• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewajiban Kontinjens

NERACA PROFORMA LIKUIDASI Per 30 APRIL

9. Kewajiban Kontinjens

Merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali suatu entitas; atau kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui karena:

1. tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) suatu entitas

mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau

2. jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.

Sesuai Perpres No.91/2007, dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW berbahan bakar batubara oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), Pemerintah memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN (Persero) kepada kreditur perbankan. Jaminan pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran kepada kreditur.

Kewajiban pemerintah untuk membayar kepada kreditur PT PLN (Persero) baru akan timbul jika PT PLN (Persero) tidak mampu memenuhi kewajibannya. Sehingga terdapat unsur ketidakpastian atas timbulnya kewajiban Pemerintah. Selain itu, jumlah kewajiban yang mungkin timbul atas penjaminan kepada PT PLN (Persero) tidak dapat diukur secara pasti. Jumlah pastinya baru akan diketahui pada masa yang akan datang.

Besaran kewajiban kontinjensi atas penjaminan kepada PT PLN (Persero) tidak dapat diukur secara handal. Estimasi besaran kewajiban didasarkan pada jumlah kewajiban PT PLN (Persero) kepada kreditur proyek 10.000 MW serta probabilitas gagal bayar dari kewajiban tersebut. Kewajiban PT PLN (Persero) tahun 2009 adalah pembayaran bunga mengingat masih berada pada disbursement period. Sesuai dengan PMK Nomor 44 tahun 2008, perhitungan estimasi besaran kewajiban kontinjensi dilakukan oleh

Audited

Badan Kebijakan Fiskal. Adapun estimasi besaran kewajiban kontinjensi untuk tahun 2009 yang dialokasikan dalam APBN-P TA 2009 sebesar Rp1.000.000.000.000, namun tidak terealisasi.

Terdapat ketidakpastian atas waktu dan jumlah kewajiban yang mungkin timbul terkait dengan penjaminan kepada PT PLN (Persero). Kewajiban Pemerintah kepada kreditur PT PLN (Persero) baru akan timbul jika PT PLN (Persero) tidak dapat memenuhi kewajibannya/gagal bayar. Terjadinya gagal bayar PT PLN (Persero) tergantung dengan kondisi keuangan PT PLN (Persero). Untuk memperkirakan terjadinya gagal bayar, digunakan rasio CICR (Consolidated Interest Coverage Ratio) dan DSCR (Debt Service Coverage Ratio).

Sesuai dengan PMK 44 Tahun 2008, apabila terjadi gagal bayar, Pemerintah sebagai penjamin akan membayar kewajiban kepada kreditur PT PLN (Persero) sejumlah utang yang jatuh tempo. Kewajiban yang dibayarkan Pemerintah tersebut akan diperhitungkan sebagai piutang pemerintah kepada PT PLN (Persero).

Berdasarkan PMK Nomor 44 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Batubara, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang ditunjuk sebagai Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA) dalam kegiatan penjaminan Pemerintah pada proyek percepatan pernbangunan pembangkit listrik 10.000 MW berbahan bakar batubara oleh PT PLN (Persero).

Jaminan Pembangunan Proyek Monorail Jakarta

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Pembangunan Proyek Monorail Jakarta yang ditetapkan tanggal 13 Desember 2006, Pemerintah memberikan jaminan melalui mekanisme APBN terhadap pembangunan Proyek Monorail Jakarta yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui kerja sama dengan Badan Usaha. Jaminan diberikan sebesar 50% dari shortfall atas batas penumpang minimum sebanyak 160.000 penumpang per hari atau 50% dari nilai maksimum sebesar USD22,500,000 pertahun selama lima tahun.

Jaminan berlaku efektif sejak tanggal 15 Maret 2007 untuk jangka waktu 36 bulan. Apabila ketentuan dimaksud tidak dapat dipenuhi, maka berdasarkan PMK Nomor 30/PMK.02/2007 pemberian jaminan dinyatakan batal dan tidak berlaku. Sampai pertengahan tahun 2008, investor Proyek Pembangunan Monorail Jakarta belum berhasil mendapatkan fasilitas pembiayaan (financial close) sesuai dengan perjanjian perjasama yang telah ditandatangani bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Terkait dengan hal tersebut, terdapat kemungkinan proyek ini akan ditinjau kembali oleh pihak-pihak terkait. Mengingat hal tersebut, untuk tahun 2009 diperkirakan belum ada risiko fiskal terkait dengan proyek ini karena proyek monorail belum beroperasi pada tahun 2009 mendatang.

Jaminan Risiko Land Capping atas Proyek Pembangunan Jalan

Tol

Dalam rangka proyek pembangunan jalan tol, Pemerintah menanggung sebagian dari kelebihan biaya pengadaan tanah sebagai akibat adanya

Audited

kenaikan harga pada saat pembebasan lahan. Jumlah proyek pembangunan jalan tol mendapat dukungan Pemerintah sebanyak 28 proyek, diantaranya adalah proyek-proyek Jalan Tol Trans Jawa dan Jakarta Outer Ring Road II (JORR II).

Pemberian dukungan Pemerintah atas kenaikan biaya pengadaan tanah pada 28 ruas jalan tol dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan jalan tol yang tersendat karena permasalahan kenaikan harga dalam pembebasan tanah yang akan digunakan dalam pembangunan jalan tol. Di samping itu, dukungan juga dimaksudkan untuk menjaga tingkat kelayakan finansial dari proyek jalan tol sehingga diharapkan investor segera menyelesaikan pembangunannya.

Pemberian dukungan pemerintah dimaksud akan dialokasikan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun anggaran yakni tahun 2008 hingga tahun 2010 dengan total nilai dukungan sebesar Rp4,89 triliun. Mengingat jangka waktu tersebut, kiranya dukungan pemerintah ini bersifat temporer. Arah kebijakan mendatang untuk percepatan pembangunan jalan tol, risiko land capping akan ditanggulangi dengan melakukan penyediaan lahan terlebih dahulu oleh kementerian negara/lembaga.

10. Unfunded Liability

Dalam pelaksanaan pemberian kesejahteraan kepada Pegawai Negeri Sipil, disamping Negara dapat menanggung pembiayaan penyelenggaraan kesejahteraan PNS, juga melibatkan PNS dalam menanggung pembiayaan untuk penyelenggaraannya melalui iuran PNS bersangkutan. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, sesuai Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1974, maka dari setiap Pegawai Negeri dan Pejabat Negara dipungut iuran 10% dari penghasilan setiap bulannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3¼% dari 10% tersebut merupakan iuran Tabungan Hari Tua. Sesuai dengan penjelasan Pasal 6 PP No. 25 Tahun 1981, Penghasilan adalah gaji pokok ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang diterima peserta setiap bulan tanpa pangan, satu dan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 478/KMK.06/2002, skema THT adalah manfaat pasti, di mana setiap PNS pada saat pensiun atau meninggal dunia akan menerima manfaat asuransi dwiguna dan atau manfaat asuransi kematian dan formulanya sudah ditetapkan.

Pasal 14 PP 25 Tahun 1981 menyatakan bahwa dalam hal penyelenggara asuransi sosial yaitu Badan Usaha Negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan (PERSERO) tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, maka Negara bertanggungjawab penuh untuk itu.

Sesuai dengan Pasal 1 poin 3 PMK 65 Tahun 2008, Utang Kepada Dana Pensiun dan THT (unfunded liability) THT adalah pos belanja yang dialokasikan untuk memenuhi kewajiban Pemerintah dalam rangka penyesuaian perhitungan besarnya manfaat THT PNS dan Hakim.

Pada Laporan Keuangan PT TASPEN (program THT) Tahun 2009 diungkapkan bahwa terdapat Piutang PSL Pemberi Kerja atas THT yang diestimasi, akibat kenaikan gaji pokok PNS tahun 2007,2008 dan 2009 dengan rincian sebagai berikut:

Audited

Uraian Jumlah (Rp)

PSL Pemberi Kerja akibat PP 9/2007 1.639.066.231.444

PSL Pemberi Kerja akibat PP 14/2008

Perubahan gaji pokok 2.451.864.039.858

Perubahan tingkat bunga tahun 2008 93.946.230.524

Jumlah 2.545.810.270.382

PSL Pemberi Kerja akibat PP 8/2009

Perubahan gaji pokok 3.026.994.536.010

Perubahan tingkat bunga tahun 2008 128.761.758.479

Jumlah 3.155.756.294.489

Total 7.340.632.796.315

Atas Utang Kepada Dana Pensiun dan THT (unfunded liability) tersebut, PT TASPEN (Persero) telah menyampaikan surat nomor SRT-37/Dir.1/2010 tanggal 9 April 2010 hal penyelesaian Utang Kepada Dana Pensiun dan THT (unfunded liability) Pemerintah akibat kenaikan gaji pokok PNS tahun 2007, 2008, dan 2009 kepada PT TASPEN (Persero).

Dalam menanggapi surat tersebut, Dirjen Anggaran bersama Ketua BAPEPAM LK melalui Nota Dinas Bersama kepada Menteri Keuangan Nomor ND-370/AG/2010 – ND-45/BL/2010 pada huruf d menyatakan bahwa sesuai prinsip pertanggungjawaban Pemerintah atas kelangsungan penyelenggaraan program THT PNS, dan prinsip “compliance”, maka untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan program THT PNS Tahun Buku 2009, Pemerintah perlu menyatakan bertanggungjawab atas kewajiban yang timbul tanpa harus secara langsung menyebutkan besarannya sampai dengan disepakatinya besaran kewajiban berkenaan.

Utang Kepada Dana Pensiun dan THT (unfunded liability) sebesar

Rp7.340.632.796.315 merupakan estimasi sepihak oleh PT TASPEN (Persero), belum bersifat definitif. Pemerintah sedang melakukan perhitungan ulang dan verifikasi sehingga angka tesebut dapat berubah sesuai hasil verifikasi Pemerintah. Pemerintah juga sedang melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap program THT untuk menjamin penyelenggaraan yang berkelanjutan berdasarkan best practices yang berkeadilan dan akuntabel.

Penyelesaian Utang Kepada Dana Pensiun dan THT (unfunded liability) tersebut akan disesuaikan dengan perhitungan ulang oleh Pemerintah dan ditetapkan dalam APBN pada tahun-tahun yang akan datang.