• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PANGGILAN SEBAGAI KATEKIS DAN KETERLIBATAN

D. Katekis dalam Hidup Menggereja

2. Keterlibatan Katekis dalam Hidup Menggereja

Di atas telah diuraikan bahwa jemaat perdana yang percaya pada Tuhan Yesus dan memberi diri dibaptis pertama-tama karena mendengar pewartaan dari para rasul. Seorang katekis dipanggil secara khusus untuk melanjutkan karya pewartaan seperti para rasul supaya Gereja sepanjang masa tetap hidup dan berkembang seperti Gereja perdana. Keberadaan katekis sebagai seorang pewarta diwujudkan melalui keterlibatannya dalam hidup menggereja baik di paroki maupun di lingkungan. Keterlibatan katekis dalam Gereja pada umumnya sama

dengan peranan kaum awam yaitu sebagai kaum beriman kristiani yang mempunyai martabat sebagai Umat Allah dan tugas perutusan di dunia yaitu membangun Tubuh Kristus atau Gereja (Prasetya, 2007: 23). Melalui keterlibatan inilah katekis mengambil bagian dalam mengembangkan pewartaan Kabar Gembira melalui pengajaran iman (kerygma), perayaan iman (liturgi), persekutuan sebagai orang beriman (koinonia), dan pelayanan iman (diakonia). Keterlibatan katekis dalam tugas Gereja itu hendaknya dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan diharapkan mampu membantu umat beriman yang lain untuk semakin mengenal, mencintai, dan mengimani Yesus Kristus.

a. Keterlibatan Katekis dalam Tugas Pewartaan Kabar Gembira (Kerygma)

Salah satu bentuk keterlibatan katekis dalam karya tugas pewartaan (kerygma) adalah Penginjilan (evangelisasi) berarti membawa Kabar Baik kepada segala tingkat kemanusiaan, dan melalui pengaruh Injil merubah umat manusia dari dalam dan membuatnya menjadi baru (EN, art. 18). Kerygma ialah pernyataan lisan dan verbal Injil Yesus Kristus, dengan jalan menguraikan kemampuan kreatif dan dinamis Sabda Allah (Sumarno Ds., 2012: 37). Pewartaan Injil ini bertujuan untuk mewartakan Warta Gembira kepada segenap umat manusia sehingga mereka semakin beriman dan mau bertobat. Isi evangelisasi memberikan kesaksian mengenai kasih Bapa, mewartakan penebusan Yesus Kristus, mewartakan kasih persaudaraan terhadap semua orang, saling berbagi dan mengampuni, menghayati sakramen, hidup di tengah masyarakat dengan menciptakan perdamaian dan keadilan. Gereja dalam usahanya untuk mewartakan

Kabar Gembira dan memaklumkan Kerajaan Allah di dunia, mengikutsertakan kaum awam yang biasanya disebut katekis atau guru agama (Prasetya, 2003: 68). Keikutsertaan katekis dalam bidang pewartaan ini berarti ikut ambil bagian dalam kenabian Kristus. Sebagai katekis, kaum awam memenuhi misi khususnya, yaitu mewartakan Kabar Gembira dan menyampaikan ajaran Kristen yang berpusatkan pada diri dan pribadi Yesus Kristus, yang nampak dalam sabda dan karya-Nya. Keterlibatan katekis dalam bidang karya ini tidak cukup apabila hanya membaca dan mendengarkan Sabda Tuhan, tetapi harus diwujudkannya melalui tindakan nyata untuk memperluas Kerajaan Allah sehingga orang tidak mudah goyah dan tetap setia dalam menjalani hidupnya.

Sebagai katekis, kaum awam diharapkan memahami kegiatan pewartaan sebagai proses mewartakan Kabar Gembira yang terjadi secara berkesinambungan, mulai dari tahap pengajaran sampai ke tahap pendewasaan. Kedua tahap ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena mempunyai kekhasan masing-masing.

1) Tahap Pengajaran

Pada tahap ini, kegiatan pewartaan dilakukan dengan mewartakan Injil kepada orang lain yang belum mengenal Yesus Kristus, dengan tujuan agar orang tersebut bertobat dan menyatakan imannya akan Yesus Kristus, sebagai anggota Gereja. Dalam kegiatan ini diharapkan katekis mampu menyampaikan pengakarannya atau misterinya secara sistematis dan terorganisir. Kegiatan pewartaan ini senantiasa menyentuh seluruh kalangan jemaat, mulai dari pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman

dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18). Tugas-tugas katekis dalam tahap pengajaran ini yaitu mempersiapkan orang untuk menerima sakramen Baptis, mempersiapkan umat beriman Katolik guna menerima Komuni Pertama dan sakramen Penguatan atau Krisma dengan baik dan layak.

a) Persiapan Sakramen Baptis

Baptis adalah dasar dari seluruh kehidupan Kristen dan menjadi pintu masuk untuk menerima sakramen-sakramen lainnya. Sebelum menerima sakramen baptis, para katekumen wajib mengikuti katekese persiapan pembaptisan (katekumenat). Katekese persiapan pembaptisan dilaksanakan melalui empat masa dan tiga tahap, dengan materi yang tidak hanya berisi penjelasan-penjelasan tentang ajaran Gereja dan hukum, melainkan merupakan suatu pembinaan dalam seluruh hidup Kristiani, yang membantu para katekumen untuk bersatu dengan Kristus, Guru mereka (Komkat Keuskupan Purwokerto, 2014: 50). Dalam tahap katekumenat, para katekumen diajak untuk mendalami tentang penghayatan ajaran iman dan moral gereja dalam kehidupan sehari-hari, seperti: doa pribadi, baca Injil, mengikuti kegiatan lingkungan, pelayanan solidaritas di dalam keluarga atau kegiatan pribadi dan mengikuti misa mingguan. Tugas-tugas yang dapat dilakukan seorang katekis dalam persiapan Sakramen Baptis ini antara lain memikirkan serta menyusun program kerja sebagai persiapan terlaksananya pengajaran bagi para calon penerima Sakramen Baptis, mengemban tanggung jawab sebagai pemandu/pendamping, mengevaluasi setiap proses pendampingan yang dilaksanakan. Memberikan perhatian kepada

para katekumen yang menjadi tanggung jawabnya (misalnya kehadirannya dalam Perayaan Ekaristi dan mulai terlibat dalam kegiatan menggereja), mengadakan koordinasi dengan tim liturgi sehubungan dengan tahap-tahap penerimaan Sakramen Baptis.

b) Persiapan Komuni Pertama

Ekaristi adalah sakramen yang dengannya umat Katolik mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus untuk turut serta dalam pengorbanan diri- Nya. Dalam KHK, kan. 897 mendefinisikan Ekaristi sebagai “Sakramen yang terluhur”, di mana Kristus Tuhan dihadirkan, dikurbankan dan disantap dan dengan mana Gereja selalu hidup dan berkembang. Ekaristi merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani, maka para calon Komuni Pertama perlu dipersiapkan terlebih dahulu secara memadai melalui pertemuan-pertemuan yang dipimpin oleh katekis. Katekis adalah orang yang dipercaya oleh Gereja untuk membantu anak-anak mempersiapkan menyambut komuni pertama. Persiapan bagi calon Komuni Pertama memerlukan keterampilan dan kemampuan katekis untuk mengolah bahan-bahan yang ada. Tujuan dari pertemuan ini adalah agar para calon penerima Komuni Pertama mampu memahami dan menghayati makna Ekaristi dalam hidupnya, sehingga mampu memberikan kesaksian dalam sikap dan tindakan nyata (Komkat Keuskupan Purwokerto, 2014: 79).

Kehadiran katekis bukan pertama-tama sebagai guru, tetapi sebagai orang beriman yang membantu anak-anak untuk semakin menghayati imannya. Salah satu unsur suasana iman adalah sikap penyerahan diri terhadap bimbingan Roh yang berkarya pada setiap anak. Selain mempersiapkan pertemuan bagi calon

Komuni Pertama, katekis juga perlu memprogramkan rekoleksi menjelang penerimaan Sakramen Ekaristi baik untuk anak maupun orangtua calon penerima Komuni Pertama dengan tujuan supaya orangtua dapat mendampingi pertumbuhan dan perkembangan iman putra-putrinya setelah menerima Komuni Pertama. Mengagendakan penerimaan Sakramen Tobat bagi para calon penerima Komuni Pertama, berkoordinasi dengan tim liturgi untuk mengadakan persiapan sebelum penerimaan Komuni Pertama (gladi bersih untuk penyambutan Komuni Pertama dalam perayaan Ekaristi, pengarahan-pengarahan terakhir supaya dalam pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar).

c) Persiapan Sakramen Penguatan

Sakramen penguatan merupakan sakramen yang memberikan materai di mana orang-orang yang dibaptis melanjutkan perjalanan inisiasi Kristiani dan diperkaya dengan anugerah Roh Kudus serta dipersatukan secara lebih sempurna dengan Gereja (Komkat Keuskupan Purwokerto, 2014: 59). Dalam pertemuan katekese persiapan krisma, pembina (katekis) tidak berdiri sebagai pengajar, tetapi pendamping; bukan juga sebagai guru, tetapi fasilitator yang bertugas membantu para calon krisma menumbuhkan benih-benih (iman, Roh Kudus, tanggung jawab, kesaksian) yang sudah ada dalam dirinya dapat tumbuh dan berkembang (Mariyanto, 1987: 7). Jadi, fungsi pembina adalah membantu para calon, supaya lewat proses dan keterlibatan aktif mereka menyadari, memahami, menemukan nilai-nilai iman yang menjadi sasaran pembinaan/persiapan krisma ini. Pendampingan persiapan penerimaan Sakramen Penguatan bertujuan agar para calon semakin menyadari kehadiran Roh Kudus dalam Sakramen Penguatan dan secara mendasar membarui hidupnya. Dengan menerima Sakramen Penguatan,

mereka mengemban tugas untuk mewartakan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati baik melalui perkataan maupun perbuatan (LG, art. 11).

Tugas-tugas yang dapat dilakukan seorang katekis dalam persiapan Sakramen Penguatan antara lain memikirkan serta menyusun program kerja sebagai persiapan terlaksananya pendampingan calon penerima Sakramen Penguatan, sebagai pemandu/pendamping, mengevaluasi setiap proses pendampingan yang dilaksanakan. Selain itu katekis juga perlu memprogramkan rekoleksi menjelang penerimaan Sakramen Penguatan bagi para calon penerima Sakramen Penguatan tujuannya supaya peserta semakin memahami makna Sakramen Penguatan yaitu bahwa dengan menerima Sakramen Penguatan mereka diutus untuk memberi kesaksian imannya akan Kristus, memprogramkan penerimaan Sakramen Tobat sebelum upacara penerimaan Sakramen Penguatan, berkoordinasi dengan tim liturgi untuk mengadakan persiapan sebelum penerimaan Sakramen Penguatan (gladi bersih dan pengarahan-pengarahan terakhir supaya dalam pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar).

2) Tahap Pendewasaan

Pada tahap ini, kegiatan pewartaan dilihat sebagai komunikasi iman atau persekutuan iman yang dilakukan di antara umat beriman Katolik, yang membicarakan tentang iman Katolik, dan dalam usaha untuk mengembangkan iman Katolik satu sama lain, baik yang menyangkut pengetahuan atau penghayatannya. Melalui tahap ini, katekis berperan sebagai pemandu pendalaman iman, pendalaman Kitab Suci, dan sebagainya (Prasetya, 2003: 73). Kegiatan pewartaan dalam tahap ini bertujuan untuk mengembangkan iman Katolik dan sebagai kegiatan yang berlandaskan pada kesaksian pribadi.

Kesaksian pribadi hendaknya diupayakan oleh katekis itu sendiri untuk menghidupi, dengan penuh ketulusan hati, melalui apa yang diwartakan dan yang dikatakannya. Kesaksian pribadi juga berkaitan erat dengan kehidupan dan tindakan pribadi katekis itu sendiri, yang diharapkan mengarah pada kebenaran.

Dalam menjalankan kegiatan pewartaan, hendaknya katekis juga menyadari bahwa dasar yang pertama dan utama adalah Roh Kudus yang berkarya dalam diri katekis dan juga dalam diri para pendengarnya. Selain terbuka dan mengandalkan karya Roh Kudus, kegiatan pewartaan ini diharapkan dapat berlangsung dalam sikap dan semangat dialogal, yang menekankan pentingnya hubungan pribadi antara katekis dengan pendengarnya serta menggunakan aneka media komunikasi yang cocok dan memakai metode-metode yang sesuai sehingga proses pewartaan ini dapat dibawakan dengan menarik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan misalnya menggunakan sarana-sarana audio visual, buku-buku kecil, diskusi-diskusi, pelajaran-pelajaran. Media komunikasi yang dapat digunakan misalnya televisi, radio, media cetak, rekaman tape, dll. Hal ini dirasa sangat penting mengingat situasi zaman sekarang sangat maju dan berkembang, sehingga tidaklah mencukupi apabila kegiatan pewartaan tidak menggunakan alat-alat yang memadai.

Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa keberadaan dan peranan katekis sungguh amat penting dalam kegiatan pewartaan. Oleh karenanya, seorang katekis diharapkan mempunyai kepribadian yang bermutu, baik yang menyangkut kehidupan rohani maupun pribadinya. Katekis juga diharapkan mempunyai kematangan hidup rohani karena kehidupan rohaninya akan menjadi dasar pewartaannya dan sekaligus mencerminkan isi pewartaan yang disampaikan sebagai bentuk dan wujud kesaksian hidupnya. Selain hidup rohani dan

pribadinya, katekis juga perlu pembinaan, baik secara formal maupun informal, agar katekis mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup dan keterampilan berpastoral agar isi pewartaannya sungguh berbobot dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai berbagai keterampilan yang dapat mendukung pewartaannya.

b. Keterlibatan Katekis dalam Perayaan Iman (Liturgi)

Liturgi Gereja adalah sebagai puncak perayaan iman umat, dan merupakan tempat dimana umat beriman dapat mengungkapkan hubungan pribadinya dengan Allah (Suroso, 2001: 9). Hubungan pribadi antara manusia dengan Allah dalam Gereja dapat diwujudkan melalui perayaan liturgi. Dalam liturgi dan perayaan sakramen-sakramen, umat mengungkapkan imannya serta menanggapi karya keselamatan Allah dengan bersyukur, pujian dan doa. Dalam perayaan, umat sungguh-sungguh merasakan kehadiran dan bimbingan Tuhan dalam hidupnya.

Sebagai umat beriman Katolik yang menerima panggilan sebagai katekis sudah selayaknya mau terlibat secara aktif dalam kegiatan liturgi. Aktif dalam kegiatan liturgi merupakan wujud keterlibatan katekis untuk mengambil bagian dalam tugas imamat Kristus. Katekis dalam menjalankan tugas perutusan ini diharapkan melakukannya dengan sepenuh hati sehingga dapat membantu umat beriman Katolik lainnya untuk mengalami relasi yang akrab dengan Allah atau mewujudkan kebersamaan dengan sesamanya dalam paguyuban (Prasetya, 2003: 50).

Partisipasi aktif katekis dalam bidang liturgi dapat diwujudkan dalam memimpin ibadat sabda/doa bersama dengan bermacam-macam ujub/intensi,

devosi: kepada Bunda Maria, Hati Kudus Yesus, ziarah, dan menyusun buku panduan misa. Keterlibatan tersebut tentunya harus didasarkan pada rasa tanggung jawab serta semangat untuk merayakan iman bersama dengan umat. Selain keterlibatan katekis yang sudah disebutkan di atas, juga bisa bekerjasama dengan tim liturgi untuk mengupayakan peningkatan pemahaman dan penghayatan umat dalam hal liturgi seperti: tata cara mengikuti misa, arti simbol-simbol gereja dalam perayaan liturgi, cara memilih lagu yang sesuai dengan tahun liturgi, arti gerakan-gerakan badan dalam misa, arti persiapan batin, penciptaan suasana khusuk dan khidmat sepanjang misa berlangsung.

c. Keterlibatan Katekis dalam Persekutuan Orang Beriman (Koinonia) Koinonia adalah usaha pelayanan Gereja untuk membentuk dan membangun komunitas orang beriman secara menyeluruh (Suroso, 2001: 7). Pelayanan yang termasuk dalam karya ini bertujuan untuk mempersatukan dan saling melayani sebagai umat kristiani agar mereka hidup dalam persekutuan dan persaudaraan sesuai dengan imannya akan Yesus Kristus. Selain itu, dalam kebersamaannya mereka juga mengusahakan perdamaian dan kerukunan baik di dalam komunitas itu sendiri maupun dengan komunitas lain (kelompok beriman lain). Kekhasan koinonia Gereja adalah dalam usahanya untuk membangun dan membentuk komunitas orang beriman agar menjadi lebih baik dan mendalam dalam menghayati hidup berimannya (Suroso, 2001: 7-8).

Sebagai seorang katekis pelayanan dalam bidang koinonia yang dapat dilakukan adalah mengadakan program pembinaan dan pelaksanaan pendampingan baik untuk anak-anak, remaja maupun kaum muda, mengadakan

kunjungan pastoral untuk memberikan semangat bagi keluarga-keluarga yang tidak aktif ke Gereja, mengunjungi orang sakit, dll.

d. Keterlibatan Katekis dalam Pelayanan Iman (Diakonia)

Menurut Kamus Liturgi (2004: 39) Diakonia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pelayanan. Diakonia merupakan merupakan salah satu segi hidup Gereja yang membidangi pelayanan kepada masyarakat. Dalam kehidupan karya pelayanan sangatlah penting karena merupakan perwujudan dari iman. Tindakan pelayanan ini didasari oleh sikap Yesus yang datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani umat manusia (Mrk 10:45).

Iman yang dimiliki jemaat akan menjadi iman yang mati apabila tanpa tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Diakonia merupakan suatu bentuk tindakan pelayanan kasih untuk mewujudkan iman dalam masyarakat (Suroso, 2001: 8). Sebab pada dasarnya iman menuntut perwujudan melalui perbuatan konkret dalam bentuk pelayanan kasih (bdk. Yak 2:17). Seorang katekis perlu terlibat dalam pelayanan secara umum melalui bidang kemasyarakatan (pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi) bagi masyarakat (Sumarno Ds., 2012: 58).

Dokumen terkait