• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Vegetasi dalam Menyerap Cemaran Udara

BASIS DATA

F. Ruang Terbuka Hijau

5. Keterkaitan Vegetasi dalam Menyerap Cemaran Udara

Vegetasi mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem, apalagi jika kita mengamati pembangunan yang meningkat di perkotaan yang

seringkali tidak menghiraukan kehadiran lahan untuk vegetasi. Menurut Djamal (1992) dalam Djamal (2005: 51) vegetasi ini sangat berguna dalam produksi oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri.

Vegetasi berfungsi sebagai filter hidup menurunkan tingkat polusi dengan mengabsorbsi, detoksifikasi, akumulasi, dan atau mengatur metabolisme di udara sehingga kualitas udara meningkat dengan pelepasan oksigen di udara (Shannigrahi et al. 2003). Robinatte (1972) dalam Djamal (2005: 51) mengemukakan, berbagai sifat tumbuhan yang khas dan pengaruhnya yang dapat memecahkan masalah teknik yang berhubungan dengan lingkungan, yaitu daging daun yang mengurangi bunyi; ranting-ranting yang bergerak dan bergetar untuk menyerap dan menutupi bunyi-bunyian; pubesen atau bulu-bulu daun yang dapat menahan partikel-partikel air; stomata untuk mengganti gas.

Tanaman secara fisiologis bersifat menetralisir keadaan lingkungan yang berada di bawah daya tampung lingkungan. Kemampuan ini dapat berasal dari kerja fotosintesis yang dapat menyerap polutan udara melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan air hujan sebagai imbuhan untuk air tanah, sedangkan aroma yang dikeluarkan tanaman, maupun bentuk fisik tanaman (bentuk tajuk dan pilotaxy batang yang khas) secara tidak langsung bermanfaat untuk melindungi lingkungan dari terik matahari atau mencegah erosi dan sedimentasi. Adanya kemampuan tersebut, maka

tanaman dalam RTH memiliki beberapa fungsi, seperti: (1) ameliorasi iklim, (2) perlindungan terhadap terpaan angin kencang dan perendam suara, (3) mengurangi kebisingan, (4) memberikan perlindungan terhadap terik sinar matahari, (5) perlindungan terhadap asap dan gas beracun, (6) sebagai suatu indikator pencemaran lingkungan, (7) mencegah erosi (8) ruang terbuka hijau, (9) membantu peresapan air hujan, (10) membantu penanggulangan intrusi air laut, (11) pengaman dan pembatas antara jalur lintasan kereta api, dan (12) perlindungan penduduk di sekitar GITET (Gardu Induk Tegangan Tinggi).

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012, pohon atau juga pokok ialah tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu. Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak, menopang tajuk pohon. Pohon dibedakan dari semak melalui penampilannya. Semak juga memiliki batang berkayu, tetapi tidak tumbuh tegak. Dengan demikian, pisang bukanlah pohon sejati karena tidak memiliki batang sejati yang berkayu. Jenis-jenis mawar hias lebih tepat disebut semak daripada pohon karena batangnya walaupun berkayu tidak berdiri tegak dan habitatnya cenderung menyebar menutup permukaan tanah.

Batang merupakan bagian utama pohon dan menjadi penghubung utama antara bagian akar, sebagai pengumpul air dan mineral, dan bagian tajuk pohon (canopy), sebagai pusat pengelolahan masukan energi (produksi gula dan bereproduksi). Cabang adalah bagian batang, tetapi

berukuran lebih kecil dari berfungsi memperluas ruang bagi pertumbuhan daun sehingga mendapatkan lebih banyak cahaya matahari dan juga menekan tumbuhan pesaing di sekitarnya. Batang diliputi dengan kulit yang melindungi batang dari kerusakan. Adapun nama-nama ilmiah dan famili tanaman yang termasuk dalam kategori pohon dapat dilihat di Tabel 2.8.

Tanaman yang digunakan sebagai elemen RTH efektif menyerap pencemaran udara, mampu menyesuaikan diri, dan toleran dengan kondisi pencemaran udara di sekitanya. Kemampuan tanaman menyerap pencemaran udara bervariasi, dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi pencemar, sensitivitas tanaman terhadap pencemar, dan faktor pertumbuhan tanaman (Wilmer, 1986; Mc Kersie & Leshem, 1994; Larcher, 1995) dalam Sulistijorini (2009: 24). Tanaman hijau juga berperan dalam penyerapan kandungan logam dan zat pencemar udara dari hasil aktivitas manusia, sebagian dapat kita ambil dari hasil aktivitas kendaraan bermotor, baik timbal (Pb) dan karbon (C) sebagai zat berbahaya yang belum bisa dihilangkan dari hasil penguraian bahan bakar minyak.

Tabel 2.8 Nama-Nama Ilmiah dan Famili Pohon.

No Nama Umum/Lokal Nama Ilmiah Daya Serap

1 Trembesi Samanea saman 28.488,39 kg/tahun

2 Cassia Cassia sp 5.295,47 kg/tahun

3 Kenanga Canangium odoratum 756,59 kg/tahun

4 Pingku Dyxoxylum excelsum 720,49 kg/tahun

5 Beringin Ficus benyamina 535,90 kg/tahun

6 Krey payung Fellicium decipiens 404,83 kg/tahun

7 Matoa Pometia pinnata 329,76 kg/tahun

8 Mahoni Swettiana mahagoni 295,73 kg/tahun

10 .Bungur Lagerstroemia speciosa 160,14 kg/tahun

11 Jati Tectona grandis 135,27 kg/tahun

12 Nangka Arthocarpus heterophyllus 126,51 kg/tahun

13 Johar Cassia grandis 116,25 kg/tahun

14 Sirsak Annona muricata 75,29 kg/tahun

15 Puspa Schima wallichii 63,31 kg/tahun

16 Akasia Acacia auriculiformis 48,68 kg/tahun

17 Flamboyan Delonix regia 42,20 kg/tahun

18 Sawo kecik Maniilkara kauki, 36,19 kg/tahun

19 Tanjung Mimusops elengi 34,29 kg/tahun

20 Bunga merak Caesalpinia pulcherrima 30,95 kg/tahun

21 .Sempur Dilenia retusa, 24,24 kg/tahun

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012. Timbal merupakan logam berat (bobot molekul 207), partikel tersebut mengendap di permukaan tanah dan tidak dapat diencerkan. Adanya tanaman, timbal dapat masuk ke dalam tanaman melalui penyerapan dari akar dan daun melalui proses pertukaran gas pada stomata daun. Menurut Prayoto et.all (1993), kadar umum timbal yang normal pada tanaman adalah sebesar 0,5-3 ppm, sebagai contoh kita mengenal Pterocarpus indicus dapat mereduksi timbal di udara sebesar 3,9 µg/m3, Switenia macrophyllia sebesar 0,8 µg/m3, Axonopus compresus sebesar 0,55 µg/m3, serta tanaman-tanaman lainnya yang masih belum diketahui pengaruhnya terhadap timbal (http://bebasbanjir2025.wordpress.com).

Melihat konsentrasi cemaran udara seperti NOx di udara pada daerah perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di udara di daerah perdesaan, maka perlu keberadaan vegetasi yang mampu menyerap konsentrasi NOx yang berlebih. Pada penelitian Sulistijorini (2009:20) tanaman yang mampu menyerap NO2 tertinggi adalah D. regia (6,03 µg 15N dm-2 daun), diikuti M. elengi (4,11 µg 15N dm-2), P. indicus (2,92 µg

15

dm-2), L. spaciosa (2,13 µg 15N dm-2), G. arborea (1,95 µg 15N dm-2), dan C. sumatrana (1,12 µg 15N dm-2).

Manusia sebagai penghasil CO2 sebesar 0,5% dari jumlah CO2 di atmosfer setiap tahun sehingga kandungan gas ini meningkat sebanyak 0,25%. Akibatnya laut tidak mampu lagi sebagai penyangga. Jika produksi CO2 dapat diperlambat, diharapkan lautan dapat mengimbangi kembali. Disinilah peranan vegetasi karena setiap tumbuhan hijau akan menyerap CO2 dan menghasilkan O2. Setiap tahun tambahan CO2 dari pembakaran fosil sebesar 3,64x109 ton. Hutan yang ada dapat menyangga rata-rata 1 ton/acre/tahun sehingga dunia memerlukan tambahan 1.820 juta acre hutan (Rich, 1970) dalam Djamal (2005: 54).

Fungsi menyegarkan udara pada tumbuhan dengan mengambil CO2 dalam fotosintesis dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan. Kemampuan melepas O2 tergantung kepada tumbuhan hijau yang mempunyai klorofil tinggi dan laju fotosintesis tinggi dengan titik kompensasi cahaya rendah. Monteith (1990) dalam Djamal (2005: 68) mengemukakan bahwa fotosintesis pada tanaman yang tumbuh normal menggunakan semua CO2 pada lapisan 30 meter di atas tanaman dalam seharinya. Penghijauan kota yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap dan menjerap polutan makan konsentrasi pencemar akan semakin kecil. Dengan demikian manusia yang tinggal di kota hidup dengan baik dan sehat. Penghijauan kota baik seharusnya disertai upaya penurunan konsentrasi pencemar, yang

diharapkan dapat meningkatkan daya dukung lingkungan kota (Dahlan, 1992) dalam Permana (2006: 17). Lebih lanjut bahwa cemaran udara di daerah perkotaan dan daerah industri yang terserap dan terakumulasi oleh badan tanaman, jika polusi tersebut beracun dapat mempengaruhi kesehatan tanaman tersebut.

1 Dwi Erlina Pusponingrum

Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau Untuk Memenuhi Kebutuhan Oksigen di Kecamatan Tembalang Kota Semarang.

Mengetahui luasan dan bagaimana persebaran RTH di Kecamatan Tembalang Kota Semarang, kondisi tingkat kenyamanan udara di Kecamatan Tembalang Kota Semarang dan kebutuhan RTH yang optimal untuk memenuhi kebutuhan oksigen di Kecamatan Tembalang Kota Semarang.

Observasi, Dokumentasi, Wawancara, Interpretasi Citra,

1. Kenyamanan udara di Kec. Tembalang berkisar antara 23,65 sampai 24,55.

2. Kebutuhan RTH optimal dalam memenuhi oksigen

sebesar 4.126,94 Ha dengan kekurangan

penanaman pohon sebanyak 617.158 batang pohon.

2 Sulistijorini Keefektifan Dan Toleransi

Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan Dalam Mereduksi Pencemar No2 Akibat Aktivitas Transportasi.

Mengkaji kemampuan tanaman menyerap NO2 pada kondisi semilapang, mengkaji distribusi nitrogen yang berasal dari NO2 dan mengkaji keefektifan tanaman dalam mengurangi konsentrasi pencemar NO2; serta engkaji toleransi tanaman terhadap bahan-bahan pencemar udara akibat aktivitas transportasi.

Observasi, Pengukuran, Uji Laboratorium

1. Konsentrasi pencemar NO2 tertinggi sebesar 34.05 µg m-3 (tempat terbuka) dan 29.15 µg m-3 (tempat bervegetasi).

2. Vegetasi dengan kerapatan tajuk 10m jarak 5-15m dari bahu jalan mengurangi konsentrasi NO2 sebesar 10.62%.

3 Jun Yang,

Joe McBride, Jinxing, dan Zhcu Zhenyuan Sun

Hutan Kota Di Beijing Dan Perannya Dalam

Pengurangan Polusi Udara.

Menggambarkan komposisi saat ini dan struktur hutan kota Beijing, mengukur polutan udara utama termasuk SO2, NO2, PM10, dan O3, mengukur emisi BVOC dari perkotaan hutan dan menghitung penyerapan CO2

Interpretasi Citra, Observasi.

1. Beijing Bagian tengah, sekitar 29 % dari pohon digolongkan kedalam kondisi yang buruk. 2. Polutan yang paling berkurang adalah PM10,

pengurangan sebesar 772 ton.

3. Sekitar 0,2 juta ton CO2 tersimpan bentuk biomassa oleh hutan kota.

4 Siti Pratiwi Iriani Kajian Cemaran Udara

Pada Taman Kota KB Dan Simpang Lima di Kecamatan Semarang Selatan.

Mengetahui kondisi taman kota, cemaran udara di sekitar taman kota, mengetahui tingkat kerapatan vegetasi di Kecamatan Semarang Selatan, serta memberikan arahan kebutuhan RTH dan jenis vegetasi.

Observasi, Dokumentasi, Pengukuran Lapangan, Interpretasi Citra.

1. Komposisi vegetasi pada Taman KB dan Simpang Lima masuk kedalam kategori sangat sedikit 2. Cemaran udara yang terjadi pada Jalan Pahlawan

sudah melewati baku mutu udara ambien nasional 3. Arahan Kebutuhan RTH berdasarkan proporsi

wilayah yaitu 30% perlu penambahan luasan RTH sebesar +124,51 Ha (20,02%).

5 Prof. Dewi

Liesnoor Setyowati, S.Si. M.Si

Pengembangan Model Kota Hijau Untuk Meredam Cemaran Udara Sebagai Upaya Antisipasi Perubahan Iklim Kota Semarang.

Mengembangkan model kota hijau optimal untuk meredam cemaran udara sebagai upaya antisipasi perubahan iklim, melakukan ujicoba dan simulasi implementasi model kota hijau untuk meredam cemaran udara, melakukan sosialisasi dengan membuat buku ajar, brosur, dan publikasi nasional serta internasional, tentang model kota hijau optimal untuk meredam cemaran udara sebagai upaya antisipasi perubahan iklim. Pengembangan Model, Pengukuran Lapangan, Implementasi Model, Sosialisasi Model.

1. Pengembangan model kota hijau optimal telah dibuat melalui softwere model,

2. Simulasi implementasi model kota hijau

dilaksanakan dengan bantuan softwere model 3. Model kota hijau membantu memberi arahan

terhadap wilayah yang membutuhkan optimalisasi pengelolahan lahan potensial

4. Sosialisasi dilakukan melalui buku ajar, brosur, dan publikasi nasional serta internasional, tentang model kota hijau optimal.

modernisasi kehidupan tentu berdampak positif terhadap kesejahteraan dan kemajuan bangsa, ruang yang begitu luas mampu dirangkum dan disajikan lebih sederhana dengan adanya teknologi. Fenomena tersebut memicu permintaan pembangunan sarana prasarana wilayah perkotaan yang semakin meningkat. Selain itu, tingginya kepadatan masyarakat penduduk wilayah perkotaan menyebabkan meluasnya kawasan terbangun dalam membangun dan meningkatkan sarana prasarana sehingga kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidup dapat tercapai. Berbagai hal tersebut membuat masyarakat terlalu sibuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan fisik sehingga keberadaan lingkungan mulai dipandang sebelah mata. Pada akhirnya permasalahan lingkungan mulai bermunculan seiring kesibukan masyarakat yang lebih mengutamakan pembangunan fisik misalnya pencemaran baik udara, air maupun tanah dan sebagainya.

Kenampakan tersebut yang menjadi latar belakang menurunnya tingkat keseimbangan ekologis wilayah kota. Dengan adanya fenomena tersebut menjadi alasan dalam mengkaji keberadaan ruang terbuka hijau terhadap cemaran udara di Kota Semarang. Kajian dilakukan dengan penerapan beberapa alogaritma terkait yaitu rumus kawasan RTH, rumus dispersi cemaran udara, rumus peredaman cemaran udara dan rumus optimal RTH yang dapat disederhanakan menjadi keterkaitan rumus kebutuhan RTH dengan cemaran udara.

di lokasi penelitian. Kebutuhan dan kekurangan RTH dapat dilihat melalui kondisi RTH aktual dan pemanfaatan lahan potensial yang berada pada wilayah tersebut. Selisih lahan potensial dengan RTH aktual dapat menggambarkan tingkat optimal RTH di wilayah tersebut. Setelah dihitung tingkat optimal RTH dapat dikorelasikan dengan cemaran udara khususnya dalam penelitian ini cemaran udara dibatasi yakni cemaran udara yang berupa gas CO2 hasil aktifitas transportasi yang di konversi dengan pembakaran bahan bakar bensin dan solar. Cemaran udara tersebut juga dikaitkan dengan hasil pengukuran kualitas udara ambien oleh instansi terkait (Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang).

Mendesain sistem informasi yang mampu menyederhadakan kenampakan tersebut merupakan salah satu tujuan penelitian ini, sehingga mampu mempermudah informan atau pihak terkait. Dengan adanya sistem informasi tersebut diharapkan mampu menjadi media dalam memonitoring keberadaan RTH dan meningkatkan optimalisasi RTH di Kota Semarang khususnya di lokasi penelitian. Sehingga nantinya dalam peningkatan optimalisasi RTH dapat dipermudah dengan adanya arahan vegetasi yang dilatar belakangi oleh cemaran udara yang telah dikaji dengan sistem tersebut. Selain itu dapat meningkatkan fungsi estetika RTH dalam merapikan tata ruang wilayah perkotaan. Gambar 2.4 berikut merupakan bagan alir sebagai acuan secara umum dalam pelaksanaan proses penelitian.

Gambar 2.4 Bagan Alir Kerangka Berfikir Penelitian Ide Keterkaitan RTH dan Cemaran Udara di

Kota Semarang

Penerapan Formula 1. Rumus Kawasan RTH 2. Rumus Cemaran Udara

3. Rumus Peredaman Cemaran Udara 4. Rumus RTH Optimal

Kajian Sebaran RTH dan Cemaran Udara di Kota Semarang

Cemaran Udara Kota Semarang Lahan Potensial dan RTH

Aktual Kota Semarang

1. Pengukuran CO2 Instansi (BLH Kota Semarang) 2. Perhitungan CO2 dari Kendaraan Bermotor Optimalisasi Fungsi RTH Monitoring Fungsi RTH Arahan KebutuhanVegetasi RTH dan Estetika

Sistem Informasi RTH dan Cemaran Udara Terhadap Kualitas Udara Ambien

58

Dokumen terkait