• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

56 A. Hasil Penelitian

1. Profil Trans Jogja

Salah satu usaha yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan transportasi di Yogyakarta adalah pengoperasian Trans Jogja sebagai moda transportasi terpadu. Trans Jogja melayani penumpang pada beberapa koridor jalan-jalan utama di Yogyakarta. Namun dalam perjalanannya masih ditemukan keluhan-keluhan dari pengguna Trans Jogja yang menunjukkan masih terdapat beberapa masalah dalam pengoperasiannya. Trans Jogja merupakan pelayanan transportasi publik yang bersubsidi dengan menerapkan “Buy The Service”. Sistem ini didasarkan pada kontrak kerjasama yang dilakukan konsorsium (PT. Jogja Tugu Trans) dengan UPTD Trans Jogja dan tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat memiliki harapan besar dalam pengembangan pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Operasional Trans Jogja dimulai pukul 06.00 sampai dengan pukul 22.00 setiap harinya, dalam usahanya melayani penumpang manajemen Trans Jogja menempatkan masing-masing dua orang petugas di sebuah shelter dan dua orang petugas di dalam bus sebagai supir dan juga petugas yang memandu naik dan turunnya penumpang, waktu tunggu bus dengan trayek yang sama adalah selama maksimal 15 menit, misalnya bus 1A melintas di shelter X maka untuk menunggu kedatangan bus 1A kembali dibutuhkan waktu 15 menit, sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh penumpang untuk menggunakan fasilitas Trans Jogja

(2)

adalah sebesar Rp. 3.000,- untuk satu kali perjalanan dari shelter asal hingga shelter tujuan. Manajemen Trans Jogja juga memberikan fasilitas kartu elektronik langganan, setiap orang bebas untuk memiliki kartu tersebut dengan persyaratan yang tidak terlalu rumit cukup dengan mengisi formulir permohonan, dan membayar sejumlah uang untuk mengisi saldo kartu yang terdiri dari jumlah Rp. 15.000, 25.000, 50.000 dan 100.000 bagi penumpang yang memiliki fasilitas kartu tersebut biaya yang dikenakan sekali perjalanan hanya Rp. 2.700,- ditambah dengan fasilitas free charge apabila penumpang turun selama satu jam dan kemudian sebelum satu jam kembali menggunakan Trans Jogja.

Secara umum, Trans Jogja beroperasi melalui rute-rute jalan utama di Yogyakarta, dan rute-rute yang dilalui di dalam Kota Yogyakarta. Untuk lebih mempermudah penumpang dalam menghafalkan jalur, setiap 2 jalur akan melewati rute yang sama, dengan arah yang berlawanan. Misalnya, jalur 1A akan melewati jalur yang kurang lebih sama dengan jalur 1B, hanya dalam perbedaan arah. Trans Jogja diimplementasikan untuk pertama kalinya pada tahun 2008 untuk mengatasi permasalahan transportasi di Yogyakarta. Permasalahannya antara lain sebagai berikut:

a. Tingginya tingkat pertumbuhan lalu lintas sedangkan tingkat pertumbuhan jalan rendah.

b. Model transportasi yang terdahulu, kebanyakan dimiliki oleh perusahaan pribadi, layanan dinilai kurang memuaskan.

c. Pertumbuhan tinggi pada jenis sepeda motor, 6000-8000/bulan. d. Pertumbuhan generasi baru pusat lalu lintas.

(3)

e. Tingginya tingkat polusi udara.

f. Tingginya tingkat biaya operasi kendaraan.

Sistem pelayanan Trans Jogja dibuat untuk meningkatkan sistem transportasi umum di Yogyakarta. Oleh sebab itu aksesibilitas, keterjangkauan, kenyamanan, dan ketersediaan diintegrasikan dalam suatu sistem yang memuat sebagai berikut:

a. Cakupan layanan

Trans Jogja melayani daerah Yogyakarta mencakup wilayah utara, selatan, timur, barat pada kota Yogyakarta pada jalan arteri.

b. Shelter

Shelter Trans Jogja dirancang sesuai dengan yang ditunjukkan gambar 4.1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa shelter dibuat tinggi agar sejajar dengan ketinggian bus.

Gambar 2. Shelter Bus Trans Jogja c. Kendaraan

Untuk memenuhi kualitas pelayanan kepada penumpang, bus Trans Jogja dirancang berbeda dari transportasi umum reguler lainnya. Spesifikasi bus Trans Jogja dapat dilihat dari Tabel 3.

(4)

Tabel 3. Spesifikasi Bus Trans Jogja

No Kategori Spesifikasi

1 Tipe Bus Sedang, kendaraan baru (<1 tahun) 2 Kapasitas bus ≥ 22 kursi + 1 supir + 22 berdiri

3 Model Bus Kota

4 Dimensi a. Panjang b. Lebar c. Tinggi P= 7400-8000mm L= 1800-2400mm T= 2700-3100mm Sumber : Dinas Perhubungan (2008)

Gambar 3. Bus Trans Jogja d. Trayek

Secara umum, Trans Jogja beroperasi melalui rute-rute jalan utama di Yogyakarta, dalam kota Yogyakarta (perluasan trayek ke daerah Bantul dan Sleman).

Sumber: Dishubkominfo Provinsi DIY, 2013

(5)

Untuk lebih mempermudah penumpang dalam menghafalkan jalur, setiap 2 jalur akan melewati rute yang sama, dengan arah yang berlawanan. Jalur yang dilewati tidak selalu sama sebab kondisi jalan yang berbeda. Misalnya karena ada beberapa ruas jalan yang hanya satu arah. Kondisi lain yang perlu diketahui bahwa tidak semua halte berada selalu berseberangan, walaupun rata-rata berada tidak jauh satu sama lain.Sampai dengan saat ini, ada 6 (enam) jalur Trans Jogja yang beroperasi yaitu:

1) Jalur 1A

Candi Prambanan - Bandara Adisutjipto-Jembatan Layang Janti -Ambarukmo Plaza - UIN Sunan Kalijaga-Saphir Square - Bioskop XXI - Rumah Sakit (RS) Bethesda - Toko Buku (TB) Gramedia - Hotel Santika - Kantor Kedaulatan Rakyat - Stasiun Tugu - Jalan Malioboro - Pasar Beringharjo - Benteng Vredeburg - Monumen 1 Maret - Kantor Pos Besar - Keraton Yogyakarta - Alun-Alun Utara - Taman Parkir Bank Indonesia - Taman Pintar – Gondomanan - Pasar Sentul - Jalan Taman Siswa - Taman Makam Pahlawan Kusumanegara - Balaikota Yogyakarta - Kebun Binatang Gembira Loka - Jogja Expo Center (JEC) - Jembatan Janti - kembali ke arah kalasan, Bandar Udara Adi Sucipto sampai Terminal Prambanan.

2) Jalur 1B

Terminal Prambanan – Kalasan – Bandara Adisucipto –Maguwoharjo – Janti (lewat bawah) - Blok O – JEC – Babadan – Gedongkuning -Gembira Loka – SGM - Pasar Sentul – Gondomanan - Kantor Pos Besar - RS PKU Muhammadiyah - Pasar Kembang – Badran -Bundaran Samsat Kota

(6)

Yogyakarta – Pingit – Tugu - TB Gramedia -Bundaran UGM – Kolombo – Demangan - UIN Sunan Kalijaga – Janti – Maguwoharjo - Bandara Adisucipto – Kalasan - Terminal Prambanan.

3) Jalur 2A

Terminal Jombor – Monjali – Tugu - Stasiun Tugu – Malioboro - Kantor Pos Besar – Gondomanan - Jokteng Wetan – Tungkak –Gambiran – Basen – Rejowinangun – Babadan – Gedongkuning -Gembira Loka – SGM – Cendana - Mandala Krida – Gayam -Jembatan Layang Lempuyangan – Kridosono - Duta Wacana – Galeria - TB Gramedia - Bunderan UGM – Kolombo - Gejayan-Terminal Condong Catur – Kentungan – Monjali - Terminal Jombor. 4) Jalur 2B

Terminal Jombor – Monjali – Kentungan - Terminal Condong Catur – Gejayan – Kolombo - Bundaran UGM - TB Gramedia – Kridosono - Duta Wacana - Jembatan Layang Lempuyangan – Gayam - Mandala Krida – Cendana – SGM - Gembira Loka – Babadan – Gedongkuning – Rejowinangun – Basen – Tungkak - Jokteng Wetan – Gondomanan - Kantor pos besar-RS PKU Muhammadiyah – Ngabean – Wirobrajan – BPK – Badran - Bundaran Samsat Kota Yogyakarta – Pingit – Tugu – Monjali - Terminal Jombor.

5) Jalur 3A

Terminal Giwangan – Tegalgendu - HS Silver - Pegadaian Kotagede –Basen – Rejowinangun – Babadan- Gedongkuning – JEC - Blok O -Janti (lewat atas) – Maguwoharjo - Ringroad Utara - Terminal Condong Catur – Kentungan - MM UGM - Mirota Kampus – Terban – Gondolayu – Tugu – Pingit - Bundaran

(7)

Samsat Kota Yogyakarta –Badran - Pasar Kembang - Stasiun Tugu – Malioboro - Kantor Pos Besar - RS PKU Muhammadiyah – Ngabean - Jokteng Kulon - Plengkung Gading - Jokteng Wetan – Tungkak – Wirosaban – Tegalgendu - Terminal Giwangan.

6) Jalur 3B

Terminal giwangan – Tegalgendu – Wirosaban – Tungkak - Jokteng Wetan - Plengkung Gading - Jokteng Kulon – Ngabean - RS PKU Muhammadiyah - Pasar Kembang – Badran - Bundaran Samsat Kota Yogyakarta – Pingit – Tugu – Gondolayu - Mirota Kampus - MM UGM – Kentungan - Terminal Condong Catur - Ringroad Utara – Maguwoharjo - Bandara Adisucipto – Maguwoharjo - Janti (lewat bawah) - Blok O – JEC – Babadan - Gedongkuning- Rejowinangun –Basen - Pegadaian Kotagede - HS Silver – Tegalgendu - Terminal Giwangan. Untuk jalur 4A dan 4 B yang beroperasi mulai Oktober 2010 lalu, telah ditutup pada Oktober 2011.

e. Tiket Perjalanan Trans Jogja

1) Tiket Single Trip

Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013

(8)

a) Tiket sebesar Rp. 3.000,00 untuk setiap perjalanan.

b) Penumpang membeli tiket single trip di semua lokasi halte. c) Penumpang menerima tiket single trip dan tiket siap digunakan.

2) Tiket Reguler Umum

Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013

Gambar 6. Tiket Reguler Umum a) Tiket sebesar Rp.2.700,00 untuk setiap perjalanan.

b) Penumpang membeli tiket reguler di halte bertanda POS/Card Center (Dinas Perhubungan Prov.DIY).

c) Penumpang menerima tiket reguler sesuai nominal yang dibeli dan siap digunakan.

d) Pilihan nominal pulsa/isi ulang Rp. 15.000,-, Rp.25.000.-, Rp.50.000,-, dan Rp. 100.000,-.

(9)

3) Tiket Reguler Pelajar

Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013 Gambar 7. Tiket Reguler Pelajar

a) Tiket sebesar Rp. 2.000,00 untuk setiap perjalanan. b) Pelajar mendaftar secara kolektif di sekolah.

c) Pihak sekolah menghubungi Dinas perhubungan propinsi DIY dan petugas akan datang ke sekolah.

d) Petugas menyerahkan tiket di sekolah dan tiket siap digunakan. e) Kartu tiket perdana bernilai Rp. 15.000,- .

f) Pilihan nominal pulsa/isi ulang Rp. 15.000,-, Rp.25.000.-, Rp.50.000,-, dan Rp. 100.000,-.

Smartcard ini dapat dikategorikan indikator evaluasi William Dunn tentang dualitas nilai, dikarenakan cara ini mempunyai tujuan dan kualitas ganda. Smartcard hadir untuk memberikan paket harga sesuai dengan jenjang dan kondisi ekonomi penggunanya. Ini juga dimaksudkan untuk menarik masyarakat agar tertarik menggunakan Trans Jogja.

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja layanan Trans Jogja tahun 2011 sebagaimana disajikan dalam Tabel 4. yaitu hasil pengukuran load factor.

(10)

Tabel 4. Hasil Pengukuran Load Factor Tahun 2011

Ruas Pengamatan Menuju Arah Trayek (%) 1A 1B 2A 2B 3A 3B Jl. Imogiri Utara 19,06 15,00 Jl.Imogiri Selatan 8,00 20,83 Jl. Kusumanegara Barat 32,66 23,93 Jl. Kusumanegara Timur 23,64 61,11 Jl. Sultan Agung Barat 20,00 Jl. Sultan Agung Timur 18,06

Jl. Wahid Hasyim Utara 14,06 15,63

Jl.Wahid Hasyim Selatan 14,06 13,75 Jl. HOS. Cokroaminoto Utara 14,72 Jl. Kaliurang Utara 21,56 Jl.Kaliurang Selatan 24,64 Jl.Adisucipto Barat 57,95 Jl.Adisucipto Timur 15,71 Rata-rata 33,20 22,80 23,90 12,20 16,40 18,30 Sumber : Dishubkimfo, 2013.

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa trayek dengan load factor sangat rendah. Oleh sebab itu efektivitas dari pengoperasian bus pada beberapa trayek juga menjadi belum optimal. Terlihat bahwa load factor terbesar hanya 61,11% yang dialami Trayek 2B pada Jl. Kusumanegara menuju arah Timur, sedangkan load factor terendah berada pada Trayek 3A pada Jl. Imogiri menuju arah Selatan sebesar 8,00%. Rata-rata dari setiap trayek yaitu pada trayek 1A sebesar 33,20% dan untuk trayek 1B sebesar 22,80%. Pada trayek 2A load factor sebesar 23,90%, sedangkan untuk trayek 2B hanya sebesar 12,20. Pada trayek 3A rata-rata load factor sebesar 16,40% dan untuk trayek 3B sebesar 18,30%.

(11)

Load factor ini juga dapat dikategorikan indikator evaluasi pelaksanaan kebijakan William Dunn tentang orientasi masa kini dan masa lampau. Dapat dikatakan load factor ini menjadi acuan bagaimana jumlah, kepadatan shelter, dan pengguna Trans Jogja dari waktu ke waktu. Apabila rendah prosentasenya, berarti peminat Trans Jogja masih sedikit, begitupula sebaliknya.

Berkaitan dengan kebijakan, landasan kebijakan Trans Jogja sendiri adalah Perda No 1 Tahun 2008 serta Undang-undang nomer 22 tahun 2009 tentang angkutan jalan. Undang undang adalah aturan negara, dikarenakan setiap daerah mempunyai otonomi daerah, muncullah Perda yang memungkinkan daerah mengatur dan mengoptimalkan suatu kebijakan itu sendiri. Trans Jogja disini adalah bentuk otonomi daerah yang mana di dalam undang-undang sudah tercantum bahwa angkutan umum adalah salah satu transportasi potensial penggerak perekonomian, sehingga Trans Jogja ini merupakan bentuk transformasi angkutan dalam kota yang ramah, aman, dan nyaman sesuai dengan motto Trans Jogja yang juga tercantum dalam Perda.

Pada sisi lain, apabila dilihat dari aspek kelembagaan pengelolaan Trans Jogja dijalankan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika DIY. Unit Pelaksana Teknis Daerah atau UPTD Trans Jogja ialah contracting agency dan PT. Jogja Tugu Trans ialah operator pengelola bus Trans Jogja.

(12)

Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013

Gambar 8. Kelembagaan Trans Jogja Eksisting

Selanjutnya, relasi kelembagaan dalam penyelenggaraan Trans Jogja ditunjukkan pada gambar berikut :

DPRD Prov.DIY

Kontrak

7 tahun

DEWAN PENGAWAS

Sumber: Dishubkominfo DIY, 2013.

Gambar 9 Skema Kelembagaan Trans Jogja Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta

Unit Pelaksana Teknis Daerah Trans Jogja

PT. JOGJA TUGU TRANS TTRANS (PT. JTT)

DPRD Prov.DIY

Gubernur DIY Organda DIY

PemProv DIY PT. JOGJA

TUGU TRANS (Operator) PT. JOGJA TUGU TRANS (Operator) UPTDTrans Jogja OPERATOR Dishub DIY

(13)

Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan bahwa adanya struktur tersebut, masing-masing pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Trans Jogja memiliki tugas dan tanggung jawab yang juga diatur dalam MOU kerjasama, sebagai berikut:

1) Dewan Pengawas

Dewan pengawas memiliki tugas untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian kerja sama, menetapkan standar kualitas pelayanan, serta mengendalikan pendapatan dari kegiatan operasionalisasi bus Trans Jogja yang bersumber dari hasil penjualan tiket. Tugas dewan pengawas tersebut dapat dilihat ditujukan untuk membuat pelaksanaan tanggung jawab pihak PT. Jogja Tugu Trans maupun UPTD Trans Jogja tetap pada koridornya masing-masing sehingga kualitas pelayanan bus Trans Jogja tetap terjaga.

2) Operasional PT. Jogja Tugu Trans

Pengoperasian armada sesuai jumlah, jadwal dan SPM, yaitu tugas dan tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans untuk memanfaatkan secara optimal seluruh armada bus Trans Jogja yang telah ditentukan jumlah, jadwal, dan SPMnya. Jumlah armada bus Trans Jogja saat ini adalah 54 unit yang dioperasikan mulai pukul 06.00 WIB sampai 22.00 WIB dengan jarak antar bus maksimal 15 menit. Adapun kewajiban yang harus dilakukan yaitu: a) Memelihara sarana (kebersihan, kelayakan, kenyamanan sesuai SPM), yaitu

tugas dan tanggung jawab PT JTT untuk memelihara sarana penunjang pelayanan Trans Jogja sehingga tetap bersih, layak, dan nyaman sesuai SPM pelayanan yang telah ditentukan.

(14)

b) Menjamin keamanan dan kenyamanan penumpang, yaitu tugas dan tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans untuk menyelenggarakan pelayanan bus yang tidak hanya menjamin kenyamana penumpang, tetapi juga keamanan. Keamanan yang dimaksud berkaitan dengan keamanan bus dari tindak kejahatan maupun keamanan dari keselamatan jiwa penumpang;

c) Menggaji sopir bus, yaitu tugas dan tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans untuk membayarkan hak dari sopir armada bus Trans Jogja sebagai bagian dari karyawan PT JTT.

3) Operasional Unit Pelaksana Teknis Daerah Trans Jogja

a) Menyediakan dan memelihara prasarana (shelter, bus lane, mesin tiket dll), yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk menyediakan prasarana yang diperlukan PT. Jogja Tugu Trans dalam operasionalisasi pelayanan Trans Jogja.

b) Melakukan promosi, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk mempromosikan pelayanan Trans Jogja pada masyarakat, termasuk upaya untuk bekerja sama dengan pihak lain dalam melakukan promosi tersebut.

c) Melakukan pengawasan pelaksanaan SPM, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk mengawasi pelaksanaan tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans dalam memenuhi SPM ketika menyelenggarakan pelayanan Trans Jogja.

(15)

d) Melakukan pembayaran Biaya Operasional Kendaraan, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk membayar BOK yang diklaim oleh PT JTT sebagai bentuk insentif sesuai ketentuan yang disepakati.

e) Memungut tiket, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk menentukan mekanisme tiket, baik harga maupun jenisnya, serta mengelola seluruh hasil penjualan tiket.

f) Melakukan evaluasi dan pengembangan sistem, yaitu tugas dan tanggung jawab UPTD Trans Jogja untuk mengevaluasi sistem penyelenggaraan pelayanan Trans Jogja yang telah dilakukan untuk kemudian merumuskan perbaikannya.

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian

1. Konsep kerjasama penyelenggaraan UPTD Trans Jogja dengan PT. Jogja Tugu Trans

Kerja sama antara UPTD Trans Jogja Dishubkominfo Pemerintah DIY dengan PT Jogja Tugu Trans dalam pengelolaan layanan Trans Jogja secara resmi dimulai sejak tahun 2008 dengan penandatanganan perjanjian kerja sama nomor: 4/PERJ/GUB/II/2008 dan nomor: 31/JTT/G/II-2008 tentang Pengelolaan Sistem Pelayanan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum Wilayah Perkotaan dengan Sistem buy the service di DIY

.

Perjanjian kerja sama tersebut selalu diperbaharui setiap tahunnya. Berikut merupakan penuturan pihak PT. Jogja Tugu Trans mengenai hal tersebut:

“Kontraknya yang kita sepakati selama 7 tahun dari 2008 sampai 2015.Perjanjian kerja sama selama 7 tahun ini menggunakan anggaran dari APBD. APBD kan ditetapkan pertahun makanya diimplementasikan dalam kontrak per satu tahun. Jadi tiap tahun kita ada kontrak, karena berkaitan dengan anggaran tiap satu tahunnya walaupun di perjanjian kerjasama

(16)

tersebut sudah dianggarkan selama 7 tahun berapa besarnya.” (Wawancara dengan Bapak Septa pada tanggal 20 Juni 2014).

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa kerja sama antara UPTD Trans Jogja dengan PT. Jogja Tugu Trans disepakati akan berlangsung untuk jangka waktu 7 tahun, yaitu mulai tahun 2008 sampai dengan tahun 2015. Terkait dengan penggunaan dana APBD dalam pelaksanaan kerja sama tersebut, maka dalam hal ini setiap tahun dilakukan penandatanganan kontrak baru di antara kedua belah pihak meskipun sejak awal anggaran dari APBD telah disepakati besaran jumlahnya untuk 7 tahun.

Penyelenggaraan bus Trans Jogja dijalankan oleh UPTD Trans Jogja sedangkan operator yang melayani adalah PT. Jogja Tugu Trans. Pengelolaan bus Trans Jogja didasarkan pada perjanjian kerja sama tersebut. Apabila dilihat dari nama perjanjiannya, dapat dilihat bahwa dalam perjanjian kerja sama tersebut memuat istilah buy the service. Pengertian sistem buy the service dalam perjanjian kerjasama ini adalah sistem pembelian pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah DIY kepada operator angkutan perkotaan. Hal demikian menunjukkan bahwa pelaksanaan kerja sama tersebut diharapkan dapat membuat sistem pengelolaan bus kota yang sebelumnya berbasis pada sistem setoran menjadi lebih baik dengan penerapan sistem buy the service.

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Bus Trans Jogja secara garis besar mengatur mengenai beberapa hal bahwa para pihak sepakat mengadakan kerja sama pengelolaan sistem pelayanan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum wilayah perkotaan dengan sistem buy the service di Daerah Istimewa

(17)

Yogyakarta. Sementara tujuan dari perjanjian kerjasama pengelolaan bus Trans Jogja adalah:

a. Memperbaiki sistem transportasi angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum wilayah perkotaan di DIY.

b. Mengurangi kemacetan lalu lintas di wilayah DIY.

c. Meningkatkan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu dalam pelayanan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum wilayah perkotaan dengan sistem buy the service.

d. Memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam rangka menyediakan transportasi yang murah dan terjangkau.

Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian dimaksudkan untuk pengelolaan Trans Jogja. Salah satu hal penting yang dapat dilihat adalah adanya “sepakat mengadakan kerja sama”. Hal demikian menunjukkan bahwa tidak hanya upaya kerja sama yang telah disepakati untuk dilaksanakan, tetapi seluruh aturan main dalam kerja sama tersebut juga merupakan bentuk kesepakatan kedua belah pihak sehingga seharusnya dilaksanakan dengan baik. Termasuk pula poin-poin dalam perjanjian kerja sama. Pada sisi lain, beberapa tujuan yang dirumuskan dalam perjanjian kerja sama tersebut akan menjadi penanda atas keberhasilan dari pelaksanaan kerja sama. Apabila tujuan tersebut seluruhnya tercapai maka dapat dikatakan kerja sama berjalan optimal. Sebaliknya, apabila terdapat tujuan yang belum tercapai maka dapat dikatakan terdapat suatu hal dalam pelaksanaan perjanjian yang belum berjalan baik.

(18)

Kerja sama pemerintah DIY dengan PT Jogja Tugu Trans merupakan tujuan-tujuan penyelenggaraan Trans Jogja. Dalam hal ini justru tidak termuat tujuan dari pengelolaan hubungan antara pemerintah dan swasta dalam menyelenggarakan pelayanan transportasi publik secara lebih baik, seperti misalnya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan angkutan umum perkotaan. Selain itu, apabila dilihat dari poin-poin tujuan tersebut maka dapat dilihat penyelenggaraan layanan Trans Jogja didesain untuk dua tujuan besar, yaitu mengurangi kemacetan dan memperbaiki layanan transportasi bus umum. Pengawasan internal dilakukan oleh pihak Pemerintah DIY dengan melihat kesesuaian antara SPM yang ditentukan dengan kinerja PT. Jogja Tugu Trans dalam mengelola operasionalisasi Trans Jogja. Sementara pengawasan eksternal dilakukan oleh pihak auditor independen dan publik terhadap hasil audit kinerja PT. Jogja Tugu Trans.

Tujuan dari kerja sama antara PT Jogja Tugu Trans dengan UPTD Trans Jogja dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari latar belakang yang mendasari pelaksanaan kerja sama tersebut. Menurut pihak UPTD Trans Jogja tujuan kerja sama untuk operasionalisasi Trans Jogja dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Tujuan Trans Jogja itu kan jangka pendeknya adalah penyediaan angkutan yang nyaman, aman, tepat waktu, terjadwal. Sedangkan jangka panjangnya itu dia harus bisa menjadi sebuah transportasi andalan di kawasan perkotaan Yogyakarta.” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa tujuan kerja sama antara PT Jogja Tugu Trans dengan UPTD Trans Jogja dalam hal ini terbagi menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Secara jangka pendek, tujuan kerja

(19)

sama tersebut adalah untuk menyediakan angkutan yang nyaman, aman, tepat waktu, dan terjadwal. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah untuk menyediakan suatu transportasi andalan di kawasan perkotaan Yogyakarta. Dapat dilihat bahwa dalam hal ini pihak UPTD Trans Jogja lebih menilai kerja sama dengan PT Jogja Tugu Trans sebagai salah satu upaya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi umum yang nyaman, aman, tepat waktu, dan terjadwal.

Berbeda dengan penuturan pihak UPTD Trans Jogja tersebut, dalam hal ini pihak PT Jogja Tugu Trans lebih menilai bahwa tujuan dari kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dengan UPTD Trans Jogja lebih cenderung berkaitan dengan berbagai hal negatif dari pengelolaan bus kota yang ada sebelumnya. Hal demikian dituturkan oleh pihak PT Jogja Tugu Trans sebagai berikut:

“… Trans Jogja itu berfungsi merevolusi angkutan kota yang tadinya dahulunya berbasis setoran dengan sifat pelayanannya yang seperti itu, yang banyak negatifnya lah, yang banyak dikeluhkan, yang bikin ugal-ugalan, yang bikin polusi udara. Diganti dengan sistem Trans Jogja yang berorientasi pada pelayanan dan yang lebih ramah lingkungan.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam hal ini pihak PT. Jogja Tugu Trans lebih melihat tujuan kerja samanya dengan UPTD Trans Jogja guna memperbaiki kinerja angkutan kota yang ada sebelumnya. Hal demikian menunjukkan bahwa PT. Jogja Tugu Trans menilai tujuan utama dari pelaksanaan kerja sama adalah untuk mencapai pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. Lebih lanjut pihak PT Jogja Tugu Trans menyatakan hal sebagai berikut:

“… yang dulu angkutan kota itu mungkin dari masing-masing koperasi berjalan sesuai dengan yang sudah ada, kita menyebutnya angkutan reguler yang berbasis setoran, nah sekarang kita dikontrak pemerintah yang bukan

(20)

berbasis setoran artinya kita tidak memikirkan berapa jumlah penumpang yang diangkut, kita hanya disuruh melayani dari jam setengah enam pagi sampai jam setengah sepuluh malam terus begitu saja. Nanti atas pelayanan itu kita dibayar oleh pemerintah berdasarkan kilometer tempuhnya bukan jumlah penumpangnya.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Kutipan wawancara tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa pihak PT. Jogja Tugu Trans memandang tujuan utama kerja samanya dengan pihak UPTD Trans Jogja adalah untuk meningkatkan pelayanan angkutan kota yang ada sebelumnya. Peningkatan pelayanan tersebut dilakukan dengan upaya mengubah sistem angkutan berbasis setoran dengan sistem pelayanan angkutan berdasarkan kilometer tempuh. Hal tersebut kembali ditegaskan oleh pihak PT. Jogja Tugu Trans sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut:

“Ya kunci utamanya itu pelayanan. Sistem Trans Jogja itu kan buy the service artinya pemerintah membeli pelayanan, hal itu untuk memberikan kepastian kepada masyarakat, kita yang melayani, pemerintah membeli pelayanan kepada kita, yang kita layani adalah masyarakat, kita dikontrak oleh pemerintah untuk melayani itu. Dan tujuan utamanya adalah untuk pelayanan angkutan itu, ya untuk melayani masyarakat. Meningkatkan pelayanan kualitas yang dulu seperti itu sekarang dicoba seperti ini.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Penuturan pihak PT. Jogja Tugu Trans dalam kutipan wawancara tersebut semakin memperjelas bahwa dari segi pandangan secara luas sudah ada perbedaan tujuan, sehingga dimungkinkan akan menjadi kendala yang berarti untuk kemajuan Trans Jogja apabila tidak segera diluruskan. Terlebih ini adalah masa akhir PT. Tugu Trans yang nantinya akan berakhir pada tahun 2015.

(21)

2. Pelaksanaan Kebijakan Trans Jogja

Proses pelaksanaan dalam suatu kebijakan merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Proses pelaksanaan merupakan salah satu tahap yang penting dimana untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan yang nantinya apabila menemui kendala ataupun masalah dapat di evaluasi untuk keberlanjutan yang lebih baik. Penyelenggaraan juga harus mempersiapkan tujuan dan secara matang dengan tahapan-tahapan apa saja yang perlu ditempuh dalam mencapai tujuan tersebut.

Sistem buy the service diimplementasikan menuntut adanya pembelian layanan angkutan umum Trans Jogja oleh pemerintah dari operator. Operator merupakan badan usaha yang berdasarkan sistem lelang dipilih sebagai penyelenggara layanan angkutan umum Trans Jogja pada rute yang telah disediakan. PT. Jogja Tugu Trans adalah satu satunya operator yang menyelenggarakan layanan angkutan umum Trans Jogja saat ini. Pemerintah DIY, dalam hal ini Dinas Perhubungan yang dinaungi oleh UPTD Trans Jogja menjalin kerjasama dengan PT. Jogja Tugu Trans dengan perjanjian Gross Kontrak yang dituangkan dalam dokumen Perjanjian Kerjasama Sama (PKS). PKS tersebut mengalami pembaharuan setiap tahunnya. Penyelenggaraan layanan angkutan umum yang belum optimal mengakibatkan menurunnya minat para calon pengguna layanan angkutan umum. Hal tersebut menyebabkan okupansi penumpang belum dapat menghasilkan pendapatan dari tiket yang dapat menutup biaya operasional Trans Jogja.

“Pelaksanaan Trans Jogja memang sudah hampir 7 Tahun ini, dari segi implementasi memang sudah cukup, kami beserta operator selalu

(22)

mengoptimalkan dan berupaya seiring waktu berjalan agar Trans Jogja menjadi angkutan primadona di daerah sendiri.” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Tujuan utama dari penyelenggaraan layanan Trans Jogja adalah mendorong pengguna kendaraan bermotor pribadi, baik mobil dan sepeda motor, untuk berpindah menggunakan Trans Jogja. Dengan demikian, efektivitas penyediaan layanan bus angkutan umum massal Trans Jogja tidak hanya bergantung pada kualitas layanan semata, tetapi juga integrasi berbagai program yang diarahkan untuk mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan bermotor pribadi.

Dalam kurun waktu hampir 7 tahun ini, pemerintah provinsi mempercayakan Dinas Perhubungan yang difokuskan oleh UPTD Trans Jogja untuk menunjuk operator, dan satu-satunya operator Trans Jogja yang terpilih adalah PT. Jogja Tugu Trans.

“Kita menunjuk PT. Jogja Tugu Trans sebagai operator Trans Jogja yang telah di kontrak selama 7 Tahun dengan periode 2008-2015, itupun bisa diperpanjang atau tidak, tergantung keputusan pemerintah daerah nantinya dan hasil kinerja PT. Jogja Tugu Trans sendiri yang menunjukkan” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Dalam perjalanannya Trans Jogja mengalami pasang surut perkembangannya. Peristiwa seperti ini lumrah terjadi, hanya saja yang perlu dikaji adalah ketika dalam posisi dan kondisi baik dan stabil dapat bertahan atau ditingkatkan lebih baik lagi. Terlebih Trans Jogja ini, yang sudah merupakan transportasi andalan, sudah seyogyanya selalu memantau setiap pelaksanaan yang terjadi, sehingga kekurangan dan masukan dapat tertampung dan dievaluasi yang memunculkan solusi yang tepat guna.

(23)

UPTD Trans Jogja yang berkolaborasi dengan PT. Jogja Tugu Trans memberikan hasil yang cukup baik dalam segi pelaksanaannya, hanya saja terdapat beberapa hal yang menjadi catatan misalnya catatan load factor, kondisi armada dan shelter, ketepatan waktu tersebut dapat menjadi salah satu hal yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan Trans Jogja karena pada dasarnya fasilitas publik yang menjadi sorotan paling tajam adalah infrastruktur fisiknya, dan aspek internal pasti akan dipandang setelahnya. Baik buruknya pelaksanaan hingga akhirnya proses evaluasi kebijakan Trans Jogja juga ditentukan dari bagaimana kolaborasi dan kerjasama antara UPTD Trans Jogja dan PT. Tugu Trans selaku operator.

3. Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Trans Jogja

Berdasarkan fakta-fakta di lapangan yang terjadi, diperlukan evaluasi pelaksanaan menyeluruh terhadap sistem penyelenggaraan layanan angkutan umum Trans Jogja. Kebutuhan untuk mengevaluasi kinerja Trans Jogja dimulai dari konsep dasarnya menjadi penting mengingat konsep dasar tersebut merupakan dasar bagi penerapan sistem secara keseluruhan. Evaluasi kinerja dan prasyarat implementasi Trans Jogja dengan sistem buy the servise menjadi langkah awal sebelum melakukan perbaikan untuk meningkatkan kinerja Trans Jogja kedepan.

Dalam agendanya, seluruh aktor yang terlibat mengadakan rapat tahunan, yang biasanya membahas kinerja selama setahun berjalannya pelaksanaan Trans

(24)

Jogja. Agenda ini rutin, dan difungsikan mengetahui tolok ukur dan problematika di setiap tahunnya.

“Rapat evaluasi pertama dilakukan di tahun 2010, untuk setelahnya kita biasanya melakukan evaluasi setiap setahun sekali dengan waktu antara bulan Oktober atau September.” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

“Dalam setiap rapat evaluasi biasanya diikuti oleh UPTD Trans Jogja sendiri dan dihadiri PT. Jogja Tugu Trans serta pemerintah daerah, sebelum rapat digelar biasanya kita sudah mempunyai pandangan hasil survey tentang Trans Jogja yang biasanya dilakukan oleh Pustral UGM yang mana akan dijadikan tolak ukur, yang mana menjadi pihak independent” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

“Rapat evaluasi biasanya membahas tentang penegasan dan pembaharuan kerjasama, laporan operasional per periode, laporan anggaran, dan gagasan kebijakan serta problematika yang terjadi selama satu periode ” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Rapat evaluasi ini rutin diselenggarakan, dengan harapan segala problematika dan masalah yang terjadi selama setahun dapat menemukan solusi terbaik, dan untuk tahun kedepannya menjadi lebih efektif dan pembaharuan ke arah yang lebih baik untuk Trans Jogja. Akan tetapi, manfaat dari rapat evaluasi ini terkadang kurang dirasakan karena kebijakan bersifat top-down, usulan atau gagasan yang bersifat bottom-up memiliki respon yang cenderung lambat dan sulit untuk mendapatkan jalan keluar yang solutif.

“Tidak sedikit kami melayangkan usulan, tentang nasib SDM, usulan anggaran dan masih banyak lagi, akan tetapi respon dari pemerintah pusat kurang apresiatif dalam menanggapinya, terkadang malah muncul kebijakan baru yang mana kebijakan lama belum menemukan solusi yang tepat” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Sementara itu, di sisi lain pihak UPTD Trans Jogja menilai bahwa permasalahan mengenai penurunan pendapatan yang dialami PT. Jogja Tugu

(25)

Trans lebih karena kinerja perusahaan tersebut yang memang belum optimal. Berikut merupakan penuturan pihak UPTD Dishubkominfo DIY mengenai hal tersebut:

“Rencana kedepannya Trans Jogja nanti ada empat operator atau multi operator. Hal ini disebabkan karena selama ini dinilai masih terdapat kendala yang dialami oleh PT Jogja Tugu Trans yang dirasa kurang optimal dalam memberikan pelayanan sehingga harus dibentuk pesaing yang di dalamnya terdapat PT Jogja Tugu Trans.” (wawancara dengan Ibu Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa menurut pihak UPTD Trans Jogja, penurunan pendapatan yang dialami PT. Jogja Tugu Trans terjadi karena kinerja perusahaan yang memang belum optimal. Sementara itu, perusahaan tersebut adalah satu-satunya perusahaan yang menangani kegiatan operasional bus Trans Jogja. Oleh sebab itu, guna meningkatkan daya kompetitif dari PT. Jogja Tugu Trans maka solusi yang diterapkan adalah penambahan perusahaan yang akan menjadi operator bus Trans Jogja. Hal demikian diharapkan dapat meningkatkan daya saing setiap perusahaan sebagai operator bus Trans Jogja sehingga kinerja perusahaan lebih optimal dan kualitas pelayanan dapat ditingkatkan.

Berikut merupakan penuturan dari pihak UPTD Trans Jogja mengenai hal tersebut:

“Standar Operasional Prosedur sejauh ini sebenarnya sudah dipenuhi. Tapi ada juga yang belum, terutama tentang waktu tempuh itu sering lewat ya. Poin SOP yang lain saya rasa sudah dipenuhi. Hanya yang belum sepenuhnya maksimal itu untuk standar kendaraan. Tapi Ada beberapa armada yang sebenarnya memang perlu perawatan lebih. Tapi itukan dari awal sudah disepakati menjadi bagian tanggung jawab PT. Jogja Tugu Trans” (wawancara dengan Ibu Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

(26)

“Terus terang untuk SOP yang paling sulit dipenuhi saat ini itu tentang standar waktu tempuh. Tetapi sebenarnya ini memerlukan campur tangan pemerintah untuk solusinya sebab akar masalahnya itu kan jalanan yang semakin padat. Berbeda dengan Jakarta yang punya jalan sendiri, kita tidak punya jalan sendiri. Jadi otomatis kalau semakin jalanan padat ya mempengaruhi waktu tempuh bus. Akhirnya kilometer tempuh bus berkurang, BOK berkurang, penerimaan PT Jogja Tugu Trans berkurang.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa penyelenggaraan layanan Trans Jogja terkait waktu tempuh tiap bus belum sepenuhnya dapat diimplementasikan dengan baik oleh PT. Jogja Tugu Trans. Bahkan dalam kutipan wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa semakin lama semakin sulit untuk mengimplementasikan standar waktu tempuh Trans Jogja sebab bus Trans Jogja tidak memiliki jalur khusus. Oleh sebab itu ketika volume kendaraan di jalanan meningkat semakin hari akan semakin membuat PT. Jogja Tugu Trans kesulitan mencapai standar waktu tempuh. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh penumpang, tetapi juga oleh PT. Jogja Tugu Trans sendiri.

Hasil rapat evaluasi pelaksanaan terbaru yang didapat bahwasanya, akan ada penambahan armada dan pelebaran jalur koridor serta shelter. Ini memungkinkan bahwa cakupan Trans Jogja tidak hanya mencakup kawasan kota lagi, akan tetapi merambah daerah Bantul dan Sleman, berikut mengenai hal tersebut:

“...Rencana kedepan, akan ada shelter nomaden, maksudnya shelter yang menyerupai truck terbuka yang didesain seperti shelter pada umumnya. Shelter dan koridor pun direncanakan akan diperluas tidak hanya dikota akan tetapi merambah di daerah Bantul dan Sleman, dan pastinya harus dibarengi dengan penambahan armada. Ini dimaksudkan karena tidak bisa dipungkiri transportasi massal di Jogja sangat minim dan hanya Trans Jogja ini. Dan kebijakan itu akan kami namakan New Trans Jogja ” (wawancara dengan Ibu Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

(27)

Berdasarkan tolok ukur teori evaluasi kebijakan William Dunn, evaluasi dibagi menjadi 4 karakteristik antara lain fokus nilai, interdependensi fakta nilai,orientasi masa kini dan lampau, dan dualitas nilai. Dalam pengertian fokus nilai, dapat diartikan bahwa tujuan dan target dari kebijakan Trans Jogja. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi.

“Dalam hal ini, kami dibarengi dengan operator sudah berusaha secara optimal untuk Trans Jogja ini, tapi ya tidak bisa dipungkiri kendaraan pribadi lebih cepat berkembang dan lebih diperhatikan oleh pemerintah dibandingkan Trans Jogja yang difungsikan untuk transportasi massal. Secara tidak langsung citra transportasi massal menjadi berkurang karena kemudahan dan akses kendaraan pribadi yang lebih banyak dan mudah” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

“Kondisi jalan yang semakin ramai dan padat pula, ketercapaian waktu tempuh menjadi hal yang sulit kita raih, sehingga kadang banyak complain tentang waktu tunggu, tapi ya bagaimana lagi, Trans Jogja tidak punya jalur sendiri, dan tidak dimungkinkan mempunyai jalur sendiri, karena jalan-jalan di Jogja yang terbatas. (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Interdependensi fakta nilai dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketercapaian kebijakan serta hasil hasil dari kebijakan Trans Jogja. Oleh karena itu pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.

“ Trans Jogja ini memberikan pembaharuan bagi Yogyakarta dalam transportasi umum, dari sistem pun berubah yang dulunya sistem setoran di Trans Jogja sekarang ini menjadi buy the servise, sistem pemberhentian yang jelas ditandai dengan adanya shelter. Bus pun kita buat senyaman mungkin, ditunjang dengan AC dan tulisan tempat pemberhentian.” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

“Akan tetapi kami juga tidak bisa mengelak bahwa SDM kami masih kurang, terlebih masalah utama adalah anggaran yang tidak menyesuaikan dengan keadaan terbaru. Sehingga peraturan yang ada terkadang tidak seiring dengan biaya yang dikeluarkan.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

(28)

Seperti yang tercantum di teori Dunn, orientasi waktu pun diperhatikan. Ini dimaksudkan agar ada tolok ukur dan perbandingan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan. Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifak prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan.

“Orientasi waktu dari dulu sampai sekarang masih kami pakai buat acuan. Karena secara tidak langsung itu menjadi tolok ukur nantinya bahwa kebijakan Trans Jogja ini akan dibenahi dalam segi yang memang perlu dibenahi, terlebih masalah meningkatkan minat untuk menggunakan Trans Jogja. Orientasi juga bisa menjawab apakah kebijakan Trans Jogja berhasil ataupun tidak dalam segi implementasinya” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

“Orientasi yang dirasakan dari waktu ke waktu adalah peminat Trans Jogja yang masih minim. Padahal tidak bisa dipungkiri, meskipun Trans Jogja di subsidi, penjualan tiket tetap menjadi masukan dana bagi Trans Jogja.

Dalam sebuah kebijakan, sering ditemui tujuan ganda dan cara ganda dari hasil yang diharapkan. Sehingga dengan fungsi dan manfaat ganda diharapkan pelaksanaan kebijakan dapat lebih menyeluruh dan multi guna.

“Dalam hal ini, Trans Jogja mempunyai program smartcard, ini sebenarnya adalah cara kami dalam menggaet para pelajar maupun mahasiswa agar lebih enjoy dan mau menggunakan Trans Jogja. Dengan harga yang beda dan relatif murah sesuai kemampuan siswa dan mahasiswa. Sistem deposit juga diberlakukan, sehingga mereka tidak perlu membayar ketika naik Trans Jogja, hanya menunjukkan kartu, ketika saldo habis tinggal deposit lagi. Begitu pula seterusnya.” (Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Memang sudah seharusnya sebuah kebijakan berkembang dan di evaluasi pelaksaan serta memberikan cara tersendiri dalam setiap waktu dan perubahannya, sehingga selalu bermunculan gagasan dan ide pembaharuan dari sebelumnya yang dapat menjadi inovasi dan perbaikan suatu kebijakan serta dapat menjadi jawaban jitu dalam setiap problematikanya. Penambahan armada, perluasan koridor dan shelter memang dituntut seiring laju perkembangan DIY yang semakin pesat dan untuk pengoptimalan Trans Jogja.

(29)

4. Ketercapaian Pemecahan Masalah

Setelah hampir 7 tahun beroperasi, Trans Jogja tidak luput dari problematika yang terjadi. Problematika ini mencakup berbagai aspek yang dibagi menjadi dua aspek mendasar yaitu yang pertama adalah aspek internal, yang kedua adalah aspek ekternal. Problema ini pun harus menemukan solusi dan jalan keluar agar nantinya sebuah porblematika tidak menjadi sebuah masalah dan perbaikan mutlak dilakukan agar Trans Jogja dapat terus berkembang.

Problematika pertama adalah aspek internal. Aspek internal sendiri adalah aspek problematika yang terjadi di instansi itu sendiri, yaitu antara UPTD Trans Jogja dan PT Jogja Tugu Trans, problematika internal yang dirasakan adalah tentang landasan hukum dan sanksi yang kurang tegas dalam penegakannya. Minimnya perawatan dari PT Tugu Trans dan monitoring dari UPTD sendiri merupakan masalah yang harus ditanggapi dan dibenahi. Dalam peraturan, PT. Jogja Tugu Trans selaku operator harus menaati dan komitmen terhadap standart yang diterapkan dan peraturan yang telah disepakati secara bersama-sama, berikut adalah tabel standart kendaraan:

(30)

Tabel 5. Standar Kendaraan yang Harus Dipenuhi PT JTT

No Aspek Keterangan

Exterior

1 Bodi Tanpa kerusakan, cat tidak rusak/pudar 2 Kaca Kaca pintu/jendela bersih, tidak rusak

3 Identitas Terpasang dengan tulisan jelas (nomor kendaraan, papan trayek, tanda informasi pengaduan)

4 Pintu Pintu utama & darurat baik, panel baik, cat tidak rusak

5 Papan Trayek Terpasang di depan dan belakang, mudah dilihat, dilengkapi lampu

6 Lampu Semua lampu berfungsi normal

Intertior

7 Kabin Tanpa kerusakan dan bersih

8 Jok Tanpa kerusakan, bersih, kuat, ada jok untuk difabel

9 Handle Pegangan untuk penumpang berdiri terpasang kuat

Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013)

Sementara itu, untuk syarat umum kendaraan yang harus dipenuhi oleh PT JTT adalah sebagai berikut:

a. Alat pemadam kebakaran api ringan berfungsi dengan baik; b. Palu pemecah kaca;

c. Ban cadangan;

d. Alat pendingin udara (suhu udara di kabin harus berada pada temperatur stabil yaitu 200C);

e. Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) standar.

Dalam hal ini informasi tentang ketercapaian standar kendaraan dan syarat umum kendaraan tidak diketemukan data yang mendukung. Dapat diindikasikan bahwa kedua belah pihak antara UPTD dan PT. Jogja Tugu Trans tidak

(31)

menganggap penting dalam ketercapaian standar kelengkapan. Pelanggaran yang dilakukan pun dirasa tumpul sanksi, padahal sudah disepakati kedua belah pihak.

“Kami selaku operator selalu berupaya untuk mengoptimalan kinerja Trans Jogja, akan tetapi keterbatasan SDM dan anggaran yang diberikan membatasi kami dalam hal-hal yang sudah diatur sebelumnya, dalam hal penanganan sarana Trans Jogja itu, yang penting adalah hal yang bersifat mendesak dan harus diperbaiki” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Aspek pengawasan atau monitoring salah satunya dapat dilihat dari kesepakatan sanksi yang diberikan pada operator apabila tidak memenuhi SPM yang telah ditentukan. Apabila terdapat kondisi armada yang tidak memenuhi kriteria dalam hal ini diartikan sebagai tindakan pelanggaran oleh PT. Jogja Tugu Trans sehingga operator Trans Jogja tersebut akan dikenai sanksi. Berikut merupakan beberapa sanksi apabila tidak mematuhi SPM terkait kendaraan:

Tabel 6. Sanksi untuk PT JTT Apabila Melanggar Standar Kendaraan No Deskripsi Pelanggaran Sanksi

1 Bus dalam keadaan kotor Denda Rp 500.000/bus/hari 2 Peralatan penunjang

keselamatan tidak berfungsi

Denda Rp 1.000.000/bus/hari 3 Suhu udara dalam kabin lebih

dari 280 C

Kilometer tempuh bus bersangkutan hanya dihitung 50% dari kilometer tempuh yang dicapai

4 Identitas bus atau indentitas awak bus tidak ditampilkan

Denda sebesar Rp 100.000 per pelanggaran

5 Kerusakan pada perlengkapan interior bus

Denda Rp 100.000/item kerusakan/hari

6 Kerusakan pada pintu bus Denda sebesar Rp 1.000.000/bus Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013)

Tabel tersebut menunjukkan beberapa sanksi yang harus diterima oleh PT. Jogja Tugu Trans apabila terdapat standar kendaraan yang tidak dipenuhi dalam operasionalisasi bus Trans Jogja. Dapat dilihat bahwa sanksi yang diatur cukup beragam. Mulai dari kebersihan bus, peralatan penunjang keselamatan dalam bus,

(32)

kelengkapan identitas bus maupun awak bus, interior bus, bahkan pintu bus juga diatur sanksinya apabila terdapat kerusakan. Sementara sanksi yang diatur sbagian besar merupakan sanksi berupa denda, namun adapula sanksi berupa pengurangan kilometer tempuh yang tercatat.

Hal demikian juga dibenarkan oleh pihak PT. Jogja Tugu Trans yang mengungkapkan bahwa terdapat hambatan dalam pemenuhan standar kendaraan. Berikut adalah kutipan wawancara yang menunjukkan hal tersebut:

“Tidak saya pungkiri kalau memang terdapat beberapa armada yang seiring berjalannya waktu memerlukan perawatan lebih. Tapi kan BOK tidak kunjung disesuaikan. Jadi ya PT. Jogja Tugu Trans mau merawat dengan baik dari mana dananya. Selama ini yang jelas kami sudah mengupayakan semaksimal mungkin untuk perawatan agar armada tetap layak jalan.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

“Kami selalu memonitoring keadaan dan kondisi bus sebelum bus beroperasi setiap pagi harinya. Dan kami mempunyai bus cadangan. Ini dimaksudkan agar jumlah armada tetap sama dan tidak menganggu perputaran trayek. Pengisian bahan bakar kami lakukan setiap malam hari setelah bus selesai beroperasi, sehingga di pagi harinya dapat beroperasi tepat di waktunya juga”(wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa untuk standar kendaraan dalam SPM pelayanan belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh PT. Jogja Tugu Trans. Alasan mendasar dalam hal ini adalah jumlah BOK yang tidak lagi mencukupi untuk perawatan armada bus saat ini. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pada satu sisi BOK diberikan dalam jumlah tetap dan hanya diubah apabila terjadi perubahan harga BBM. Pada sisi lain, armada bus Trans Jogja seiring berjalannya waktu memerlukan biaya perawatan yang lebih besar. Oleh sebab itu, semakin hari yang terjadi adalah armada bus Trans Jogja menjadi semakin tidak terawat dengan baik akibat keterbatasan biaya.

(33)

Sementara itu, beberapa denda yang harus diterima PT. Jogja Tugu Trans apabila melanggar SPM tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Sanksi untuk PT JTT Apabila Melanggar Standar Kendaraan No Deskripsi Pelanggaran Sanksi

1 Pengemudi menaikkan/menurunkan penumpang selain di shelter tanpa instruksi ruang kendali utama

Denda Rp 500.000/bus/lokasi pelanggaran

2 Bus berputar arah dari rute yang ditentukan tanpa petunjuk ruang kendali utama

Denda Rp

1.000.000/bus/pelanggaran 3 Melakukan operasi dan layanan di

luar waktu operasi tanpa persetujuan Dishubkominfo

Denda Rp 2.500.000/bus; kilometer tempuh tidak dihitung

4 Tidak memenuhi jumlah bus operasi sesuai kesepakatan

Denda Rp 1.000.000/bus 5 Tidak parkir di lokasi yang telah

disediakan

Denda Rp

500.000/bus/pelanggaran 6 Keterlambatan dimulainya

pelayanan operasional armada bus tanpa alasan/ di luar kondisi darurat

Pengurangan kilometer tempuh sebesar 1 round trip tiap

pelanggaran pada hari tersebut Sumber: Dokumen kerjasama PT JTT-PemProv DIY (2013)

Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat berbagai jenis denda dan ketentuan pelanggaran. Ketentuan mengenai mekanisme sanksi dan SPM yang harus dipenuhi tersebut dapat dikatakan merupakan wujud kontrol atau pengendalian atas kinerja dari PT. Jogja Tugu Trans dalam operasionalisasi bus Trans Jogja. Selain berkaitan dengan ketentuan sanksi atas pelanggaran SPM yang telah diuraikan, pengawasan dalam hal ini juga dilakukan dengan bentuk audit.

“Operator bus Trans Jogja wajib untuk diaudit setiap tahun. Audit kinerja dilakukan setelah berakhirnya tahun anggaran oleh auditor independen. Hasil dari audit yang dilakukan tersebut akan menjadi dokumen publik yang nantinya bisa menjadi pandangan dan tolak ukur persepsi publik”(Wawancara dengan Etik Esti Mayati, 20 Mei 2014).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pengawasan dalam hal ini dibedakan menjadi pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan

(34)

internal dilakukan oleh pihak Pemerintah DIY dengan melihat kesesuaian antara SPM yang ditentukan dengan kinerja PT. Jogja Tugu Trans dalam mengelola operasionalisasi Trans Jogja. Sementara pengawasan eksternal dilakukan oleh pihak auditor independen dan publik terhadap hasil audit kinerja PT. Jogja Tugu Trans.

Permasalahan mengenai manajemen sumber daya manusia dalam PT. Jogja Tugu Trans tersebut dalam hal ini juga dibenarkan. Berikut merupakan keterangan dari pihak PT Jogja Tugu Trans mengenai hal tersebut:

“Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam manajemen sumber daya manusia kami masih mengalami hambatan. Kembali lagi ini terkait dengan masalah belum disesuaikannya BOK jadi memang ada keterbatasan anggaran. Disaat awal kontrak karyawan, didalam kontrak jelas tertulis besaran gaji yang akan didapat perbulannya dan gaji ini sudah diatas UMR, namun karena kami mengalami keterbatasan dalam anggaran, maka ada gaji karyawan yang akhirnya dipotong untuk menutupi biaya operasionalisasi armada dan disisi lain bila dilihat pertahunnya gaji belum mengalami kenaikan dan hal ini dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk menghasut karyawan yang sebenarnya bila dilihat nilai besaran gaji karyawan sudah diatas UMR Karyawan menuntut adanya kenaikan gaji dan sampai sekarang belum bisa direalisasikan. Tuntutan juga datang dalam hal peningkatan status pegawai kontrak menjadi pegawai tetap.” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa hambatan dalam manajemen sumber daya manusia di PT. Jogja Tugu Trans berkaitan dengan keterbatasan anggaran yang ada. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa PT. Jogja Tugu Trans telah mengajukan penyesuaian BOK namun belum ditindaklanjuti. Dapat dilihat bahwa dalam hal ini PT. Jogja Tugu Trans menilai bahwa hal demikian kemudian berdampak pula pada munculnya masalah di bidang pengelolaan sumber daya manusia karena terbatasnya dana yang ada.Yang kedua adalah sektor ekternal, tidak sedikit mengalami problematika, antara lain

(35)

dengan moda Transportasi massal yang lebih dahulu muncul, antara lain KOPATA dan KOBUTRI. Keberadaan mereka semakin tersisihkan dengan moda transportasi yang lebih baik dan lebih baru serta nyaman. Meskipun itu sudah menjadi hukum alam, akan tetapi nasib dan keberadaannya harus jelas dan diperhatikan.

“ Kami menggabungkan dan bekerjasama dengan koperasi yang lama ke PT. Tugu Trans, sehingga awak bus dan sopir tidak kehilangan mata pencahariannya dan dapat menjadi bagian dari Trans Jogja itu sendiri, solusi ini kita pilih agar tidak ada yang merasa dirugikan” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Dinas Perhubungan umumnya, dengan UPTD sebagai bidangnya berkoalisi dengan PT. Jogja Tugu Trans menjadikan komitmen problematika ini harus mendapatkan jalan keluar terbaik tanpa merugikan satu sama lain. Solusi menggabungkan dan bekerja sama ini lah yang diambil untuk mengatasi keresahan dan kebimbangan koperasi dan awak-awaknya yang mana dahulu bermata pencaharian serupa, hanya jenis transportasinya saja yang berbeda. Sebelum problematika ini menemui jalan keluar, sempat terjadi unjuk rasa besar-besaran terjadi di DIY dengan memblokir jalan dan bus-bus mogok berhenti operasi.

“Banyak ditemui bus Trans Jogja yang mengemudi secara ugalan ugal-ugalan di jalan, dan asap bus yang hitam pekat” (wawancara dengan Cipta, penumpang Trans Jogja, 29 Juli 2014).

“Terkadang, karena jalan di Jogjakarta yang semakin padat dan macet di jam jam kerja, pada jam-jam itu sering supir bis mengemudi secara arogan, memang ketepatan waktu itu paling utama, akan tetapi keselamatan penumpang adalah yang utama” (wawancara dengan Hanako, penumpang Trans Jogja, 29 Juli 2014).

(36)

“Pelayanan yang diberikan kadang terkesan setengah hati, terkadang ada yang sambil bermain hape, kadang juga kurang senyum” wawancara dengan Efi, penumpang Trans Jogja 30 Juli 2014).

Lain hal dengan sumber daya manusianya, sarana terdahulu pun juga harus diperhatikan, mengingat bus adalah salah satu aset transportasi itu sendiri. Bus-bus Kopata dan Kobutri yang sudah berumur dan berdampak kurang baik bagi lingkungan juga harus diperhatikan nasibnya. Akan tetapi UPTD Trans Jogja memberikan sebuah solusi.

“Bus-bus seperti Kopata dan Kobutri yang sudah tidak difungsikan dan tidak dioperasionalkan juga kita hargai, dengan dua bus Kopata dapat menjadi satu bus Trans Jogja, kurang dan lebihnya akan kami tanggung dan kita negoisasikan dengan atasan” (wawancara dengan Bapak Sebta, 20 Juli 2014).

Ternyata PT. Jogja Tugu Trans pun memberikan tawaran yang cukup baik terhadap rekan koperasi, yaitu dengan mengganti bus-bus lama dengan yang baru. Selain keberadaannya yang sudah tidak layak jalan, asap polusi yang dapat mengakibatkan dampak yang tidak baik bagi lingkungan, setidaknya bus-bus itu dapat berharga dan menjadi berguna kembali, meskipun menjadi bentuk yang baru dan berbeda. Sekarang meskipun masih ada bus-bus KOPATA dan KOBUTRI yang beroperasi, namun skalanya hanya sedikit sekali yang masih beroperasi. Kebanyakan sudah beralih fungsi menjadi bus pariwisata dan angkutan khusus kota.

5. Faktor Pendukung Pelaksanaan Trans Jogja

Selain beberapa hal yang disampaikan diatas, terdapat faktor pendukung pelaksanaan Trans Jogja. Faktor pendukung diantaranya:

(37)

a. Adanya tempat menyampaikan aspirasi dan keluhan masyarakat yang ditampung lewat costumer center, penyampaian dapat melalui telepon atau datang langsung ke Dishubkimfo UPTD DIY.

b. Dukungan dan desakan opini publik masyarakat serta konsumen Trans Jogja akan kemajuan dan keberlangsungan moda transportasi massal ini sangat besar, terlebih Trans Jogja menjadi transportasi massal unggulan DIY.

6. Faktor Penghambat PelaksanaanTrans Jogja

Meskipun penyelenggaraan evaluasi kebijakan Trans Jogja berjalan dengan baik namun tentunya terdapat faktor penghambat diantaranya:

a. Kurang tanggapnya tindakan instansi baik UPTD Trans Jogja ataupun PT. Jogja Tugu Trans akan keluhan dan aspirasi dari masyarakat dan konsumen bagi keberlangsungan Trans Jogja.

b. Mekanisme pengambilan keputusan yang relatif lama, karena penyelenggaraan Trans Jogja merupakan kegiatan yang sifatnya terpadu sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan harus berkoordinasi dengan baik dalam mengambil suatu langkah kebijakan.

c. Dasar hukum dan kebijakan yang penegakannya belum sepenuhnya diimplementasikan.

d. Load factor yang masih rendah.

e. Problematika internal dan ekternal di kubu Trans Jogja yang harus segera disikapi dan ditemukan solusinya.

(38)

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, seiring berjalannya Trans Jogja yang sudah menginjak tahun ke 6, selalu mengalami perkembangan dan pasang surutnya di dalamnya. Berbagai perubahan dan percobaan kebijakan selalu dilakukan untuk menunjang dan mengoptimalkan Trans Jogja itu sendiri. Derbyshire (dalam Samodra Wibawa, 1994: 49) memberikan batasan terhadap policy sebagai sekumpulan rencana kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan efek perbaikan terhadap kondisi-kondisi sosial dan ekonomi. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa evaluasi belum sepenuhnya mencapai tujuan yang diharapkan. Hal demikian dapat dilihat dari beberapa hal. Misalnya adalah load factor Trans Jogja pada tahun 2011 sebagaimana telah dipaparkan yang menunjukkan angka rata-rata tertinggi hanya 33,2% dan angka rata-rata terendah adalah 12,2%. Angka load factor tersebut menunjukkan bahwa bus Trans Jogja rata-rata hanya terisi sepertiga bagian untuk yang paling tinggi. Sehingga dapat dikatakan minat orang untuk menggunakan jasa Trans Jogja masih rendah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa Trans Jogja belum menjadi moda transportasi publik yang digemari oleh masyarakat luas. Kondisi demikian menunjukkan bahwa keberadaan Trans Jogja belum sepenuhnya mampu menarik masyarakat untuk menggunakannya sebagai transportasi publik utama atau pilihan.

Aspek lain yang menunjukkan bahwa tujuan penyelenggaraan Trans Jogja dari segi kinerja layanan belum tercapai adalah pada penilaian kepuasan pelanggan terhadap kinerja layanan Trans Jogja yang dilakukan oleh tim peneliti

(39)

Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Provinsi DIY tahun 2012. Pada penelitian tersebut digunakan 16 indikator kualitas pelayanan Trans Jogja yang di antaranya berkaitan dengan kenyamanan, ketepatan waktu, keselamatan, pelayanan awak kendaraan, tarif, kebersihan, dan kemudahan atau jangkauan pelayanan. Dari 16 indikator yang digunakan pada penelitian tersebut tidak terdapat satupun indikator yang nilainya memenuhi standar (Dishubkominfo, 2012). Artinya dalam hal ini kinerja layanan Trans Jogja masih belum dinilai baik oleh pengguna layanan.

Untuk memberikan perbaikan dalam berbagai aspek di Trans Jogja, maka diperlukan adanya evaluasi, dan evaluasi ini dapat diperoleh dari tinjauan pelaksanaan per periode dan pandangan saran pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini diperlukan agar dalam pelaksanaan Trans Jogja disetiap tahunnya permasalahan yang sering muncul dapat dikurangi bahkan diminimalisir semaksimal mungkin. Berikut merupakan evaluasi yang dilakukan penulis dengan menggunakan Model Evalusi William Dunn pada tahun 1998.

1. Fokus nilai

Evaluasi berbeda dengan pemantauan, evaluasi lebih dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.

(40)

Menurut Briant & White (dalam Samodra Wibawa, 1994:63) evaluasi kebijakan pada dasarnya harus bisa menjelaskan sejauh mana kebijakan publik dan implementasinya mendekati tujuan.

Dalam faktanya, setiap kebijakan yang dikeluarkan dalam Trans Jogja selalu mempunyai tujuan dan target yang jelas, dengan mengedepankan kepentingan umum, terlebih dengan evaluasi kebijakan yang berguna untuk mengevaluasi dan membentuk kebijakan baru yang lebih tepat guna. Namun, yang cukup disesalkan adalah Bus Trans Jogja ini adalah kebijakan yang mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan umum, akan tetapi kebijakan ini tidak dibarengi dengan kebijakan managemen kebutuhan lalu lintas untuk menarik pengguna kendaraan pribadi beralih kepada bus Trans Jogja. Sebagus apapun transportasi massal yang dihadirkan, akan selalu kalah pamor dengan komsumtifitas kendaraan pribadi baik roda dua ataupun roda empat yang tidak ada batasnya, dan ini dari dahulu sampai sekarang masih belum mendapatkan solusi kongkrit, tidak hanya di DIY, akan tetapi di seluruh penjuru Indonesia.

2. Interdependensi fakta nilai

Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta maupun nilai. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsukensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan tertentu. Oleh karena itu pemantauan merupakan

(41)

prasyarat bagi evaluasi. Evaluasi pelaksanaan bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tentang bagaimana program-program mereka berlangsung. Serta menunjukkan faktor-faktor apa saja yang dapat dimanipulasi agar diperoleh pencapaian hasil yang lebih baik, untuk kemudian memberikan alternatif kebijakan baru atau sekedar cara implementasi lain. (Samodra Wibawa, 1994: 13-14)

Dalam hal ini Trans Jogja hadir sebagai inovasi terbaru dalah hal pertransportasian massal di DIY, dari terdahulunya seperti Colt Kampus, KOPATA, KOBUTRI, ASPADA. Masa Colt kampus tahun 1975-1979 dan masa KOPATA, KOBUTRI, ASPADA pada tahun 1979-1998. Bus-bus tersebut dahulunya masih menggunakan sistem penarikan setoran. Sistem perjalanan dibagi menjadi model jalur, tapi dari segi operasionalnya belum dipatuhi secara maksimal, dalam artian jalur dapat berpindah atau menjadi jalur bus yang ramai armada apabila banyak konsumen dalam satu jalur itu. Terdapat dua sampai tiga petugas dalam satu bus, yaitu sopir bus sebagai pengendali bus, serta dua orang menjadi kondektur yang bertugas menjadi pemberi simbol ke supir bus apabila ada penumpang yang mau masuk maupun turun, bertugas menjadi penarik biaya kepada penumpang. Penjual makanan, minuman bahkan pengamen diperbolehkan masuk dan menjajakan apa yang akan dijualnya.

Dalam hal ini, bus-bus dikelola oleh sebuah wadah koperasi bersama. Sarana dan prasarana yang digunakan masih berupa terminal dan pemberhentian sesuai tujuan penumpang. Pemberhentian biasanya tidak pasti, bisa di terminal besar, pemberhentian bayangan, dan sepanjang jalan sesuai para calon penumpang

(42)

menunggu datangnya bus. Setelah hadirnya Trans Jogja, transportasi ini cukup mencuri perhatian yang cukup banyak. Transportasi yang dihadirkan cukup murah dan nyaman. Dengan inovasi dari bus sebelum-sebelumnya, Trans Jogja dengan sistem buy the servise mampu memberikan perubahan pertransportasian dalam kota di DIY. Tempat tunggu yang dihadirkan pun jelas, diberikan titik-titik point shelter yang difungsikan para calon penumpang untuk menunggu bus datang. Sarana dan prasarana dalam bus pun ber-AC , tempat duduk dan penyangga untuk yang berdiri. Penjual dan pengamen tidak diperbolehkan masuk kedalam shelter maupun bus. Terdapat juga dua petugas dalam bus, yaitu supir bus sebagai pengemudi dan kondektur sebagai petugas yang memberitahu tujuan yang sedang dilewati. Jalur bus pun jelas, tidak mungkin ada pergantian karena sudah diatur berdasarkan jalur koridor yang ada.

Sambutan Trans Jogja sangat baik, dari masyarakat daerah, pelajar, mahasiswa maupun luar daerah terlebih wisatawan. Terlebih dengan DIY yang menjadi kota tujuan wisata, aspek yang paling mendukung adalah segi transportasi. Hadirnya Trans Jogja juga memberikan icon transportasi massal di DIY. Wajah baru jalanan pun tampak lebih rapi dan teratur.

Permasalahan yang muncul pastilah dari transportasi terdahulu, baik internal maupun ekternal. Sempat terjadi demo unjuk rasa tentang nasib dan keberlanjutan setelah tergusur adanya Trans Jogja. Akan tetapi dengan tanggap Dinas Perhubungan beserta pemerintah daerah memberikan solusi yang cukup memberikan angin segar bagi nasib transportasi terdahulu, terlebih dengan SDMnya. Mereka merangkul SDM terdahulu bagi yang mau bergabung dengan

(43)

Trans Jogja yang nantinya akan menjadi satu melebur dengan operator yang ditunjuk, yaitu PT. Jogja Tugu Trans. Bus-bus yang terdahulu pun dihargai, apabila mau menukarkan atau menjual, dua bus Kopata mendapatkan satu bus Trans Jogja. Akan tetapi bus tetap dipegang oleh operator karena sudah menjadi tanggung jawabnya, hanya saja royalty dapat diterima sesuai dengan kesepakatan. Dengan solusi ini dirasa cukup mampu menjawab dari problematika yang terjadi selama ini.

Permasalahan internal pun dirasa cukup rumit. Penegakan sanksi atas pelanggaran yang diterapkan kepada operator pun dipandang sebelah mata. Semua pihak mengelak dan mempunyai alasan masing-masing baik Dinas Perhubungan maupun PT. Jogja Tugu Trans sendiri. PT. Jogja Tugu Trans berdalih bahwa anggaran sangat terbatas, sehingga terkadang biaya habis dioperasional dan pemeliharaan bus, bahkan terkadang pegawai mendapatkan pemotongan gaji. Kalaupun sanksi ditegakkan, peraturan yang ditetapkan dianggap tidak kondisional dengan lingkungan, seperti peraturan ketepatan waktu adalah peraturan yang dianggap sangat sulit diimplementasikan terlebih Trans Jogja tidak mempunyai jalur khusus. Dengan keadaan itu PT. Jogja Tugu Trans sebagai operator tidak bisa berbuat banyak. Dinas Perhubungan pun sepertinya cukup tau dengan keadaan dan peraturan sanksi yang telah dibuat, inovasi pun dirasa lambat dalam menanggapi kondisi yang dihadapi.

Dalam kebijakan, hal yang paling sering terabaikan adalah pengontrolan dan pemantauan. Trans Jogja ini yang sudah menginjak umur ke tujuh, dirasa memiliki control dan pantauan yang kurang. Sangat disayangkan sebenarnya,

(44)

ketika sebuah kebijakan andalan akan tetapi pengontrolan dan optimalisasinya tidak berjalan beriringan. Tidak jarang ditemui shelter dan bus yang ditemukan kerusakan, baik sarana maupun prasarananya. Bus yang mempunyai asap pekat, pintu yang sudah rusak, ac yang tidak maksimal dari fungsinya. Seharusnya hal seperti ini menjadi perhatian lebih bagi operator maupun Dinas Perhubungan khususnya, karena kembali lagi Trans Jogja menonjolkan pelayanan dan kenyamanannya. Evaluasi pun selalu diadakan setiap tahunnya membahas agenda tahunan, akan tetapi perubahan yang terjadi ataupun kebijakan yang keluar tidak semaksimal dan memberi jalan keluar yang cukup efisien.

3. Orientasi masa kini dan masa lampau

Tuntutan evaluatif berbeda dengan tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan. Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifak prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan.

Dari waktu ke waktu Trans Jogja mengalami pasang surut. Tentunya hasil yang sekarang diraih adalah pelajaran dan hasil dari evaluasi dari kebijakan serta transportasi sebelumnya. Dalam hal ini Trans Jogja mengalami kemajuan, terlebih dari jumlah armada dan shelter yang semakin bertambah, terlebih ada wacana bahwa koridor akan diperluas jangkauannya hingga Sleman dan dan Bantul. Ini memang harus dilakukan karena tidak bisa dipungkiri jumlah angka komsumtifitas semakin hari semakin bertambah dan harus diimbangi dengan sarana dan prasarana yang ada. Cakupan dan jangkauan harus di tempatkan di

Gambar

Gambar 2. Shelter Bus Trans Jogja  c.  Kendaraan
Gambar 3. Bus Trans Jogja  d.  Trayek
Gambar 6. Tiket Reguler Umum  a)  Tiket sebesar Rp.2.700,00 untuk setiap perjalanan.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Load Factor Tahun 2011  Ruas Pengamatan  Menuju
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dan dalam perspektif ekonomi Islam motivasi dijelaskan secara lebih terperinci dalam hal fisiologis yang meliputi motivasi dalam menjaga diri dan menjaga

Nama Ahli Waris BPS Bank Cabang No.. SYUKUR

Kursus ini direncanakan untuk menolong saudara mene- mukan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan ini. Sementara saudara mempelajari setiap pelajaran, saudara akan menge- tahui lebih

Salah satu program kesehatan yang diharapkan dapat turut berperan aktif dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak balita adalah buku Kesehatan Ibu dan Anak (buku

Hal ini disebabkan oleh pengaruh iklim dingin dari Australia, suhu yang ideal untuk pertanaman gandum jatuh pada periode Juli-September namun kenda- lanya adalah

Pada bagian belakang kemasan terdapat lambang/ikon yang menjelaskan keunggulan produk kepada konsumen, diantaranya yaitu logo Chocodot yang menunjukan nama merek

Terima kasih, Ultimate Duo, kerana membolehkan kami menikmati kehidupan yang lebih aktif, cergas dan sihat, terutama sekali ketika mengembara ke seluruh dunia bersama. Mempunyai