• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3. Karakteristik Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Ciamis

5.2.2. Keterkaitan ke Belakang

Berdasarkan pada Tabel 5.7., dapat dilihat nilai keterkaitan ke belakang baik secara langsung maupun langsung dan tidak langsung. Keterkaitan langsung ke belakang sektor agroindustri menempati urutan keenam dengan nilai sebesar 0,29373. Nilai ini berarti apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan rupiah, maka sektor agroindustri akan secara langsung mengalami peningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lain termasuk sektor agroindustri itu sendiri sebesar 0,29373 rupiah. Untuk nilai keterkaitan sektor

agroindustri baik secara langsung dan tidak langsung memiliki nilai sebesar 1,38430 dan menempatkannya pada urutan ketujuh. Nilai tersebut dapat diartikan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan rupiah, maka sektor agroindustri akan mengalami peningkatan permintaan inputnya terhadap sektor lain termasuk sektor agroindustri itu sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung sebesar 1,38430 rupiah.

Apabila dikaitkan dengan subsektor agroindustri, maka subsektor industri makanan dan minuman serta tembakau merupakan subsektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang baik secara langsung maupun langsung dan tidak langsung terbesar diantara subsektor lainnya, dengan nilai keterkaitan langsung sebesar 0,40292, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung sebesar 1,53211. Dengan demikian subsektor ini memiliki nilai terbesar baik dalam keterkaitan ke depan maupun ke belakang.

Berikut adalah contoh dimana kegiatan agroindustri dapat meningkatkan pertanian. Salah satu produk unggulan dari subsektor industri makanan dan minuman serta tembakau di Kabupaten Ciamis adalah produk makanan olahan yang berupa sale pisang, sale goreng, kripik pisang dan lain-lain. Produk makanan olahan dari pisang dihasilkan oleh beberapa Industri Kecil Menengah (IKM) antara lain salah satunya di wilayah Kecamatan Cijeunjing yang merupakan sentra pemasaran yang telah menghasilkan produk unggulan Kabupaten Ciamis.

Dalam hal kapasitas produksi IKM, menurut data yang didapat dari Disperindag bahwa secara statistik tahun 2010 di Kabupaten Ciamis kapasitas produksi yang mengolah produk makanan dari pisang sebesar 766.160 ton.

Sedangkan dari data Dinas Pertanian menunjukkan bahwa produksi pisang tahun 2010 sebesar 134.171 ton. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam hal pemenuhan bahan baku pisang sekitar 80 persen tidak tercukupi dari produksi di Ciamis atau dapat dikatakan bahan baku pisang tersebut berasal dari impor. Sehingga pemerintah setempat perlu melakukan suatu upaya substitusi impor pisang yang merupakan sebuah strategi kegiatan produksi dalam perekonomian suatu wilayah dengan menghasilkan produk-produk yang semula diimpor dicoba untuk dihasilkan di dalam wilayah Kabupaten Ciamis sendiri.

Dapat dilihat juga berdasarkan Tabel I-O, jumlah distribusi input antara yang digunakan oleh sektor agroindustri sebesar Rp 1.406,26 miliar. Sebagian besar input yang digunakan sektor agroindustri berasal dari sektor pertanian dan sektor agroindustri itu sendiri dengan jumlah input mencapai lebih dari 70 persen. Meskipun dalam hal keterkaitan ke belakang sektor agroindustri tidak menempati urutan teratas, namun hal ini dapat dikatakan bahwa sektor agroindustri memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengembangkan sektor pertanian dan agroindustri itu sendiri.

5.3. Analisis Dampak Penyebaran

Dengan analisis dampak penyebaran dapat diketahui distribusi manfaat pengembangan suatu sektor terhadap sektor lainnya, baik melalui transaksi pasar output dan pasar input. Analisis dampak penyebaran ini terbagi menjadi dua macam yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Koefisien penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong

pertumbuhan sektor hulunya. Sedangkan kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.

5.3.1. Koefisien Penyebaran

Dalam Tabel 5.9. terlihat bahwa sektor yang mempunyai nilai koefisien penyebaran terbesar adalah sektor bangunan dengan nilai sebesar 2,32785. Sedangkan untuk sektor agroindustri berada pada urutan keenam dengan nilai sebesar 0,95364.

Tabel 5.9. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Ciamis Tahun 2008

Sektor Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran

Pertanian 0,64005 0,54646

Pertambangan dan Penggalian 0,29782 2,18177

Agroindustri 0,95364 0,65910

Non Agroindustri 0,20108 1,69840

Listrik, Gas dan Air Bersih 1,18082 1,25305

Bangunan 2,32785 0,31421

Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,97897 0,71702

Pengangkutan dan Komunikasi 1,39668 0,56609

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 0,87177 1,66557

Jasa-jasa 1,15133 0,39833

Sumber : Tabel Input-Output Kabupaten Ciamis Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (diolah)

Pada tabel tersebut juga memberikan informasi bahwa terdapat empat sektor yang memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu secara berturut-turut yaitu sektor bangunan (2,32785), sektor pengangkutan dan komunikasi (1,39668), sektor listrik, gas, dan air bersih (1,18082), dan sektor jasa-jasa (1,15133). Nilai yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya.

Sedangkan apabila ditelusuri per subsektor agroindustri seperti yang tertera dalam Tabel 5.10., subsektor yang memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu, yaitu subsektor industri makanan dan minuman serta tembakau sebesar 1,48500. Nilai yang diperoleh subsektor tersebut menempatkannya pada urutan pertama. Besarnya nilai koefisien penyebaran industri makanan dan minuman serta tembakau yang lebih besar dari satu dikarenakan sektor tersebut memiliki nilai kaitannya yang erat dengan sektor pertanian yang menyediakan input bagi industri tersebut. Kondisi ini dibuktikan oleh distribusi output sektor pertanian kepada subsektor industri makanan dan minuman serta tembakau mencapai 68 persen dan juga adanya penelitian Triastuti (2010) yang menyebutkan bahwa subsektor industri makanan dan minuman serta tembakau di Indonesia mempunyai peranan cukup besar dalam menarik sektor hulunya. Sehingga untuk menjadikan subsektor ini sebagai leading sector layak untuk dipertimbangkan.

Tabel 5.10. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Subsektor Agroindustri Kabupaten Ciamis Tahun 2008

Sektor Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran

Industri Makanan dan Minuman serta

Tembakau 1,48500 0,61752

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan

Alas Kaki 0,15907 0,20024

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan

Furniture 0,97925 0,73896

Industri Kertas dan Barang-barang

Kertas, Percetakan dan Penerbitan 0,10713 2,28316

5.3.2. Kepekaan Penyebaran

Dapat dilihat pada Tabel 5.9., sektor yang mempunyai nilai kepekaan penyebaran yang lebih dari satu secara berturut-turut beserta nilainya yaitu sektor pertambangan dan penggalian (2,18177), sektor non agroindustri (1,69840), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (1,66557), dan sektor listrik, gas, dan air bersih (1,25305). Untuk sektor agroindustri berada pada urutan keenam dengan nilai kepekaan penyebaran sebesar 0,65910. Dengan nilai kepekaan yang kurang dari satu dapat diartikan bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hilirnya, sementara nilai kepekaan penyebaran yang lebih dari satu menyatakan bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hilirnya.

Pada Tabel 5.10., apabila ditinjau dari subsektor agroindustri terlihat bahwa subsektor industri kertas dan barang-barang kertas, percetakan, dan penerbitan sebagai subsektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran terbesar dengan nilai 2,28316. Dengan nilai kepekaan yang lebih dari satu dapat diartikan bahwa subsektor industri kertas dan barang-barang kertas, percetakan, dan penerbitan mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hilirnya yaitu sektor yang memakai input subsektor tersebut.

5.4. Analisis Multiplier

Tujuan analisis ini adalah untuk melihat dampak perubahan atau peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Terdapat dua jenis tipe yaitu multiplier tipe I dan tipe II. Kedua tipe tersebut digunakan untuk analisis multiplier output dan pendapatan. Multiplier tipe I

diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka tanpa memasukkan unsur rumah tangga, sedangkan multiplier tipe II dengan matriks kebalikan Leontief tertutup dan memasukkan unsur rumah tangga sebagai variabel endogenous dalam model.

Dokumen terkait