• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI A.Landasan teori

3. Keterlibatan beberapa pihak dalam pemenuhan kebutuhan perumahan

a. Pemerintah

Ada 3 (tiga) kebijakan dan strategi nasional perumahan dan permukiman yang dituangkan dalam S.K. Menteri Kimpraswil Nomor 217/2002 tentang Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP), yaitu:

1) Melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan melibatkan masyarakat (partisipatif) sebagai pelaku utama, melalui strategi:

a) Penyusunan, pengembangan dan sosialisasi berbagai produk peraturan perundangundangan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman.

b) Pemantapan kelembagaan perumahan dan permukiman yang handal dan responsif.

c) Pengawasan konstruksi dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungan.

2) Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat, melalui strategi:

a) Pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan (primer dan sekunder), meliputi

(1) Peningkatan kualitas pasar primer melalui penyederhanaan perijinan, sertifikasi hak atas tanah, standarisasi penilaian kredit, dokumentasi kredit, dan pengkajian ulang peraturan terkait;

(2) Pelembagaan pasar sekunder melalui SMF (Secondary Mortgage Facilities), asuransi kredit, lembaga pelayanan dokumentasi kredit; dan lembaga sita jaminan.

b) Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu keswadayaan masyarakat, meliputi

(1) Pelembagaan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok masyarakat (P2BPK);

(2) Pengembangan dan pendayagunaan potensi keswadayaan masyarakat;

(3) Pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya; serta

(4) Pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya. (5) Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi

perumahan, dapat berbentuk subsidi pembiayaan; subsidi prasarana dan sarana dasar lingkungan perumahan dan permukiman; ataupun kombinasi kedua subsidi tersebut.

c) Pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin, meliputi (1) Pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan

kemampuan usaha dan hidup produktif;

(2) Penyediaan kemudahan akses kepada sumber daya serta prasarana dan sarana usaha bagi keluarga miskin, serta (3) Pelatihan teknologi tepat guna, pengembangan

kewirausahaan, serta keterampilan lainnya.

d) Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak bencana alam dan kerusuhan sosial, meliputi (1) Penanganan tanggap darurat;

(2) Rekonstruksi dan rehabilitasi bangunan, prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman;

e) Pemukiman kembali pengungsi. Penanganan tanggap darurat merupakan upaya yang harus dilakukan dalam rangka penanganan pengungsi, penyelamatan korban dampak bencana alam atau kerusuhan sosial, sebelum

proses lebih lanjut seperti pemulangan, pemberdayaan, dan pengalihan (relokasi).

f) Pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara, melalui pembinaan teknis penyelenggaraan dan pengelolaan aset bangunan gedung dan rumah negara.

3) Mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan guna mendukung pengembangan jatidiri, kemandirian, dan produktivitas masyarakat, melalui strategi: a) Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dengan

prioritas kawasan permukiman kumuh di perkotaan dan pesisir, meliputi

(1) Penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman kumuh; (2) Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman;

serta

(3) Pengembangan rumah sewa, termasuk rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

b) Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, meliputi

(1) Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba); dan

(2) Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri, yang berdasarkan RT/RW Kabupaten atau Kota, dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah. Kasiba dan

Lisiba tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan permukiman skala besar secara terencana dan terpadu dalam manajemen kawasan yang efektif. Dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba serta kaitannya dengan pengelolaan tata guna tanah, juga perlu dipertimbangkan pengembangan Bank Tanah untuk lebih mengendalikan harga tanah.

c) Penerapan tata lingkungan permukiman, meliputi

(1) Pelembagaan RP4D, yang merupakan pedoman perencanaan, pemrograman, pembangunan dan pengendalian pembangunan jangka menengah dan panjang secara sinergi melibatkan kemitraan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat;

(2) Pelestarian bangunan bersejarah dan lingkungan permukiman tradisional;

(3) Revitalisasi lingkungan permukiman strategis; serta (4) Pengembangan penataan dan pemantapan standar

pelayanan minimal lingkungan permukiman untuk mencegah perubahan fungsi lahan, menghindari upaya penggusuran, mengembangkan pola hunian berimbang, menganalisis dampak lingkungan melalui Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), serta Upaya Pengelolaan Lingkungan

(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) secara konsisten.

Perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang sangat fundamental menuntut perlunya sistem perencanaan pembangunan yang komprehensif dan mengarah kepada perwujudan transparansi, demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi masyarakat, yang pada akhirnya dapat menjamin pemanfaatan dan pengalokasian sumber dana pembangunan yang semakin terbatas menjadi lebih efisien dan efektif serta berkelanjutan.(www.landasanteori.com)

Salah satu upaya untuk merespon tuntutan tersebut, pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang didalamnya diatur sistem perencanaan pembangunan yang baru yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: a. Penyusunan rencana;

b. Penetapan rencana;

c. Pengendalian pelaksanaan rencana;

d. Evaluasi pelaksanaan rencana. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana merupakan bagian-bagian dari fungsi manajemen yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

b. Perbankan

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meminta kepada bank pelaksana Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk serius menjalankan tugasnya. Khususnya untuk mengejar target pembangunan 1 juta rumah. Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Maurin Sitorus juga meminta dukungan dari perbankan lainnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan. Selama ini pembangunan 1 juta rumah, selain karena masalah pengadaan lahan dan perizinan, juga dari sisi pendanaan dinilai cukup bermasalah. Dengan dukungan pembiayaan dari perbankan diharapkan para pengembang tidak lagi segan untuk membangun perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Program Sejuta Rumah merupakan kinerja dan tanggung jawab kita semua sebagai pemain utama. Tapi tanpa dukungan perbankan dan pengembang tak mungkin Program Sejuta Rumah dapat tercapai. Kami minta pengertian bank pelaksana agar menyiapkan dana untuk skim selisih suku bunga. Pasalnya, kalau bank pelaksana tidak melaksanakannya tentunya akan ada

kompensasi,” kata Maurin, Kamis (2/7). Sebagai upaya untuk

memaksimalkan peranan bank pelaksana dan bank lainnya, Maurin mengajak perbankan dan pengembang untuk menyamakan persepsi terkait bantuan pembiayaan perumahan. Menurutnya, hal ini penting untuk tetap menjaga komitmen antara stake holder dalam upaya

mewujudkan Program Sejuta Rumah. Pihaknya kini secara intensif aktif melakukan koordinasi untuk mengetahui seberapa jauh hasil kerja sama antara perbankan pengembang dan pemerintah dalam program ini.

Lebih lanjut, Maurin menjelaskan bahwa kementeriannya memberikan subsidi KPR–FLPP bagi MBR yang ingin memiliki rumah dengan suku bunga 5% dari semula 7,25%. Untuk tahun 2015 ini dana untuk FLPP ini tersedia sebesar Rp 5,1 triliun. Skim KPR FLPP, lanjutnya, nantinya akan dikombinasikan dengan skim subsidi selisih bunga (SSB) yang rencananya akan diberlakukan mulai bulan Juli tahun ini. Kebijakan tersebut tentunya harus selalu dikoordinasikan dengan perbankan selaku pelaksana dan juga pengembang agar benar-benar dapat berjalan. Sehingga pada akhirnya nanti MBR dapat merasakan manfaatnya. Maurin menambahkan, untuk tahun 2016 nantii dana FLPP yang diusulkan oleh pemerintah adalah sebesar 9,3 triliun. "Apabila suku bunga komersial sebesar 12%, maka yang akan ditanggung oleh pemerintah adalah sebesar 7% setelah dikurangi FLPP sebesar 5%. Skim KPR FLPP dan skim subsidi selisih bunga akan ditetapkan sebagai suatu

kebijakan oleh pemerintah untuk tahun 2016,” ulasnya.

Sementara, Direktur Mortgage dan Consumer Banking PT. Bank BTN (persero) Tbk Mansyur Nasution menegaskan, pihaknya telah siap mendukung program pembangunan perumahan bagi MBR. Menurutnya, area ini merupakan mata pencaharian BTN sehingga tidak perlu diragukan lagi kesiapannya sebagai bank pelaksana.

“Kami siap untuk melaksanakan KPR bersubsidi. Karena tahun lalu pun ketika dananya sudah habis tapi programnya jalan terus. Jadi, tidak ada masalah. Kalau pun dana di Bank BTN habis, masih ada

bank lain yang bersedia,” tegas Mansyur.

Baginya, lanjut Mansyur, program KPR merupakan bisnis yang menguntungkan bagi perbankan. Dia mengajak bank-bank lainnya untuk tidak ragu dalam memberikan dukungannya pada program sejuta rumah. "Program KPR Bersubsidi merupakan bisnis yang menjanjikan jadi tidak perlu ada kekhawatiran," imbuhnya. (radarpena.com)

Menurut Rahmad Budi S wakil kepala cabang BTN Bekasi Berikut Strategi Pemenuhan Kebutuhan Rumah dalam Program Sejuta Rumah 2015 :

1. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selaku koordinator di tingkat pusat perlu didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah, stakholders, khususnya dalam hal perijinan dan fasilitasi penyediaan lahan. Pemda diminta untuk memberikan kemudahan dalam hal perijinan dan penyediaan lahan buat pengembang, karena kedua hal tersebut yang menjadi kendala utama pengembang selama ini.

2. Perlunya sinergi semua pihak untuk berpartisipasi dalam pembangunan rumah untuk masyarakat di Indonesia (Perumnas, APERSI, REI, BTN, Taperum, BPJS Ketenagakerjaan, dll). 3. Pemerintah melalui Program Sejuta Rumahtelah mengalokasikan

Triliun (untuk 98.300 unit). Disamping itu, untuk memfasilitasi MBR memiliki rumah yang dibangun oleh Pengembang (Perumnas, REI, APERSI, ASPERI, dan pengembang lainnya), Pemerintah juga telah menyediakan dana KPR-FLPP sebesar Rp 5,1 Triliun. Berdasarkan data Kementrian PUPERA kekurangan pasokan rumah yang hingga kini angkanya diperkirakan sudah mencapai 15 juta pada 2013 lalu, pertumbuhan kebutuhan perumahan kurang lebih 800 ribu unit/tahun, sedangkan suplai perumahan dari pengembang hanya 150 ribu unit/ tahun dengan pertumbuhan property nasional dalam lima tahun terakhir rata-rata 21 persen per tahun

4. Dari sisi regulasi pemerintah setidaknya sudah dan atau sedang melakukan revisi terhadap 10 peraturan perundang-undangan yang akan mendukung program pembangunan satu juta rumah 5. Dari sisi demand, Kementerian PUPR telah menerbitkan berbagai kebijakan antara lain ditetapkannya tingkat suku bunga pinjaman KPR-FLPP sebesar 5% per tahun dengan pemberian jangka waktu pinjaman maksimal selama 20 tahun

6. Untuk menggenjot realisasi KPR Bank BTN juga telah membantu Pemerintah dengan meluncurkan program 1% Uang Muka KPR..

7. Pembangunan rusunami merupakan salah satu cara menyelesaikan permasalahan hunian MBR di perkotaan. Konsep rusunami kedepan harus mempertimbangkan konsep hunian yang terpadu dengan fasilitas umum dan penunjang bagi

penghuninya. Hal itu untuk meredam mobilitas masyarakat sehingga berimbas pada penurunan cost of living

Sebagai wujud komitmen Bank BTN dalam rangka pembangunan 1 juta unit rumah, pada tahun 2015 terdapat beberapa proyek perumahan yang akan direalisasi di tahun 2015, antara lain :

Proyek rumah yang akan selesai tahun 2015 di antaranya:

Tabel 2.1

Target proyek rumah selesai 2015

No. Nama perumahan Lokasi Provinsi Tipe

1. DUREN BARU

PERMAI Bogor West Java Hunian

2. GALUH

PAKUAN Sumedang West Java Hunian

3. GARDEN VIEW

SUBANG Subang West Java Hunian

4.

GOLF ESTATE BOGOR RAYA -

TERRAKOTA CLUSTER

Bogor West Java Hunian

5.

GRAND MEKARSARI

RESIDENCE

Bogor West Java Hunian

6. GREEN PARK RESIDENCES Medan North Sumatera Hunian 7. GRIYA KONDANG ASRI

Karawang West Java Hunian

8. ISTANA BUAH

BATU Bandung West Java Hunian

9.

JATIWANGI SQUARE – RESIDENCE

Majalengka West Java Hunian

10. MARGONDA

RESIDENCE Depok Jakarta Hunian

Data Dukungan Bank BTN KC. Bekasi dalam rangka pembangunan 1 juta rumah tahun 2015

Berdasarkan jumlah supply rumah yang dibangun oleh pengembang di wilayah Bekasi dan sekitarnya, sampai dengan Bulan November 2015, Bank BTN KC. Bekasi sudah menyalurkan KPR sebesar Rp.1.736.330 juta dengan jumlah unit sebanyak 12.189. Berdasarkan data kinerja Kantor Cabang Bekasi, realisasi KPR per bulan rata-rata sebesar Rp. 157.848 juta dengan jumlah unit rata-rata sebanyak 1000 unit per bulan. Dari total realisasi Rp. 1.736.330 juta didominasi oleh KPR Subsidi sebesar Rp. 960.670 juta, sedangkan realisasi KPR Non Subsidi sebesar Rp. 775.780 juta. Pada bulan Desember target realisasi sebesar Rp. 250.000 juta, dengan asumsi pada tgl 12 Desember 2015 BTN KC. Bekasi akan mengadakan kegiatan akad KPR 1000 unit untuk 1 (satu) developer dalam 1 (hari) dengan nilai KPR mencapai Rp. 110.000 juta. Pada bulan Desember tahun 2014 realisasi KC. Bekasi sebesar Rp. 254.000 juta dan total realisasi selama kurun waktu tahun 2014 realisasi KPR KC. Bekasi sebesar Rp. 1,4 Triliyun.

4. Harga

a. Pengertian Harga

Menurut Kotler (2009) harga adalah sejumlah uang yang dibayar untuk sebuah produk atau jasa atau sejumlah nilai yang harus di tukar konsumen untuk keuntungan yang telah di pakai atau

di gunakan dari sebuah produk atau jasa. Sedangkan Stanton (2004) mendefinisikan harga sebagai besaran uang atau barang yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi selain barang dan jasa yang dibutuhkan.

Menurut Tjiptono (2014 : 192) mendefinisikan harga dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa.

Sementara itu, dari sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Nilai dapat didefinisikan sebagai rasio antara manfaat yang dirasakan terhadap harga. Stanton (2004) menyatakan harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki dan menggunakan produk atau jasa yang ditetapkan oleh pembeli atau penjual untuk suatu harga yang sama terhadap semua pembeli.

Alasan ekonomis akan menunjukkan bahwa harga yang rendah atau harga yang selalu berkompetisi merupakan salah satu pemicu penting untuk meningkatkan kinerja pemasaran, tetapi alasan psikologis dapat menunjukkan bahwa harga justru merupakan indikator kualitas dan karena itu dirancang sebagai salah satu

instrumen penjualan sekaligus sebagai instrument kompetisi yang menentukan.

b. Strategi Penetapan harga

Penetapan harga harus diarahkan demi tercapainya tujuan. Sasaran penetapan harga dibagi menjadi tiga (Stanton,2004):

1) Berorientasi pada laba untuk :

a) Mencapai target laba investasi atau laba penjualan perusahaan.

b) Memaksimalkan laba.

2) Berorientasi pada penjualan untuk: a) Meningkatkan penjualan

b) Mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar. 3) Berorientasi pada status quo untuk :

a) Menstabilkan harga. b) Menangkal persaingan.

Menurut Alma (1992) dalam menentukan kebijaksanaan harga ada 3 kemungkinan:

1) Penetapan harga diatas harga saingan

Cara ini dapat dilakukan kalau perusahaan dapat meyakinkan konsumen bahwa barang yang dijual mempunyai kualitas lebih baik, bentuk yang lebih menarik dan mempunyai kelebihan lain dari barang yang sejenis yang telah ada di pasaran.

2) Penetapan harga dibawah harga saingan

Kebijakan ini dipilih untuk menarik lebih banyak langganan untuk barangyang baru diperkenalkan dan belum stabil kedudukannya di pasar.

3) Mengikuti harga saingan

Cara ini dipilih untuk mempertahankan agar langganan tidak beralih ketempat lain.

c. Dimensi harga

Tjiptono (2014: 195) harga merupakan salah satu bauran pemasaran yang membutuhkan pertimbangan cermat. Ini dikarenakan adanya sejumlah dimensi strategik harga dalam hal :

1) Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk. Nilai adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk. 2) Harga merupakan aspek yang tampak jelas bagi para pembeli.

Bagi konsumen yang tidak terlalu paham hal – hal teknis pada pembelian produk Otomotif dan elektronik, kerap kali harga menjadi faktor yang dapat mereka mengerti. Tidak jarang pula harga dijadikan indikator kualitas.

3) Harga adalah determinan utama permintaan. Berdasarkan hukum permintaan, besar kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas produk bersangkutan dan sebaliknya.

4) Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga adalah satu – satunya bauran pemasaran yang mendatangkan pemasukan bagi perusahaan yang pada gilirannya berpengaruh pada besar kecilnya laba dan pangsa pasar yang diperoleh

5) Harga mempengaruhi citra dan strategi posittioning. Dalam pemasaran produk prestisius yang mengutamakan citra kualitas dan ekslusivitas, harga menjadi unsur yang penting

Disisi lain Kotler (2008: 345) menyatakan bahwa indikator yang mencirikan harga adalah sebagai berikut:

1) Keterjangkauan harga

2) Kesesuaian harga dengan kualitas produk 3) Daya saing harga

4) Kesesuaian hara dengan manfaat produksi 5) Harga mempengaruhi daya beli konsumen

6) Harga dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan

Dokumen terkait