• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN

C. Kewenangan Kurator dalam Kepailitan Perseroan

Wewenang kurator merupakan hak, dalam arti kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang untuk menjalankan tugasnya. Wewenang selalu terkait dengan tugas (kewajiban) yang dibebankan terhadap seseorang. Pemberian wewenang harus sesuai dengan tugas yang dibebankan. Secara umum, kurator mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.38

Wewenang kurator dalam kaitannya dengan tugas pokoknya, antara lain sebagai berikut :

1. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan peberitahuan terlebih dahulu kepada Debitur atau salah satu organ debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau

38

pemberitahuan demikian di persyaratkan.

2. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Jika dalam melakukan pinjaman, kurator perlu membebani harta pailit dengan lembaga jaminan (gadai, hipotek, fidusia, hak tanggungan, atau hak agunan atas kebendaan lainnya), maka kurator harus mendapat persetujuan hakim pengawas terlebih dahulu. Harta pailit yang dapat dibebankan dengan lembaga jaminan adalah harta pailit yang belum dijadikan utang.

3. Dapat mengalihkan harta pailit sejauh diperlukan untuk menutup biaya kepailitan atau apabila penahanannya akan mengakibatkan kerugian pada harta pailit, meskipun terhadap putusan pailit diajukan kasasi atau peninjauan kembali, setelah mendapat persetujuan hakim pengawas (Pasal 107 UU Kepailitan dan PKPU).

4. Berwenang untuk mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara, setelah meminta saran dari panitia kreditor sementara, bila ada, dengan izin hakim pengawas (Pasal 109 UU Kepailitan dan PKPU).

5. Dapat mengadakan rapat dengan panitia kreditor, untuk meminta nasihat. 6. Mengajukan gugatan atau meneruskan perkara yang sedang berlangsung,

ataupun menyanggah gugatan yang diajukan atau yang sedang berlangsung. Untuk melaksanakan wewenang ini, kurator wajib meminta pendapat panitia kreditor, kecuali :

b. Tentang meneruskan atau tidak meneruskan perusahaan dalam pailit, dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, 38, 39, 59 ayat (3), 106, 107, 184 ayat (3) dan Pasal 186;

c. Tentang cara pemberesan dan penjualan harta pailit;

d. Tentang waktu maupun jumlah pembagian yang harus dilakukan. Kewajiban meminta pendapat panitia kreditor tidak diperlukan lagi apabila kurator telah memanggil panitia kreditor untuk mengadakan rapat guna memberikan pendapat, namun dalam jangka waktu 7 hari setelah pemanggilan panitia kreditor tidak memberikan pendapat.

7. Dapat meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan melalui hakim, atas dasar alasan untuk mengamankan harta pailit.

8. Kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali, setelah mendapat persetujuan panitia kreditor sementara. Jika tidak ada panitia kreditor, kurator memerlukan izin hakim pengawas (Pasal 104 UU Kepailitan dan PKPU).

9. Berwenang membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitor pailit (Pasal 105 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

10. Berwenang menurut keadaan memberikan suatu jumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawas untuk biaya hidup debitor pailit dan keluarganya (Pasal 106 UU Kepailitan dan PKPU).

11. Untuk keperluan pemberesan harta pailit, Kurator dapat menggunakan jasa Debitur Pailit dengan pemberian upah yang ditentukan oleh Hakim Pangawas (Pasal 186 UU Kepailitan dan PKPU).

12. Berwenang meminta pertanggungjawaban kreditor separatis yang melaksanakan haknya atas hasil penjualan yang menjadi agunan dan menyerahkan sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga, dan biaya kepada kurator (Pasal 60 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU). 13. Kurator dapat mengadakan rapat dengan panitia untuk memninta nasihat

(Pasal 82 UU Kepailitan dan PKPU).

14. Kurator dengan izin hakim pengawas dapat meneruskan penjualan benda milik debitur, baik benda bergerak maupun tidak bergerak dalam rangka eksekusi sudah sedemikian jauhnya hingga penjualan benda itu sudah ditetapkan (Pasal 33 UU Kepailitan dan PKPU).

15. Kurator dengan persetujuan hakim pengawas dapat mengalihkan harta pailit sejauh diperlukan untuk menutup biaya kepailitan atau apabila penahanannya akan mengakibatkan kerugian pada harta pailit, meskipun terhadap putusan pailit diajukan kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 107 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU). 39

Dalam Pasal 73 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU telah memberikan pengaturan, yaitu apabila diangkat lebih dari satu kurator maka untuk melakukan tindakan yang sah dan mengikat, para kurator memerlukan persetujuan dari ½

39

jumlah para kreditor.40, kecuali Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya (Pasal 73 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU). Jika kurator lebih dari satu, maka mereka bersifat kolegial, artinya masing-masing kurator tidak dapat bertindak sendiri-sendiri untuk dan atas nama kurator, tetapi harus bertindak secara bersama-sama berdasarkan musyawarah untuk mufakat.41

40

Pasal 73 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa apabila suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, tindakan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan hakim pengawas.

41

BAB III

TANGGUNG JAWAB KURATOR TERHADAP KERUGIAN HARTA PAILIT PERSEROAN TERBATAS

A. Tugas dan Kewajiban Kurator

Tugas pokok kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 69 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yaitu tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.

Di samping tugas utama tersebut, kurator juga mempunyai sejumlah kewajiban yang dapat diinventarisasi dari UU Kepailitan dan PKPU, antara lain : 1. Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari setelah tanggal putusan

pernyataan pailit diterima oleh kurator, kurator wajib mengumumkan dalam Berita Negara RI dan paling sedikit dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas (Pasal 15 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU).

2. Kurator wajib mengumumkan putusan kasasi atau peninjauan kembali yang membatalkan putusan pailit dalam Berita Negara RI dan paling sedikit dalam dua surat kabar harian (Pasal 17 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

3. Kurator wajib memberikan kepada panitia kreditor atas semua keterangan yang dimintanya termasuk memperlihatkan semua buku, dokumen, dan surat mengenai kepailitan (Pasal 81 UU Kepailitan dan PKPU).

4. Kurator wajib meminta pendapat panitia kreditor mengenai pengajuan gugatan atau meneruskan perkara yang sedang berlangsung, ataupun menyanggah

gugatan yang diajukan atau yang sedang berlangsung (Pasal 83 (1) UU Kepailitan dan PKPU).

5. Kurator wajib memanggil semua kreditor yang mempunyai hak suara dengan surat tercatat atau melalui kurir, dan dengan iklan paling sedikit dalam dua surat kabar harian untuk menghadiri rapat (Pasal 90 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU).

6. Dalam waktu paling lama 5 hari setelah penetapan hakim pengawas sebagaimana maksud Pasal 113, kurator wajib memberitahukan penetapan tersebut kepada semua kreditor yang alamatnya diketahui dengan surat dan mengumumkannya paling sedikit dalam 2 surat kabar harian (Pasal 114 UU Kepailitan dan PKPU).

7. Kurator wajib :

a. Mencocokkan perhitungan piutang yang diserahkan oleh kreditor dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitur pailit; atau b. Berunding dengan kreditor jika terdapat keberatan terhadap penagihan

yang diterima (Pasal 116 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

8. Kurator wajib memasukkan piutang yang disetujuinya ke dalam suatu daftar piutang yang sementara diakui, sedangkan piutang yang dibantah termasuk alasannya dimasukkan ke dalam daftar tersendiri (Pasal 117 UU Kepailitan dan PKPU).

9. Dalam hal kurator tidak menyetujui pendapat panitia kreditor maka kurator dalam waktu 3 (tiga) hari wajib memberitahukan hal itu kepada panitia kreditor (Pasal 84 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU).

10. Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dengan menyimpan semua surat, dokumen, uang perhiasan, efek, dan surat berharga lainya dengan memberikan tanda terima (Pasal 98 UU Kepailitan dan PKPU).

11. Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lama 2 (dua) hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai kurator. Pencatatan harta pailit dapat dilakukan di bawah tangan oleh kurator dengan persetujuan hakim pengawas (Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan dan PKPU).

12. Kurator harus membuat daftar yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan utang harta pailit, nama dan tempat tinggal kreditor beserta jumlah piutang masing-masing kreditor (Pasal 102 UU Kepailitan dan PKPU).

13. Kurator wajib menyimpan semua uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya milik debitur pailit kecuali hakim pengawas menentukan lain. Uang tunai yang tidak diperlukan untuk pengurusan harta pailit wajib disimpan oleh kurator di bank untuk kepentingan harta pailit setelah mendapat izin hakim pengawas (Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU).

14. Kurator wajib menyediakan di Kepaniteraan Pengadilan salinan dari masing-masing daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, selama 7 hari sebelum hari pencocokan piutang, dan setiap orang dapat melihatnya secara cuma-cuma (Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU).

15. Kurator wajib memberitahukan dengan surat tentang adanya daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 kepada kurator yang dikenal, disertai panggilan untuk menghadiri rapat pencocokan piutang dengan menyebutkan

rencana perdamaian jika telah diserahkan oleh debitur pailit (Pasal 120 UU Kepailitan dan PKPU).

16. Setelah berakhirnya pencocokan piutang, kurator wajib memberikan laporan mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya kepada kreditor wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh mereka (Pasal 143 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

17. Kurator wajib memberikan pendapat tertulis tentang rencana pedamaian dalam rapat (Pasal 146 UU Kepailitan dan PKPU).

18. Kurator wajib mengumumkan perdamaian dalam hal perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap di dalam Berita Negara RI dan paling sedikit dalam 2 surat kabar harian (Pasal 116 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan dan PKPU).

19. Kurator wajib melakukan pertanggungjawaban kepada debitur di hadapan hakim pengawas setelah pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 167 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

20. Kurator berkewajiban membayar piutang kreditor yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda masuk kembali dan menguntungkan harta pailit (Pasal 185 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU).

21. Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada Hakim Pengawas paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan (Pasal 202 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU).

22. Memberikan kepastian kepada pihak yang mengadakan perjanjian timbal balik dengan debitur pailit tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut yang belum atau baru sebagian dipenuhi (Pasal 36 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).42

B. Tanggung Jawab Kurator

Seorang kurator mempunyai tugas yang cukup berat, yaitu melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Oleh karena itu, kurator juga mempunyai tanggung jawab yang cukup berat atas pengurusan dan pemberesan harta pailit yang ia lakukan. Segala perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit tidak dapat dipulihkan ke keadaan semula dan mengikat terhadap semua pihak. Dalam Pasal 17 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU dinyatakan secara tegas bahwa dalam putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau peninjauan kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan tersebut tetap sah dan mengikat debitur.43

Setiap perbuatan kurator yang merugikan terhadap harta pailit ataupun dalam arti merugikan kepentingan kreditor, baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kurator maka kurator harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Hal ini tegas dinyatakan dalam Pasal 72 UU Kepailitan

42

Ibid, hal. 144-146.

43

dan PKPU, antara lain : Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan/kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.44

Ini berarti kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan tidak dapat bertindak sewenang-wenang, karena apabila ada perbuatan kurator yang merugikan harta pailit, maka harta pribadi kurator turut bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. Sebagai bentuk pertanggungjawabannya, setiap 3 bulan, kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya (Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU). Laporan ini bersifat untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang secara cuma-cuma (Pasal 74 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU).45

Pasal 77 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU telah memberikan instumen perlawanan bagi kreditor terhadap kebijakan kurator. Dalam Pasal 77 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU dikatakan bahwa setiap kreditor, panitia kreditor, dan debitur pailit dapat mengajukan surat keberatan kepada hakim pengawas terhadap perbuatan yang dilakukan oleh kurator atau memohon kepada hakim pengawas untuk mengeluarkan surat perintah agar kurator melakukan perbuatan tertentu atau tidak melakukan perbuatan yang sudah direncanakan. Hakim pengawas harus menyampaikan surat keberatan tersebut kepada kurator paling lambat 3 hari setelah surat keberatan diterimanya (Pasal 77 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU).

Adapun kurator harus memberikan tanggapan kepada hakim pengawas atas surat keberatan tersebut paling lambat 3 hari setelah surat

44

Ibid.

45

keberatan tersebut diterima (Pasal 77 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU). Setelah itu, hakim pengawas harus memberikan penetapan paling lambat 3 hari

setelah tanggapan dari kurator sudah diterima oleh hakim pengawas (Pasal 77 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU).46

C. Kerugian Harta Pailit Perseroan Terbatas

Yang disebut dengan harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan. Ketentuan Pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU secara tegas menyatakan bahwa “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. Namun demikian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU Kepailitan dan PKPU tidak berlaku terhadap :

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang

46

tunggu atau tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas atau; c. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban

memberi nafkah menurut undang-undang.47

D. Tanggung Jawab Kurator Terhadap Kerugian Harta Pailit Perseroan Terbatas

Wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU kepada kurator sangatlah luas sehingga menimbulkan suatu konsekuensi hukum bagi kurator untuk berhati-hati dalam menjalankan tugasnya dan bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya sehubungan dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Begitu pula dalam kepailitan perseroan terbatas, bila sebelum terjadi kepailitan, pihak yang bertanggung jawab atas pengurusan harta kekayaan perseroan terbatas adalah direksi maka setelah terjadinya kepailitan, pihak yang bertanggung jawab adalah kurator.

Kurator dapat melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, ia bertanggung jawab pribadi terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Hal ini jika tindakan kurator yang merugikan harta pailit dan pihak ketiga tersebut merupakan tindakan di luar kewenangan kurator yang diberikan padanya oleh undang-undang, tidak dapat dibebankan pada harta pailit, dan merupakan tanggung jawab kurator secara pribadi.48

Sebaliknya, tindakan kurator yang dilakukan sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dan dilakukan dengan itikad baik.

47

Lihat Pasal 21 dan Pasal 22 UU Kepailitan dan PKPU.

48

Namun, karena hal-hal di luar kekuasaan kurator ternyata merugikan harta pailit, maka tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi kepada kurator dan kerugian dapat dibebankan pada harta pailit.49

Pada perseroan terbatas, dalam hal-hal tertentu direksi harus bertanggung jawab secara pribadi apabila karena kesalahan atau kelalaiannya perseroan terbatas mengalami kerugian dan dinyatakan pailit. Begitu pula halnya dengan kurator, Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa kurator memiliki tanggung jawab yang sangat berat karena kurator bukan saja bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga karena kelalaiannya.50

Bila ternyata ditemui fakta bahwa kurator melakukan suatu kesalahan atau kelalaian yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit maka kurator dapat digugat secara perdata dan wajib membayar ganti kerugian.

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai pengertian dan kesalahan atau kelalaian yang dimaksud dalam Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, sehingga dalam hal ini sulit untuk menentukan parameter dari kesalahan dan kelalaian tersebut.

Jerry Hoff mengungkapkan bahwa tanggung jawab kurator tersebut tidaklah lebih berat atau bahkan sama saja dengan ketentuan yang diatur dalam

49

Ibid.

50

Pasal 1365 KUH Perdata (perbuatan melawan hukum).51

Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, tindakan kurator dapat dimintakan ganti kerugian apabila telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum diantaranya adalah unsur melawan hukum (onrechtmatige daad), adanya kesalahan, adanya kerugian yang ditimbulkan dan adanya hubungan kausal (sebab-akibat) antara perbuatan dan kerugian yang timbul.

Dengan kata lain, tindakan kurator dianggap memiliki unsur melawan hukum (onrechtmatige daad) bila kurator tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang ditentukan oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Salah satu unsur dari perbuatan melawan hukum adalah adanya kerugian yang nyata-nyata ditimbulkan. Kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil dan kerugian imateriil. Dalam pelaksanaan tugasnya, kurator wajib bertanggung jawab bila tindakannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang berkepentingan dalam kepailitan terutama bagi kreditor dan debitor pailit.

Dalam suatu perbuatan melawan hukum diisyaratkan adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul. Berkaitan dengan tindakan kurator, Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga mendalilkan adanya hubungan kausal antara kesalahan atau kelalaian yang diperbuat oleh kurator dengan kerugian yang ditimbulkan terhadap harta pailit.

Dengan demikian, karena Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU

51

Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia (Indonesia Bankrupcty law), diterjemahkan oleh Kartini Muljadi (Jakarta : Tatanusa, 2000), hal. 72.

tidak mengatur mengenai sanksi yang dikenakan kepada tindakan kurator yang merugikan harta pailit maka Pasal 1365 KUH Perdata dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menentukan sanksi atas kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh kurator sehubungan dengan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Dalam hal kurator melakukan suatu kesalahan atau kelalaian yang merugikan harta pailit maka kurator dapat diminta ganti kerugian. Terdapat beberapa kemungkinan berhubungan dengan ganti kerugian, diantaranya adalah ganti kerugian berupa pengembalian keadaan pada keadaan semual.52 Oleh karena itu, seorang kurator yang ditunjuk untuk melakukan pengurusan dan pemberesan dalam suatu proses kepailitan hendaknya memiliki keadaan keuangan yang baik.

Seorang kurator juga dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana atas kesalahan dan kelalaiannya tersebut. Unsur kesalahan atau kelalaian ini termasuk dalam lingkup hukum pidana. Unsur kesalahan di dalam hukum pidana berupa kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa). Dalam hukum pidana seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban kalau ia mempunyai unsur kesalahan sesuai dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, bahwa tidak seseorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap bertanggung jawab, telah bersalah atas

52

M. A. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta : Pradnya Pramita, 1979), hal. 102.

tindakan yang dapat didakwakan atas dirinya.

Selain sanksi pidana dan perdata, kurator juga dapat dikenakan sanksi administrasi sehubungan dengan profesinya sebagai kurator. Dalam menjalankan profesinya sebagai kurator terdapat Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) yang menjadi pedoman bagi seseorang kurator dalam melaksanakan tugasnya. Dalam aturan Etika Profesi, terdapat ketentuan bahwa masing-masing anggota harus menaati dan melaksanakan sungguh- sungguh segala pengaturan yang berkaitan dengan Kepailitan dan PKPU.53 Dengan demikian maka jika kurator melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, ia dapat dikenakan sanksi.

Selain itu dalam Aturan Etika Profesi juga ditentukan bahwa bila pihak- pihak yang berkepentingan merasa dirugikan oleh tindakan kurator maka pihak tersebut dapat mengajukan pengaduan ke Dewan Kehormatan Profesi. Dalam hal ini, debitor dan kreditor yang merasa dirugikan atas kesalahan atau kelalaian kurator yang menyebabkan kerugian pada harta pailit memiliki hak untuk mengajukan pengaduan kepada Dewan Kehormatan Profesi sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Sebagai tindak lanjut atas pengaduan tersebut, Dewan kehormatan Profesi dapat memberikan sanksi administasi kepada kurator diantaranya adalah dengan teguran secara tertulis, peringatan keras dengan surat, pemberhentian sementara dari keanggotaan asosiasi atau juga pemberhentian sebagai anggota asosiasi. Dengan diberhentikan dari asosiasi (AKPI) maka

53

seorang kurator tidak dapat menjalankan lagi profesinya sebgai kurator karena salah satu syarat menjadi kurator adalah harus mendaftar sebagai anggota AKPI.

Kurator dapat dikenai tanggung jawab secara pribadi apabila melakukan suatu kesalahan atau kelalaian diluar ketentuan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU sehingga menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Apabila kurator telah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, maka bila timbul kerugian terhadap harta pailit, ia tidak harus bertanggung jawab secara pribadi dan kerugian tersebut akan dibebankan terhadap harta pailit.

Sehubungan dengan tanggung jawab pribadi kurator, selain dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata tidak tertutup kemungkinan bagi tindakan kurator untuk dimintai pertanggung jawaban secara pidana. Selain itu sanksi administasi juga dapat dikenakan terhadap kurator. Perlu diingat bahwa selama kurator menjalankan tugas dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU maka sepatutnya ia tidak dapat digugat baik secara perdata, pidana maupun dikenakan sanksi administrasi sekalipun tindakannya tersebut menimbulkan kerugian pada harta pailit.

BAB IV

AKIBAT HUKUM PERALIHAN KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS KEPADA KURATOR

A. Kewenangan Direksi Perseroan Terbatas

Sebagai “artificial person”, perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Perseroan tidak memiliki kehendak, untuk menjalankan dirinya sendiri. Untuk itulah maka diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak, yang akan menjalankan Perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian

Dokumen terkait