• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI MAHASISWA FISIP BELANJA ONLINE

4.5. Ketersedian Barang di Pasar

Ada kalanya sebuah barang yang konsumen cari sangat sulit didapatkan di tempat tinggal konsumen, misalnya jika konsumen ingin membeli suatu produk dan ternyata produk tersebut tidak ada di Medan tapi ada sebuah toko online di Jakarta yang menjual barang itu, mau tidak mau, konsumen harus membeli barang itu dari toko online yang berpusat di Jakarta.

Sebagian besar responden mengganggap faktor yang melatarbelakangi mereka belanja dikarenakan kebutuhan dan kesenangan baginya, tapi tanpa disadari mereka menjadi seseorang yang konsumeris. Artinya, apa yang mereka anggap kebutuhan belum tentu merupakan sebuah kebutuhan yang sebenarnya. Mereka hanya dikuasai oleh para kaum kapitalis yang membuat suatu produk semenarik mungkin sehingga, konsumen terperdaya dan membuat mereka harus membeli. Mungkin ini yang membuat mereka menyebut shopping itu sebuah kebutuhannya, walaupun tidak semua responden yang menggap demikian.

Lewat produk, trend, merek, gaya, dan tanda-tanda yang ditawarkan, media online menjaring masyarakat khususnya mahasiswa dan para remaja untuk terperangkap di dalam budaya konsumsi. Lebih jauh, konsumsi yang meliputi tanda, simbol, ide, dan nilai, digunakan sebagai cara memisahkan satu kelompok

sosial dengan kelompok sosial yang lain. Terlihat pada para informan, aktivitas belanja hanya dijadikan sebagai interaksi antara individu dengan masyarakat.

Bagi informan media online benar-benar menawarkan hal-hal yang baru bahkan kenyamanan bagi mereka, sehingga secara tidak sadar mereka telah terperangkap dalam ruang gaya hidup yang ditawarkan kaum kapitalis. Dari sinilah mereka dikuasai oleh kekuatan pasar, yang menyimulasi kebutuhan-kebutuhan mereka yang semestinya barang-barang tersebut bukan sesuatu yang sangat dibutuhkannya baginya. Mereka akan menjadi orang-orang yang memiliki sifat konsumtif.

Belanjaonline merupakan kegiatan yang digemari bagi kedelapan informan. Disini penulis menganalisis kegiatan ini dari aspek gaya hidup. Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang-barang sebagai keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut. Akan tetapi, konsep belanja itu sendiri telah berkembang sebagai sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat. Belanja merupakan suatu gaya hidup tersendiri, yang bahkan menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

Jika dilihat dari hasil penelitian, responden memaknai gaya hidup sebagai tindakan yang membedakan dirinya dengan orang lain sehingga mereka ingin dikatakan memiliki ciri khas. Misalnya saja, dalam hal berpakaian, jenis musik yang mereka gemari, potongan rambut, serta merek-merek handphone atau

pakaian pun dijadikan gaya hidup. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan.

Dari sini dapat dilihat peranan media online yang membuat seseorang dapat ketergantungan. Dengan adanya media online seseorang dapat lebih mudah untuk mencari informasi atau melihat hal-hal yang baru sedang orang-orang bicarakan atau trend-trend yang terbaru dikalangan masyarakat berduit. Internet menjadi gaya hidup baru sekarang ini. sebagai seorang mahasiswa, para informan dituntut untuk selalu kelihatan keren ketika berada di kampus. Ini semua karena pengaruh media, baik itu media elektronik, media cetak, bahkan media online. Misalnya saja, pihak produsen sengaja membuat suatu iklan atau film dengan tema remaja, di dalam iklan atau film tersebut bukan saja cerita yang masyarakat tonton, akan tetapi masyarakat juga melihat dari cara selebriti atau pemeran film atau sinetron berpakaian, berdandan dan sebagainya.

Seperti halnya pemahaman gaya menurut pandangan informan selalu arahnya ke fashion, style, mode. Mahasiswa yang dilihat sebagai kaum terpelajar yang seyogyanya berbelanja buku untuk menunjang pelajaran dikampus malah lebih mementingkan hasrat mereka untuk memilih berbelanja barang-barang yang mereka inginkan.

Perilaku semacam ini dikenal sebagai perilaku konsumtif mahasiswa. Hal-hal yang ingin mereka beli dapat langsung dibeli. Terlihat dari hampir semua informan, suatu barang yang mereka inginkan dapat mereka dapatkan dengan mudah, mereka tidak segan-segan mengeluarkan uang berapapun itu untuk

membeli sesuatu yang mereka perlukan tak terkecuali busana yang menunjang penampilannya. Pendapatan orang tua mereka yang terbilang lebih dari segi keuangan membuat mahasiwa atau informan ini merasa dapat membeli.

Giddens 6

Belanjadijadikan sebagai sebuah kebutuhan yang mereka anggap sebagai suatu kebutuhan sebenarnya itu bukan merupakan kebutuhan sebenarnya. Kaum kapitalis yang bermain di dalam menciptakan suatu kebutuhan. Pasar menciptakan barang yang disukai konsumen, membuat iklan atau promosi semenarik mungkin, merumuskan bahwa gaya hidup semakin penting dalam penyusunan identitas diri dan aktivitas keseharian. Kenapa sampai dikatakan demikian karena, dasar pemikiran ini ingin mengklaim bahwa bergaya merupakan kebutuhan pokok, sama posisinya akan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

Seperti yang diungkapkan hampir seluruh informan bahwa:

“Belanja merupakan kesenangan dan kebutuhan bagi saya”

Giddens ingin menunjukkan gaya hidup ini tidak lagi masuk pada wilayah kelompok tertentu saja, tapi hampir semua kini kehidupan. Faham ideologis gaya hidup telah menggantikan nilai-nilai kultural, yang tadinya hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup, menjadi gaya, menjadi bagian keseharian yang menjadi tanda, bahwa pecinta gaya ini ada serta menandai identitas kelompok yang muncul sebagai akibat dukungan media.

6

sehingga terdapat kesan bahwa produk yang ditawarkan produsen itu layak dijadikan sebagai salah satu barang yang wajib kita miliki.

Sama halnya dengan hasil penelitian yang peneliti dapatkan, penampilan ke kampus sudah bukan barang asing lagi yang mereka lakukan. Berdandan dan berpakaian semenarik mungin merupakan hal biasa yang dijumpai di universitas-universitas. Sehingga menurut para informan, bagaimana menciptakan suatu gaya tersendiri sehingga orang-orang disekeliling dapat memperhatikan mereka.

Kebutuhan seorang mahasiswa seperti buku pelajaran bukan lagi sebuah keharusan yang mereka harus beli. Gaya hidup yang mereka anut sekarang telah bergeser nilainya, penampilan yang ditawarkan media menjadi prioritas oleh hampir sebagian besar mahasiswa, karena kampus selain tempat mencari inli dapat digunakan sebagai tempat gaul-gaulan, nongkrong, dan pamer-pamer barang yang mereka miliki dengan mahasiswa lain. Seperti pernyataan Informan:

“Mengenai buku pelajaran sebagai seorang mahasiswa, tidak perlu membeli lewat online shop. Di toko-toko buku juga ada di sediakan, dapat pinjam di perpustakaan pinjam milik teman, atau bahkan bahan kuliah dapat langsung di searching di internet”

Sementara menurut pandangan Giddens, bahwa kehidupan sistem sosial tidak mempunyai kebutuhan apapun, yang memiliki kebutuhan hanyalah manusia sebagai pelaku sosial. Tentu saja keputusan untuk bergaya dikembalikan pada manusia, sebagai pelaku budaya. Image negatif dan positif tentang gaya hidup sesuatu, merupakan konsekuensi masing-masing yang harus diterima oleh orang-orang yang bergaya, yang muncul atas setuju atau ketidaksetujuan mengenai hal

tersebut. Batasan moral dan etika ketimuran atau kebarat-baratan, merupakan perdebatan yang tidak akan pernah selesai dan akan terus berlangsung, selama masih ditemukan sesuatu yang dianggap sebagai pertentangan kode etik sosial dan budaya.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Belanja

Online sebagai Gaya Hidup Masa kini Mahasiswa FISIP Universitas Sumatera

Utara, maka yang dapat dikemukakan sebagai kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian. Pemaknaan responden dapat dikatakan sebuah fakta bahwa kebanyakan mahasiswa atau informan memilih berbelanja dikarenakan kebutuhan untuk menunjang penampilannya ke kampus, bahkan dengan belanjamahasiswa dapat lebih yakin dengan produk-produk yang mereka kenakan karena intinya bahwa apa yang mereka pesan lewat online shop dapat berbeda dengan apa yang orang kenakan disekitar kita.

Mahasiswa USU memaknai belanja onlinesebagai ajang mampu tidaknya memanfaatkan teknologi zaman sekarang, terlihat dari kebiasaan dan ketertarikan mahasiswa sekarang menggunakan internet.Dengan adanya media online masyarakat atau khususnya dalam penelitian ini mahasiswa USU mampu melihat trendfashion di media online dengan membuka media sosial sebagai penghubungnya sehingga mereka dikatakan tidak ketinggalan zaman, dapat dikatakan bahwa mahasiswa USU memaknai belanja online sebagai kiblat dari segi fashion.

Belanja onlinemenjadi perubahan gaya hidup yang terjadi oleh mahasiswa, penampilan ke kampus dijadikan suatu hal yang membandingkan mereka dengan

teman yang lain, dalam artian bahwa lewat penampilan mereka dapat melihat status sosial atau status ekonomi dari masing-masing orang. Terjadinya perubahan membeli mahasiswa sekarang, yang seyogyanya mahasiswa membeli buku tetapi lebih memilih membeli hal-hal yang berkaitan dengan penampilannya. Ini dikarenakan adanya pengaruh media elektronik yang memicu mahasiwa membeli di luar kesadarannya, misalnya saja iklan-iklan yang ditayangkan di televisi, sinetron-sinetron remaja yang berperan sebagai mahasiswa, disini hanya memperlihatkan cara berpakaian kaum selebriti yang nantinya membuat mahasiswa mengkonsumsi hal yang sama ketika berada di kampus.

Penggunaan jasa online shop saat ini sedikit banyak mampu mengubah pola berkonsumsi mahasiswa, yang pada mulanya mengkonsumsi barang atau jasa adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi karena berkaitan dengan aktivitas yang sesuai dengan fungsinya namun saat ini berubah atau beralih pada pola untuk membentuk suatu identitas yang di dukung oleh objek sekitarnya atau komunitasnya. Secara sosiologi komsumsi memiliki pengertian sebagai pemanfaatan barang dan materi lebih dari daya fungsi yang tujuannya mengacu pada pemanfaatan keinginaan, mimpi, komunikasi, dan eksis (nilai prestise). Pada tataran yang nyata konsumsi dikontruksikan sebagai “srategi keinginan” untuk memaksimalkan dunia (kenyataan, sosial, sejarah).

Kampus yang seharusnya hanya sarana belajar mahasiswa kini dengan berbagai faktor yang mempengaruhi berkembangnya gaya hidup konsumtif di kalangan mahasiswa, kampus lantas berubah menjadi tempat ajang pamer penampilan dan gaya hidup. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya belanja

online bagi Informan yaitu ketertarikan terhadap fashion yang dipasarkan via

online merupakan karna adanya akses yang mendukung menjadi faktor terbesar

yang mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam memanfaatkan media sosial sebagai media pemasaran fashion. Tidak hanya karena alasan itu saja, tentunya perilaku yang di ambil mahasiswa karena adanya informasi yang lebih lengkap dan up to date mengenai fashion yang ditawarkan online shopping tentunya hal tersebut dapat meningkatkan kecenderungan oleh mahasiswa untuk melakukan konsumsi.

Belanja dijadikan atau dianggap sebagai sebuah kebutuhan bagi sebagian besar Informan. Hal ini sangat menguntungkan bagi para pemilik modal (kaum kapitalis), sehingga secara tidak sadar mereka telah terperangkap dalam ruang gaya hidup yang ditawarkan kaum kapitalis. Media online benar-benar menawarkan hal-hal yang baru bahkan kenyamanan bagi mereka. Dari sinilah mereka dikuasai oleh kekuatan pasar, yang menyimulasi kebutuhan-kebutuhan mereka yang semestinya barang-barang tersebut bukan sesuatu yang sangat dibutuhkannya baginya. Mereka akan menjadi orang-orang yang memiliki sifat konsumtif. Artinya bahwa apa yang mereka anggap kebutuhan belum tentu merupakan sebuah kebutuhan yang sebenarnya. Mereka hanya dikuasai oleh para kaum kapitalis yang membuat suatu produk semenarik mungkin sehingga, konsumen di perdaya dan membuat mereka harus membeli. Mungkin ini yang membuat mereka menyebut “shopping”itu sebagai kebutuhannya.

Teknologi pada zaman sekarang merupakan bentuk dari suatu perubahan berkonsumsi yang tidak lepas dari sebagian kebutuhan masyarakat. Perubahan

cara manusia berkonsumsi adalah salah satu bentuk perubahan perilaku sosial yang membuktikan bahwa manusia adalah mahkluk yang dinamis. Mengingat perubahan dan perkembangan di era globalisasi yang semakin maju. Fenomena belanja online sudah menyebar diberbagai kalangan. Perubahan konsumsi sebagian kalangan yang terjadi pada kehidupan sosial secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan sosial. Belanja online memberikan warna baru bagi perubahan konsumsi masyarakat, belanja online bukan hanya sekedar perubahan pemilihan berbelanja, namun sudah menjadi bagian dari perubahan sosial budaya dalam masyarakat tidak terkecuali kalangan mahasiswa.

Pemaparan hasil wawancara dengan berbagai subjek penelitian dapat disimpulkan bahwa fenomena online shop di kalangan mahasiswa khususnya FISIP sudah menjadi pokok perbincangan yang hangat. Online shop bukan hanya sekedar pilihan berbelanja namun sebagai bukti bahwa adanya pergeseran dan perubahan cara belanja mahasiswa FISIP dalam memanfaatkan teknologi yang ada.

5.2. Saran

Penulis dapat memberikan saran kepada para mahasiswa FISIP yang cenderung memilih online shop dalam memenuhi kebutuhan yaitu bahwa online shop memberikan berbagai kemudahan yang instan dalam transaksinya, selain itu juga sebagai bahan pertimbangan mahasiswa FISIP membuktikan bahwa online shop juga menimbulkan kekecewaan karena barang yang diinginkan tidak sesuai yang dikehendaki. Kewaspadaan terhadap penggunaan online shop sebaiknya

menjadi bahan pertimbangan bagi semua pihak yang menggunakan online shop sebagai cara belanja untuk pemenuhan kebutuhan.

Saran yang diberikan kepada para pengguna jasa online shop adalah dengan menggunakan situs resmi yang terpercaya dan memilih kualitas barang yang tinggi ketika melakukan transaksi belanja online. Online shop memberikan berbagai kemudahan dalam proses transaksinya oleh sebab itu disarankan kepada para pengguna jasa online shop harus lebih jeli memanfaatkan jasa tersebut dan memilih barang yang dapat digunakan secara fungsi barang tersebut

BAB II

Dokumen terkait