• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ketuntasan Belajar Pada Sistem Belajar Mengajar

Dalam proses pembelajaran, belajar memegang peranan penting yang tidak dapat dipisahkan dalam diri manusia. Belajar merupakan bagian kehidupan manusia yang berkaitan dengan berbagai hal yang terjadi dalam diri manusia. Berbagai hal tersebut akan mendukung adanya perubahan tingkah laku yang sesuai dengan hasil belajar. Belajar sudah menjadi kebutuhan manusia untuk dapat mengembangkan diri. Hampir semua kecakapan, ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap manusia terbentuk, termodifikasi, berkembang karena belajar. Belajar adalah proses, sehingga belajar itu berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan.

Belajar merupakan suatu pengertian yang sangat kompleks, sehingga banyak ahli menggunakan pengertian tentang belajar dengan ungkapan dan pandangan yang berbeda-beda. Slameto (2010: 2) berpendapat bahwa “Belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Winkel dalam H. J. Gino (1995: 6), ”Belajar adalah aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas”.

Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya, juga belajar itu lebih baik, kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukanya, jadi tidak bersifat verbalistik.

(Sardirman A.M., 2010: 20)

commit to user

Sedangkan Muhibbin Syah (2006: 68) berpendapat bahwa “Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu dalam interaksi dengan lingkungannya, sehingga diperoleh perubahan yang bersifat menetap dalam diri seseorang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai sikap, tingkah laku atau penampilan, serta semua aspek yang ada pada individu berkat pengalaman dan latihan dengan serangkaian kegiatan.

Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting karena semua komponen dalam sistem pembelajaran atas dasar pencapaian tujuan belajar. Menurut Sardiman A. M (2010: 25-29), “Tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap”. Belajar untuk mendapatkan pengetahuan ditandai dengan kemampuan berpikir. Belajar menanamkan konsep memerlukan suatu keterampilan baik yang berupa jasmani maupun rohani. Belajar untuk pembentukan sikap mental dan perilaku siswa tidak akan lepas dari penanaman nilai-nilai. Dalam hal ini guru tidak sekedar sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik yang memindahkan nilai-nilai pada anak didiknya sehingga siswa akan tumbuh kesadaran dan kemampuannya untuk mempraktekkan segala sesuatu yang dipelajarinya.

Tujuan belajar menurut Benjamin Bloom seperti yang dikutip oleh H. J. Gino (1995: 19-21) dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1) Ranah Kognitif

a) Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti yang dipelajari.

b) Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya.

commit to user

c) Penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi yang konkret.

d) Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok.

e) Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru.

f) Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu.

2) Ranah Afektif

a) Menerima, merupakan tingkat terendah tujuan ranah afektif berupa perhatian terhadap stimuli secara pasif yang meningkat secara lebih aktif.

b) Merespon, merupakan kesengajaan untuk menanggapi stimuli dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan.

c) Menilai, merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespon lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi.

d) Mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang diresponnya. e) Karakterisasi, merupakan kemampuan untuk

mengkonseptualisasikan masing-masing nilai waktu merespon dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.

3) Ranah Psikomotor

a) Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang menekankan pada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan tubuh yang mencolok.

b) Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan urutan atau pola dari gerakan yang dikoordinasikan, biasanya berhubungan dengan gerakan mata, telinga, dan badan.

c) Perangkat komunikasi nonverbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata.

d) Kemampuan berbicara, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan.

Masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan. Guru harus mengusahakan tercapainya tujuan belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif, afektif dan psikomotorik hendaknya dipelajari secara menyeluruh dengan mempertimbangkan bobot ketiga aspek tersebut.

Belajar tidak senantiasa berhasil, tetapi seringkali ada hal-hal yang bisa mengakibatkan kegagalan atau setidak-tidaknya menjadikan gangguan yang bisa

commit to user

menghambat ketuntasan belajar bahkan kemajuan belajar. Kegagalan atau keterlambatan kemajuan belajar biasanya ada faktor yang mempengaruhinya. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar yang dirangkum oleh Slameto (2010: 54–70) sebagai berikut:

1) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari individu sendiri. Faktor ini berupa:

a) Faktor Jasmaniah

Faktor jasmaniah meliputi dua hal yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh.

b) Faktor Kelelahan

Kelelahan pada seseorang meskipun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

c) Faktor Psikologis

Faktor ini adalah perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, berfikir intelegensi, dan lain-lain.

2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu, faktor ini berupa:

a) Faktor keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.

b) Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar itu mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c) Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwatujuan belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan saja tetapi juga dapat berbentuk kecakapan, ketrampilan, sikap, kepribadian, minat maupun perubahan-perubahan lainnya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Untuk mencapai tujuan belajar ada banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa yang berasal dari dalam diri siswa sendiri dan faktor dari luar.

commit to user b. Ketuntasan Belajar

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam melakukan pembelajaran menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas (Mastery Learning). Ketuntasan belajar didasarkan pada konsep Mastery Learning. Tuntas artinya habis sama sekali, tidak ada yang tersisa. (Sulchan Yasyin, 1997: 484). Keberhasilan pembelajaran mengandung makna ketuntasan dalam belajar dan ketuntasan dalam proses pembelajaran. Ketuntasan dalam belajar adalah tercapainya kompetensi yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap, atau nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Fungsi ketuntasan belajar adalah memastikan semua siswa menguasai kompetensi yang diharapkan dalam suatu materi ajar sebelum pindah ke materi ajar selanjutnya. Patokan ketuntasan belajar mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang terdapat dalam kurikulum. Sedangkan ketuntasan dalam proses pembelajaran berkaitan dengan standar pelaksanaannya yang melibatkan komponen guru dan siswa. Dengan demikian ketuntasan belajar yang dimaksud adalah tingkat penguasaan minimal oleh siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Dengan diberlakukannya KTSP mengharapkan adanya perubahan kegiatan belajar mengajar di kelas, baik proses kegiatan pembelajaran maupun proses penilainnya (proses dan hasil belajar). Pelaksanaan KTSP menekankan pada konsep penguasaan kompetensi maka jenis penilaian juga harus disesuaikan dengan kekhasan masing-masing kompetensi. Proses penilaian dapat dilakukan dengan perencanaan penilaian, pengumpulan informasi, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar.

Metode dan teknik penilaian yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa terhadap penugasan kompetensi yang diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian ketuntasan kompetensi siswa. Penilaian hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru selain untuk memantau proses, kemajuan dan perkembangan hasil belajar siswa sesuai dengan potensi yang dimiliki, juga sekaligus sebagai umpan balik

commit to user

kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses program pembelajaran.

Sistem penilaian hasil belajar pada Tingkat Satuan Pendidikan menggunakan acuan kriteria tertentu yang sudah direncanakan sebelum pembelajaran dimulai. Penilaian acuan kriteria bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya, hal ini dikarenakan pada tes acuan kriteria berasumsi bahwa hampir semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar apa saja, namun waktu yang dipergunakan bisa berbeda-beda. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). SKBM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. SKBM ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama dalam penetapan SKBM.

Departemen Pendidikan Nasional dalam Mimin Haryati (2007: 75) mengemukakan bahwa:

Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) dari setiap indikator pada masing-masing kompetensi dasar ditetapkan antara rentang 1% - 100%. Penentuan standar ini ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan memperhatikan tingkat kesukaran materi, faktor essensial materi, daya dukung (sarana-prasarana, kompetensi guru), Intake (kemampuan awal siswa pada awal pembelajaran).

Apabila nilai hasil belajar sama atau lebih besar dari standar ketuntasan belajar minimal, maka siswa tersebut dapat diinterpretasikan tuntas belajar (telah menguasai kompetensi dasar tersebut). Sebaliknya, jika nilai yang diperoleh ternyata di bawah standar, maka dapat diinterpretasikan belum tuntas atau belum lulus belajar. Sehingga siswa yang bersangkutan tidak bisa melanjutkan belajar ke level berikutnya. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan tuntas (lulus) dan tidak tuntas (tidak lulus) dalam pembelajaran. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria

commit to user

ketuntasan minimal. Kegiatan remedial yang berupa tatap muka dengan guru akan diberi kesempatan untuk belajar sendiri, kemudian dilakukan evaluasi dengan cara menjawab pertanyaan sesuai dengan topiknya, membuat rangkuman pelajaran, atau mengerjakan tugas.

c. Sistem Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Mastery Learning adalah suatu filsafat yang mengatakan bahwa dengan

sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Sistem pengajaran ini dikembangkan agar siswa dapat menguasai sejumlah tujuan pendidikan. Dr. Siswojo (1981: 21) menyatakan bahwa ”Mastery Learning (belajar tuntas) adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran, baik secara perseorangan maupun kelompok”.

Mastery Learning ini adalah proses belajar mengajar yang bertujuan agar bahan

ajaran dikuasai secara tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Belajar tuntas ini merupakan strategi pengajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok (Group Based Learning). (Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001: 84)

Menurut John B. Carroll (1963) dalam Dr.Siswojo (1981: 15) menyatakan bahwa “Setiap siswa dapat menguasai pokok bahasan tertentu dan dapat belajar sesuai dengan tuntutan dan sasaran yang diharapkan, jika kepada siswa diberikan waktu yang cukup (sufficient) dan mereka diperlakukan secara tepat (appropriate threatment)”. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Oemar Hamalik (1989: 104) bahwa:

Bakat seorang siswa dalam suatu bidang pengajaran tertentu dapat diramalkan, baik tingkatnya (yaitu bahan yang dipelajari dalam bidang pengajaran itu dalam waktu yang telah ditentukan) maupun satuan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut sampai ke tingkat penguasaan tertentu.

Makin lama siswa menggunakan waktu secara sungguh-sungguh untuk belajar, makin tinggi tingkat penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya. Sedangkan waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh bakat siswa, kualitas pengajaran dan kemampuan siswa untuk menangkap bahan pelajaran. Dengan

commit to user

demikian semua siswa dapat mencapai ketuntasan jika kepada siswa diberikan waktu yang cukup dan diperlakukan secara tepat, sehingga siswa yang prestasinya kurang memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar menguasai pokok bahasan yang sama.

Bloom dalam Guskey Thomas R, georgetown college (2007) menyatakan bahwa: “Faktor yang prinsipil dalam stategi Mastery Learning adalah mengembangkan prosedur umpan balik dan korektif (feedback and corrective) pada berbagai taraf atau bagian dari proses belajar dengan memakai berbagai tes”. Tes itu dimaksudkan untuk untuk memberikan umpan balik kepada guru dan siswa mengenai aspek-aspek atau elemen-elemen apa yang telah dikuasai setiap siswa dalam satuan pelajaran tertentu dan apa yang masih perlu dipelajari kembali oleh siswa.

Variabel-variabel belajar tuntas: 1) Bakat siswa (aptitude)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil belajar.

2) Ketekunan belajar (perseverance)

Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul dari dalam diri siwa untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan efisien serta pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional .

3) Kualitas pembelajaran (quality of instruction)

Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan yang siap menerima pelajaran. Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar.

4) Kesempatan yang tersedia untuk belajar (time allowed for learning) Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atau pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan.

5) Kemampuan siswa untuk belajar (ability to understand instruction) Kemampuan atau kesanggupan siswa untuk menerima pelajaran berkaitan erat dengan kemampuan menanggapi rangsangan yang timbul dari lingkungan dan dengan sistem kerja fungsi kognitif yang mencakup taraf intelegensi dan daya kreativitas, bakat khusus, gaya belajar dan daya fantasi.

commit to user

Nasution, S (1982: 38-48) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu:

1) Bakat untuk mempelajari sesuatu

Bakat, misalnya intelegensi, mempengaruhi prestasi belajar. 95% dari anak-anak, termasuk yang berbakat khusus dapat dibimbing untuk penguasaan penuh atas bahan pelajaran tertentu.

2) Mutu pengajaran

Pengajaran dan pembelajaran yang bermutu akan memungkinkan peserta didik untuk menguasai suatu tema pembelajaran dalam waktu yang singkat. Mutu pengajaran ditentukan oleh kualitas penyampaian atau penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar.

3) Kesanggupan untuk memahami pengajaran

Kesanggupan untuk menerima dan memahami pelajaran berhubungan erat dengan kemampuan menguasai bahasa lisan dan tulisan. Kemampuan untuk mengerti bahasa tulisan banyak ditentukan oleh cara penyusunan buku teks sedangkan kemampuan mengerti bahasa lisan berhubungan dengan kemampuan guru mengajar.

4) Ketekunan

Ketekunan adalah waktu dan kemauan yang diinginkan siswa untuk belajar. Siswa tidak akan menguasai tugas yang diberikan sepenuhnya jika waktu yang diberikan tidak sesuai dengan waktu yang diperlukan. Ketekunan berhubungan dengan minat dan sikap belajar. Jadi peserta didik perlu mempunyai ketekunan dan ketabahan untuk menguasai sesuatu yang dipelajari walaupun mereka perlu mengambil waktu yang lama.

5) Waktu yang tersedia untuk belajar

Waktu untuk belajar adalah waktu yang diperlukan untuk belajar. Peserta didik memerlukan waktu yang mencukupi untuk menguasai sesuatu yang dipelajari. Setiap peserta didik mempunyai tahapan kemahiran dan usaha yang berbeda.

Kelima variabel atau faktor Mastery Learning tersebut perlu diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran tuntas, sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran dengan Mastery Learning tidak lain adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, dengan memberi bantuan serta perhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai kompetensi yang telah ditetapkan.

commit to user 1). Ciri-ciri Pembelajaran Dengan Mastery Learning

Sistem pembelajaran Mastery Learning mempunyai ciri-ciri antara lain adalah:

a) Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pengajaran telah ditentukan terlebih dahulu.

Ini berarti bahwa tujuan dari sistem belajar mengajar adalah agar semua siswa dapat mencapai tingkat penguasaan tujuan khusus pengajaran. Jadi baik cara belajar mengajar maupun alat evaluasi yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa harus berhubungan erat dengan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai.

b) Menggunakan satuan pelajaran yang terkecil

Cara belajar mengajar dengan prinsip Mastery Learning menurut pembagian bahan pengajaran menjadi unit yang kecil-kecil. Pembagian unit pelajaran menjadi bagian kecil-kecil ini sangat diperlukan guna dapat memperoleh umpan balik secepat mungkin. Guru dapat melakukan usaha perbaikan sedini mungkin, sehingga unit yang mendahului merupakan prasyarat bagi unit selanjutnya.

c) Memperhatikan perbedaan individu

Yang dimaksud dengan perbedaan di sini adalah perbedaan siswa dalam menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri serta laju belajarnya. d) Evaluasi dilakukan secara kontinu dan didasarkan atas kriteria

Untuk menyediakan informasi tentang baik atau buruknya proses dan hasil kegiatan pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan evaluasi. Evaluasi dapat diartikan sebagai proses menentukan nilai. Untuk dapat menentukan suatu nilai diperlukan adanya kriteria. Kriteria digunakan sebagai dasar membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan apa harusnya. Perbandingan bisa bersifat mutlak dan bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan bersifat relatif artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu subjek yang dinilai

commit to user

terhadap lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama. Untuk mengetahui ketuntasan siswa dengan menggunakan kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada lampiran 28. Evaluasi dilakukan secara kontinu diperlukan agar guru dapat menerima umpan balik yang cepat, sering dan sistematis. Umpan balik dalam proses pembelajaran adalah segala informasi yang diberikan kepada siswa mengenai hasil siswa dalam suatu tes yang mereka kerjakan setelah menyelesaikan suatu proses belajar, yang digunakan untuk mengetahui kemajuan siswa ke arah pencapaian tujuan pengajaran dan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan serta masukan dalam proses pembelajaran. Slameto (1991: 190) menyatakan bahwa:

Umpan balik tidak akan berguna jika tidak disertai dengan proses belajar yang kedua atau berikutnya yang mencakup usaha siswa meluruskan kesalahan atau mengisi kekurangannya dengan memanfaatkan informasi umpan balik tersebut. Unsur-unsur penting dalam proses belajar ulang untuk memperbaiki hasil belajar adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Unsur Penting Dalam Belajar Ulang

e) Mastery Learning menekankan pembelajaran dengan teman atau sejawat

(peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil.

Pada sekolah umum, Mastery Learning hampir pasti dikatakan cocok pada periode dan waktu pembelajaran, walaupun masih diperlukan schedule yang fleksibel. Oleh karena itu, solusi terbanyak yang direkomendasikan pada Mastery Learning adalah dengan menggunakan Group-Based Mastery Learning, yaitu Mastery Learning yang didasarkan pada penggunaan pendekatan secara kelompok. Sedangkan Nasution, S (1982: 41) menyatakan bahwa ”Pada dasarnya anak-anak tidak belajar secara kelompok akan tetapi secara individual, menurut cara-caranya

masing-Proses

Belajar I Belajar II Proses

Penilaian mis: tes I

Kriteria

commit to user

masing sekalipun ia berada dalam kelompok”. Jadi dalam group-based Mastery Learning, meskipun siswa bekerja secara kelompok secara perorangan siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri.

f) Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan

Program perbaikan dan pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan evaluasi yang kontinu, dan berdasarkan kriteria terhadap perbedaan kecepatan belajar mengajar siswa dan administrasi sekolah. Program perbaikan ditujukan kepada siswa yang belum menguasai tujuan instruksional tertentu atau unit pelajaran yang diberikan. Sedangkan program pengayaan ditujukan kepada siswa yang telah menguasai unit pelajaran yang diberikan.

g) Menggunakan prinsip siswa belajar aktif

Prinsip belajar siswa aktif memungkinkan siswa mendapatkan pengetahuan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri. Cara belajar demikian mendorong siswa untuk bertanya bila mengalami kesulitan. Selain itu prinsip siswa belajar aktif dapat mengembangkan ketrampilan kognitif, ketrampilan manual, kreativitas dan logika berfikir. 2). Persiapan Mengajar Dengan Mastery Learning

Strategi Mastery Learning dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan serta pelaksanaan dengan prinsip belajar Mastery Learning.

a) Menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan

Tujuan instruksional atau tujuan pengajaran sebenarnya telah tercantum dalam GBPP yang berlaku. Dari tujuan yang masih umum, kita harus menjabarkan tujuan-tujuan yang operasional sehingga dapat mengukur tingkat keberhasilan. Tujuan ini merupakan dasar bagi penyusunan cara belajar mengajar dan tes. Jadi, tes tidak lain adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai tujuan-tujuan instruksional setelah mereka mengalami proses belajar mengajar yang tergambar pada gambar 2.2.

Dokumen terkait