• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketercapaian Pemecahan Masalah

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 29-36)

Setelah hampir 7 tahun beroperasi, Trans Jogja tidak luput dari problematika yang terjadi. Problematika ini mencakup berbagai aspek yang dibagi menjadi dua aspek mendasar yaitu yang pertama adalah aspek internal, yang kedua adalah aspek ekternal. Problema ini pun harus menemukan solusi dan jalan keluar agar nantinya sebuah porblematika tidak menjadi sebuah masalah dan perbaikan mutlak dilakukan agar Trans Jogja dapat terus berkembang.

Problematika pertama adalah aspek internal. Aspek internal sendiri adalah aspek problematika yang terjadi di instansi itu sendiri, yaitu antara UPTD Trans Jogja dan PT Jogja Tugu Trans, problematika internal yang dirasakan adalah tentang landasan hukum dan sanksi yang kurang tegas dalam penegakannya. Minimnya perawatan dari PT Tugu Trans dan monitoring dari UPTD sendiri merupakan masalah yang harus ditanggapi dan dibenahi. Dalam peraturan, PT. Jogja Tugu Trans selaku operator harus menaati dan komitmen terhadap standart yang diterapkan dan peraturan yang telah disepakati secara bersama-sama, berikut adalah tabel standart kendaraan:

Tabel 5. Standar Kendaraan yang Harus Dipenuhi PT JTT

No Aspek Keterangan

Exterior

1 Bodi Tanpa kerusakan, cat tidak rusak/pudar 2 Kaca Kaca pintu/jendela bersih, tidak rusak

3 Identitas Terpasang dengan tulisan jelas (nomor kendaraan, papan trayek, tanda informasi pengaduan)

4 Pintu Pintu utama & darurat baik, panel baik, cat tidak rusak

5 Papan Trayek Terpasang di depan dan belakang, mudah dilihat, dilengkapi lampu

6 Lampu Semua lampu berfungsi normal

Intertior

7 Kabin Tanpa kerusakan dan bersih

8 Jok Tanpa kerusakan, bersih, kuat, ada jok untuk difabel

9 Handle Pegangan untuk penumpang berdiri terpasang kuat

Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013)

Sementara itu, untuk syarat umum kendaraan yang harus dipenuhi oleh PT JTT adalah sebagai berikut:

a. Alat pemadam kebakaran api ringan berfungsi dengan baik; b. Palu pemecah kaca;

c. Ban cadangan;

d. Alat pendingin udara (suhu udara di kabin harus berada pada temperatur stabil yaitu 200C);

e. Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) standar.

Dalam hal ini informasi tentang ketercapaian standar kendaraan dan syarat umum kendaraan tidak diketemukan data yang mendukung. Dapat diindikasikan bahwa kedua belah pihak antara UPTD dan PT. Jogja Tugu Trans tidak

menganggap penting dalam ketercapaian standar kelengkapan. Pelanggaran yang dilakukan pun dirasa tumpul sanksi, padahal sudah disepakati kedua belah pihak.

“Kami selaku operator selalu berupaya untuk mengoptimalan kinerja Trans Jogja, akan tetapi keterbatasan SDM dan anggaran yang diberikan membatasi kami dalam hal-hal yang sudah diatur sebelumnya, dalam hal penanganan sarana Trans Jogja itu, yang penting adalah hal yang bersifat mendesak dan harus diperbaiki” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Aspek pengawasan atau monitoring salah satunya dapat dilihat dari kesepakatan sanksi yang diberikan pada operator apabila tidak memenuhi SPM yang telah ditentukan. Apabila terdapat kondisi armada yang tidak memenuhi kriteria dalam hal ini diartikan sebagai tindakan pelanggaran oleh PT. Jogja Tugu Trans sehingga operator Trans Jogja tersebut akan dikenai sanksi. Berikut merupakan beberapa sanksi apabila tidak mematuhi SPM terkait kendaraan:

Tabel 6. Sanksi untuk PT JTT Apabila Melanggar Standar Kendaraan No Deskripsi Pelanggaran Sanksi

1 Bus dalam keadaan kotor Denda Rp 500.000/bus/hari 2 Peralatan penunjang

keselamatan tidak berfungsi

Denda Rp 1.000.000/bus/hari 3 Suhu udara dalam kabin lebih

dari 280 C

Kilometer tempuh bus bersangkutan hanya dihitung 50% dari kilometer tempuh yang dicapai

4 Identitas bus atau indentitas awak bus tidak ditampilkan

Denda sebesar Rp 100.000 per pelanggaran

5 Kerusakan pada perlengkapan interior bus

Denda Rp 100.000/item kerusakan/hari

6 Kerusakan pada pintu bus Denda sebesar Rp 1.000.000/bus Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013)

Tabel tersebut menunjukkan beberapa sanksi yang harus diterima oleh PT. Jogja Tugu Trans apabila terdapat standar kendaraan yang tidak dipenuhi dalam operasionalisasi bus Trans Jogja. Dapat dilihat bahwa sanksi yang diatur cukup beragam. Mulai dari kebersihan bus, peralatan penunjang keselamatan dalam bus,

kelengkapan identitas bus maupun awak bus, interior bus, bahkan pintu bus juga diatur sanksinya apabila terdapat kerusakan. Sementara sanksi yang diatur sbagian besar merupakan sanksi berupa denda, namun adapula sanksi berupa pengurangan kilometer tempuh yang tercatat.

Hal demikian juga dibenarkan oleh pihak PT. Jogja Tugu Trans yang mengungkapkan bahwa terdapat hambatan dalam pemenuhan standar kendaraan. Berikut adalah kutipan wawancara yang menunjukkan hal tersebut:

“Tidak saya pungkiri kalau memang terdapat beberapa armada yang seiring berjalannya waktu memerlukan perawatan lebih. Tapi kan BOK tidak kunjung disesuaikan. Jadi ya PT. Jogja Tugu Trans mau merawat dengan baik dari mana dananya. Selama ini yang jelas kami sudah mengupayakan semaksimal mungkin untuk perawatan agar armada tetap layak jalan.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

“Kami selalu memonitoring keadaan dan kondisi bus sebelum bus beroperasi setiap pagi harinya. Dan kami mempunyai bus cadangan. Ini dimaksudkan agar jumlah armada tetap sama dan tidak menganggu perputaran trayek. Pengisian bahan bakar kami lakukan setiap malam hari setelah bus selesai beroperasi, sehingga di pagi harinya dapat beroperasi tepat di waktunya juga”(wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa untuk standar kendaraan dalam SPM pelayanan belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh PT. Jogja Tugu Trans. Alasan mendasar dalam hal ini adalah jumlah BOK yang tidak lagi mencukupi untuk perawatan armada bus saat ini. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pada satu sisi BOK diberikan dalam jumlah tetap dan hanya diubah apabila terjadi perubahan harga BBM. Pada sisi lain, armada bus Trans Jogja seiring berjalannya waktu memerlukan biaya perawatan yang lebih besar. Oleh sebab itu, semakin hari yang terjadi adalah armada bus Trans Jogja menjadi semakin tidak terawat dengan baik akibat keterbatasan biaya.

Sementara itu, beberapa denda yang harus diterima PT. Jogja Tugu Trans apabila melanggar SPM tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Sanksi untuk PT JTT Apabila Melanggar Standar Kendaraan No Deskripsi Pelanggaran Sanksi

1 Pengemudi menaikkan/menurunkan penumpang selain di shelter tanpa instruksi ruang kendali utama

Denda Rp 500.000/bus/lokasi pelanggaran

2 Bus berputar arah dari rute yang ditentukan tanpa petunjuk ruang kendali utama

Denda Rp

1.000.000/bus/pelanggaran 3 Melakukan operasi dan layanan di

luar waktu operasi tanpa persetujuan Dishubkominfo

Denda Rp 2.500.000/bus; kilometer tempuh tidak dihitung

4 Tidak memenuhi jumlah bus operasi sesuai kesepakatan

Denda Rp 1.000.000/bus 5 Tidak parkir di lokasi yang telah

disediakan

Denda Rp

500.000/bus/pelanggaran 6 Keterlambatan dimulainya

pelayanan operasional armada bus tanpa alasan/ di luar kondisi darurat

Pengurangan kilometer tempuh sebesar 1 round trip tiap pelanggaran pada hari tersebut Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013)

Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat berbagai jenis denda dan ketentuan pelanggaran. Ketentuan mengenai mekanisme sanksi dan SPM yang harus dipenuhi tersebut dapat dikatakan merupakan wujud kontrol atau pengendalian atas kinerja dari PT. Jogja Tugu Trans dalam operasionalisasi bus Trans Jogja. Selain berkaitan dengan ketentuan sanksi atas pelanggaran SPM yang telah diuraikan, pengawasan dalam hal ini juga dilakukan dengan bentuk audit.

“Operator bus Trans Jogja wajib untuk diaudit setiap tahun. Audit kinerja dilakukan setelah berakhirnya tahun anggaran oleh auditor independen. Hasil dari audit yang dilakukan tersebut akan menjadi dokumen publik yang nantinya bisa menjadi pandangan dan tolak ukur persepsi publik”(Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pengawasan dalam hal ini dibedakan menjadi pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan

internal dilakukan oleh pihak Pemerintah DIY dengan melihat kesesuaian antara SPM yang ditentukan dengan kinerja PT. Jogja Tugu Trans dalam mengelola operasionalisasi Trans Jogja. Sementara pengawasan eksternal dilakukan oleh pihak auditor independen dan publik terhadap hasil audit kinerja PT. Jogja Tugu Trans.

Permasalahan mengenai manajemen sumber daya manusia dalam PT. Jogja Tugu Trans tersebut dalam hal ini juga dibenarkan. Berikut merupakan keterangan dari pihak PT Jogja Tugu Trans mengenai hal tersebut:

“Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam manajemen sumber daya manusia kami masih mengalami hambatan. Kembali lagi ini terkait dengan masalah belum disesuaikannya BOK jadi memang ada keterbatasan anggaran. Disaat awal kontrak karyawan, didalam kontrak jelas tertulis besaran gaji yang akan didapat perbulannya dan gaji ini sudah diatas UMR, namun karena kami mengalami keterbatasan dalam anggaran, maka ada gaji karyawan yang akhirnya dipotong untuk menutupi biaya operasionalisasi armada dan disisi lain bila dilihat pertahunnya gaji belum mengalami kenaikan dan hal ini dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk menghasut karyawan yang sebenarnya bila dilihat nilai besaran gaji karyawan sudah diatas UMR Karyawan menuntut adanya kenaikan gaji dan sampai sekarang belum bisa direalisasikan. Tuntutan juga datang dalam hal peningkatan status pegawai kontrak menjadi pegawai tetap.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa hambatan dalam manajemen sumber daya manusia di PT. Jogja Tugu Trans berkaitan dengan keterbatasan anggaran yang ada. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa PT. Jogja Tugu Trans telah mengajukan penyesuaian BOK namun belum ditindaklanjuti. Dapat dilihat bahwa dalam hal ini PT. Jogja Tugu Trans menilai bahwa hal demikian kemudian berdampak pula pada munculnya masalah di bidang pengelolaan sumber daya manusia karena terbatasnya dana yang ada.Yang kedua adalah sektor ekternal, tidak sedikit mengalami problematika, antara lain

dengan moda Transportasi massal yang lebih dahulu muncul, antara lain KOPATA dan KOBUTRI. Keberadaan mereka semakin tersisihkan dengan moda transportasi yang lebih baik dan lebih baru serta nyaman. Meskipun itu sudah menjadi hukum alam, akan tetapi nasib dan keberadaannya harus jelas dan diperhatikan.

“ Kami menggabungkan dan bekerjasama dengan koperasi yang lama ke PT. Tugu Trans, sehingga awak bus dan sopir tidak kehilangan mata pencahariannya dan dapat menjadi bagian dari Trans Jogja itu sendiri, solusi ini kita pilih agar tidak ada yang merasa dirugikan” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Dinas Perhubungan umumnya, dengan UPTD sebagai bidangnya berkoalisi dengan PT. Jogja Tugu Trans menjadikan komitmen problematika ini harus mendapatkan jalan keluar terbaik tanpa merugikan satu sama lain. Solusi menggabungkan dan bekerja sama ini lah yang diambil untuk mengatasi keresahan dan kebimbangan koperasi dan awak-awaknya yang mana dahulu bermata pencaharian serupa, hanya jenis transportasinya saja yang berbeda. Sebelum problematika ini menemui jalan keluar, sempat terjadi unjuk rasa besar-besaran terjadi di DIY dengan memblokir jalan dan bus-bus mogok berhenti operasi.

“Banyak ditemui bus Trans Jogja yang mengemudi secara ugalan ugal-ugalan di jalan, dan asap bus yang hitam pekat” (wawancara dengan Cipta, penumpang Trans Jogja, 29 Juli 2014).

“Terkadang, karena jalan di Jogjakarta yang semakin padat dan macet di jam jam kerja, pada jam-jam itu sering supir bis mengemudi secara arogan, memang ketepatan waktu itu paling utama, akan tetapi keselamatan penumpang adalah yang utama” (wawancara dengan Hanako, penumpang Trans Jogja, 29 Juli 2014).

“Pelayanan yang diberikan kadang terkesan setengah hati, terkadang ada yang sambil bermain hape, kadang juga kurang senyum” wawancara dengan Efi, penumpang Trans Jogja 30 Juli 2014).

Lain hal dengan sumber daya manusianya, sarana terdahulu pun juga harus diperhatikan, mengingat bus adalah salah satu aset transportasi itu sendiri. Bus-bus Kopata dan Kobutri yang sudah berumur dan berdampak kurang baik bagi lingkungan juga harus diperhatikan nasibnya. Akan tetapi UPTD Trans Jogja memberikan sebuah solusi.

“Bus-bus seperti Kopata dan Kobutri yang sudah tidak difungsikan dan tidak dioperasionalkan juga kita hargai, dengan dua bus Kopata dapat menjadi satu bus Trans Jogja, kurang dan lebihnya akan kami tanggung dan kita negoisasikan dengan atasan” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Ternyata PT. Jogja Tugu Trans pun memberikan tawaran yang cukup baik terhadap rekan koperasi, yaitu dengan mengganti bus-bus lama dengan yang baru. Selain keberadaannya yang sudah tidak layak jalan, asap polusi yang dapat mengakibatkan dampak yang tidak baik bagi lingkungan, setidaknya bus-bus itu dapat berharga dan menjadi berguna kembali, meskipun menjadi bentuk yang baru dan berbeda. Sekarang meskipun masih ada bus-bus KOPATA dan KOBUTRI yang beroperasi, namun skalanya hanya sedikit sekali yang masih beroperasi. Kebanyakan sudah beralih fungsi menjadi bus pariwisata dan angkutan khusus kota.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 29-36)

Dokumen terkait