah sumber bekas. Dalam
ruang ini, limbah radioaktif diletakkan berdasarkan wadah hasil proses
limbah yaitu berupa shell 350 L/900 L dan drum 200 L yang dibedakan
menurut warnanya. Drum 200 L yang berwarna merah adalah drum yang
berisikan limbah radioaktif yang mengandung radiasi alfa, sedangkan drum
200 L yang berwarna kuning merupakan drum yang berisikan limbah
radioaktif yang mengandung radiasi beta dan gama.
Tabel 5.1 Kegiatan Pekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan di IS-1 PTLR Serpong Tahun 2014 limbah saat berkerja di IS-1.
5.2. Besar Dosis Radiasi yang Diterima Oleh Pekerja IS-1
Penerimaan dosis radiasi dibaca dan dicatat tiap tiga bulan. Pengukuran
radiasi yang diterima menggunakan alat TLD yang berupa kartu dan besaran
radiasi dibaca oleh alat lain yang bernama TLD Reader. Berikut adalah
rinciannya:
Tabel 5.2. Dosis Radiasi yang Diterima Pekerja IS-1 PTLR Serpong Periode Maret 2013 – Maret 2014
Total Dosis Frekuensi Persentase Tidak Terdeteksi 5 26,3%
Sumber: Sub Bidang Pengendalian Personil
Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar pekerja (26,3%) menerima
dosis kategori tidak terdeteksi dan 21,1% pekerja menerima dosis 0,13
mSv/tahun. Nilai batas dosis yang diterima pekerja berdasarkan Peraturan
Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013 adalah 20 mSv/tahun. Semua pekerja IS-1
Pusat Teknologi Limbah Radiasi BATAN Serpong menerima dosis radiasi
Sub Bidang Rerata Total Hp (10) NBD Persentase Preparasi dan
Analisis 0, 22 mSv/tahun 20 mSv/tahun 0,44% Pengangkutan dan
Penyimpanan Sementara
0,23 mSv/tahun 20 mSv/tahun 0,46%
Pengendalian Daerah
Kerja 0,03 mSv/tahun 20 mSv/tahun 0.06% Sumber: Sub Bidang Pengendalian Personil (2014)
Berdasarkan tabel 5.3, Sub Bidang Preparasi dan Analisis hanya
menerima dosis rata-rata 0,22 mSv/tahun dan hanya 0,44% dari NBD. Sub
Bidang Pengangkutan dan Penyimpanan Sementara menerima dosis dengan
rata-rata 0,23 mSv/tahun dan merupakan sub bidang yang memiliki rerata
penerimaan dosis radiasi tertinggi dibandingkan sub bidang lainnya. Akan
tetapi, rerata penerimaan dosis radiasi sub bidang ini hanya 0,46% dari NBD.
Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja rata-rata menerima dosis 0,03 mSv
selama satu tahun dan hanya 0,06% dari NBD. Dengan hasil pengukuran
tersebut, dapat disimpulkan bahwa seluruh pekerja yang bekerja di IS-1
menerima dosis radiasi gama yang sangat rendah dan berada jauh dari NBD yang
Grafik 5.1. Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pekerja IS-1 PTLR Periode Maret 2013 – Maret 2014
Berdasarkan tabel 5.3, seluruh pekerja menerima dosis radiasi gama
sangat kecil dan masih berada jauh dari Nilai Batas Dosis sebesar 50 mSv/tahun
(ICRP, 1990). Pada setiap periode pengukuran, sebagian besar pekerja menerima
dosis di bawah 0,05 mSv atau biasa disebut sebagai dosis yang tidak terdeteksi
(ttd). Sebanyak 28 pekerja menerima dosis sebesar 0,05 – 0,16 mSv dalam
kurun waktu Maret 2013-Maret 2014, sedangkan kisaran dosis 0,17-0,28 mSv
hanya diterima oleh 1 pekerja. Demikian pula dengan dosis sebesar 0,53-0,64
mSv hanya diterima oleh 1 pekerja (5,27%) selama kurun waktu Maret
F2 dengan satuan µSv/Jam. Data laju dosis dicatat satu bulan sekali. Berikut
adalah datanya:
Grafik 5.2 Laju Dosis Radiasi di Penyimpanan Limbah Sementara PTLR Serpong Periode Maret 2013-Maret 2014
Ruang IS sebelum proses memiliki laju dosis radiasi gama tertinggi
dibandingkan ruang IS-1 lainnya. Bahkan di bulan Februari, laju dosis radiasi
gama mencapai titik 37,80 µSv/jam atau 50,4% dari batasan laju dosis radiasi
zona IV. Laju dosis radiasi gama tertinggi pada IS setelah proses terjadi di bulan
Oktober yang mencapai 32,7 µSv/jam atau 43,6% dari batasan laju dosis radiasi
zona IV. Interim Storage-1 koridor memiliki laju dosis radiasi gama yang relatif
stabil dan sangat rendah daripada ruang IS- 1A dan IS-1C. 0
Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
Laju
No Nama Ruang Laju Dosis Rata-rata Batasan* Persentase laju dosis dengan NBD 1. IS Sebelum Proses 14,13 µSv/jam 75 µSv/jam 18,84 % 2. Koridor 0,59 µSv/jam 75 µSv/jam 0,79 % 3. IS Setelah Proses 9,51 µSv/jam 75 µSv/jam 12,69 %
Sumber: Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja *Keterangan: Batasan menurut IAEA (2007)
Berdasarkan hasil pengukuran dalam kurun waktu satu tahun, IS sebelum
proses memiliki rata-rata laju dosis radiasi gama yang tertinggi daripada ruang
IS-1 lainnya, yaitu sebesar 14,13 µSv/jam (18,84% dari batasan laju dosis radiasi
zona IV). IS koridor memiliki laju dosis radiasi gama terendah dengan rata-rata
0,59 (0,79% dari batasan laju dosis radiasi zona IV). Rata-rata laju dosis radiasi
gama untuk IS setelah proses sebesar 9,51 (12,69% dari batasan laju dosis radiasi
zona IV).
5.4. Durasi Pemajanan Radiasi Pada Pekerja di IS-1 PTLR Serpong
Berdasarkan wawancara kepada pegawai PTLR dan hasil observasi,
pekerja PTLR tidak bekerja lebih dari 3 jam di Interim Storage-1. Bahkan,
biasanya waktu kerja pekerja di IS-1 hanya berkisar 0-2 jam karena mereka biasa
memulai pekerjaannya dari pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 11.00. Ketika
observasi peneliti melihat pekerja berhenti bekerja setelah dua jam di dalam
Interim Storage-1. Setelah batas waktu kerja, pekerja melakukan pekerjaan di
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu yang terbatas sehingga
observasi yang dilakukan peneliti tidak dapat dilakukan selama data
diambil. Peneliti hanya melakukan observasi mengenai durasi dan
pemakaian TLD sebanyak 3 kali sehingga tingkat validitas data tidak
diketahui.
2. Data yang diambil hanya dalam kurun waktu satu tahun sehingga data
terlihat homogen tanpa fluktuasi yang signifikan.
3. Tidak ada data mengenai dosis radiasi internal karena dosis tersebut
hanya dapat diukur melalui uji laboratorium.
4. Tidak ada data mengenai besar dosis serap, dosis ekuivalen, dan dosis
efektif.
5. Tidak ada data mengenai pemetaan limbah sehingga detail mengenai
limbah yang masuk dan disimpan tidak lengkap. Akibatnya adalah
besaran radiasi pada tiap titik di IS-1 tidak diketahui dan tidak dapat
menjaga pekerja untuk tidak mendekati limbah dengan radiasi tinggi.
6. Perilaku pekerja tidak diteliti karena keterbatasan peneliti. Perilaku
pekerja penting untuk diteliti karena pemakaian alat ukur dosis radiasi
pada pekerja merupakan salah satu bagiandari perilaku pekerja.
berbeda-beda dari waktu ke waktu sehingga dapat memajan pekerja yang
bekerja di dalamnya. Tabel 5.1 menunjukkan kisaran radiasi yang diterima oleh
pekerja. 26% radiasi pada pekerja tidak terdeteksi dan 74% berada dibawah 0,5
mSv. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja jauh dibawah nilai batas dosis.
Pada penelitian Romli, dkk (2012) terdapat data mengenai dosis radiasi pada
pekerja pada tahun 2008 hingga 2012. Dalam 5 tahun tersebut, rentang dosis
pada pekerja dalam satu tahun sebesar 0,88 sampai 5,79 mSv. Terjadi
penurunan besar radiasi pada tahun 2013 dibandingkan 5 tahun sebelumnya.
Pada penelitian Romli, dkk (2012) dosis radiasi terbesar pada tahun 2010 yaitu
5,79 mSv. Tingginya radiasi pada tahun 2010 karena dilakukan preparasi
limbah Petrokimia Gresik. Berdasarkan wawancara dengan pekerja IS-1,
limbah radioaktif yang berasal dari Petrokimia Gresik memiliki radiasi yang
tinggi. Selain itu, jumlah limbah radiasi yang perlu diolah lebih banyak daripada
instansi lain. Untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, peneliti
menyarankan untuk memberi batasan limbah yang masuk ke IS-1. Sehingga
tingginya radiasi pada tahun 2010 tidak terulang kembali. Selain itu, diperlukan
data mengenai pemetaan limbah sehingga limbah yang memiliki radiasi lebih
tinggi dapat diketahui persis letaknya untuk meningkatkan keselamatan pekerja.
Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja pada tahun 2013 hingga 2014
jauh lebih kecil dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya. Menurut Shaw, dkk
(2010) besar radiasi yang diterima pekerja di tempat penyimpanan limbah
penelitian tentang efek atau pengaruh radiasi dengan sumber radiasi dapat
memiliki data yang bias akibat dari waktu untuk meluruh tiap zat radioaktif
berbeda-beda. Waktu yang dibutuhkan oleh zat radioaktif untuk meluruh
dipengaruhi oleh waktu paruh. Contohnya, waktu paruh unsur Tc-99m ialah
6,01 jam, unsur Mo-99 ialah 65,94 jam dan unsur Kr-81m ialah 13,10 detik
(BATAN, 2014).
Identifikasi unsur radioaktif sangat berbahaya (IAEA, 2005). Hasil
identifikasi juga tidak selalu sama dengan unsur radioaktif karena peluruhan zat
radioaktif menghasilkan zat radioaktif yang lain. Unsur radioaktif akan terus
meluruh hingga unsur tersebut menjadi susunan atom yang lebih stabil. Salah
satu contoh peluruhan radioaktif yang dikutip dari Chang (2003) adalah
peluruhan uranium. Tahap pertama peluruhan adalah berubahnya uranium-238
berubah menjadi torium-234 dengan memancarkan radiasi alfa. Kemudian akan
terjadi peluruhan dari torium-234 menjadi paladium-234 dengan pemancaran
radiasi beta.
Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, setiap
kekurangan dalam tindakan terhadap radiasi harus diidentifikasi untuk
mewujudkan keselamatan radiasi serta harus melakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan. Tingginya radiasi pada tahun 2010 belum dilakukan identifikasi
sebagaimana yang tertulis di Peraturan Kepala Bapeten No 4 tahun 2013. Pada
Perka BAPETEN No 4 tahun 2014, peningkatan hanya dilakukan pada