V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.2 Ketersediaan Pakan
Gambar 10 Pemanfaatan sumber air oleh M.nigra.
Hasil pengamatan terhadap empat kelompok Macaca nigra yang menunjukkan hanya satu kelompok saja yang memanfaatkan sumber air secara langsung yaitu kelompok Rambo II (Gambar 10). Jika dianalisis, hal ini diakibatkan perbedaan wilayah jelajah kelompok Rambo II. Kelompok Rambo II wilayah jelajahnya secara garis besar adalah hutan dataran rendah sekunder, hutan pasca terbakar, dan daerah dekat perkampungan masyarakat. Wilayah jelajah demikian memiliki ketertutupan tajuk yang kecil sehingga lebih banyak energi termal yang keluar saat melakukan pergerakan harian.
Kelompok Macaca nigra yang lain, yakni Rambo I, Rambo II, Rambo III, dan Pantai Batu yang mayoritas daerah jelajahnya adalah di areal hutan dataran rendah primer memanfaatkan genangan-genangan air yang terdapat pada lubang-lubang pohon dan celah antar banir sebagai sumber air minum. Selama pengamatan sering dijumpai Macaca nigra memasukkan kepalanya ke lubang atau celah banir dan meminum air yang terdapat pada lubang tersebut atau dengan menggunakan tangannya untuk mengambil air.
5.2 Ketersediaan Pakan
Macaca nigra merupakan satwa frugivora yakni satwa yang menjadikan buah-buahan sebagai konsumsi utama. Menurut penelitian O’Brien dan Kinnaird (1997) satwa ini mengkonsumsi 145 jenis buah-buahan (66,0 %), tumbuhan hijau (2,5 %), dan invertebrata (31,5 %). Pakan Macaca nigra ditentukan oleh musim berbuah. Pengamatan pakan dilakukan pada bulan Juli-Agustus yang merupakan musim kemarau sehingga tidak banyak pohon yang berbuah. Daftar pakan Macaca nigra yang diamati langsung selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Daftar pakan Macaca nigra yang dijumpai selama penelitian
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang
Dimakan
1 Mangga Mangifera indica Anacardiaceae Buah
2 Mengkudu daun lebar
Morinda citrifolia Rubiaceae Buah
3 Mengkudu daun kecil
Morinda bracteata Rubiaceae Buah
4 Ketapang Terminalia catappa Combrettaceae Buah
5 Leu Dracontomelon mangiferum Anacardiaceae Buah
6 Maombi Artocarpus dadah Moraceae Buah
7 Kenanga Cananga odorata Annonaceae Buah
8 Coro Ficus variegata Moraceae “Buah”
9 Beringin Ficus microcarpa Moraceae Buah
10 - Vitex quinata Verbenaceae “Buah”
11 Beringin Ficus virens Moraceae “Buah”
12 Wariu Ailantus integrifolia Simarobauceae Buah
13 Rao Dracontomelon dao Anacardiaceae Buah
14 Belimbing Botol Averhoa belimbi Geraniaceae Buah
14 Manggis Hutan Garcinia sp. Guttiferae Buah
15 Aren Arenga pinnata Arecaceae Buah
16 Singkong Manihot esculenta Euphorbiaceae Umbi
17 Batang Liana - - Batang
16 Nanas Ananas comosus Bromeliaceae Umbi dan buah
17 Sirih hutan Piper aduncum Piperaceae Bunga
18 SehoYaki Polyalthia grandifolia Annonaceae Buah
19 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Buah
Invertebrata
20 Semut - - Ordo Hemiptera
21 Belalang - - Ordo Orthoptera
22 Rayap - - Ordo Isoptera
23 Laba-laba - - Ordo Arachnida
24 Ngengat - - Ordo Lepidoptera
Meskipun berdasarkan literatur yang dipelajari Macaca nigra mengkonsumsi 145 jenis tumbuhan, selama pengamatan hanya didapati 19 jenis tumbuhan yang dikonsumsi. Hal ini dikarenakan waktu pengamatan yang singkat dan pada saat pengamatan tidak sedang musim buah (musim kemarau). Jenis-jenis pakan yang ditemui paling banyak (empat jenis) berasal dari famili Moraceae. Famili Moraceae yang terdiri dari Maombi dan jenis-jenis ficus mengandung karbohidrat lebih sedikit dibandingkan jenis-jenis non-ficus, tetapi kaya akan kalsium dan magnesium yang sangat membantu pertumbuhan satwa ini (Kinnaird et al., 1999). Tumbuhan pada tingkat pohon memegang peranan penting dalam menjamin ketersediaan pakan Macaca nigra karena pada tingkat ini buah yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan tingkat yang lain. Pohon pakan pada tiap tipe habitat yang diperoleh dari kegiatan analisis vegetasi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Jenis pohon pakan pada plot analisis vegetasi di tiap tipe habitat
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah jenis pohon pakan yang tinggi ditemukan di tipe hutan dataran rendah primer dan hutan dataran rendah peralihan. Pada tipe hutan ini dapat dijumpai jenis-jenis buah yang sering dimakan oleh Macaca nigra antara lain Leu (Dracontomelon mangiferum), Kenanga (Cananga odorata), Maombi (Artocarpus dadah), dan Coro (Ficus variegata). Adapun gambar dari jenis pakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Kenanga (Cananga odorata) selama penelitian merupakan jenis yang sering dimakan oleh satwa ini. Pohon ini hampir dapat dijumpai di tiap habitat dengan kerapatan yang tinggi. Selain berfungsi sebagai penyedia makanan bagi Macaca nigra, pohon pakan seringkali digunakan sebagai pohon tidur kelompok macaca nigra.
No Tipe Habitat Jenis Pohon Pakan Kerapatan
(ind/ha) 1 Hutan dataran rendah primer Garcinia sp. 10 Artocarpus dadah 5 Cananga odorata 70 Ficus variegate 10 Dracontomelon dao 15 Dracontomelon mangiferum 5 2 Hutan dataran
rendah sekunder Morinda citrifolia 30
Artocarpus dadah 5
Ficus variegata 10
Terminalia cattapa 5 3 Hutan dataran
rendah peralihan Dracontomelon mangiferum 10
Artocarpus dadah 5
Dracontomelon dao 25
Morinda citrifolia 5
Cananga odorata 40
Ficus variegate 50
4 Hutan Pantai Terminalia catappa 15
Ficus variegate 5
Cananga odorata 40
Morinda citrifolia 25 5 Hutan pasca
terbakar Morinda citrifolia 10
(a) (b)
(c)
Gambar 11 Buah pakan Macaca nigra (a) Maombi (Artocarpus dadah), (b) Leu (Dracontomelon mangiferum) (c) Coro (Ficus variegata).
Tumbuhan pada tingkat semai juga memegang peranan penting dalam hal ketersediaan pakan Macaca nigra. Selain berpotensi sebagai bakal pohon yang akan menyediakan pakan bagi Macaca nigra, tumbuhan tingkat semai merupakan tempat tinggal jenis-jenis hewan invertebrata. Macaca nigra selain mengkonsumsi buah-buahan, juga mengkonsumsi hewan invertebrata seperti semut, lebah, belalang, laba-laba dan lainnya. Berdasarkan pengamatan, Macaca nigra biasanya memakan hewan invertebrata yang terdapat pada gulungan daun dan batang yang terdapat di semai, semak belukar, ataupun di serasah. Macaca nigra mengkonsumsi invertebrata untuk memenuhi kebutuhan protein tubuh yang tidak didapatkan dalam buah.
5.3 Populasi
5.3.1 Ukuran Populasi
Selama penelitian, dijumpai sembilan kelompok Macaca nigra. Dari sembilan kelompok yang dijumpai dilakukan pengamatan populasi terhadap empat kelompok yakni Rambo I, Rambo II, Rambo III, dan Pantai Batu. Kelompok Rambo I dan Rambo II merupakan kelompok yang telah terhabituasi
dengan manusia. Penghitungan populasi dilakukan saat Macaca nigra sedang berbaris. Biasanya aktivitas ini dilakukan saat turun dari pohon tidur, akan naik pohon tidur, berjalan di tepi pantai, dan di semak belukar. Pengulangan pada tiap kelompok dilakukan sebanyak 3 - 5 kali. Populasi dari kelompok yang diamati dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Ukuran populasi Macaca nigra No Nama
Kelompok
Jumlah Individu (ekor)
Dewasa Muda Anak Bayi Total
♂ ♀ ♂ ♀
1 Rambo I 8 24 5 5 26 4 72
2 Rambo2 4 20 4 2 22 10 64
3 Rambo 3 2 3 4 4 1 14
4 Pantai Batu 7 19 1 7 19 8 61
Setiap kelompok Macaca nigra yang diamati memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kelompok Rambo I yang memiliki jumlah kelompok paling besar dibandingkan kelompok lainnya. Kelompok ini daerah jelajahnya secara umum adalah daerah perbatasan antar hutan yang masih jarang dilalui oleh manusia dengan hutan yang sudah sering dimanfaatkan oleh manusia. Kelompok ini sudah terhabituasi dengan manusia terutama pengunjung kegiatan ekowisata di TWA Batuputih.
Berdasarkan informasi dari petugas serta peneliti, pada awalnya jumlah kelompok Rambo I ini mencapai 100 ekor monyet, tetapi karena adanya persaingan dalam kelompok ini, maka beberapa ekor melepasakan diri dan membentuk kelompok sendiri yang sekarang dikenal dengan kelompok Rambo I, Rambo II, dan Rambo III. Rambo II dalam jelajah hariannya sering dijumpai pada hutan dataran rendah sekunder yang telah banyak dimanfaatkan oleh manusia, hutan pasca terbakar, kebun masyarakat, serta di perkampungan. Dibandingkan Rambo I, kelompok ini lebih terhabituasi dengan manusia bahkan kadang tidak lagi takut dengan kehadiran manusia. Kelompok Rambo III sering dijumpai pada daerah yang juga merupakan daerah jelajah Rambo I dan Rambo II. Kelompok terakhir yang diamati dikenal dengan kelompok Pantai Batu merupakan kelompok yang tidak terhabituasi dengan manusia dan menempati daerah yang sangat jarang dilalui oleh manusia.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 12 Struktur umur kelompok (a) Rambo I, (b) Rambo II, (c) Rambo III, dan (d) Pantai Batu.
Gambar 12 menunjukkan struktur umur tiap kelompok yang diamati. Nisbah kelamin pada masing-masing kelompok Rambo I, Rambo II, Rambo III dan Pantai Batu secara berturut-turut adalah 1:3; 1:5; 1:1,5; dan 1:2,7. Jika dilihat secara sekilas struktur umur kelompok di atas menunjukkan adanya gangguan pada tingkat umur tertentu terutama tingkat umur Macaca nigra muda, namun struktur umur seperti ini merupakan kondisi struktur umur yang stabil. Sedikitnya jumlah individu muda dikarenakan adanya interval umur yang sempit pada kelas umur ini sehingga beberapa peneliti menggabungkan kelas umur anak dan muda menjadi satu kelas umur.
Struktur umur seperti ini cenderung mendekati bentuk piramida dan memiliki kesamaan dengan struktur umur Macaca tonkeana. Berdasarkan penelitian Pombo et al. (2004) Macaca tonkeana memiliki perbandingan struktur umur 50% individu dewasa, 43% anak, dan 7% bayi dan merupakan struktur umur
4 26 10 8 24 0 10 20 30 40 Bayi Anak Muda Dewasa
Struktur Umur Rambo I
Jantan Betina 10 22 6 4 20 0 20 40 Bayi Anak Muda Dewasa
Struktur Umur Rambo II
Jantan Betina 1 4 4 2 3 0 5 10 Bayi Anak Muda Dewasa
Struktur Umur Rambo III Jantan Betina 8 19 8 7 19 0 20 40 Bayi Anak Muda Dewasa
Struktur Umur Pantai Batu
Jantan Betina
yang stabil. Selain itu, kondisi di atas juga dipengaruhi adanya perilaku alami pada individu monyet Famili Cercopithecidae. Jantan muda biasanya bermigrasi ke luar kelompok untuk masuk kelompok lainnya. Proses ini memungkinkan individu tersebut mendapatkan akses lebih besar terhadap makanan dan perkawinan (Bercovitch, 1999). Betina dalam suatu kelompok tidak akan berpindah, tetapi terjadi proses filopatri yakni betina akan tetap pada kelompok kelahirannya (Saroyo, 2005). Migrasi jantan merupakan hal yang umum dijumpai dalam kelompok Macaca nigra, sebagai contoh dalam penelitian yang dilakukan oleh Saroyo (2005) terhadap kelompok Rambo II, diketahui selama satu tahun terdapat tiga individu jantan dewasa masuk kelompok dan tujuh individu jantan dewasa keluar kelompok.
Gambar 13 Peta titik perjumpaan kelompok Macaca nigra.
Selain keempat kelompok yang diikuti, terdapat pula kelompok lain yang diketahui melalui eksplorasi hingga ke puncak gunung Tangkoko (1.109 m dpl.) yang titik perjumpaannya dapat dilihat pada Gambar 13. Kelompok-kelompok ini masih memiliki sifat liar yang tinggi. Saat peneliti datang kelompok ini langsung lari dan naik ke atas pohon. Titik-titik tersebut dijumpai pada areal tepi kawasan
CA TANGKOKO
CA DUASAUDARA
LAUT SULAWESI
hingga mendekati puncak. Hal ini berarti penyebaran Macaca nigra CA Tangkoko cukup luas dan mencakup tingkat ketinggian yang beragam.
Titik perjumpaan kelompok Macaca nigra memperlihatkan adanya jarak antar kelompok. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan wilayah jelajah dan daerah teritori tiap kelompok. Menurut Wahyono dan Supriyatna (2000), wilayah jelajah kelompok Macaca nigra 114-320 ha. Meskipun memiliki daerah jelajah tersendiri, seringkali dijumpai adanya overlap wilayah jelajah yang menimbulkan terjadinya pertengkaran antargroup.
5.3.2 Kepadatan Populasi
Penelitian mengenai kepadatan populasi dilakukan dengan melakukan direct encounter terhadap empat kelompok Macaca nigra dan penghitungan dilakukan dengan cara sensus. Luasan areal penelitian dianalisis dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3 dan ditunjukkan oleh Gambar 14. Luasan areal penelitian diperoleh setelah data daily range empat kelompok yang diamati digabungkan. Penggabungan dilakukan dengan menggabungkan garis luar dan diberi jarak dengan pertimbangan jarak overlap daerah jelajah kelompok.
Gambar 14 Peta areal pengamatan populasi. CA
TANGKOKO
LAUT SULAWESI
Overlap antar kelompok terbesar adalah jarak 328 m dan jarak ini dijadikan patokan untuk menentukan titik terluar dari areal pengamatan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh luasan penelitian sebesar 686,46 Ha dan total individu kelompok Rambo I, Rambo II, Rambo III, serta Pantai Batu adalah 221 individu sehingga kepadatan kelompok 0,58 kelompok/km2 dan kepadatan populasi adalah 32,20 ind/km2.
Tabel 9 Kepadatan populasi Macaca nigra di CA Tangkoko
No Tahun Kepadatan Populasi (ind/km2) Sumber
1 1978 300 MacKinnon dan MacKinnon
(1980)1
2 1989 76,2 Sugardjito et al (1989)1
3 1994 66,7 Rosenbaum et al (1998)1
4 2000 30,0 Feistner(2000)2
5 2009 32,2 Hasil Penelitian ini
Sumber : 1Rosenbaum et al. (1998), 2Cawthon (2006) Tabel 9 menunjukkan nilai kepadatan populasi yang telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Besarnya kepadatan populasi pada penelitian ini (32,2 ind/km2) lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Faistner (2000) dalam Cawthon (2006) sebesar 30 ind/km2, dan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Rosenbaum et al. (1998) yakni sebesar 66,7 ind/km2. Perbedaan angka kepadatan populasi Macaca nigra yang didapatkan dari penelitian ini diduga terjadi karena dua hal yakni perbedaan metode pengamatan dan jumlah populasi yang turun. Metode yang digunakan oleh Rosenbaum et al. (1998) dan Sugardjito et al.(1989) adalah metode transek dengan panjang transek 5,2 – 5,5 km dengan lebar transek 100 m dan pengamatan jumlah kelompok dilakukan dengan pengamat paling sedikit dua orang. Kelemahan metode transek tersebut adalah terjadinya penghitungan ulang sehingga terjadi over estimate. Penelitian ini dilakukan dengan cara sensus dan luasan areal diperoleh dengan analisis melalui program ArcView 3.3 dan diperoleh jumlah kepadatan yakni sebesar 32,2 ind/km2. Jumlah individu yang di dapat dari pengamatan ini lebih akurat karena dilakukan secara sensus, namun kelemahan dari metode ini adalah estimasi luasan penelitian yang terlalu kecil sehingga dapat terjadi over estimate.
Penurunan angka kepadatan populasi ini, dapat pula diakibatkan oleh adanya kerusakan habitat CA Tangkoko. Menurut Wahyono dan Supriyatna (2000), Macaca nigra di CA Tangkoko kehilangan 60% habitatnya dari 12.000
km2 menjadi 4.800 km2. Penyebab umum hilangnya habitat yaitu karena kebakaran dan illegal logging yang dilakukan oleh masyarakat. Selain karena hilangnya habitat, penurunan kepadatan populasi ini diakibatkan oleh kegiatan perburuan.
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terjadi penurunan kepadatan populasi sebanyak 51,72% dalam kurun waktu 15 tahun. Jika tidak ada usaha pencegahan terhadap kerusakan habitat dan perburuan yang menyebabkan penurunan habitat Macaca nigra maka diperkirakan akan punah dalam kurun waktu 30 - 40 tahun mendatang akan sulit dijumpai keberadaan Macaca nigra di CA Tangkoko.