commit to user
KONTRIBUSI KEMAMPUAN MATEMATIKA TERHADAP
KETUNTASAN BELAJAR FISIKA PADA SISTEM BELAJAR
MENGAJAR MASTERY LEARNING SISWA SMA TAHUN AJARAN
2009/2010
Skripsi
Oleh :
Dian Puji Hastuti
X 2306005
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
KONTRIBUSI KEMAMPUAN MATEMATIKA TERHADAP
KETUNTASAN BELAJAR FISIKA PADA SISTEM BELAJAR
MENGAJAR MASTERY LEARNING SISWA SMA TAHUN AJARAN
2009/2010
Oleh :
Dian Puji Hastuti
X 2306005
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I;
Drs. Jamzuri, M.Pd NIP. 195211181981031001
Pembimbing II;
Dwi Teguh R., S.Si., M.Si
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Kamis
Tanggal : 23 Desember 2010
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua
Sekretaris
Anggota I
Anggota II
:
:
:
:
Dra. Rini Budiharti, M.Pd
Drs. Trustho Raharjo, M.Pd
Drs. Jamzuri, M.Pd
Dwi Teguh R., S.Si., M.Si
( )
( )
( )
( )
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727198702 1 001
commit to user
v ABSTRAK
Dian Puji Hastuti. KONTRIBUSI KEMAMPUAN MATEMATIKA TERHADAP KETUNTASAN BELAJAR FISIKA PADA SISTEM BELAJAR MENGAJAR MASTERY LEARNING SISWA SMA TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Desember 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: adakah kontribusi
kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika pada sistem belajar
mengajar Mastery Learning.
Penelitian terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas kemampuan
matematika (X) dan variabel terikat ketuntasan belajar Fisika (Y). Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen, dengan populasi seluruh siswa kelas X SMA
Negeri I Sambungmacan berjumlah 192 siswa yang terdiri dari 5 kelas. Secara
acak, diambil sampel satu kelas sebagai subyek penelitian, yaitu kelas X-5 di
SMA Negeri 1 Sambungmacan. Teknik pengumpulan data dengan teknik
dokumentasi dan teknik tes. Digunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh
data kemampuan matematika siswa yang diambil dari nilai mata pelajaran
Matematika Semester I, sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur
ketuntasan belajar Fisika yang berupa kemampuan kognitif siswa setelah
diberikan perlakuan. Untuk analisis data menggunakan Teknik Analisis Regresi
Linear Sederhana dan Teknik Statistik Korelasi.
Berdasar uji normalitas diperoleh Lobs = 0,062 > Ltab untuk variabel X,
commit to user
vi ABSTRACT
Dian Puji Hastuti. A CONTRIBUTION OF MATHEMATICS ABILITY TOWARD THE PHYSICS LEARNING PASSING GRADE IN MASTERY LEARNING OF SMA STUDENTS IN THE ACADEMIC YEAR 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, December 2010.
This research aims to find out: is there any contribution of mathematics
ability toward the physics learning passing grade in mastery learning.
Research consists of two variables, they are the independent variable
namely mathematics ability (X) and the dependent variable namely physics
learning passing grade (Y). This research used an experimental method, with the
population of all students of class X SMA N 1 Sambungmacan totaling 192
students consisting of 5 classes. Randomly, taken one class as a sample which is
used as an subject of research, that was class X-5 in SMA N 1 Sambungmacan.
Data collection techniques used technical documentation and test techniques.
Documentation techniques was used to obtain the data of students mathematics
ability which is taken from the scores of Mathematics in Semester I, while the test
technique was used to measure the physics learning passing grade in the form of
students cognitive ability after given a treatment. For the data analysis was used
Analysis Technique of Simple Linear Regression and Correlation Statistics
Technique.
Based on the normality test, was founded that Lobs = 0.062> Ltab for
commit to user
vii
MOTTO
“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain”. (Rosululloh SAW)
“Senyuman adalah kunci kebahagiaan. Cinta adalah pintunya; gembira adalah tamannya; iman adalah cahayanya; dan rasa aman adalah dindingnya”.
(Laa Tahzan)
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada : Ibu dan Bapakku tercinta, terima kasih atas kasih sayang, doa, pengorbanan dan perjuangannya untukku.
Adikku Rahma yang selalu memberiku semangat. Keponakanku Ferda yang selalu menghiburku. Fasta AlKhoirot yang selalu mendukungku. Teman-teman P. Fisika angkatan ‘06
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi
ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat diatasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya disampaikan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Ibu. Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si, Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan Skripsi.
3. Ibu. Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Selaku Ketua Program Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd, Selaku Koordinator Skripsi Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Drs. Jamzuri, M.Pd, Selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Bapak Dwi Teguh R., S.Si, M.Si, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dalam penyusunan Skripsi ini.
7. Bapak Sugiyatno, SPd., Selaku Kepala SMA Negeri I Sambungmacan yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian.
8. Ibu Sulasih, SPd., Selaku guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri I
commit to user
x
9. Bapak Drs. Sumarsono, M.Pd, Selaku Kepala SMA Negeri 3 Sragen yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan try out.
10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Surakarta, Desember 2010
commit to user
1. Ketuntasan Belajar Pada Sistem Belajar Mengajar Mastery Learning
a. Pengertian Belajar………... b. Ketuntasan Belajar……….…….…....
commit to user
xii
b. Metode Diskusi ……….. c. Evaluasi Hasil Belajar………. 3. Kemampuan Matematika …….……...………... 4. Pembelajaran Fisika di SMA.………. .
a. Pengertian Fisika………. b. Pembelajaran Fisika di SMA……….
c. Materi Pokok Bahasan Listrik Dinamis……….. B. Kerangka Berpikir………..………...
C. Perumusan Hipotesis………... BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….... A. Tempat dan Waktu Penelitian ……….... 1. Tempat Penelitian ……… B. Hasil Analisis Data ... 1. Hasil Uji Prasyarat Analisis...
commit to user
xiii
2. Hasil Uji Hipotesis……… C. Pembahasan Hasil Analisis Data... BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN...
A. Kesimpulan ... B. Implikasi ... C. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN ...
61 62 64 64 64 65
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 3.1
Tabel 4.1 Tabel 4.2
Tabel 4.3 Tabel 4.4
Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7
Analisis Varians Regresi Linear Sederhana
Deskripsi Data Nilai Kemampuan Matematika Semester I Distribusi Frekuensi Kemampuan Matematika Siswa
Normalitas Distribusi Frekuensi Dengan Metode Chi Kuadrat Deskripsi Data Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Normalitas Distribusi Frekuensi Dengan Metode Chi Kuadrat Hasil Analisis Variansi Regresi Linear Sederhana
44 56 56
57 58
commit to user
Unsur Penting Dalam Belajar Ulang Bentuk Tujuan Instruksional
Bagan Model Strategi Mastery Learning
Arus Elektron Berlawanan dengan Arus Konvensional
Kuat arus Listrik Sebagai Kelajuan Muatan yang Melewati Suatu Luasan Tertentu
Grafik Hubungan Antara V dengan I Rangkaian Bercabang
(a) Dua Buah Lampu yang Dihubungkan Secara Seri
(b) Rangkaian Pengganti Seri
(a) Dua Buah Lampu yang Dihubungkan Secara Palelel (b) Rangkaian Pengganti Paralel
Rangkaian Seri Sumber Tegangan Rangkaian Paralel Sumber Tegangan Paradigma Penelitian
Kurva Normalitas Distribusi Frekuensi Kemampuan Matematika Siswa
Kurva Normalitas Distribusi Frekuensi Ketuntasan Belajar Fisika
Diagram Pencar Antara X dan Y
commit to user
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
4. Lembar Kegiatan Siswa 5. Soal Kuis
6. Kunci Jawaban Kuis 7. Tugas
8. Kisi-Kisi Soal Try Out Kemampuan Kognitif 9. Soal Try Out
10.Lembar Jawab
11.Kunci Jawaban Try Out Kemampuan Kognitif 12.Kisi-Kisi Soal Tes Kognitif Listrik Dinamis 13.Soal Tes Kognitif Listrik Dinamis
14.Kunci Jawaban Tes Listrik Dinamis
15.Bagan Model Strategy Mastery Learning Penelitian
16.Hasil Analisis Kuantitatif (Uji Validitas, Realibilitas, Taraf Kesukaran, dan Daya Beda Soal Tes Listrik Dinamis)
17.Contoh Manual Hasil Analisis Kuantitatif (Uji Validitas, Realibilitas, Taraf Kesukaran, dan Daya Beda Soal Tes Listrik Dinamis)
18.Daftar Nilai Matematika Semester I 19.Daftar Nilai Kognitif Fisika
20.Data Induk Penelitian
21.Uji Normalitas Variabel Kemampuan Matematika (X) 22.Uji Normalitas Variabel Ketuntasan Belajar Fisika (Y) 23.Grafik Chi Kuadrat Variabel Kemampuan Matematika
24.Grafik Chi Kuadrat Variabel Ketuntasan Belajar Fisika 25.Tabel Kerja Uji Linearitas X Terhadap Y
26. Perhitungan Uji Linearitas dan Keberartian Regresi
commit to user
xvii 27. Perhitungan Uji Korelasi X Terhadap Y 28.Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 29.Tabel-Tabel Statistik
30.Perijinan
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sengaja dan terencana untuk menumbuhkembangkan kepribadian, kemampuan dan perkembangan potensi
sumber daya manusia Indonesia agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai makhluk pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Hal ini sejalan
dengan pengertian pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 yang berbunyi bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UUSPN No. 20 Tahun 2003).
Pendidikan sangat penting untuk pembangunan bangsa, maka pemerintah berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional. Usaha yang ditempuh melalui lembaga pendidikan atau jalur-jalur pendidikan yaitu jalur pendidikan sekolah (formal), jalur pendidikan luar sekolah (informal) dan jalur pendidikan keluarga (nonformal). Jalur pendidikan sekolah adalah jalur pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah adalah jalur pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan keluarga adalah jalur pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga. Setiap lembaga pendidikan di Indonesia akan berusaha untuk dapat meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan, baik ditinjau dari kualitas pelaksanaannya maupun kualitas hasil yang dicapai. Pelaksanaan pendidikan yang dimaksud adalah kegiatan belajar mengajar
dan unsur-unsur terkait di dalamnya. Sedangkan hasil belajar yang dicapai harus sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
commit to user
Belajar merupakan proses interaksi secara aktif, yaitu hubungan timbal balik antara individu atau siswa dengan lingkungannya. Dalam belajar, siswa menghadapi berbagai masalah-masalah belajar baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, antara lain: sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, pengolahan bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang
tersimpan, kemampuan berprestasi atau untuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar, serta cita-cita siswa.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain: guru, sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, kurikulum sekolah, keluarga dan lain-lain.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan guru dengan siswa dalam situasi pembelajaran, untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar dan mengajar guru tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi guru mempunyai peran penting dalam mendidik dan membelajarkan siswa. Guru diharapkan dapat menciptakan suasana agar siswa lebih mudah dalam memahami materi pelajaran. Tiap pengajaran harus membantu proses belajar, dengan memotivasi siswa untuk giat melakukan sendiri.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu bidang studi yang dikembangkan dalam pendidikan formal di sekolah karena IPA melatih peserta didik untuk berpikir logis, rasional, kritis, dan kreatif. Fisika merupakan bagian dari IPA yang di dalamnya mencakup gejala-gejala alam. Menurut Gerthsen (1985) yang dikutip oleh Herbert Druxes (1986: 3) mengatakan ”Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataannya. Persyaratan dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut”. Sedangkan menurut Brockhaus (1972) yang dikutip oleh Herbert Druxes (1986: 3)
commit to user
tersebut dapat diketahui bahwa Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian alam yang bersifat fisik dan dapat dipelajari secara pengamatan dan percobaan serta teori, dimana pengajaran ilmu Fisika bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Proses pembelajaran Fisika hendaknya tidak hanya menekankan segi kognitif saja, tetapi juga sebagai proses sikap ilmiah agar tercapai tujuan. Seperti
yang dikemukakan oleh Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, dan Zainal Arifin (1989: 2) bahwa “Belajar produk pada umumnya hanya menekankan segi kognitif saja sedangkan belajar proses memungkinkan tercapainya tujuan belajar baik segi kognitif, psikomotor, maupun afektif”. Oleh karena itu pendidik atau pengajar dalam menentukan metode pembelajaran harus menitikberatkan pada peran aktif siswa sebagai subjek didik.
Seorang guru juga dituntut mampu menggunakan berbagai macam metode secara bervariasi. Metode merupakan cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Wina Sanjaya (2009: 147), ”Ada beberapa macam metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk mengimpelementasikan strategi pembelajaran, di antaranya metode ceramah, metode demonstrasi, metode dikusi, metode eksperimen, metode pemberian tugas, metode simulasi dan lain-lain”. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah metode demonstrasi disertai diskusi. Metode demonstrasi dapat digunakan pada saat guru ingin menunjukkan suatu gejala atau proses pada siswa. Metode demonstrasi dilakukan oleh guru dengan melibatkan siswa, sehingga siswa dapat lebih memahami konsep tersebut. Metode lain yaitu metode diskusi, dimana metode ini merupakan proses interaksi antara dua atau lebih siswa untuk saling tukar menukar pengetahuan dalam pemecahan suatu
commit to user
Dalam perkembangan Fisika, Matematika memiliki peranan penting, seperti yang telah dikatakan Karso (1993: 2) bahwa ”Matematika dengan IPA merupakan ilmu dasar yang mempunyai saling keterkaitan yang sangat erat. IPA tidak mungkin dikembangkan tanpa bantuan Matematika, sehingga lebih mendorong IPA untuk berkembang”. Perkembangan Fisika membutuhkan Matematika sebagai alat bantu karena Fisika memerlukan model untuk memahami
konsep, prinsip dan hukum dalam bentuk bahasa yang eksak, sehingga melalui Matematika, konsep, prinsip dan hukum dalam Fisika akan dapat ditampilkan
lebih sederhana dan lebih mudah dipahami yaitu dengan merumuskannya dalam persamaan matematis. Matematika timbul sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Berbeda dengan hasil pikiran manusia yang lain, dalam mempelajari Matematika diperlukan pemahaman tidak cukup dengan hafalan saja. Jadi, kemampuan matematika merupakan penunjang dalam bidang Fisika, di mana kemampuan matematika merupakan kemampuan dan ketrampilan dalam cabang ilmu pengetahuan eksak, terorganisir secara sistematik dan memiliki beberapa karakteristik yang dapat menampilkan konsep-konsep Fisika dalam bentuk persamaan serta menafsirkan data yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.
Ketuntasan belajar merupakan tingkat penguasaan minimal oleh siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) siswa dituntut untuk dapat memenuhi batas ketuntasan. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diperlukan suatu program khusus yang bisa menghilangkan kesulitan-kesulitan belajar bagi siswa agar dapat memenuhi batas ketuntasan dalam belajar. Dr. Siswojo (1981: 21) menyatakan bahwa ”Mastery Learning adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk
setiap unit bahan pelajaran, baik secara perseorangan maupun kelompok”. Faktor yang lebih prinsipil dalam strategi Mastery Learning adalah pengembangan
commit to user
90% siswa dapat mencapai hasil belajar yang tinggi dibandingkan dengan proses kurikuler yang hanya mencapai 10%”. Dalam Mastery Learning siswa yang prestasinya kurang memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar menguasai pokok bahasan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Saudari Tutut Lina Indrasari tahun 2009 silam, selain kemampuan matematika, kemampuan awal dan aktivitas
belajar juga mempengaruhi banyak sedikitnya kesulitan belajar yang ditemui, sehingga akan menghambat tercapainya ketuntasan belajar. Saudari Ari Susilowati
di dalam penelitiannya pada tahun 2009 juga mengungkapkan bahwa ”Adanya Mastery Learning (belajar tuntas) akan mendorong siswa untuk belajar lebih baik,
karena siswa dapat belajar semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan instruksional”. Jadi, dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara optimal agar tujuan instruksional dapat dicapai.
Salah satu pokok bahasan pada materi pelajaran Fisika adalah Listrik Dinamis. Listrik Dinamis adalah pokok bahasan yang bertujuan membahas mengenai kelistrikan. Materi Listrik Dinamis termasuk materi yang sulit dipahami siswa karena konsepnya yang abstrak dan perlu pencermatan yang mendalam. Untuk mengajarkan materi ini kepada siswa maka perlu upaya penjelasan yang diikuti penjelasan visual untuk lebih memberikan pemahaman, maka keberadaan metode demonstrasi dan diskusi siswa sangat diperlukan.
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan judul penelitian sebagai berikut: "KONTRIBUSI KEMAMPUAN
MATEMATIKA TERHADAP KETUNTASAN BELAJAR FISIKA PADA
SISTEM BELAJAR MENGAJAR MASTERY LEARNING SISWA SMA
commit to user B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan matematika dapat mempengaruhi ketuntasan belajar Fisika pada sistem belajar mengajar Mastery Learning.
2. Mastery Learning perlu dikembangkan di sekolah-sekolah agar pencapaian
taraf penguasaan siswa dapat maksimal.
3. Ada beberapa macam metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk
mengimpelementasikan strategi pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang timbul dari topik kajian yang dilakukan, maka pembatasan masalah diperlukan guna memperoleh kedalaman kajian untuk menghindari perluasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam hal ini adalah :
1. Subyek penelitian adalah siswa SMA kelas X-5 semester II SMA Negeri 1 Sambungmacan tahun ajaran 2009/2010.
2. Obyek penelitian adalah kemampuan matematika siswa dilihat dari nilai pelajaran Matematika semester I dan ketuntasan belajar Fisika dilihat dari kemampuan kognitif siswa.
3. Ketuntasan belajar dibatasi pada materi pelajaran Fisika yang telah disampaikan, yaitu pada pokok bahasan Listrik Dinamis.
4. Metode mengajar yang digunakan adalah metode demonstrasi disertai diskusi.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Adakah kontribusi kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika
commit to user E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adakah kontribusi kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika pada sistem belajar mengajar Mastery Learning siswa SMA tahun ajaran 2009/2010.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat :
1. Memberikan suatu alternatif upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar
Fisika di Sekolah Menengah Atas.
2. Memberikan dorongan kepada siswa agar memperbesar usahanya dalam mencapai ketuntasan belajar Fisika.
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ketuntasan Belajar Pada Sistem Belajar Mengajar Mastery Learning
a. Pengertian Belajar
Dalam proses pembelajaran, belajar memegang peranan penting yang
tidak dapat dipisahkan dalam diri manusia. Belajar merupakan bagian kehidupan
manusia yang berkaitan dengan berbagai hal yang terjadi dalam diri manusia.
Berbagai hal tersebut akan mendukung adanya perubahan tingkah laku yang
sesuai dengan hasil belajar. Belajar sudah menjadi kebutuhan manusia untuk
dapat mengembangkan diri. Hampir semua kecakapan, ketrampilan,
pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap manusia terbentuk, termodifikasi,
berkembang karena belajar. Belajar adalah proses, sehingga belajar itu
berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk
perbuatan untuk mencapai tujuan.
Belajar merupakan suatu pengertian yang sangat kompleks, sehingga
banyak ahli menggunakan pengertian tentang belajar dengan ungkapan dan
pandangan yang berbeda-beda. Slameto (2010: 2) berpendapat bahwa “Belajar
adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut
Winkel dalam H. J. Gino (1995: 6), ”Belajar adalah aktivitas mental (psikis)
yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas”.
Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya, juga belajar itu lebih baik, kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukanya, jadi tidak bersifat verbalistik.
(Sardirman A.M., 2010: 20)
commit to user
Sedangkan Muhibbin Syah (2006: 68) berpendapat bahwa “Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu dalam interaksi dengan
lingkungannya, sehingga diperoleh perubahan yang bersifat menetap dalam diri seseorang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, nilai sikap, tingkah laku atau penampilan, serta semua aspek yang ada pada individu berkat pengalaman dan latihan dengan serangkaian kegiatan.
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting karena semua komponen dalam sistem pembelajaran atas dasar pencapaian tujuan belajar. Menurut Sardiman A. M (2010: 25-29), “Tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap”. Belajar untuk mendapatkan pengetahuan ditandai dengan kemampuan berpikir. Belajar menanamkan konsep memerlukan suatu keterampilan baik yang berupa jasmani maupun rohani. Belajar untuk pembentukan sikap mental dan perilaku siswa tidak akan lepas dari penanaman nilai-nilai. Dalam hal ini guru tidak sekedar sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik yang memindahkan nilai-nilai pada anak didiknya sehingga siswa akan tumbuh kesadaran dan kemampuannya untuk mempraktekkan segala sesuatu yang dipelajarinya.
Tujuan belajar menurut Benjamin Bloom seperti yang dikutip oleh H. J. Gino (1995: 19-21) dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Ranah Kognitif
a) Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti yang dipelajari.
commit to user
c) Penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi yang konkret.
d) Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok.
e) Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru.
f) Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu.
2) Ranah Afektif
a) Menerima, merupakan tingkat terendah tujuan ranah afektif berupa perhatian terhadap stimuli secara pasif yang meningkat secara lebih aktif.
b) Merespon, merupakan kesengajaan untuk menanggapi stimuli dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan.
c) Menilai, merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespon lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi.
d) Mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang diresponnya. e) Karakterisasi, merupakan kemampuan untuk
mengkonseptualisasikan masing-masing nilai waktu merespon dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.
3) Ranah Psikomotor
a) Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang menekankan pada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan tubuh yang mencolok.
b) Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan urutan atau pola dari gerakan yang dikoordinasikan, biasanya berhubungan dengan gerakan mata, telinga, dan badan.
c) Perangkat komunikasi nonverbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata.
d) Kemampuan berbicara, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan.
Masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan. Guru harus mengusahakan tercapainya tujuan belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif, afektif dan psikomotorik hendaknya dipelajari secara menyeluruh dengan mempertimbangkan bobot ketiga aspek tersebut.
commit to user
menghambat ketuntasan belajar bahkan kemajuan belajar. Kegagalan atau keterlambatan kemajuan belajar biasanya ada faktor yang mempengaruhinya. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar yang dirangkum oleh Slameto (2010: 54–70) sebagai berikut:
1) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari individu sendiri. Faktor
Kelelahan pada seseorang meskipun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
c) Faktor Psikologis
Faktor ini adalah perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, berfikir intelegensi, dan lain-lain.
2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu, faktor ini berupa:
a) Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.
b) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar itu mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c) Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.
commit to user b. Ketuntasan Belajar
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam melakukan
pembelajaran menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas (Mastery Learning).
Ketuntasan belajar didasarkan pada konsep Mastery Learning. Tuntas artinya
habis sama sekali, tidak ada yang tersisa. (Sulchan Yasyin, 1997: 484).
Keberhasilan pembelajaran mengandung makna ketuntasan dalam belajar dan
ketuntasan dalam proses pembelajaran. Ketuntasan dalam belajar adalah
tercapainya kompetensi yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap, atau
nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Fungsi
ketuntasan belajar adalah memastikan semua siswa menguasai kompetensi yang
diharapkan dalam suatu materi ajar sebelum pindah ke materi ajar selanjutnya.
Patokan ketuntasan belajar mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar
dan indikator yang terdapat dalam kurikulum. Sedangkan ketuntasan dalam
proses pembelajaran berkaitan dengan standar pelaksanaannya yang melibatkan
komponen guru dan siswa. Dengan demikian ketuntasan belajar yang dimaksud adalah tingkat penguasaan minimal oleh siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Dengan diberlakukannya KTSP mengharapkan adanya perubahan
kegiatan belajar mengajar di kelas, baik proses kegiatan pembelajaran maupun
proses penilainnya (proses dan hasil belajar). Pelaksanaan KTSP menekankan
pada konsep penguasaan kompetensi maka jenis penilaian juga harus
disesuaikan dengan kekhasan masing-masing kompetensi. Proses penilaian dapat
dilakukan dengan perencanaan penilaian, pengumpulan informasi, pelaporan dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar.
Metode dan teknik penilaian yang dilakukan oleh guru untuk
mengetahui proses dan hasil belajar siswa terhadap penugasan kompetensi yang
diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian
ketuntasan kompetensi siswa. Penilaian hasil belajar siswa yang dilakukan oleh
guru selain untuk memantau proses, kemajuan dan perkembangan hasil belajar
commit to user
kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses program pembelajaran.
Sistem penilaian hasil belajar pada Tingkat Satuan Pendidikan menggunakan acuan kriteria tertentu yang sudah direncanakan sebelum pembelajaran dimulai. Penilaian acuan kriteria bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya, hal ini dikarenakan pada tes acuan kriteria
berasumsi bahwa hampir semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar apa saja, namun waktu yang dipergunakan bisa berbeda-beda. Kriteria
paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). SKBM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. SKBM ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama dalam penetapan SKBM.
Departemen Pendidikan Nasional dalam Mimin Haryati (2007: 75) mengemukakan bahwa:
Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) dari setiap indikator pada masing-masing kompetensi dasar ditetapkan antara rentang 1% - 100%. Penentuan standar ini ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan memperhatikan tingkat kesukaran materi, faktor essensial materi, daya dukung (sarana-prasarana, kompetensi guru), Intake (kemampuan awal siswa pada awal pembelajaran).
commit to user
ketuntasan minimal. Kegiatan remedial yang berupa tatap muka dengan guru akan diberi kesempatan untuk belajar sendiri, kemudian dilakukan evaluasi dengan cara menjawab pertanyaan sesuai dengan topiknya, membuat rangkuman pelajaran, atau mengerjakan tugas.
c. Sistem Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Mastery Learning adalah suatu filsafat yang mengatakan bahwa dengan
sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik
dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Sistem
pengajaran ini dikembangkan agar siswa dapat menguasai sejumlah tujuan
pendidikan. Dr. Siswojo (1981: 21) menyatakan bahwa ”Mastery Learning
(belajar tuntas) adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan
untuk setiap unit bahan pelajaran, baik secara perseorangan maupun kelompok”.
Mastery Learning ini adalah proses belajar mengajar yang bertujuan agar bahan
ajaran dikuasai secara tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Belajar
tuntas ini merupakan strategi pengajaran yang diindividualisasikan dengan
menggunakan pendekatan kelompok (Group Based Learning). (Mulyani
Sumantri dan Johar Permana, 2001: 84)
Menurut John B. Carroll (1963) dalam Dr.Siswojo (1981: 15)
menyatakan bahwa “Setiap siswa dapat menguasai pokok bahasan tertentu dan
dapat belajar sesuai dengan tuntutan dan sasaran yang diharapkan, jika kepada
siswa diberikan waktu yang cukup (sufficient) dan mereka diperlakukan secara
tepat (appropriate threatment)”. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh
Oemar Hamalik (1989: 104) bahwa:
Bakat seorang siswa dalam suatu bidang pengajaran tertentu dapat diramalkan, baik tingkatnya (yaitu bahan yang dipelajari dalam bidang pengajaran itu dalam waktu yang telah ditentukan) maupun satuan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut sampai ke tingkat penguasaan tertentu.
Makin lama siswa menggunakan waktu secara sungguh-sungguh untuk
belajar, makin tinggi tingkat penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya.
Sedangkan waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh bakat siswa, kualitas
commit to user
demikian semua siswa dapat mencapai ketuntasan jika kepada siswa diberikan waktu yang cukup dan diperlakukan secara tepat, sehingga siswa yang prestasinya kurang memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar menguasai pokok bahasan yang sama.
Bloom dalam Guskey Thomas R, georgetown college (2007) menyatakan bahwa: “Faktor yang prinsipil dalam stategi Mastery Learning
adalah mengembangkan prosedur umpan balik dan korektif (feedback and corrective) pada berbagai taraf atau bagian dari proses belajar dengan memakai
berbagai tes”. Tes itu dimaksudkan untuk untuk memberikan umpan balik kepada guru dan siswa mengenai aspek-aspek atau elemen-elemen apa yang telah dikuasai setiap siswa dalam satuan pelajaran tertentu dan apa yang masih perlu dipelajari kembali oleh siswa.
Variabel-variabel belajar tuntas: 1) Bakat siswa (aptitude)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil belajar.
2) Ketekunan belajar (perseverance)
Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul dari dalam diri siwa untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan efisien serta pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional .
3) Kualitas pembelajaran (quality of instruction)
Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan yang siap menerima pelajaran. Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar.
4) Kesempatan yang tersedia untuk belajar (time allowed for learning) Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atau pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan.
5) Kemampuan siswa untuk belajar (ability to understand instruction) Kemampuan atau kesanggupan siswa untuk menerima pelajaran berkaitan erat dengan kemampuan menanggapi rangsangan yang timbul dari lingkungan dan dengan sistem kerja fungsi kognitif yang mencakup taraf intelegensi dan daya kreativitas, bakat khusus, gaya belajar dan daya fantasi.
commit to user
Nasution, S (1982: 38-48) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu:
1) Bakat untuk mempelajari sesuatu
Bakat, misalnya intelegensi, mempengaruhi prestasi belajar. 95% dari anak-anak, termasuk yang berbakat khusus dapat dibimbing untuk penguasaan penuh atas bahan pelajaran tertentu.
2) Mutu pengajaran
Pengajaran dan pembelajaran yang bermutu akan memungkinkan peserta didik untuk menguasai suatu tema pembelajaran dalam waktu yang singkat. Mutu pengajaran ditentukan oleh kualitas penyampaian atau penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar.
3) Kesanggupan untuk memahami pengajaran
Kesanggupan untuk menerima dan memahami pelajaran berhubungan erat dengan kemampuan menguasai bahasa lisan dan tulisan. Kemampuan untuk mengerti bahasa tulisan banyak ditentukan oleh cara penyusunan buku teks sedangkan kemampuan mengerti bahasa lisan berhubungan dengan kemampuan guru mengajar.
4) Ketekunan
Ketekunan adalah waktu dan kemauan yang diinginkan siswa untuk belajar. Siswa tidak akan menguasai tugas yang diberikan sepenuhnya jika waktu yang diberikan tidak sesuai dengan waktu yang diperlukan. Ketekunan berhubungan dengan minat dan sikap belajar. Jadi peserta didik perlu mempunyai ketekunan dan ketabahan untuk menguasai sesuatu yang dipelajari walaupun mereka perlu mengambil waktu yang lama.
5) Waktu yang tersedia untuk belajar
Waktu untuk belajar adalah waktu yang diperlukan untuk belajar. Peserta didik memerlukan waktu yang mencukupi untuk menguasai sesuatu yang dipelajari. Setiap peserta didik mempunyai tahapan kemahiran dan usaha yang berbeda.
Kelima variabel atau faktor Mastery Learning tersebut perlu diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran tuntas, sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Proses pembelajaran dengan Mastery Learning tidak lain adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas
commit to user 1). Ciri-ciri Pembelajaran Dengan Mastery Learning
Sistem pembelajaran Mastery Learning mempunyai ciri-ciri antara lain
adalah:
a) Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pengajaran telah ditentukan
terlebih dahulu.
Ini berarti bahwa tujuan dari sistem belajar mengajar adalah agar semua
siswa dapat mencapai tingkat penguasaan tujuan khusus pengajaran. Jadi
baik cara belajar mengajar maupun alat evaluasi yang digunakan untuk
mengetahui keberhasilan siswa harus berhubungan erat dengan
tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai.
b) Menggunakan satuan pelajaran yang terkecil
Cara belajar mengajar dengan prinsip Mastery Learning menurut
pembagian bahan pengajaran menjadi unit yang kecil-kecil. Pembagian
unit pelajaran menjadi bagian kecil-kecil ini sangat diperlukan guna dapat
memperoleh umpan balik secepat mungkin. Guru dapat melakukan usaha
perbaikan sedini mungkin, sehingga unit yang mendahului merupakan
prasyarat bagi unit selanjutnya.
c) Memperhatikan perbedaan individu
Yang dimaksud dengan perbedaan di sini adalah perbedaan siswa dalam
menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri serta laju belajarnya.
d) Evaluasi dilakukan secara kontinu dan didasarkan atas kriteria
Untuk menyediakan informasi tentang baik atau buruknya proses dan hasil
kegiatan pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan
evaluasi. Evaluasi dapat diartikan sebagai proses menentukan nilai. Untuk
dapat menentukan suatu nilai diperlukan adanya kriteria. Kriteria
digunakan sebagai dasar membandingkan antara kenyataan atau apa
adanya dengan apa harusnya. Perbandingan bisa bersifat mutlak dan
bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan
tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria
yang berlaku. Sedangkan perbandingan bersifat relatif artinya hasil
commit to user
terhadap lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama. Untuk mengetahui ketuntasan siswa dengan menggunakan kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada lampiran 28. Evaluasi dilakukan secara kontinu diperlukan agar guru dapat menerima umpan balik yang cepat, sering dan sistematis. Umpan balik dalam proses pembelajaran adalah segala informasi yang diberikan kepada siswa mengenai hasil siswa dalam suatu
tes yang mereka kerjakan setelah menyelesaikan suatu proses belajar, yang digunakan untuk mengetahui kemajuan siswa ke arah pencapaian tujuan
pengajaran dan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan serta masukan dalam proses pembelajaran. Slameto (1991: 190) menyatakan bahwa:
Umpan balik tidak akan berguna jika tidak disertai dengan proses belajar yang kedua atau berikutnya yang mencakup usaha siswa meluruskan kesalahan atau mengisi kekurangannya dengan memanfaatkan informasi umpan balik tersebut. Unsur-unsur penting dalam proses belajar ulang untuk memperbaiki hasil belajar adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Unsur Penting Dalam Belajar Ulang
e) Mastery Learning menekankan pembelajaran dengan teman atau sejawat
(peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil.
Pada sekolah umum, Mastery Learning hampir pasti dikatakan cocok pada periode dan waktu pembelajaran, walaupun masih diperlukan schedule yang fleksibel. Oleh karena itu, solusi terbanyak yang direkomendasikan pada Mastery Learning adalah dengan menggunakan Group-Based Mastery Learning, yaitu Mastery Learning yang didasarkan pada
penggunaan pendekatan secara kelompok. Sedangkan Nasution, S (1982: 41) menyatakan bahwa ”Pada dasarnya anak-anak tidak belajar secara kelompok akan tetapi secara individual, menurut cara-caranya
masing-Proses
Belajar I Belajar II Proses
Penilaian mis: tes I
Kriteria
commit to user
masing sekalipun ia berada dalam kelompok”. Jadi dalam group-based Mastery Learning, meskipun siswa bekerja secara kelompok secara
perorangan siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri. f) Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan
Program perbaikan dan pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan evaluasi yang kontinu, dan berdasarkan kriteria terhadap perbedaan
kecepatan belajar mengajar siswa dan administrasi sekolah. Program perbaikan ditujukan kepada siswa yang belum menguasai tujuan
instruksional tertentu atau unit pelajaran yang diberikan. Sedangkan program pengayaan ditujukan kepada siswa yang telah menguasai unit pelajaran yang diberikan.
g) Menggunakan prinsip siswa belajar aktif
Prinsip belajar siswa aktif memungkinkan siswa mendapatkan pengetahuan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri. Cara belajar demikian mendorong siswa untuk bertanya bila mengalami kesulitan. Selain itu prinsip siswa belajar aktif dapat mengembangkan ketrampilan kognitif, ketrampilan manual, kreativitas dan logika berfikir. 2). Persiapan Mengajar Dengan Mastery Learning
Strategi Mastery Learning dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan serta pelaksanaan
dengan prinsip belajar Mastery Learning.
a) Menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan
Tujuan instruksional atau tujuan pengajaran sebenarnya telah
tercantum dalam GBPP yang berlaku. Dari tujuan yang masih umum,
kita harus menjabarkan tujuan-tujuan yang operasional sehingga dapat
mengukur tingkat keberhasilan. Tujuan ini merupakan dasar bagi
penyusunan cara belajar mengajar dan tes. Jadi, tes tidak lain adalah
suatu alat yang berfungsi untuk mengetahui sejauh mana siswa
menguasai tujuan-tujuan instruksional setelah mereka mengalami proses
commit to user
Tujuan Instruksional
Cara belajar mengajar Evaluasi Gambar 2.2 Bentuk Tujuan Instruksional
Sebelum mengembangkan tes, hendaknya dapat ditentukan terlebih dahulu tingkat penguasaannya atau standar ketuntasannya. Dengan cara demikian siswa akan berkompetisi untuk mencapai standar ketuntasan yang telah ditentukan. Jadi dalam Mastery Learning setiap individu dilihat penampilannya berdasarkan tingkat penguasaan bahan yang telah tetap dan bukan dilihat penampilannya yang didasarkan atas perbandingan teman-temannya dalam satu kelompok.
b) Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam sistem belajar Mastery Learning sebagai berikut : (1). Menentukan pokok bahasan dan luas materi unit pelajaran setelah
mengetahui tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam satu periode tertentu.
(2). Merencanakan pengajaran dan evaluasi.
(3). Merencanakan program perbaikan dan pengayaan
3). Model Strategi Mastery Learning
Menurut Ischak dan Warji (1987: 27), salah satu model strategi
Mastery Learning dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Bagan Model Strategi Mastery Learning PRT
TIU TIK RP PT
E
TPB
commit to user Keterangan Gambar :
TIU = Tujuan Instruksional Umum yang hendak dicapai (Standar Kompetensi). TIK = Tujuan Instruksional Khusus (Indikator).
PRT = Pre Test.
RP = Rencana Pembelajaran. PT = Post Tes.
TPB = Tingkat Penguasaan Bahan. E = Enrichment ( Pengayaan ).
R = Remedial ( Perbaikan ).
2. Metode Mengajar
Mengajar merupakan istilah kunci yang hampir tidak pernah lepas dari
pembahasan mengenai pendidikan. Mengajar merupakan suatu upaya yang
dilakukan guru agar siswa belajar. Metode merupakan salah satu penunjang
utama berhasil atau tidak seorang guru dalam mengajar . Di samping kecakapan
dan ketrampilan mengajar, guru juga harus memiliki dan menguasai
metode-metode mengajar yang tepat untuk topik-topik pelajaran yang diajarkannya agar
hasil belajar dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia: "Metode adalah cara-cara yang tersusun dan teratur
untuk mencapai tujuan khususnya dalam hal ilmu pengetahuan". (Sulchan
Yasyin,1997: 335). Syaiful Sagala (2009: 168) berpendapat bahwa "Metode
adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasikan kelas pada
umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya". Mengenai
metode, Wina Sanjaya (2009: 147) berpendapat bahwa ”Metode adalah cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang sudah disusun tercapai secara optimal”.
Sedangkan Mulyani Sumantri et al (2001: 114) mengungkapkan bahwa “Metode
merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran
yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar
commit to user
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara yang teratur berdasarkan pendekatan tertentu yang digunakan guru untuk melaksanakan strategi saat penyampaian materi pelajaran guna mencapai tujuan pengajaran yang optimal. Dalam pengajaran secara umum ada beberapa metode mengajar antara lain: metode ceramah, metode demonstrasi, metode eksperimen dan lain-lain. Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut tentang metode mengajar
yaitu metode demonstrasi dan metode diskusi. a. Metode Demonstrasi
Wina Sanjaya (2009: 152) berpendapat bahwa "Metode demonstrasi
adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu,
baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan". Menurut Syaiful Sagala (2009:
210), “Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu
peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan
agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau
tiruannya”. Sedangkan Mulyani Sumantri et al (2001: 133) menyatakan bahwa:
Metode demonstrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan.
Metode demonstrasi biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan atau
prosedur yang harus dilakukan, misalnya proses mengatur sesuatu, melakukan,
dan menggunakan komponen-komponen yang akan membentuk sesuatu,
ataupun membandingkan suatu cara dengan cara lain dan mengetahui atau
melihat kebenaran sesuatu. Dalam penggunaan metode demonstrasi disertai
kelebihan dan kekurangan penggunaan metode ini.
Tujuan penggunaan metode demonstrasi adalah
1) Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus dimiliki peserta didik
atau dikuasai peserta didik
commit to user
3) Mengembangkan kemampuan pengamatan pandangan dan penglihatan para peserta didik secara bersama-sama.
Adapun kelebihan dari metode demonstrasi yaitu :
1) Membuat pelajaran jadi lebih jelas dan lebih kongkrit dan menghindari verbalisme.
2) Memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran
3) Proses pengajaran akan lebih menarik.
4) Merangsang peserta didik untuk lebih aktif mengamati dan dapat mencobanya
sendiri.
5) Dapat disajikan bahan pelajaran yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang lain.
Sedangkan kelemahan dari metode demostrasi yaitu : 1) Memerlukan waktu yang banyak.
2) Memerlukan kematangan dalam perancangan atau persiapan. 3) Memerlukan ketrampilan guru secara khusus.
4) Keterbatasan dalam sumber belajar, alat pelajaran, situasi yang harus dikondisikan, dan waktu untuk mendemonstrasikan sesuatu
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode demonstrasi adalah: persiapan demonstrasi dan pelaksanaan demonstrasi.
1) Tahap persiapan.
Di dalam persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
a) Mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat melihat dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
b) Merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir.
c) Mengemukakan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh siswa.
d) Mempersiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan.
commit to user 2) Pelaksanaan demonstrasi
Tahap pelaksanaan demonstrasi meliputi :
a) Memulai demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa. b) Menciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana
yang menegangkan.
c) Meyakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan
memperhatikan reaksi seluruh siswa.
d) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan
lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi. 3) Langkah mengakhiri demonstrasi
Setelah demonstrasi selesai, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan: a) Mengevaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi.
b) Memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode demostrasi merupakan cara mengajar di mana seorang guru memperlihatkan suatu proses atau gejala kepada siswa dengan menggunakan alat bantu agar ilmu pengetahuan yang diberikan oleh pengajar dapat segera dipahami oleh siswa dan dapat memberikan gambaran kepada siswa tentang konsep yang dipelajari melalui peragaan yang dilakukan guru di kelas. Dengan begitu siswa akan lebih memahami konsep yang telah didapatkan bersama dengan guru melalui demonstrasi.
b. Metode Diskusi
Diskusi ialah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk mencari kebenaran. (Syaiful Sagala, 2009 : 208).
Diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Wina
Sanjaya (2009: 154) yang menyatakan bahwa ”Metode diskusi adalah metode
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan
commit to user
pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan”.
Mulyani Sumantri et al (2001: 124) berpendapat bahwa "Metode diskusi diartikan sebagai siasat penyampaian bahan pengajaran yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis”. Dalam hal ini, guru, siswa, dan atau
kelompok siswa memiliki perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.
Metode diskusi bertujuan untuk :
1) Melatih siswa mengembangkan kemampuan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan dan menyimpulkan bahasan.
2) Melatih dan membentuk kestabilan sosial-emosional.
3) Mengembangkan kemampuan berfikir sendiri dalam memecahkan masalah sehingga tumbuh konsep diri yang lebih positif.
4) Mengembangkan keberhasilan siswa dalam menemukan pendapat. 6) Melatih siswa berani berpendapat tentang suatu masalah.
Dalam penelitian ini juga menggunakan metode diskusi, yang mempunyai kelebihan maupun kelemahan. Kelebihan dari metode diskusi yaitu: 1) Dapat mendorong partisipasi siswa secara aktif, baik sebagai partisipan,
penanya, penyanggah, maupun sebagai ketua atau moderator diskusi. 2) Menimbulkan kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa, ataupun
terobosan-terobosan baru dalam pemecahan masalah.
3) Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, dan partisipasi demokratis. 4) Melatih kestabilan emosi dengan menghargai dan menerima pendapat orang
lain dan tidak memaksakan pendapat sendiri sehingga tercipta kondisi memberi dan menerima.
5) Keputusan yang dihasilkan kelompok akan lebih baik dari pada yang dihasilkan sendiri.
Sedangkan kelemahan dari metode diskusi adalah
commit to user 2) Memerlukan waktu yang tidak terbatas
3) Pembicaraan atau pembahasan sering meluas dan mengambang. 4) Didominasi oleh orang-orang tertentu yang biasanya aktif.
5) Memerlukan alat yang fleksibel untuk membentuk tempat yang sesuai. 6) Kadang tidak membuat penyelesaian yang tuntas walaupun kesimpulan telah
disepakati namun dalam implementasinya sangat sulit dilaksanakan.
7) Perbedaan pendapat dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan bentrokan fisik.
Agar penggunaan diskusi berjalan dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Langkah persiapan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya : a) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.
b) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang ingin dicapai.
c) Menetapkan masalah yang akan dibahas.
d) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi.
2) Pelaksanaan diskusi
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan diskusi adalah : a) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat mempengaruhi
kelancaran diskusi.
b) Memberikan pengarahan sebelum pelaksanaan diskusi.
c) Melaksanakan diskusi sesuai aturan main yang telah ditetapkan.
d) Memberikan kesempatan yang sama kepada peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
e) Mengendalikan pembicaraan pada pokok persoalan yang sedang dibahas. 3) Menutup diskusi
commit to user
a) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.
b) Mereview jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode diskusi merupakan cara mengajar dimana lebih bersifat bertukar pengalaman atau pendapat untuk
menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. c. Evaluasi Hasil Belajar
Untuk menyediakan informasi tentang baik atau buruknya proses dan
hasil kegiatan pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan
evaluasi. Kegiatan evaluasi yang dilakukan guru mencakup evaluasi
pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi pembelajaran merupakan
proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang keefektian proses
pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pengajaran secara
optimal. Sedangkan evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan untuk
menentukan nilai belajar siswa melalui penilaian hasil belajar. Dari kegiatan
evaluasi hasil belajar kita dapat mengetahui tingkat kekeberhasilan yang dicapai
oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat
keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai berupa angka atau huruf.
Apabila tujuan utama kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka
hasilnya dapat difungsikan dan ditujukan untuk berbagai keperluan.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya difungsikan dan
ditujukan untuk keperluan diagnostik dan pengembangan, seleksi, kenaikan
kelas, dan penempatan.
commit to user
belajar siswa dalam bidang studi dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya.
(Nana Sudjana, 2008: 3-4)
Evaluasi hasil belajar merupakan suatu proses yang sistematis. Agar proses evaluasi hasil belajar dapat dilaksanakan oleh seorang guru atau penilai, maka ada beberapa tahapan atau langkah kegiatan yang perlu dilaksanakan oleh seorang penilai. Tahapan prosedur evaluasi hasil belajar yang perlu dilalui seseorang penilai meliputi: persiapan, penyusunan alat ukur (tes), pelaksanaan pengukuran, pengolahan hasil pengukuran, penafsiran hasil pengukuran, pelaporan dan penggunaan hasil evaluasi. Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes yaitu tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif. Suharsimi Arikunto (2002: 33-40) menyatakan bahwa:
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan-kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Tes diagnostik dapat dilakukan pada awal belajar, sedang belajar atau akhir belajar. Tes formatif merupakan tes yang dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti program tertentu. Manfaat tes formatif tersebut adalah sebagai penguatan, perbaikan dan diagnosis. Sedangkan tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan setelah program yang lebih besar berakhir. Manfaat dari tes sumatif adalah untuk menentukan nilai dan mengukur ketercapaian program.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Nana Sudjana (2008: 5), yang menyatakan bahwa:
commit to user
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Evaluasi hasil belajar merupakan usaha mengukur pencapaian tujuan kegiatan belajar yang mencerminkan perubahan tingkah laku, kecakapan dan status siswa dalam menelaah pelajaran dalam jangka waktu tertentu. Untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi belajar siswa digunakan suatu alat evaluasi, yaitu berupa tes
buatan guru bidang studi masing-masing.
3. Kemampuan Matematika
Matematika menggunakan bahasa yang dinyatakan dengan
simbol-simbol dan istilah yang benar dan tepat yang telah disepakati bersama.
Matematika disebut bahasa, sebab matematika merupakan bahasa simbol yang
berlaku secara universal (Internasional) dan sangat padat makna dan
pengertiannya. (Karso dan Hendro Darmodjo, 1993: 12). Bahasa matematika ini,
digunakan untuk siapa saja, kapan saja dan di mana saja pasti akan mempunyai
pengertian yang sama. Sehingga dengan menggunakan Matematika maka
konsep-konsep dalam Fisika akan dapat ditampilkan lebih sederhana dan lebih
mudah dipahami yaitu dengan merumuskannya dalam persamaan matematis dan
simbol.
Matematika timbul sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan
dengan ide, proses dan penalaran. Dalam mempelajari Matematika diperlukan
pemahaman tidak cukup dengan hafalan saja. Selain itu, dalam mempelajari
matematika tidak lepas dari penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur
yang abstrak, kemudian dalam mempelajarinya kita mencari hubungannya. Jadi,
Fisika dalam perkembangannya membutuhkan Matematika sebagai alat bantu
karena Fisika memerlukan model untuk memahaminya.
Margono dalam Puruhita (2009: 20) menyatakan bahwa “Metematika
adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif”. Dalam matematika tidak
menerima generalisasi yang berdasarkan observasi, eksperimen, coba-coba
commit to user
umumnya. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif.
Matematika terdiri dari empat bahasan yang luas, yaitu: Aritmatika, Aljabar, Geometri dan Analisis (http://www.Fisika.net/A Brief of Mathematics/Miftachul Hadi (Fisika LIPI) revisi terakhir: 14 Juli 2005). Karso
et al (1993: 13) juga mengemukakan bahwa ”Matematika itu sebagai seni dan ratunya ilmu”. Matematika sebagai seni karena dalam matematika terlihat unsur-unsur keindahan, keteraturan, keterurutan dan ketetapan seperti halnya seni,
indah dipandang dan diresapi. Sedangkan matematika sebagai ratunya ilmu karena matematika itu tidak bergantung dengan bidang studi lain tetapi merupakan alat serta pelayan ilmu lain. Sebagai abdi atau pelayan, Matematika adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan lain. Kemampuan matematika merupakan penunjang bagi bidang lain, salah satunya adalah IPA. Matematika dengan IPA merupakan ilmu dasar yang mempunyai saling keterkaitan yang sangat erat. IPA tidak mungkin dikembangkan tanpa bantuan matematika, sehingga lebih mendorong IPA untuk berkembang. (Karso et al, 1993: 1). Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Abdullah Aly seperti yang dikutip oleh Anik (2009: 15) yaitu “Peranan Matematika dalam IPA antara lain adalah sebagai faktor penunjang untuk semesta dan dapat menjelaskan sesuatu yang tak dapat dijangkau oleh pengalaman empiris”.
Beberapa karakteristik dalam kemampuan matematika menurut Soedjadi dalam Anik (2009: 14-15) antara lain :
a) Memiliki objek kajian abstrak
Dalam Matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak. Objek ini merupakan objek pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi, serta prinsip. Dari objek itulah dapat disusun suatu pola dan struktur Matematika.
b) Berpola pikir deduktif
Pola pikir deduktif merupakan pemikiran yang berpangkal pada hal yang bersifat umum dan diarahkan pada hal yang bersifat khusus. Hal ini dapat terwujud dalam hal yang sederhana maupun tidak.
c) Memiliki simbul yang kosong dalam arti