i
SISTEM INFORMASI KETERKAITAN RUANG TERBUKA
HIJAU (RTH) DAN CEMARAN UDARA
DI KOTA SEMARANG
SKRIPSI
Dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata I Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains di Universitas Negeri Semarang
Oleh:
Silvia Verdiana
NIM. 3211411007
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERSETUJUAN BIMBINGAN
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes Pada:
Hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si. NIP. 19620811 1988032 001
Mengetahui: Ketua Jurusan Geografi
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang Pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji I Penguji II
Dr. Ir. Ananto Aji, M.S Dr. Tjaturrahono B.S, M.Si. NIP. 196305271 1998111 001 NIP. 196210191988031002
Penguji
Prof. Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si. NIP. 19620811 1988032 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Sosial
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian
atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 17 Maret 2015
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Dia yang mampu melakukan akan memiliki seluruh dunia dan dia yang tidak bisa akan berjalan dikesunyian. (Dale Carnegie)
Adalah mungkin untuk menjelaskan segala sesuatu secara ilmiah, tetapi itu membuatnya tanpa rasa, itu membuatnya tanpa arti, seperti jika anda menjelaskan Simfony Beethoven sebagai variasi dari tekanan udara. (Albert Einstein)
Salah satu alasan mengapa manusia cenderung berhenti adalah karena mereka menjadi semakin dan semakin tak mau mengambil resiko untuk gagal. (John W.Gardner)
PERSEMBAHAN
Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT
atas segala karunia-Nya skripsi ini kupersembahkan
kepada:
Ayahanda Mukhlis Hidayat & Ibunda Sulis Narwati yang selalu memberi doa, dan dukungan
yang selalu memberi inspirasi serta semangat.
Mas Andri, dek Dicky, Cipluk dan Vidya Islamia P. sahabatku tersayang, yang selalu memberikan
semangat dalam mengerjakan skripsi.
Sahabat-sahabatku Geografi 2011 yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam
mengerjakan skripsi.
vi
PRAKATA
Segala puji dan Syukur senantiasa penulis menghaturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga
penulisan skripsi dengan judul “Sistem Informasi Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Cemaran Udara di Kota Semarang” dapat terselesaikan.
Skripsi ini disusun sebagai peryaratan memperoleh gelar sarjana sains (S1)
di Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Haryanto, M.Si., Ketua Program Prodi Studi Geografi Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas yang memungkinkan penulis melakukan penelitian ini.
vii
6. Dr. Ir. Ananto Aji, M.S., dan Dr. Tjaturrahono Budi S, M.Si, dosen Penguji pertama dan kedua yang telah memberikan koreksi dan pengarahan dalam
penyempurnaan skrispsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial atas ilmu
yang telah diberikan selama menempuh perkuliahan serta bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
8. Keluarga Geografi UNNES angkatan 2011 terima kasih atas dukungan dan
kerjasamanya.
9. Bapak Ibu dan keluargaku yang memberikan semangat, doa, dan kasih
sayangnya untukku.
10.Semua pihak yang telah membantu dan menyelenggarakan skripsi ini, yang tidak dapat dapat disebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapat balasan dari Allah SWT, dan saya menyadari bahwa skripsi ini
kurang dari sempurna. Oleh karena itu, masukan berupa kritik dan saran sangat kami harapkan demi peningkatan manfaat skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, 17 Maret 2015
viii
SARI
Silvia Verdiana. 2015. Sistem Informasi Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Cemaran Udara di Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Prof. Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si.
Kata kunci: Sistem Informasi, Ruang Terbuka Hijau (RTH), Cemaran Udara. Perkembangan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih maju menjadikan keseimbangan ekologi mulai terabaikan sehingga luasan terbangun pada suatu wilayah menjadi salah satu faktor penyempitan RTH. Tujuan dari penelitian ini: (1) Mengetahui kondisi keberadaan RTH di Kota Semarang, (2) Mengkaji cemaran udara di Kota Semarang, (3) Menyusun sistem informasi prediksi keterkaitan RTH dengan cemaran udara di Kota Semarang, (4) Mengkaji keterkaitan RTH terhadap cemaran udara dengan memanfaatkan fungsi sistem informasi RTH sehingga mampu memberikan informasi dan arahan kebutuhan RTH maupun vegetasi untuk meredam cemaran udara di Kota Semarang.
Objek dalam penelitian ini adalah lahan potensial, RTH aktual, dan cemaran udara yang berasal dari kegiatan transportasi. Variabel penelitian ini meliputi kondisi sebaran RTH, cemaran udara, dan Sistem Informasi RTH dan Cemaran Udara. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, dokumentasi, pengukuran lapangan, dan interpretasi sistem informasi RTH dan cemaran udara. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis spasial, analisis deskriptif, dan analisis komparatif.
Hasil penelitian menunjukkan pada lokasi penelitian terdapat beberapa sebaran lahan hijau. Sekitar 15%-25% sebagai potensi taman, 24%-41% sebagai potensi lapangan olah raga, 19%-32% sebagai potensi koridor jalur hijau, dan 41% sebagai potensi pemakaman. Cemaran udara berupa CO2 pada lokasi
penelitian yang dihitung dengan mengsitkan hasil pengukuran BLH dan Konversi CO2 hasil perhitungan lapangan. Berdasarkan klasifikasi cemaran udara, keempat
lokasi penelitian tersebut tercemar gas CO2 terutama dari proses transportasi.
Berdasarkan perhitungan sistem informasi, Semarang Timur dan Semarang Selatan merupakan kecamatan yang memiliki RTH optimal yang cukup ideal karena selisih lahan potensial dan RTH aktual relatif sedikit sehingga pemanfaatan lahan potensial cukup intensif. Sedangkan Semarang Tengah dan Semarang Utara perlu diadakan peningkatan optimalisasi RTH lebih intensif.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN BIMBINGAN ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
SARI ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Batasan Istilah ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Informasi ... 11
B. Ruang Terbuka Hijau ... 21
C. Cemaran Udara ... 33
D. Penelitian Terdahulu ... 55
x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Deskripsi Umum Daerah Penelitian ... 68
d. Sebaran Penghijauan Koridor Jalan ... 87
2. Cemaran Udara Kota Semarang ... 88
3. Sistem Informasi RTH Kota Semarang ... 112
4. Peluang Pengembangan RTH Kota Semarang ... 138
C. Pembahasan ... 149
1. Potensi RTH di Kota Semarang ... 149
2. Kondisi Cemaran Udara di Kota Semarang ... 153
3. Prospek Pengembangan RTH di Kota Semarang ... 161
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 164
B. Saran ... 165
DAFTAR PUSTAKA ... 167
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Definisi Sistem Informasi ... 12
Tabel 2.2 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ... 24
Tabel 2.3 Komposisi Udara Kering dan Bersih ... 36
Tabel 2.4 Baku Mutu Udara Ambien Nasional ... 37
Tabel 2.5 Pengaruh Konsentrasi COHb dalam Kesehatan... 42
Tabel 2.6 Pengaruh SO2 Terhadap Manusia ... 43
Tabel 2.7 Pengaruh Konsentrasi Pencemaran ... 48
Tabel 2.8 Nama-nama ilmiah dan Famili Pohon ... 52
Tabel 4.1 Luas Wilayah Lokasi Penelitian Tahun 2014 ... 70
Tabel 4.2 Jenis Tanah Lokasi dan Potensi Vegetasi Kota Semarang ... 74
Tabel 4.3 Luas Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian ... 79
Tabel 4.4 Karakteristik Sebaran Taman di Lokasi Penelitian ... 82
Tabel 4.5 Karakteristik Lapangan Olahraga Lokasi Penelitian ... 84
Tabel 4.6 Karakteristik Lapangan Olahraga yang dikelola Pemerintah Kota Semarang ... 85
Tabel 4.7 Karakteristik TPU yang dikelola Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Semarang ... 86
Tabel 4.8 Karakteristik Pengelolahan Koridor Jalan yang dikelola Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Semarang ... 88
Tabel 4.9 Tabulasi Hasil Pengukuran Emisi Gas CO2 ... 98
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien Tahun 2012 ... 102
Tabel 4.11 Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien Tahun 2013 ... 102
Tabel 4.12 Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien Kawasan Industri Tahun 2012 ... 105
xii
Tabel 4.14 Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien
Roadside Kota Semarang Tahun 2012 ... 108
Tabel 4.15 Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien Roadside Kota Semarang Tahun 2013 ... 108
Tabel 4.16 Hasil Cemaran Udara Kota Semarang ... 111
Tabel 4.17 Hasil ORTH Kota Semarang... 126
Tabel 4.18 Hasil Cemaran Udara Kota Semarang ... 126
Tabel 4.19 Hasil ORTH Kondisi Eksisting Kota Semarang ... 128
Tabel 4.20 Hasil Cemaran Udara Kota Semarang ... 129
Tabel 4.21 Hasil ORTH RTHa Ditambah 20% ... 130
Tabel 4.22 Hasil Cemaran Udara Kota Semarang ... 131
Tabel 4.23 Hasil ORTH RTHa Ditambah 30% ... 131
Tabel 4.24 Hasil Cemaran Udara Kota Semarang ... 132
Tabel 4.25 Hasil ORTH RTHa Dikurangi 10% ... 133
Tabel 4.26 Hasil Cemaran Udara Kota Semarang ... 134
Tabel 4.27 Hasil ORTH RTHa Dikurangi 5% ... 135
Tabel 4.28 Hasil Cemaran Udara Kota Semarang ... 136
Tabel 4.29 Rekapitulasi Simulasi RTHa ... 137
Tabel 4.30 ORTH Kota Semarang ... 140
Tabel 4.31 Rencana Luasan RTH tiap Kecamatan di Kota Semarang ... 145
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pengelompokan Sistem Informasi ... 17
Gambar 2.2 Siklus Komponen Sistem Informasi ... 19
Gambar 2.3 Asal Pencemaran Udara ... 38
Gambar 2.4 Bagan Alir Kerangka Berfikir Penelitian ... 58
Gambar 4.1 Peta Administrasi Lokasi Penelitian Tahun 2014 ... 69
Gambar 4.2 Peta Geologi Lokasi Penelitian Tahun 2014 ... 73
Gambar 4.3 Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian Tahun 2014 ... 75
Gambar 4.4 Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian Tahun 2014 ... 80
Gambar 4.5 Peta Sebaran RTHa Lokasi Penelitian Tahun 2014 ... 83
Gambar 4.6 Kepadatan Lalu Lintas Jl. Pattimura Kota Semarang ... 90
Gambar 4.7 Perhitungan Lalu Lintas di Roadside Semarang Tengah .. 95
Gambar 4.8 Perhitungan Lalu Lintas di Roadside Semarang Timur .... 95
Gambar 4.9 Peta Lokasi Pengukuran Cemaran Udara ... 96
Gambar 4.10 Peta Cemaran Udara Lokasi Penelitian Tahun 2014 ... 97
Gambar 4.11 Grafik Parameter CO2 Kota Semarang Th 2012 ... 104
Gambar 4.12 Grafik Parameter CO2 Kota Semarang Th 2013 ... 104
Gambar 4.13 Grafik Parameter CO2 Kawasan Industri Kota Semarang Th 2012 ... 107
Gambar 4.14 Grafik Parameter CO2 Kawasan Industri Kota Semarang Th 2013 ... 107
Gambar 4.15 Grafik Parameter CO2 Roadside Kota Semarang Th 2012 110 Gambar 4.16 Grafik Parameter CO2 Roadside Kota Semarang Th 2013 110 Gambar 4.17 Grafik CO2 Tansportasi dan BLH ... 111
Gambar 4.18 Tampilan Awal Sistem Informasi ... 114
Gambar 4.19 Menu Kondisi Kota Semarang Sistem Informasi ... 114
Gambar 4.20 Menu RTH Kota Semarang Sistem Informasi ... 116
xiv
Gambar 4.22 Tampilan Hasil Perhitungan ORTH ... 118
Gambar 4.23 Menu Cemaran Udara Pada Sistem Informasi ... 118
Gambar 4.24 Menu Arahan Vegetasi ... 120
Gambar 4.25 Menu Peta Pada Sistem Informasi ... 120
Gambar 4.26 Menu Galeri Sistem Informasi ... 122
Gambar 4.27 Menu Profil Pengelolahan Tutupan Lahan ... 122
Gambar 4.28 Menu Profil Emisi GRK Kota Semarang ... 123
Gambar 4.29 Menu Profil Resiko Perubahan Iklim Kota Semarang ... 123
Gambar 4.30 Peta KKRTH Kota Semarang Tahun 2014 ... 142
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Validasi Sistem
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Cemaran Udara
1
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya teknologi di era zaman modern, semakin
beragam pula kebutuhan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Saat ini fungsi teknologi tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan di
masyarakat. Terkait kebutuhan informasi keadaan sekitar dalam berbagai bidang baik sosial, ekonomi maupun lingkungan menjadi sangat penting sehingga penerapan teknologi semakin meraba kearah permintaan yang lebih
tinggi. Sistem informasi merupakan salah satu penerapan teknologi yang mampu merangkum keadaan berbagai bidang kehidupan secara sederhana.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa dengan adanya sistem informasi dalam kehidupan, dapat mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan memahami keadaan sekitar di berbagai bidang.
Terdapat beragam sistem dimanfaatkan oleh masyarakat yang tidak hanya memuat sebuah informasi namun sebagai perangkat analisis dalam
memahami dan mengkaji berbagai bidang kehidupan. Berbagai sistem tersebut dimanfaatkan sesuai fungsi dan bidangnya, misalnya sistem yang berbasis informatika, kependidikan, ekonomi, sosial, lingkungan, spasial dan
sebagainya. Seiring berkembangnya teknologi pendidikan di masyarakat sistem informasi merupakan sebuah media pembelajaran yang terbilang
dengan adanya sistem informasi. Saat ini di lembaga pendidikan dalam menerapkan dan mengajarkan ilmu pengetahuan mulai memanfaatkan fungsi
sistem informasi misalnya sejak kalangan sekolah dasar sudah mempelajari tentang internet, bahkan di perguruan tinggi segala fasilitas dipermudah
dengan penerapan sistem sehingga mahasiswa dapat lebih mudah mengakses kebutuhan akademis.
Permasalahan lingkungan yang hingga saat ini tidak kunjung usai
terkadang mulai terabaikan dengan kesibukan masyarakat, bahkan kesadaran pentingnya kelestarian lingkungan masih kurang. Melalui pendidikan
lingkungan, sistem informasi menjadi salah satu media pembelajaran yang cukup relevan dalam mengkaji keseimbangan ekologi. Selain itu, adanya sistem informasi RTH merupakan salah satu upaya dalam menerapkan
kesadaran dan pengetahuan terkait kelestarian lingkungan sekitar sehingga bermanfaat dalam membangkitkan kesadaran akan pentingnya kelestarian
lingkungan sejak dini.
Fungsi ruang terbuka hijau (RTH) sangat penting dalam keseimbangan ekologi wilayah terutama di wilayah perkotaan. Dapat diamati bahwa kota
merupakan pusat perkembangan dan pertumbuhan masyarakat dalam sebuah wilayah. Wilayah perkotaan dicirikan dengan berbagai keberagaman aktifitas
yang dilakukan oleh masyarakat, mulai dari kegiatan ekonomi, industri, pendidikan, kebudayaan, perdagangan, pelayanan dan sebagainya. Kenampakan lain ditunjukkan dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi
Akibatnya keadaan lingkungan perkotaan berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi.
Taman kota atau taman hijau merupakan komponen sebagian dari RTH di dalam kota yang dibuat untuk menciptakan keindahan, kenyamanan,
keamanan, dan kesehatan bagi penggunanya. Taman kota atau taman hijau dilengkapi dengan beberapa fasilitas untuk kebutuhan masyarakat kota sebagai tempat rekreasi. Selain itu, taman kota atau taman hijau difungsikan sebagai
paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, dan habitat berbagai flora dan fauna (Triyono & Soemarno, 2012: 53).
RTH yang di abstraksikan taman hijau lahan hijau juga memiliki fungsi arsitektural yaitu menambah keindahan. Selain itu, memberikan rasa yang berbeda melalui penataan bentuk warna dan jenis vegetasi RTH, sebagai
fungsi sosial yaitu tempat berinteraksi masyarakat sekitar dimana RTH tersebut memberikan kesejukan, kenyamanan sehingga masyarakat terwadahi
dalam melakukan interaksi berbagai kegiatan, sebagai pencegah bencana seperti erosi tanah yang di timbulkan baik dari udara maupun pengikisan air, akar tanaman berfungsi untuk mengikat tanah agar kuat dari serangan air
(Zoeraini, 1994).
Berdasarkan Undang-undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007,
18% dari luas Kota Semarang pada tahun 2002 yang mengalami penurunan sekitar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa RTH di Kota Semarang dari hari ke
hari semakin menyempit, artinya RTH semakin berkurang dan berada di bawah ketentuan UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 (BPS, 2007).
Kemudian pada tahun 2009 jumlah taman yang aktif hanya 33 buah taman kota atau 11% dari luas wilayah Kota Semarang (BPS, 2012).
Pencemaran udara merupakan salah satu masalah lingkungan yang
sampai saat ini belum ada penyelesaian secara optimal. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik secara kebijakan maupun persebaran keberadaan
lahan hijau diperkotaan. Padahal kita sadari bahwa keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya
keseimbangan ekologi wilayah perkotaan, yang berupa meningkatnya suhu udara, pencemaran udara (seperti meningkatnya kadar debu, belerang, ozon,
kanbondioksida, karbonmonoksida, dan nitrogen-oksida), menurunnya air tanah, banjir dan meningkatnya kandungan logam berat dalam air tanah.
Keberadaan RTH dan cemaran udara merupakan suatu kenampakan
spasial yang saling berkaitan. Keadaan cemaran udara yang semakin meningkat mulai mengganggu keadaan kualitas udara yang berdampak tidak
hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga keseimbangan ekologi. Saat ini penyempitan pemanfaatan lahan untuk RTH semakin meluas, dengan melihat pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan kondisi wilayah
kapasitas udara segar di Kota Semarang yang sulit diperoleh masyarakat. Ditambah lagi dengan adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota
yang semakin padat menyebabkan tejadinya thermal polution yang kemudian membentuk pulau panas atau heat island.
Permintaan terkait pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah
konfigurasi alami lahan atau bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan lahan lainnya. Kedua hal ini umumnya
merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Sedangkan pada dasarnya keberadaan RTH di suatu wilayah bukan salah satu hal yang dapat diabaikan mengingat fungsi RTH yang cukup
penting dalam kehidupan sehari-hari baik diperuntukkan lingkungan maupun masyarakat.
Penelitian ini akan menyusun dan menerapkan sebuah sistem informasi yang berbasis lingkungan spasial terkait dengan keberadaan RTH dan cemaran udara pada beberapa kecamatan sebagai lokasi penelitian di Kota Semarang.
Keberadaan RTH dan cemaran udara dikaitkan dengan kualitas udara ambien pada beberapa kecamatan lokasi penelitian di Kota Semarang pada periode
berasal dari hasil pembakaran bahan bakar minyak kendaraan bermotor yang berupa gas CO2 (karbondioksida).
Sistem ini didesain dengan harapan mampu mempermudah para pengguna data dan informan yang berkepentingan tertentu baik secara
akademis maupun umum terkait dengan lingkungan yang meliputi keberadaan RTH dan cemaran udara khususnya di Kota Semarang. Selain itu dengan adanya sistem informasi tersebut diharapkan mampu memonitoring
keberadaan RTH dan cemaran udara secara berkelanjutan dan dalam periode tertentu (continue periodic). Disisi lain dalam penerapan sistem informasi
tersebut diharapkan mampu menjadi media baik secara akademik maupun informatif terkait pentingnya keseimbangan ekologi sehingga mampu membangkitkan kesadaran masyarakat tentang kelestarian lingkungan.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya pencemaran udara di perkotaan. Seperti, mempertahankan dan meningkatnya
kualitas lingkungan maupun menyusun alogaritma RTH dengan penataan vegetasi. Dengan adanya sistem informasi ini sebagai salah satu upaya pengurangan cemaran udara melalui kajian keberadaan RTH dan cemaran
udara pada lokasi penelitian di Kota Semarang, maka peneliti ingin meneliti dengan judul Sistem Informasi Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dalam latar belakang masalah dapat ditarik
beberapa rumusan masalah diantaranya adalah:
1. Bagaimana kondisi keberadaan RTH di Kota Semarang.
2. Bagaimana cemaran udara di Kota Semarang.
3. Bagaimana fungsi keterkaitan RTH terhadap cemaran udara di Kota Semarang.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi keberadaan RTH di Kota Semarang.
2. Mengkaji cemaran udara di Kota Semarang.
3. Menyusun Sistem Informasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Cemaran
Udara di Kota Semarang.
4. Mengkaji keterkaitan RTH terhadap cemaran udara dengan memanfaatkan fungsi sistem informasi RTH sehingga mampu memberikan informasi
dan arahan kebutuhan RTH maupun vegetasi untuk meredam cemaran udara di Kota Semarang.
D. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran baik berupa perbendaharaan konsep, pemikiran metode, teori, maupun sebagai media pembelajaran dalam khasanah studi geografi pada
umumnya terutama studi geografi lingkungan. Khususnya Sistem Informasi Ruang terbuka Hijau (RTH) dan Cemaran Udara di Kota Semarang beserta pemanfaatannya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan informasi
bagi pemerintah Kota Semarang khususnya Badan Lingkungan Hidup (BLH), BAPPEDA, Dinas Kebersihan dan Pertanaman, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dalam mengatasi permasalahan mengenai lingkungan
khususnya mengenai optimalisasi RTH di Kota Semarang serta mampu memberikan tambahan pengetahuan kepada masyarakat khususnya
pengguna jalan mengenai pentingnya lingkungan hidup dan dampak dari pencemaran lingkungan khususnya pencemaran udara.
E. Batasan Istilah
Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk: (1)
membatasi ruang lingkup permasalahan yang diteliti sehingga jelas batas-batasnya, (2) menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, (3) memudahkan dalam menangkap isi dan makna serta sebagai pedoman dalam
1. Sistem Informasi
Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasasi dan menyediakan
pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. (Jogiyanto, 2005: 11).
2. Ruang Terbuka Hijau
Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, dinyatakan bahwa RTH sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik sebagai
individu maupun berkelompok, serta wadah makluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan. Makluk hidup lainnya dimaksudkan sebagai vegetasi (tumbuhan) dan kehidupan berbagai jenis fauna seperti
ikan, binatang, serangga, burung dan jenis fauna lainnya yang juga dibutuhkan oleh manusia (Triyono dan Soemarno, 2012: 53).
3. Cemaran Udara
Cemaran udara adalah bahan yang mengakibatkan polusi udara. Adapun istilah lain dari cemaran udara adalah polutan udara seperti CO,
NOx, SOx, H2S (Alwi, 2005: 46). Perubahan lingkungan udara pada
umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar
10
A. Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari
komponen-komponen dalam suatu kegiatan yang bertujuan dan saling berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Komponen-komponen
sistem informasi antara lain: teknologi informasi, proses dan prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier, rekanan dan lain lain. Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang
berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu. Dalam
hal ini teknologi dapat mencakup produk-produk seperti komputer, sistem operasi, modem, router, oracle, SAP, printer, multimedia, cabling system, VSAT, dan lain sebagainya. Lebih dari sebuah teknologi informasi, sistem
informasi mencakup bagian yang lebih luas dan lebih banyak berhubungan dengan karakteristik dari sebuah kegiatan yang bertujuan. (Indrajit, 2003).
Sistem informasi memiliki berbagai pengertian dan definisi. Dengan adanya sebuah sistem dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan sehari-hari, terutama dengan adanya sistem informasi yang mampu merangkum ruang
menjadi lebih sederhana dan menyajikan informasi yang tidak perlu diperoleh secara observatif namun cukup dengan p enggunaan teknologi yang sederhana
Beberapa definisi mengenai sistem informasi terlihat di Tabel 2.1 berikut (Jogiyanto, 2005:11).
Tabel 2.1 Definisi Sistem Informasi
Sumber Definisi / Pengertian
Alter
Kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang, dan teknologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan suatu organisasi
Bodnad dan Hopwood
Kumpulan HW dan SW yang dirancang untuk mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna
Budi Sutedjo
Kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi
Sumber: Analisis dan Desain Sistem Informasi, Jogiyanto, 2005:11
Menurut Jerry Fith Gerald (1998) sistem adalah suatu jaringan kerja
dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Karakteristik Sistem a. Memiliki komponen
Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, bekerja bersama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian
dari sistem. Setiap sistem selalu mengandung komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Setiap subsistem mempunyai sifat-sifat dari sistem untuk menjalankan suatu fungsi tertentu dan mempengaruhi
suatu perusahaan dapat disebut dengan suatu sistem dan industri yang merupakan sistem yang lebih besar dapat disebut dengan supra sistem.
Kalau dipandang industri sebagai suatu sistem, maka perusahaan dapat disebut sebagai subsistem. Demikian juga bila perusahaan
dipandang sebagai suatu sistem, maka sistem akuntansi adalah subsistemnya.
b. Batas sistem (boundary)
Batas sistem merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya.
Batas sistem ini memungkinkan suatu sistem dipandang sebagai suatu kesatuan. Batas suatu sistem menunjukkan ruang lingkup (scope) dari sistem tersebut.
c. Lingkungan luar sistem (environment)
Lingkungan luar sistem adalah apapun yang berada di luar batas
dari sistem yang mempengaruhi operasi sistem dalam memenuhi tujuan tertentu atau sasaran.
d. Penghubung sistem (interface)
Penghubung sistem merupakan media penghubung antara satu subsistem dengan subsistem yang lainnya dalam memenuhi tujuan
tertentu atau sasaran. e. Masukan sistem (input)
Masuknya sistem merupakan energi yang dimasukkan ke dalam
input) dan masukan sinyal (signal input). Maintenance input adalah energi yang dimasukkan agar sistem tersebut dapat beroperasi. Signal
input adalah energi yang diproses untuk mendapatkan keluaran. Sebagai contoh didalam sistem komputer, program merupakan maintanance input yang digunakan dalam mengoperasikan komputer
dan data adalah signal input yang diolah menjadi informasi. f. Keluaran sistem (Output)
Keluaran sistem atau output merupakan suatu hasil dari energi yang diolah oleh sistem yang diharapkam mampu menjadi tujuan
tertentu atau sasaran. g. Pengolah sistem (Process)
Pengolah sistem merupakan bagian yang memproses masukan
untuk menjadi keluaran output yang diinginkan. h. Sasaran sistem
Sistem yang tidak mempunyai sasaran, maka operasi sistem tidak ada gunanya.
2. Klasifikasi Jenis-Jenis Sistem
a. Sistem abstrak; sistem yang berupa pemikiran atau ide-ide yang tidak tampak secara fisik (sistem teologia).
b. Sistem fisik; merupakan sistem yang ada secara fisik (sistem komputer, sistem akuntansi, sistem produksi dll.).
c. Sistem alamiah; sistem yang terjadi melalui proses alam (sistem
d. Sistem buatan manusia; sistem yang dirancang oleh manusia. Sistem buatan manusia yang melibatkan interaksi manusia dengan mesin
disebut humanmachine system (contoh; sistem informasi).
e. Sistem Tertentu (deterministic system); beroperasi dengan tingkah
laku yang sudah dapat diprediksi. Interaksi bagian-bagiannya dapat dideteksi dengan pasti sehingga keluaran dari sistem dapat diramalkan (contoh; sistem komputer).
f. Sistem tak tentu (probabilistic system); sistem yang kondisi masa depannya tidak dapat diprediksi karena mengandung unsur
probabilitas.
g. Sistem tertutup (close system); sistem yang tidak berhubungan dan tidak terpengaruh dengan sistem luarnya. Sistem ini bekerja secara
otomatis tanpa adanya turut campur tangan dari pihak luarnya. Secara teoritis sistem tersebut ada, tetapi kenyataannya tidak ada sistem yang
benar-benar tertutup, yang ada hanyalah relatively closed system (secara relatif tertutup, tidak benar-benar tertutup).
h. Sistem terbuka (open system); sistem yang berhubungan dan
terpengaruh dengan lingkungan luarnya. Lebih spesifik dikenal juga yang disebut dengan sistem terotomasi, yang merupakan bagian dari
Menurut Robert A. Leitch (2001) sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi
harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang
diperlukan. Sistem informasi memiliki komponen dan kemampuan sebagai berikut:
1. Komponen Sistem Informasi
a. Hardware (perangkat keras). b. Software (perangkat lunak).
c. Prosedur: sekumpulan aturan yang dipakai untuk mewujudkan proses data untuk menghasilkan output.
d. Basisdata: suatu pengorganisasian sekumpulan data yang saling terkait
sehingga memudahkan proses pencarian informasi. e. Jaringan komputer dan komunikasi data.
f. Brainware (sumber daya manusia). 2. Kemampuan Sistem Informasi
a. Melaksanakan komputasi numerik, bervolume besar dengan kecepatan
tinggi.
b. Menyimpan informasi dalam jumlah besar ke dalam ruang yang kecil
dan mudah diakses.
c. Menyajikan informasi dengan jelas.
e. Menyediakan komunikasi dalam dan antarorganisasi yang murah, akurat, dan cepat.
Secara garis besar sistem informasi dikelompokkan menjadi 2 (Jogiyanto: 2005), yaitu sistem informasi digunakan untuk mendukung operasional dan
sistem informasi yang mendukung manajemen. Secara lebih jelas dapat terlihat pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Pengelompokan Sistem Informasi (Jogiyanto, 2005)
Sistem informasi yang digunakan untuk mendukung operasional terkait
dengan opersional sehari-hari yang berlangsung di dalam suatu organisasi: pemrosesan transaksi, pengendalian proses, dan kerjasama antar tim/bagian di dalam suatu organisasi. Sistem pemrosesan transaksi misalnya saja
memproses data hasil transaksi bisnis, memperbaharui basis data opersional, menghasilkan dokumen bisnis. Sistem pengendalian proses terkait dengan
proses mengawasi dan mengendalikan proses industri, misalnya: sistem produksi baja, penyulingan minyak dengan sensor yang terhubung komputer. Sistem kerjasama perusahaan mendukung komunikasi dan kerjasama
tim/bagian/kelompok kerja disuatu organisasi/perusahaan dengan SISTEM
Sistem Pendukung Manajemen Sistem Pendukung
memanfaatkan piranti elektronik dan teknologinya, misalnya e-mail, fax, teleconference. Sistem ini mengarah pada otomatisasi perkantoran.
Keluaran/output/hasil dari sistem informasi adalah informasi. Pengguna informasi dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu manajer/pimpinan, non
manajer, dan orang-orang atau organisasi di luar organisasi.
Informasi merupakan sumber daya konsepsual dan menduduki level yang memiliki kepentingan dengan sumber daya fisik yang lain yaitu manusia,
material, mesin, dan uang. Mengingat informasi merupakan sumber daya yang sangat penting maka perlu dikelola sebaik-baiknya. Untuk dapat mengelola
informasi dengan baik semestinya dipahami dulu yang dimaksud dengan informasi dan hal-hal yang terkait di dalamnya. Menurut Gordon Davis (1979: 59), definisi informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang
berarti bagi penerimanya dan berguna untuk pengambilan keputusan saat ini atau di masa mendatang. Sedangkan menurut Mc.Fadden dan kawan-kawan,
informasi dinyatakan sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang mengunakannya. Data dan informasi saling terkait dan membentuk suatu siklus yang disebut siklus
Gambar 2.2 Siklus Komponen Sistem Informasi (Jogiyanto, 2005)
Informasi merupakan sumber daya yang mahal terutama terkait dengan
kualitas informasi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas informasi adalah aksesibilitas, kelengkapan, ketelitian, relevansi, ketepatan waktu, kejelasan, dan fleksibilitas. Untuk mendapatkan informasi yang berkualitas
tidak terlepas dengan bagaimana mengelola informasi tersebut, hal ini tidak terlepas dari yang disebut manajemen informasi, yaitu segala aktivitas untuk
memperoleh informasi, menggunakannya seefektif mungkin, dan membuangnya di saat yang tepat.
Perancangan sistem informasi merupakan pengembangan sistem baru dari sistem lama yang ada, dimana masalah-masalah yang terjadi pada sistem lama diharapkan sudah teratasi pada sistem yang baru. Secara konseptual
siklus pengembangan sebuah sistem informasi (System Development Life Cycle – SDLC) adalah sebagai berikut:
1. Analisis Sistem: menganalisis dan mendefinisikan masalah dan kemungkinan solusinya untuk sistem informasi dan proses organisasi.
2. Perancangan Sistem: merancang output, input, struktur file, program, prosedur, perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk
mendukung sistem informasi.
3. Pembangunan dan Testing Sistem: membangun perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem dan melakukan testing secara akurat.
Melakukan instalasi dan testing terhadap perangkat keras dan mengoperasikan perangkat lunak.
4. Implementasi Sistem: beralih dari sistem lama ke sistem baru, melakukan pelatihan dan panduan seperlunya.
5. Operasi dan Perawatan: mendukung operasi sistem informasi dan
melakukan perubahan atau tambahan fasilitas.
6. Evaluasi Sistem: mengevaluasi sejauh mana sistem telah dibangun dan
seberapa bagus sistem telah dioperasikan.
Berdasarkan berbagai pengertian diatas sistem informasi dalam penelitian ini merupakan satu kesatuan komponen sistem yang mengolah data masukan
berupa luasan RTH aktual, lahan potensial, dan cemaran udara yang menghasilkan informasi tentang Optimal RTH dan beberapa informasi
F. Ruang Terbuka Hijau
RTH yang diabstraksikan sebagai taman hijau atau lahan hijau
merupakan ruang di dalam kota yang ditata untuk menciptakan keindahan, kenyamanan, keamanan, dan kesehatan bagi penggunanya. Taman hijau atau
lahan hijau dilengkapi dengan beberapa fasilitas untuk kebutuhan masyarakat perkotaan sebagai tempat rekreasi. Selain itu, taman hijau atau lahan hijau difungsikan sebagai paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah
dan air, dan habitat berbagai flora dan fauna (Triyono & Soemarno, 2012: 53). Keberadaan taman hijau atau lahan hijau tentu berhubungan dengan
ruang dan ruang terbuka. Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, baik secara psikologis mupun secara dimensional, karena manusia berada dalam ruang bergerak serta berpikir dan juga menciptakan untuk
menyatakan dunianya (Budihardjo. 1999). Ruang pada dasarnya terjadi oleh adanya obyek dan manusia yang melihatnya dan ruang ini terjadi bukan secara
alamiah melainkan terbentuk oleh lingkungan luar yang dibuat oleh manusia. Ruang umum pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung aktivitas atau kegiatan tertentu dari masyarakat, baik secara
individu maupun kelompok (Hakim, 1993). Budihardjo, 1999, membagi ruang menurut sifatnya menjadi dua yaitu:
1. Ruang Umum Terutup, yaitu ruang umum yang terdapat di dalam suatu bangunan.
Ruang Terbuka secara umum mempunyai arti bermacam-macam, setiap aktor cendrung menterjemahkan sesuai dengan visi dan pandangan mereka
masing-masing, sebagai profesi mereka masing-masing (Kaiser, Godschalk and Chapin, 1905).
Simmond (1994) membedakan ruang terbuka dalam bentuk kantong dan linier. Yang termasuk ruang terbuka dalam bentuk kantor (lot) adalah lapangan olah raga, pusat-pusat rekreasi, taman-taman pada riverfront,
halaman sekolah dan insitusi, taman parkir serta pekarangan rumah. Beberapa ahli membedakan ruang terbuka yang berupa kantong menjadi beberapa jenis
penggunaan. Penggunaan tersebut adalah hutan, lapangan, lahan produktif, taman kota dan tempat pemakaman umum.
Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, dinyatakan bahwa
ruang terbuka sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik sebagi individu maupun berkelompok, serta wadah makluk lainnya untuk
hidup dan berkembang secara berkelanjutan. Makluk hidup lainnya dimaksudkan sebagai vegetasi (tumbuhan) dan kehidupan berbagai jenis fauna seperti ikan, binatang, serangga, burung dan jenis fauna lainnya yang juga
dibutuhkan oleh manusia.
Ketersediaan RTH dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan
ekologis yang berdasarkan pada kemampuan tanaman dalam menyerap CO2
RTH berfungsi secara tidak langsung untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat. Tumbuhan hijau sebagai salah satu unsur RTH
memiliki kemampuan untuk mereduksi karbon dan beberapa zat pencemar
udara, dalam setiap jam, 10.000 daun-daun mampu menyerap 8 kg ,
jumlah ini sama dengan jumlah yang dihembuskan oleh kurang lebih 200
orang manusia dalam waktu yang bersamaan. RTH dalam bentuk hutan kota
dengan luas 250.000 dalam satu tahun mampu menghasilkan 1 ton oksigen
( ) yang dilepas ke udara untuk membantu memberikan udara yang bersih
bagi pernafasan manusia (Soenaryo, 1994) (dalam Slamet, 2009: 29).
Prediksi optimalisasi RTH berdasarkan kemampuan tanaman menghasilkan oksigen berdasarkan penelitian Wahyuni, 1995 (dalam Fandeli
2004) bahwa tiap 1 Ha lahan yang tumbuhi tanaman hijau dapat menghasilkan oksigen ke udara sebanyak 240 kg/200 pohon atau ekuivalen dengan 1,2 kg
oksigen/pohon. Dalam sehari 1 Ha tanaman dapat menghasilkan 240 kg oksigen dari proses fotosintesis (Pusponingroum, 2011: 88).
Terdapat berbagai klasifikasi penyediaan RTH menurut para ahli
berdasarkan parameter tertentu. Tabel 2.2 merupakan salah satu klasifikasi ketentuan penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk yang mengarah
Tabel 2.2 Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jumlah Penduduk
Taman Kecamatan 24.000 0,2
4. 120.000 jiwa Pemakaman Disesuaikan 1,2
5. 480.000 jiwa RTH Taman 144.000 0,3
Hutan Kota Disesuaikan 4,0
Untuk fungsi-fungsi tertentu
Disesuaikan 12,5
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008
Taman dalam konsep RTH merupakan gabungan dari bentuk interaksi antara tanaman dengan fasilitas sosial. Penempatan lokasi RTH Taman
disesuaikan dengan bentuk dan kebutuhan yang ada di lingkungan tersebut, seperti jenis vegetasi maupun kebutuhan fasilitas yang dapat mendukung aktifitas warga masyarakat daerah tersebut. Dalam keterkaitan antara sistem
informasi RTH dan cemaran udara maka disusunlah formula yang terdiri atas:
a. Formula Kawasan RTH
Formula kawasan RTH digunakan untuk mengetahui kebutuhan dan potensi RTH diproses dengan bantuan SIG (Sistem Informasi Geografis).
Pada awalnya dilakukan pengelompokan RTH berupa RTH kawasan hutan dan RTH non kawasan hutan (berupa RTH pertamanan dan RTH kebun campuran serta area pemakaman). Selanjutnya dilakukan analisis RTH
yang meliputi:
1) Analisis sebaran dan luas RTH berdasarkan klasifikasi RTH
3) Pada setiap komunitas vegetasi di hitung berdasarkan pendugaan luas daun (LAI-leaf area indeks, dalam Sitompul, S.M dan B. Guritno;
1995)
LAI = CT [Ls -0,27 * EXP {0.035 Cs 0.15 / π ( Cs/1,25)2)}]
Keterangan:
Ls = koefisien bentuk daun rata-rata untuk masing-masing kelompok tumbuhan pembentuk RTH, merupakan lebar daun dan panjang daun
rata-rata
Cs = koefisien bentuk tajuk rata-rata untuk masing-masing kelompok tumbuhan pembentuk RTH, merupakan nisbah antara lebar tajuk dan
tinggi tajuk rata-rata
Ct = koefisien model arsitektur tumbuhan, nilai diperkirakan berkisar
antara 10-25, dengan rata-rata sebesar 19,27, nilai ini dianalisis berdasarkan model arsitektur pohon yang diperkenalkan oleh Halle & Oldeman (1975).
Parameter yang digunakan untuk menghitung kawasan RTH meliputi indeks luas daun (LAI), sumber pencemaran udara dan kebisingan
(SCUB), indeks kenyamanan (IK), kebutuhan oksigen perkategori pemanfaaatan lahan (KO). Tiga parameter pertama memiliki peran yang lebih besar dari pada parameter akhir sehingga diperlukan pembobotan
dikenal dengan pendekatan overlay berjenjang tertimbang (Setyowati, 2014). Formula sebagai berikut:
Keterangan :
KRTH : skor satuan pemetaan kebutuhan RTH LAI : skor satuan pemetaan indeks luas daun
IK : skor satuan indeks kenyamanan
SCUB : skor satuan pemetaan sumber pencemaran udara dan bising
KO : skor satuan pemetaan kebutuhan oksigen penduduk kualitatif
b. Formula Cemaran Udara
Formula cemaran udara digunakan untuk memprediksi dispersi emisi dan peredaman cemaran. Analisis yang digunakan untuk mengetahui emisi
cemaran udara pada empat sumber cemaran (industri, transportasi, jalan, rumah tangga, dan perdagangan) diuraikan sebagai berikut, Pendugaan total dispersi emisi cemaran (TEC) dari setiap sumber cemaran dinyatakan
dalam ton emisi/tahun dihitung berdasarkan:
1) Cacah kendaraan bermotor, cacah industri, cacah keluarga
mengkonsumsi bahan bakar, dan cacah pusat perdagangan
2) Total konsumsi BBM setiap jenis kendaraan, volume konsumsi bahan bakar setiap industri, volume konsumsi bahan bakar per-rumahtangga
QA-tn = ᶴ QA-to + {(QE + QIMPOR) – (QR + QEKSPOR)}dt
QA-tn = ᶴ QA-to + (QE –QR)dt
3) Faktor emisi cemaran pada kendaraan bermotor, setiap kelompok industri, pengguna rumah tangga dan pusat perdagangan.
Analisis peredaman cemaran (PC) oleh lingkungan dihitung berdasarkan asumsi bahwa ekspor cemaran keluar sistem sama dengan
impor cemaran dari luar sistem, dalam hubungan antara konsentrasi ambien,disperse emisi dan kemampuan lingkungan meredam cemaran (Pentury, 2003), rumus sebagai berikut.
Keterangan:
QA-t = total konsentrasi ambien cemaran udara pada suatu waktu tertentu
(tn)
QA-to =total konsentrasi ambien cemaran udara pada suatu waktu awal (to)
QE =total konsentrasi dispersi emisi cemaran selama kurun waktu tn–to
QR = total kemampuan lingkungan meretensi cemaran selama kurun
waktu tn–to
QIMPOR = total impor CU selama kurun waktu tn–to
QEKSPOR = total ekspor CU selama kurun waktu tn-to
Sumber pencemaran dikota-kota besar 75% dihasilkan oleh kegiatan transportasi, sementara yang 25% dihasilkan oleh aktifitas pemanfaatan
lahan terutama komponen pencemaran CO (karbon monoksida) dan HC (hidro karbon). Rumus sebagai berikut (Setyowati, 2014).
Keterangan:
SCUB : sumber pencemaran udara dan bising TEC : total emisi cemaran
PC : peredam cemaran
LHR : kepadatan lalu lintas harian rerata PL : kategori pemanfaatan lahan
c. RTH Optimal untuk Meredam Cemaran Udara
Pada tahap ini dilakukan kombinasi RTH optimal untuk pengendalian kualitas udara, mengetahui kawasan yang memerlukan RTH karena kualitas udara rendah, agihan dan luas RTH aktual dan lahan
potensial daerah tersebut masih memungkinkan untuk ditanami atau dibuat RTH agar dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka parameter penentu untuk menghasilkan RTH optimal untuk pengendalian kualitas udara berupa overlay join spasial (Setyowati, 2014). Formula dirumuskan sebagai berikut.
ORTH = Join Spasial (KRTH + SCUB + POT + RTHa )
Keterangan :
ORTH : Optimal RTH
KRTH : Kebutuhan RTH
SCUB : Sumber cemaran udara dan bising POT : Lahan potensial bagi RTH
RTHa : Kawasan RTH aktual
Optimal RTH (ORTH) merupakan formula yang dibentuk berdasarkan korelasi (join spasial) beberapa formula yakni KRTH, SCUB, POT, dan RTHa yang dapan dihubungkan seperti Gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3. Optimal RTH untuk Meredam Cemaran Udara
Dalam memperhitungkan ORTH tentu tidak terlepas dari berbagai elemen yang terdiri atas Ruang Terbuka Hijau Aktual (RTHa), Lahan
Potensial RTH (POT), Kebutuhan RTH (KRTH) dan Cemaran Udara. Dari ketiga sub model diatas dapat disederhanakan sebagai berikut (Setyowati, 2014) :
KRTH SCUB POT RTHa
Keterangan :
>< : Proses Keterkaitan Alogaritma
ORTH : Optimal RTH KRTH : Kebutuhan RTH
RTHa : Ruang Terbuka Hijau Aktual
SCUB : Sumber Cemaran Udara dan Bising (dalam penelitian ini dibatasi hanya mempertimbangkan C)
Fungsi KRTH untuk mempertimbangkan keberadaan lahan potensial untuk RTH yang diakumulasi dengan jumlah RTHa yang berada
pada wilayah penelitian, kemudian hasil ORTH akan dikorelasikan dengan adanya SCUB yang dalam penelitian ini dibatasi hanya mempertimbangan kadar C yang tersebar di beberapa wilayah penelitian yaitu Semarang
Timur, Semaramg Tengah, Semarang Selatan dan Semarang Utara. Korelasi antara ORTH dan SCUB dapat dimanfaatkan untuk mengetahui
fungsi keberadaan vegetasi khususnya pada RTHa. Ketika fungsi keberadaan vegetasi kurang memadai maka dapat dimungkinkan terdapat beberapa arahan hingga fungsi keberadaan vegertasi dibeberapa kawasan
RTHa mampu bermanfaat secara optimal.
ORTH = Joinspasial (KRTH + SCUB + POT + RTHa)
Perhitungan cemaran udara berdasarkan moda transportasi dapat digunakan alogaritma sebagai berikut (Setyowati, 2014):
Berdasarkan alogaritma diatas maka dapat disimpulkan bahwa, untuk mengetahui CO2 transportasi yang dihasilkan oleh setiap moda
transportasi dihitung dengan jumlah kendaraan dikali konsumsi bbm dan
waktu pengamatan. Untuk mengetahui CO2 harian dihitung dengan CO2
transportasi dikali 24 jam. Sedangkan untuk mengetahui CO2 wilayah
dihitung dengan CO2 harian dikali luas wilayah.
Vegetasi mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem, apalagi jika diamati, pembangunan yang meningkat di perkotaan yang sering kali
tidak menghiraukan kehadiran lahan untuk vegetasi. Djamal (1992), vegetasi ini sangat berguna dalam produksi oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi
keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri (Djamal, 2005: 51).
Vegetasi berfungsi sebagai filter hidup menurunkan tingkat polusi dengan mengabsorbsi, akumulasi dan atau mengatur metabolisme di udara sehingga kualitas udara meningkat dengan pelepasan oksigen di udara
(Shannigrahi et al. 2003). Robinatte (1972) dalam Grey dan Deneke (1978)
CO2 transp. = Jumlah Kendaraan x Asumsi Konsumsi bbm x Waktu Pengamatan
CO2 harian = CO2 transp. x 24 jam
mengemukakan, berbagai sifat tumbuhan yang khas dan pengaruhnya yang dapat memecahkan masalah teknik yang berhubungan dengan lingkungan,
yaitu daging daun yang mengurangi bunyi; ranting-ranting yang bergerak dan bergetar untuk menyerap dan menutupi bunyi-bunyian; pubesen atau
bulu-bulu daun yang dapat menahan partikel-partikel air; stomata untuk mengganti gas (Djamal, 2005: 51).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
05/PRT/M/2012, Pohon adalah tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu. Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak, menopang
tajuk pohon. Pohon dibedakan dari semak melalui penampilannya. Semak juga memiliki batang berkayu, tetapi tidak tumbuh tegak. Dengan demikian, pisang bukanlah pohon sejati karena tidak memiliki batang
sejati yang berkayu. Jenis-jenis mawar hias lebih tepat disebut semak dari pada pohon karena batangnya walaupun berkayu tidak berdiri tegak dan
habitusnya cenderung menyebar menutup permukaan tanah.
Tanaman yang digunakan sebagai elemen RTH efektif menyerap pencemaran udara, mampu meyesuaikan diri, dan toleran dengan kondisi
pencemaran udara disekitanya. Kemampuan tanaman menyerap pencemaran udara bervariasi, dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi
pencemar, sensitivitas tanaman terhadap pencemar, dan faktor pertumbuhan tanaman (Wilmer, 1986; Mc Kersie & Leshem, 1994; Larcher, 1995) (dalam Sulistijorini, 2009: 24). Tanaman hijau juga
hasil aktivitas manusia, sebagian dapat kita ambil dari hasil aktivitas kendaraan bermotor, baik mengenal timbal (Pb) dan karbon (C) sebagai
zat berbahaya yang belum bisa dihilangkan dari hasil penguraian bahan bakar minyak.
G. Cemaran Udara
Cemaran udara adalah bahan yang mengakibatkan polusi udara. Adapun
istilah lain dari cemaran udara adalah polutan udara seperti CO, NOx, SOx,
H2S (Alwi, 2005: 46). Dalam penelitian ini parameter cemaran udara yang
dibahas adalah karbondioksida atau CO2. Perubahan lingkungan udara pada
umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara. Masuknya zat
pencemar ke dalam udara dapat secara alamiah, misalnya asap kebakaran hutan, akibat gunung merapi, dan debu meteorit; juga sebagian besar
disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah dengan pembakaran dan kegiatan rumah tangga (Soedomo 1999: 3).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Pasal 1, pencemaran udara adalah masuk
atau dimasukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan susunan atau komposisi udara dari keadaan normalnya.
Menurut Soedomo, sumber pencemaran udara terbagi berdasarkan:
1. Kegiatan yang bersifat alami, contohnya: letusan gunung berapi,
kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, dan spora tumbuhan.
2. Kegiatan antropogenik (akibat aktivitas manusia) terbagi dalam pencemaran akibat aktivitas transportasi, industri, persampahan, baik
akibat proses dekomposisi ataupun pembajakan dan rumah tangga.
Sumber polusi yang utama berasal dari transportasi, dimana hampir 60%
dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain. Polutan yang utama adalah
karbon monoksida yang hampir setengahnya dari seluruh udara yang ada.
1. Udara Terpolusi
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan.
Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk
uap O dan karbon dioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara
bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu (Fardiaz, 1992: 91). Udara
yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Dalam udara
terdapat untuk bernafas, karbon dioksida untuk proses fotosintensis
oleh khlorofil daun dan ozon ( ) untuk menahan sinar ultra violet.
Konsentrasi CO2 di udara selalu rendah, yaitu sekitar 0,03%.
Konsentrasi CO2 mungkin naik, tetapi masih dalam kisaran beberapa per
seratus persen, misalnya di sekitar proses-proses yang menghasilkan CO2
seperti pembusukan sampah tanaman, pembakaran, atau di sekitar kumpulan massa manusia di dalam ruangan terbatas yaitu karena pernafasan. Konsentrasi CO2 yang relatif rendah dijumpai di atas kebun
atau ladang tanaman yang sedang tumbuh atau di udara yang baru melalui lautan. Konsentrasi yang relatif rendah ini disebabkan oleh absorbsi CO2
oleh tanaman selama fotosintesis dan karena kelarutan CO2 di dalam air.
Tetapi pengaruh proses-proses tersebut terhadap konsentrasi total CO2 di
udara sangat kecil karena rendahnya konsentrasi CO2.
Komposisi udara kering dimana semua uap air telah dihilangkan relatif konstan. Komposisi udara kering yang bersih yang dikumpulkan di
sekitar laut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Konsentrasi gas dinyatakan dalam persen atau per sejuta (ppm= part per million), tetapi untuk gas yang
Tabel 2.3 Komposisi Udara Kering dan Bersih
Komponen Formula Persen volume Ppm
Nitrogen N2 78,08 780.800
Sumber: Stoker dan Seager (1972) dalam Fardiaz (1992: 92).
Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan
normal seperti tersebut diatas dan kemudian mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan binatang maka berarti udara telah tercemar. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa pencemaran sama sekali.
Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), dan
karbon monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk
sampingan dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya. Selain itu
partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan polutan alami tersebut, polusi udara juga dapat disebabkan
oleh aktivitas manusia.
Pencemaran udara dapat dipantau berdasarkan nilai baku mutu udara ambien. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999
tentang pengendalian pencemaran udara pasal 1, mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen lainnya yang ada di udara
udara ambien adalah ukuran batas atau zat, energi dan komponen yang ada atau yang seharusnya ada atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien. Adapun parameter baku mutu udara ambien nasional ditampilkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Baku Mutu Udara Ambien Nasional
No Parameter Waktu
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999.
2. Cemaran Udara
Cemaran udara yaitu bahan yang mengakibatkan pencemaran
udara. Adapun istilah lain dari cemaran udara adalah polutan udara (Alwi, 2005: 46). Menurut Soedomo (2004) dalam Tyas (2011: 10), berdasarkan asal pembentukannya pencemar udara dapat terbagi menjadi dua yaitu:
a. Pencemar primer
Pencemar primer adalah pencemar yang dalam bentuk asalnya
dapat langsung terdispersi ke atmosfer, contohnya partikulat, CO2, CO,
b. Pencemar sekunder
Pencemar sekunder adalah pencemar yang keberadaannya di
atmosfer adalah setelah melalui reaksi-reaksi kimia dengan polutan utama, contohnya NO2 yang terbentuk akibat oksidasi NO.
Gambar 2.3 Asal Pencemar Udara (Teknik Lingkungan, 2009: 5).
Kemudian bila ditinjau dari ciri fisiknya, bahan pencemar udara dapat
berupa:
1) Partikel (debu, aerosol, timah hitam) 2) Gas (CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon)
3) Energi (suhu dan kebisingan)
Sumber polusi yang utama berasal dari transportasi, dimana
hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon (lihat Gambar 2.1). Polutan yang utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengahnya dari
maka suhu bumi akan semakin meningkat. Oleh karena itu, di wilayah kota besar yang padat dengan kendaraan bermotor suhunya selalu tinggi
alias panas.
Cemaran udara berupa materi padat dan cair bisa berupa titik air
dari racun pestisida atau titik air berupa kabut dari hasil pembakaran senyawa kimia industri. Kabut ini bisa menyebabkan sesak nafas dan gatal-gatal pada kulit. Kendaraan bermotor juga bisa mengeluarkan
senyawa timbal yang merugikan bagi kesehatan. Pemakaian timah hitam (timbal) pada bensin menimbulkan dampak negatif dari asap yang
dikeluarkan dan timbal yang masuk kedalam tubuh manusia akan bersifat racun dan akan mengendap dalam tubuh sehingga merusak paru-paru.
Sumber pencemaran terhadap pengotoran udara di daerah
perkotaan adalah transportasi dan industri. Pencemaran transportasi dan industri sebagian besar disebabkan oleh pembakaran energi minyak, yang
terdiri dari atas gas Pb, Co, No, dan SO. Kondisi lingkungan sebagai recipiens sangat tergantung pada ada tidaknya vegetasi, kekuatan angin,
kecepatan angin, dan arah angin (Fandeli et al, 2004). Sumber polusi dan
dampak terhadap manusia dari gas pencemar yaitu: 1) Senyawa Nitrogen Oksida
a) Sumber Polusi Nitrogen Oksida
Seluruh jumlah NOx yang dibebaskan ke atmosfer, jumlah
yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh
biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di udara di daerah perdesaan. Konsentrasi NOx di udara daerah perkotaan dapat
mencapai 0.5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi nitrogen oksida dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber
utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran
disebabkan oleh kendaraan, produksi energi, pembuangan sampah, dan gas alam.
b)Pengaruh Nitrogen Oksida terhadap Manusia
Penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut
menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO.
Pada konsentrasi yang normal ditemukan di atmosfer, NO tidak mengakibatkan iritasi dan tidak berbahaya, tetapi pada konsentrasi
udara ambien yang normal NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang lebih beracun.
2) Senyawa Karbon Monoksida (CO) a) Sumber Polusi Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna dan
tidak berbau, diproduksi oleh segala proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau
oleh pembakaran di bawah tekanan dan temperatur tinggi seperti yang terjadi di dalam mesin (internal combustion engine). Transportasi menghasilkan CO paling banyak di antara
hasil-hasil pertanian seperti sampah, sisa-sisa kayu di hutan, dan sisa-sisa tanaman di perkebunan. Sumber CO yang ketiga adalah
proses-proses industri. Dua industri yang merupakan sumber CO terbesar yaitu industri besi dan baja.
b)Pengaruh CO terhadap Manusia
Diketahui bahwa kontak antara manusia dengan CO pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian. Tetapi ternyata
kontak dengan CO pada konsentrasi yang relatif rendah (100 ppm atau kurang) juga dapat mengganggu kesehatan. Pengaruh
beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara CO dengan hemoglobin (Hb) di dalam darah. Dengan adanya CO, hemoglobin dapat membentuk karboksihemoglobin.
Jika reaksi demikian terjadi, maka kemampuan darah untuk mentranspor oksigen menjadi berkurang. Pengaruh konsentrasi
(COHb) di dalam darah terhadap kesehatan manusia dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Pengaruh Konsentrasi (COHb) di Dalam Darah terhadap Kesehatan Manusia.
Konsentrasi COHb
dalam darah (%) Pengaruhnya terhadap kesehatan < 1.0
Pengaruhnya terhadap sistem syaraf sentral, reaksi panca indra tidak normal, benda terlihat agak kabur
Perubahan fungsi jantung dan pulmonari (peredaran darah kecil)
3) Sulfur Oksida
a) Sumber Polusi Sulfur Oksida
Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan
dalam bentuk SO2. Sebanyak dua pertiga dari jumlah sulfur di
atmosfer berasal dari sumber-sumber alam seperti volkano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida.
Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan SOx,
tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan
sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran batu arang,
minyak bakar, gas, kayu, dan sebagainya. Sumber SOx yang kedua
adalah dari proses-proses industri seperti industri pemurnian
petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja, dan sebagainya.
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan berbagai elemen yang
penting secara alami terdapat dalam bentuk logam sulfida,
misalnya lembaga (CuFeS2), zink (ZnS), meskuri (HgS), dan
timbal (PbS).
b)Pengaruh Sulfur Oksida terhadap Manusia
Polutan SOx mempunyai pengaruh terhadap manusia dan
hewan pada konsentrasi juah lebih tinggi daripada yang
terjadi pada konsentrasi sebesar 0,5 ppm sedangkan konsentrasi yang berpengaruh terhadap manusia dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Pengaruh SO2 terhadap Manusia
Konsentrasi (ppm)
Pengaruh
3-5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya 8-12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi
tenggorokan.
20 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi mata
20 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk 20 Maksimum yang diperolehkan untuk kontak
dalam waktu lama
50-100 Maksimum yang diperolehkan untuk kontak dalam waktu singkat (30 menit)
400-500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat. Sumber: Kirk dan Othmer (1969) dalam Fardiaz (1992:129).
4) Partikulat
a) Sumber polusi partikulat
Partikulat adalah zat padat/air yang halus dan tersuspensi di udara, misalnya embun, debu, asap, fumes, dan fog. Partikulat debu melayang (suspended particulate matter/SPM) merupakan
campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat
kecil, mulai dari <1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Sedangkan fumes adalah zat padat hasil kondensasi gas, yang biasanya terjadi setelah proses penguapan logam cair.
b)Pengaruh partikulat terhadap manusia
Debu merupakan problem yang serius, terutama setelah
dapat menyebabkan kanker paru-paru (selikosis) serta dapat menurunkan estetika kota. Hal ini ditemukan di daerah yang
memiliki tingkat pencemaran debu cukup tinggi. Konsentrasi dapat dikurangi oleh tanaman terutama pohon. Hal ini disebabkan karena pohon memiliki luas permukaan penyerapan (absorption)
yang lebih luas dibandingkan dengan tanaman semak, perdu, dan penutup tanah. Permukaan batang, cabang, dan ranting pohon juga
menjadi media penyerap yang cukup efektif.
Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu
yang relatif lama dalam keadaan melayang layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga
dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara.
3. Faktor yang Mempengaruhi Cemaran Udara
Penentu utama kadar cemaran udara tentu saja adalah jumlah pencemar yang diemisikan ke dalam udara. Tetapi pengalaman
menunjukkan bahwa walaupun sumber yang sama mengeluarkan pencemar dari hari ke hari, kadang kala udara bersih dan kadang kala
tercemar. Kadar cemaran juga tergantung pada keadaan cuaca. Disamping itu, untuk jumlah emisi yang sama dan keadaan meteorologi yang sama, kadar cemaran udara dipengaruhi oleh bentuk dan susunan geometri