• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Adiwiyata

2.2.5. Keuntungan Mengikuti Program Adiwiyata

Keuntungan yang diperoleh sekolah dalam mengikuti program Adiwiyata adalah :

1) Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan operasional sekolah dan penggunaan berbagai sumberdaya.

2) Meningkatkan penghematan sumber dana melalui pengurangan konsumsi berbagai sumberdaya dan energi.

3) Meningkatkan kondisi belajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi semua warga sekolah.

4) Menciptakan kondisi kebersamaan bagi semua warga sekolah.

5) Meningkatkan upaya menghindari berbagai resiko dampak lingkungan negatif di masa yang akan datang.

6) Menjadi tempat pembelajaran bagi generasi muda tentang nilai-nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar.

7) Mendapat penghargaan Adiwiyata (KLH, 2011).

Selain ke tujuh point di atas, ketika sebuah sekolah sudah mengikuti program Adiwiyata maka sekolah tersebut akan mendapatkan bantuan dana pendampingan, sesuia dengan kebutuhan yang diajukan oleh sekolah dan disetujui oleh Kementrian Lingkungan Hidup (Arjuna dan Salmonsius, 2011).

2.2.6 Indikator dan Kriteria Program Adiwiyata

Dalam mewujudkan program Adiwiyata telah ditentukan beberapa indikator :

1. Pengembangan Kebijakan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan Untuk mewujudkan Sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakanya kegiatan pendidikan liingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan. Pengembangan kebijakan sekolah yang diperlukan untuk mewujudkan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan tersebut adalah:

a) Visi dan Misi Sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.

b) Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.

c) Kebijakan peningkatan SDM (tenaga kependidikan dan non kependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup.

d) Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumberdaya alam.

e) Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat.

f) Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup.

2. Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan

Penyampaian materi lingkungan hidup kepada siswa dapat dilakukan secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari. Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup untuk

mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan dapat dicapai dengan melakukan hal-hal berikut:

a) Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran.

b) Penggalian dan pengembangan materi serta persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar.

c) Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya.

d) Pengembangan kegiatan kurikuler untuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.

3. Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif

Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkunganya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh warga sekolah dalam mengembangkan kegiatan berbasis partisipatif adalah : a) Menciptakan kegiatan ekstrakurikuler/kurikuler dibidang lingkungan

hidup berbasis partisipatif disekolah.

b) Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar. c) Membangun kegiatan kemitraan dalam pengembangan pendidikan

lingkungan hidup di sekolah.

4. Pengelolaan dan/atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah

Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan dan pengembangan sarana tersebut meliputi:

a) Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup.

b) Peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar sekolah. c) Penghematan sumberdaya alam (air, listrik) dan ATK.

d) Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat.

e) Pengembangan sistem pengelolaan sampah (KLH, 2011).

2.3 Taksonomi Pengetahuan

Menurut Bloom dkk (1956) dalam Sukardi (2008), tujuan intruksional dalam proses pembelajaran pada prinsipnya dapat dikelempokkan menjadi tiga domain atau ranah yaitu, kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Popham dan Baker (2011), Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu tujuanya. Adakah guru-guru tanpa sengaja terlalu menekankan segi kognitif sehingga lupa akan segi afektif? Tidak ada salahnya menentukan tujuan dalam segi kognitif saja, asal memang itulah pilihan guru yang dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi yang menjadi masalah ialah tanpa sengaja banyak guru terlalu menekankan segi kognitif tanpa menyadarinya. Salah satu manfaat taksonomi ialah guru didorong untuk bertanya adakah ia menekankan segi tertentu atau tidak.

Menurut Nasution (2011), taksonomi besar manfaatnya antara lain;

a) Memperlihatkan luas dan macam tujuan pendidikan yakni yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotor yang selanjutnya dapat diuraikan menjadi tujuan-tujuan yang lebih terperinci. Pendidikan itu menjadi sempit bila hanya mementingkan aspek kognitif saja. Aspek afektif dan psikomotor yang tak kurang pentingnya juga harus mendapat perhatian yang wajar. b) Mewujudkan tingkatan dalam tujuan tiap kategori atau pengajaran yang

mengembangkan kemampuan mental bertaraf tinggi pada anak didik. Mutu pendidikan serupa itu rendah dan merugikan anak dalam perkembanganya. Pengetahuan itu penting dan membantu perkembangan mental yang lebih tinggi tingkatanya seperti pemahaman, analisis, sintesis sampai kemampuan menilai sesuatu berdasarkan kriteria. Dalam bidang afektif anak tidak hanya dididik mengenal yang baik dan yang buruk, akan tetapi harus mewujudkan nilai-nilai itu alam pribadinya dan dengan demikian membentuk wataknya. Juga tidak boleh diabaikan aspek psikomotor yang antara lain mengandung pekerjaan dengan tangan yang selama ini dipandang rendah.

c) Memberi pedoman untuk mengklasifikasikan pertanyaan atau soal-soal test, sehingga meliputi seluruh bidang dari tarif rendah sampai tinggi. Menurut Sukardi (2008) taksonomi pengetahuan yaitu :

1) Domain Kognitif

Domain kognitif merupakan proses pengetahuan yang lebih banyak didasarkan perkembangannya dari persepsi, instrospeksi, atau memori siswa. Tujuan pembelajaran kognitif ini dikembangkan oleh Bloom (1956) Tujuan

kognitif ini dibedakan menjadi enam tingkatan : a) Knowledge, b) Comprehension, c) application, d) analysis, e) syntesis, f) evaluation. Dalam

menyusun tujuan intruksional, keenam tingkatan ini pada umumnya ditunjukkan dengan beberapa kata kerja. Guru dapat menggunakan dan mengembangkan kata-kata kerja tersebut sesuai dengan tingkat materi pembelajaran yang hendak diberikan kepada para siswa. Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini diberikan tabel tingkatan kognitif dan contoh-contoh kata kerja yang sesuai. Disamping itu, untuk lebih menyesuaikan dengan perencanaan suatu pembelajaran

dengan rencana guru, kata-kata kerja sejenis masih dapat dikembangkan oleh para guru kelas. Berikut kata kerja yang berorientasi perilaku pada setiap domain dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Domain Kognitif ( Bloom’s Taxonomy)

Tingkatan Verb (kata kerja)

Knowledge (pengetahuan) Identifikasi, spesifikasi, menyatakan

Comprehension (pemahaman) Menerangkan, menyatakan kembali,

menerjemahkan

Application (penerapan) Menggunakan, memecahkan, menggunakan

Analysisis (analisis) Menganalisis,membandingkan,

mengkontraskan

Synthesis (sintesis) Merancang, mengembangkan, merencanakan

Evaluation (evaluasi) Menilai, mengukur, memutuskan

Dalam konteks evaluasi pembelajaran, penggunaan kata kerja ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat item-item pertanyaan sesuai dengan tingkat pengetahuan para siswa.

2) Domain Afektif

Domain afektif merupakan proses pengetahuan yang lebih banyak didasarkan pada pengembangan aspek-aspek perasaan dan emosi oleh Good (1973) dalam Sukardi (2008). Dalam pengembanganya pendidikan afektif yang semula hanya mencakup perasaan dan emosi, telah berkembang lebih luas, yakni menyangkut moral, nilai-nilai, budaya dan keagamaan. Tujuan pembelajaran yang diklasifikasikan pada domain afektif, dikembangkan oleh Kratwohl dkk (1964)

dalam Sukardi (2008).

Kratwohl, dkk merencanakan tujuan pembelajaran afektif dengan membedakanya menjadi lima tingkatan dari yang sederhana sampai pada tingkatan kompleks, yaitu a) receiving, b) responding, c) valuing, d) organizing,

intruksional domain kognitif, dalam menyusun tujuan intruksional, kelima tingkatan ini juga ditunjukkan dengan beberapa kata kerja. Kata kerja yang berorientasi perilaku pada domain afektif dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1. 2. Domain Afektif (Kratwohl Taxonomy)

Tingkatan Verb(kata kerja)

Receiving (menerima) Menerima, peduli, mendengar

Responding (menjawab) Melengkapi, melibatkan, sukarela

Valuing (menilai) Menunjukkan lebih senang,

menghargai, menyatakan peduli

Organization (mengorganisasi) Berpartisipasi, mempertahankan,

menyatukan (sintesis)

Charakterization by value or value complex (mengkarakterisasi atas dasar

nilai kompleks)

Menunjukkan empati, menunjukkan harapan, mengubah tingkah laku

Dalam konteks pembelajaran, penggunaan kata kerja pada setiap tingkatan ranah afektif, juga dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat item-item pertanyaan tes sesuai dengan tingkatan pengetahuan siswa.

3) Domain Psikomotorik

Domain psikomotorik merupakan proses pengetahuan yang lebih banyak didasarkan dari pengembangan proses mental melalui aspek-aspek otot dan membentuk keterampilan siswa. Dalam pengembanganya pendidikan psikomotorik disamping proses yang menggerakkan otot, juga telah berkembang dengan pengetahuan yang berkaitan dengan keterampilan hidup. Tujuan pembelajaran psikomotorik dikembangkan oleh Simpson dkk (1972) dalam Sukardi (2008). Tujuan intruksional dalam psikomotorik ini secara garis besar dibedakan menjadi tujuh tingkatan, a) perception, b) set, c) guided response, d)

mechanism, e) complex over respons, f) adaptation, g) origination, yang uraian

Tabel 1.3. Domain Psikomotorik (Simpson Taxonomy)

Tingkatan Verb (kata kerja)

Perception (persepsi) Membedakan, mengidentifikasi,

memilih

Set (penetapan) Mengasumsikan posisi,

mendemonstrasikan, menunjukkan

Guided Response (reaksi atas dasar

arahan)

Mengusahakan, meniru, mencoba

Mechanism (mekanisme) Membiasakan, memparaktikkan,

mengulang

Complex Overt response (reaksi terbuka

dengan kesulitan kompleks)

Menghasilkan, mengoperasikan, menampilkan

Adaptation (adaptasi) Mengadaptasi, mengubah, merevisi

Origination (asli) Menciptakan (create) desain,

membuat asli (originate)

2.4 Hubungan Perilaku dengan Lingkungan

Menurut Haryadi dan Setiawan (2010), Secara konseptual, pendekatan perilaku menekankan bahwa manusia merupakan mahluk berfikir yang mempunyai persepsi dan keputusan dalam interaksinya dengan lingkungan. Konsep ini dengan demikian meyakini bahwa interaksi antara manusia dan lingkungan tidak dapat diinterpretasikan secara sederhana dan mekanistik, melainkan kompleks yang cenderung dilihat sebagai sesuatu yang “probabilistik”.

Di dalam interaksi yang kompleks ini, pendekatan perilaku memperkenalkan apa yang disebut sebagai cognitive process (kognitif proses) yakni proses mental tempat orang mendapatkan, mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuanya untuk memberi arti dan makna terhadap ruang yang digunakanya. Sebagaimana pendekatan yang digunakan psikologi lingkungan, hubungan antara lingkungan dan perilaku merupakan sesuatu yang kompleks dan tidak cukup dijelaskan melalui kacamata environmental determenism.

Menurut Haryadi dan Setiawan (2010), dimensi lingkungan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan kultural.

Hal ini kemudian dipertegas Julian H. Steward dalam Susilo (2009) dalam teori Ekologi budaya, inti dari teori ini adalah lingkungan dan budaya tidak bisa dilihat terpisah, tetapi merupakan hasil campuran (mixed product) yang berproses lewat dialektika. Dengan kalimat lain, proses-proses ekologi memiliki hukum timbal balik. Budaya dan lingkungan bukan entitas yang masing-masing berdiri sendiri atau bukan barang jadi yang bersifat statis. Keduanya memiliki peran besar dan saling mempengaruhi. Tidak dinafikan bahwa lingkungan memang memiliki pengaruh atas budaya dan perilaku manusia, tetapi pada waktu yang sama manusia juga mempengaruhi perubahan-perubahan lingkungan.

2.5 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pengelolaan

lingkungan

2.5.1 Kebutuhan Iptek Pengelolaan Lingkungan Hidup

Menurut Sughandhy dan Rustam (2007) lingkungan global sedang mengalami perubahan lebih cepat dari pada yang pernah terjadi sebelumnya. Konsumsi energi, air, dan sumberdaya alam tidak terbaharui meningkat boleh jadi menyebabkan kelangkaan di beberapa bagian wilayah Indonesia, jika upaya pengelolaan lingkungan tetap tidak berubah.

Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mendukung pola pengelolaan lingkungan yang tepat dalam pembangunan saat ini dan yang akan datang. Pengetahuan yang makin meningkat terhadap sejumlah isu seperti perubahan iklim, peningkatan konsumsi sumberdaya, peningkatan penduduk, dan kerusakan

lingkungan, harus dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi dan bahan perumusan strategi jangka panjang pembangunan berkelanjutan.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu terus ditingkatkan untuk menaikkan tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup bangsa, yang harus selaras dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup. Pengembangan berbagai disiplin ilmu, yang diperhitungkan akan memiliki peluang untuk unggul dalam mempercepat harus dikenali dan diberikan perhatian khusus, antara lain meliputi teknologi perlindungan lingkungan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan lingkungan adalah berupa pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dalam hal pemilihan teknologi pengelolaan lingkungan, yang merupakan keterpaduan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia untuk pemantauan, pengendalian, pemulihan, dan pengawasan pengembangan lingkungan hidup.

Dalam pengembangan berbagai disiplin ilmu, yang perlu diperhitungkan adalah peluang unggulan dalam mempercepat laju pembangunan, disamping perlu diketahui dan perlu diberi perhatian khusus dalam pengembangan teknologi pelestarian lingkungan dan kerusakan serta pencemaran lingkungan.

2.5.2 Tujuan dan Sasaran IPTEK Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Tujuan

a) Terciptanya keserasian hubungan antara manusia dengan lingkungan, sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya

b) Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana c) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup

d) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang

e) Terhindarnya negara terhadap dampak kegiatan diluar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

2. Sasaran

a) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan lingkungan yang sesuai, agar perkembangan teknologi yang berorientasi kepada mekanisme pasar, dapat mengendalikan dimensi lingkungan dan kepentingan masyarakat luas dan generasi yang akan datang.

b) Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, dalam pemilihan dan penggunaan teknologi untuk mengurangi dampak negara terhadap lingkungan hidup.

Dokumen terkait