• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peralihan Kewenangan Direksi Perseroan Terbatas Kepada Kurator Dalam Pengelolaan PT Yang Pailit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peralihan Kewenangan Direksi Perseroan Terbatas Kepada Kurator Dalam Pengelolaan PT Yang Pailit"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PERALIHAN KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS

KEPADA KURATOR DALAM PENGELOLAAN PT YANG PAILIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

JONATHAN A V S

070200252

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERALIHAN KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS KEPADA KURATOR DALAM PENGELOLAAN PT YANG PAILIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH : JONATHAN A V S

070200252

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH, M.Hum NIP.197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum NIP.195302151989032002 NIP.197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dibeikan kekuatan serta kemampuan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang penulis selesaikan ini berjudul “PERALIHAN

KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS KEPADA

KURATOR DALAM PENGELOLAAN PT YANG PAILIT” yang diajukan

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Tak ada gading yang tak retak, pepatah tersebut dapat mendeskripsikan keadaan skripsi ini yang masih jauh dari kata sempurna. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun atas dasar sifat manusiawi yang tidak luput dari kesalahan, dengan segala rasa hormat penulis meminta maaf. Oleh karenanya saran, kritik dan ide-ide yang membangun dalam penulisan skripsi ini sangat penulis harapkan.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena tidak terlepas dari banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, ataupun semangat kepada penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.H, M.H, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, SH. M.Hum selaku Selaku Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang berkenan membantu dan memperhatikan Mahasiswa Hukum Ekonomi.

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran dalam membantu penulis selama menulis skripsi ini.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang banyak menuntun penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi yang dengan kesabaran menuntun penulis dalam penulisan skripsi.

8. Bapak Malem Ginting, SH, M.Hum selaku Dosen Penasehat Akademik selama perkuliahan.

9. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis ketika duduk dibangku perkuliahan.

10. Seluruh Pegawai administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :

(5)

diberikannya menjadi sumber kekuatan penulis selama ini dan juga kepada adekku satu-satunya Christian Dior Parsaoran Sianturi yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Dan kepada seluruh keluarga besar, khususnya Opung Tiur dan Opung Rio yang selalu memberikan nasehatnya dan kepada seluruh sepupuku kak mei, kak lince, bang chan, vivi, dek debora, dek dea, dan lae ku febrio, lae andre dan yang lainnya yang telah memberikan semangat kepada penulis.

2. Terima kasih juga kepada Bapak tua, mak tua, bou, uda, inanguda, tante, amangboru, tulang dan juga nantulang atas dukungan serta motivasi yang diberikan kepada penulis.

2. Teman-teman ku seperjuangan di kampus nimrot, putra, oloan, andre goegoek, ivan, bukit, gerrad, Hendry, junio, bang togap, berry, dan ladies-ladies yang sering memberikan nasehat kepadaku Tari, adek, selly dan juga teman-teman nonton bola, ivan, rezky, riza, tri, jombang, fajar, pak jef dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan.

3. Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman stambuk 2006, 2007, dan 2008.

(6)

Akhir kata semoga penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan membuka sebuah cakrawala berpikir yang baru bagi kita semua yang membacanya.

Medan. Februari 2011 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...v

ABSTRAKSI...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Perumusan Masalah...7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...7

D. Keaslian Penulisan...8

E. Tinjauan Kepustakaan ...9

G. Metode Penulisan...13

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS A. Kurator dalam Proses Kepailitan……...18

B. Kepailitan Perseroan Terbatas………...30

(8)

BAB III TANGGUNG JAWAB KURATOR TERHADAP KERUGIAN HARTA PAILIT PERSEROAN TERBATAS

A. Tugas dan Kewajiban Kurator………...…..40 B. Tanggung Jawab Kurator………...…..44 C. Kerugian Harta Pailit Perseroan Terbatas ………...……46 D. Tanggung Jawab Kurator Terhadap Kerugian Harta Pailit

Perseroan Terbatas………..………….47

BAB IV AKIBAT HUKUM PERALIHAN KEWENANGAN DIREKSI

PERSEROAN TERBATAS KEPADA KURATOR

A. Kewenangan Direksi Perseroan Terbatas...….………...53 B. Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas Terhadap Harta

Perseroan Terbatas……..…...………….………....…...64 C. Akibat Hukum Peralihan Kewenangan Direksi Kepada

Kurator PT yang Pailit………….………80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………..87

B. Saran……….………88

(9)

ABTRAKSI

PERALIHAN KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS KEPADA KURATOR DALAM PENGELOLAAN PT YANG PAILIT

Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum* Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum**

Jonathan A V S***

Dalam menjalankan perusahaan, direksi memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Perseroan Terbatas tetap cakap bertindak secara hukum sekalipun telah dinyatakan pailit. Direksi masih tetap berfungsi karena kepailitan hanya mencakup kekayaan perseroan sehingga Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum tetap berfungsi. Masuknya kurator dengan wewenangnya atas pengurusan dan pemberesan harta pailit perseroan menimbulkan pergeseran yang cukup signifikan atas sistem kerja operasional direksi perseroan terbatas. Adanya peralihan kewenangan dari direksi perseroan terbatas terhadap kurator juga mengakibatkan adanya peralihan tanggung jawab sehubungan dengan harta kekayaan perseroan terbatas.

Bertolak dari masalah tersebut maka penulis membahas tentang Peralihan Kewenangan Direksi Perseroan Terbatas Kepada Kurator dalam Pengelolaan PT yang Pailit. Adapun metode yang dipakai dalam menyelesaikan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengolah dan menggunakan data-data sekunder yang berkaitan dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa setelah ditetapkan putusan pailit terhadap perseroan terbatas, kurator berwenang untuk mengurus dan membereskan harta pailit. Wewenang kurator bersifat terbatas dikarenakan kurator tidak dapat bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dan harus berjalan sesuai dengan koridor yang ditentukan oleh UU Kepailitan dan PKPU. Kurator dapat dikenai tanggung jawab secara pribadi apabila ia melakukan suatu kesalahan atau kelalaian yang merugikan harta pailit. Akibat hukum yang ditimbulkan dengan adanya peralihan kewenangan direksi kepada kurator adalah secara otomatis kurator akan melakukan pengurusan harta pailit sejak ditetapkannya putusan pailit terhadap perseroan terbatas

Keyword : Peralihan Kewenangan, Direksi, Kurator Kepailitan PT.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia usaha semakin berkembang di Indonesia, hal tersebut membuat perusahaan membutuhkan modal usaha untuk mengembangkan dan menjalankan kegiatan usahanya. Modal perusahaan tersebut berasal dari berbagai sumber, seperti bersumber dari penanaman modal, kredit bank, maupun penerbitan obligasi. Salah satu permasalahan hukum yang timbul dari perjanjian utang piutang adalah ketidakmampuan debitor untuk melunasi pinjamannya kepada kreditor sesuai dengan kesepakatan yang telah diperbuat. Ketidakmampuan debitor tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal seperti turunnya tingkat produktifitas perusahaan maupun faktor eksternal yaitu naik-turunnya kondisi perekonomian nasional.1

Gejolak moneter yang terjadi pada pertengahan Juli 1997, mengakibatkan dampak yang sangat luas terhadap perkembangan bisnis di Indonesia. Naiknya nilai tukar dollar terhadap rupiah dengan sangat tinggi menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia tidak mampu membayar utangnya yang umumnya dilakukan dalam bentuk dollar.2

Gejolak moneter juga menimbulkan kesulitan yang sangat besar bagi perekonomian terutama kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahaanya ataupun mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya, sehingga

1

Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hal. 8-9.

2

(11)

berpengaruh besar terhadap kemampuan dunia usaha untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para kreditor. Keadaan ini berjalan cukup lama, sehingga secara akumulatif utang perusahaan menjadi besar dan akhirnya perusahaan tidak mampu lagi membayar kewajibannya kepada kreditor.

Debitor yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dinyatakan melalukan “wanprestasi”. Penyelesaian wanprestasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

1. Melalui permusyawaratan baik dalam bentuk negoisasi, mediasi dan konsoliasi.

2. Melalui suatu gugatan keperdataan. 3. Melalui penyelesaian arbitrase.

4. Dalam hal perjanjian utang-piutang (pinjaman uang) tersebut diikat dengan jaminan, kreditor dapat menjual barang jaminan untuk memperoleh pelunasan.

5. Melalui Kepailitan.3

Salah satu alternatif penyelesaian wanprestasi masalah utang-piutang suatu perusahaan adalah melalui kepailitan. Proses penyelesaian kepailitan perlu dilakukan secara adil artinya memperhatikan kepentingan perusahaan sebagai debitor ataupun kepentingan kreditor secara seimbang.

Untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat dari kepailitan diperlukan instrumen hukum yang jelas untuk menfasilitasi masalah utang piutang yang sangat diperlukan oleh dunia usaha sebagai suatu jaminan kepastian hukum

3Bagir Manan, “Perlindungan Debitor dan Kreditor dalam Undang-Undang Kepailitan”,

(12)

dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang lengkap dan sempurna agar proses kepalitan dapat berlangsung secara cepat, terbuka dan efektif sehingga dapat memberikan kesempatan kepada kreditor dan debitor untuk mengupayakan penyelesaian yang adil.

Undang-Undang Kepailitan semula diatur dalam Staatsblad 1905 No. 217 dan Staatsblad 1906 No.348 dikenal dengan Peraturan tentang Kepailitan (Faillissements Verordening). F.V. tersebut terdiri dari 279 pasal dengan rincian : 1. Bab I mengatur perihal Kepailitan (Pasal 1 sampai dengan Pasal 211).

2. Bab II mengatur perihal Pengunduran Pembayaran (Pasal 212 sampai dengan Pasal 279).

Kemudian pada tanggal 22 April 1998 diberlakukannya Peraturan Pengganti Undang (PERPU) No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan. PERPU No. 1 Tahun 1998 telah ditetapkan sebagai Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998. Dengan demikian Peraturan Kepailitan yang berlaku adalah PERPU No. 1 Tahun 1998 Jo. Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 disebut Undang-Undang Kepailitan (UUK).

Undang-Undang Kepailitan tersebut terdiri dari 289 pasal dengan rincian sebagai berikut :

1. Bab I tentang Kepailitan (Pasal 1 sampai dengan Pasal 211).

(13)

3. Bab III mengenai Pengadilan Niaga (Pasal 280 sampai dengan Pasal 289).4

Dalam Pelaksanaanya Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan masih menemui banyak permasalahan. Hal ini mendorong disusunnya Rancangan Undang Kepailitan. Pada tanggal 18 Oktober 2004 Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang kepailitan telah menjadi Undang-Undang-Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Sejak berlakunya Undang-Undang tersebut maka Undang-Undang Kepailitan (Faillissements Verordening Staatsblad 1905 No. 217 dan Staatsblad 1906 No.348) dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dicabut dan tidak berlaku lagi kecuali peraturan pelaksana.

Menurut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.5 Dengan ditetapkannya suatu perusahaan dalam keadaan pailit berarti bahwa kekayaan debitor akan berada di bawah sita umum dan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya karena dianggap sudah tidak mampu lagi mengurus dan menguasai harta kekayaan.

Salah satu permasalahan yang timbul berkaitan dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit setelah penetapan pailit oleh Pengadilan Niaga adalah

4

Parwoto Wignjosumarto, Hukum Kepailitan Selayang Pandang (Himpunan Makalah), (Jakarta : Tatanusa, 2003), hal.1-2.

5

(14)

pihak yang berhak untuk pengurusan dan pemberesan atas kekayaan debitor pailit. Di Indonesia pihak yang berhak melakukan hal tersebut adalah Kurator yaitu Balai Harta Peninggalan dan Kurator swasta. Balai Harta Peninggalan atau sering disebut sebagai Kurator pemerintah berada pada lingkup Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sedangkan kurator adalah Balai Harta Peninggalan orang perorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas yang telah terdaftar pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Penulis hanya akan membahas mengenai kurator saja, karena di dalam proses kepailitan kurator memiliki peran utama dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit demi kepentingan kreditor dan debitor pailit.

Dalam hal debitor yang dinyatakan pailit adalah Perseroan Terbatas terdapat organ perseroan terbatas yang merupakan perwakilan perseroan terbatas dalam melakukan perbuatan hukum. Dengan adanya kepailitan maka akan terjadi suatu peralihan wewenang dan tanggung jawab dalam bidang harta kekayaan dari organ perseoan terbatas kepada kurator. Organ Perseroan Terbatas yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Penulis dalam skripsi ini hanya akan membahas mengenai Direksi Perseroan Terbatas saja.

(15)

Perseroan Terbatas tetap dapat bertindak secara hukum sekalipun telah dinyatakan pailit. Direksi masih tetap berfungsi karena kepailitan hanya mencakup kekayaan dari perseroan sehingga Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum tetap berfungsi.

Masuknya kurator dengan wewenangnya atas pengurusan dan pemberesan harta pailit perseroan menimbulkan pergeseran yang cukup signifikan atas sistem kerja operasional direksi perseroan terbatas. Beralihnya wewenang atas pengurusan dan pemberesan harta pailit kepada kurator tidak berarti menggantikan kedudukan direksi perseroan terbatas pailit, terlebih di kemudian hari diketahui bahwa terjadinya kepailitan disebabkan oleh kesalahan pribadi direksi perseroan terbatas.

Pengaturan tugas dan wewenang Direksi perseroan terbatas diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sedangkan tugas dan kewenangan kurator diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

(16)

Dari apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengajukan penulisan skripsi dengan judul: Peralihan Kewenangan Direksi

Perseroan Terbatas Kepada Kurator Dalam Pengelolaan PT Yang Pailit.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana wewenang kurator dalam kepailitan perseroan terbatas sehubungan dengan adanya peralihan wewenang direksi perseroan terbatas kepada kurator?

2. Bagaimana tanggung jawab kurator terhadap tindakannya yang menimbulkan kerugian terhadap harta pailit perseroan terbatas?

3. Apakah akibat hukum yang ditimbulkan dengan adanya peralihan kewenangan kepada kurator terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit perseroan terbatas?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

(17)

1. Untuk dapat mengetahui dan memahami kewenangan kurator dalam kepailitan perseroan terbatas sehubungan dengan adanya peralihan wewenang direksi perseroan terbatas kepada kurator.

2. Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab kurator atas tindakannya yang menimbulkan kerugian pada harta pailit perseroan terbatas.

3. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum yang ditimbulkan oleh adanya peralihan kewenangan kepada kurator terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit perseroan terbatas.

Manfaat Penulisan skripsi ini secara praktis, diharapkan pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai wewenang kurator dalam kepailitan perseroan terbatas sehubungan adanya peralihan kewenangan dari direksi perseroan terbatas kepada kurator

dalam pengelolaan PT yang pailit, khususnya dalam hukum kepailitan di Indonesia. Sementara secara akademis sebagai Karya Tugas Akhir dalam

menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan yakni Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

D. Keaslian Penulisan

(18)

belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini.

Adapun skripsi yang menyerupai, di perpustakaan Universitas Sumatera Utara adalah :

1. Tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas yang dinyatakan pailit, Hutal P. Lumbanbat , tahun 2000.

2. Tanggung jawab hukum direksi terhadap kepailitan perseroan terbatas, Mhd. Taufik Umar D. Hrp, tahun 1992.

3. Pertanggung jawaban direksi dalam kepailitan perseroan terbatas (studi kasus : Pengadilan Niaga Jakarta Pusat), Mesta Herlina Napitupulu, tahun 2000.

4. Tanggung jawab direksi atas kepailitan badan hukum peseroan terbatas (studi kasus di Pengadilan Niaga Medan), Laila Suraya Nst, tahun 2001 5. Tanggung jawab direksi atas kepailitan menurut UU No. 1 Tahun 1995,

Faisal R Harahap, tahun 2000.

E. Tinjauan Kepustakaan

(19)

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Perseroan terbatas sebagai subjek hukum yang mandiri dan cakap serta berwenang atas namanya dan untuk kepentingannya sendiri untuk mengadakan aneka ragam hubungan hukum mengenai kekayaannya dalam upaya melaksanakan maksud dan tujuannya. Konsekuensi dari pernyataan tersebut adalah apabila perseroan terbatas melakukan perikatan6, Khususnya mengenai perikatan yang lahir karena perjanjian, maka semua perikatan tersebut adalah hutang bagi perseroan terbatas selaku debitor yang apabila tidak dipenuhi oleh debitor sebagaimana telah dijanjikan, maka memberikan hak kepada kreditor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor dengan catatan ada kreditor lain.7

Pelaksanaan kepailitan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kepailitan sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah utang piutang berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tersebut.

6Pasal 1233 KUH Perdata : “Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena

Undang-Undang”.

7Ditentukan dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

(20)

Pasal 1 angka (1) ini secara tegas menyatakan bahwa :”Kepailitan adalah sita umum, bukan sita individual”. Karena itu, disyaratkan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU bahwa untuk mengajukan permohonan pailit, harus memiliki 2 (dua) atau lebih kreditor. Seorang debitor yang hanya memiliki 1 (satu) kreditor tidak dapat dinyatakan pailit karena hal ini bertentangan dengan prinsip sita umum. Apabila hanya satu kreditor maka yang berlaku adalah Sita Individual, dimana Sita Individual bukanlah sita dalam kepailitan. Dalam sita umum, maka seluruh harta kekayaan akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan kurator, sehingga debitor tidak memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya.8

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 juga memberikan pengertian tentang Kreditor, Debitor dan Debitor Pailit. Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa :

“Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang dapat ditagih di muka Pengadilan”.

Pasal 1 angka (3) menyebutkan bahwa :

“Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan”. Pasal 1 angka (4) menyebutkan bahwa :

“Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan”.9

Dari ketentuan diatas bahwa untuk dapat dinyatakan pailit , Debitor harus :

8

Sunarmi, Op. Cit. hal 29.

9

(21)

1. Mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditor; dan

2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak membedakan secara tegas pailitan bagi debitor yang merupakan badan hukum maupun orang perseorangan. Kepailitan dalam badan hukum berbentuk perseroan terbatas berakibat bahwa direksi perseroan terbatas tidak lagi secara sah dapat melakukan perbuatan hukum yang mengikat harta pailit perseroan. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa yang berhak melakukan hal itu adalah Balai Harta Peninggalan dan Kurator. Peralihan wewenang dari direksi perseroan terbatas kepada kurator yang terjadi dalam kepailitan perseroan terbatas pada prakteknya seringkali menimbulkan penyimpangan kewenangan yang dimiliki oleh kurator maupun direksi perseroan terbatas.

(22)

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membebani tanggung jawab dalam setiap penunjukan dan pengangkatan kurator. Hal ini berarti, setiap kurator yang ditunjuk yang diangkat dan ditunjuk oleh hakim pengadilan niaga mempunyai tanggung jawab sebagaimana diatur oleh Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan bahwa kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

F. Metode Penulisan

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan maka digunakan berbagai metode. Dapat diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu. Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Tipe penelitian

(23)

2. Pendekatan masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

3. Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi ini antara lain :

1. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil seminar, makalah, tesis maupun pendapat dari kalangan pakar hukum yang terkait dengan pembahasan tentang kepailitan.

3. Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang) adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum maupun kamus bahasa Indonesia.

4. Prosedur pengumpulan bahan hukum

(24)

menganalisis secara sistematis buku-buku, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

5. Analisis data

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu data diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif digunakan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Analisis data dilakukan dengan:

1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Memilih kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan penelitian.

3. Menarik kesimpulan dengan menjawab setiap permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

(25)

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN

PERSEROAN TERBATAS

Memberikan pemahaman tentang kurator di dalam proses kepailitan, kepailitan perseroan terbatas, dan kewenangan kurator dalam kepailitan perseroan terbatas.

BAB III : TANGGUNG JAWAB KURATOR TERHADAP KERUGIAN HARTA PAILIT PERSEROAN TERBATAS

Memberikan pemahaman tentang tugas dan kewenangan kurator, tanggung jawab kurator, kerugian harta pailit perseroan terbatas dan tanggung jawab kurator terhadap kerugian harta pailit perseroan terbatas.

BAB IV : AKIBAT HUKUM PERALIHAN KEWENANGAN DIREKSI KEPADA KURATOR

(26)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(27)

BAB II

KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN

PERSEROAN TERBATAS

A. Kurator Dalam Proses Kepailitan

Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU). Pihak debitor, kreditor atau pihak yang berwenang hanya mempunyai hak untuk mengajukan usul pengangkatan kurator. Apabila pihak debitor, kreditor atau pihak yang berwenang tidak mengajukan usul pengangkatan kurator, maka Balai Harta Peninggalan (BHP) akan bertindak sebagai Kurator. Dalam Pasal 15 UU Kepailitan dan PKPU ditegaskan bahwa :

1. Dalam Putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Hakim Pengadilan;

2. Dalam hal Debitor, Kreditor, atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan kurator kepada pengadilan maka Balai Harta Peninggalan diangkat sebagai Kurator;

3. Kurator yang diangkat harus independent, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani perkara Kepailitan dan PKPU, lebih dari 3 (tiga) perkara.

(28)

mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat hal-hal sebagai berikut :

a. Nama, alamat, dan pekerjaan debitor; b. Nama Hakim Pengawas;

c. Nama, alamat, dan pekerjaan Kurator;

d. Nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia kreditor sementara apabila telah ditunjuk; dan

e. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama.10

Penunjukan sebagai kurator tidak selalu selesai setelah penyelesaian penugasan; kurator dapat mengundurkan diri atau digantikan kurator lain.

1. Pengadilan dapat, setelah mendengar kurator, mengganti kurator tersebut dan mengangkat kurator pengganti atau kurator tambahan atas permintaan atau usulan: (i) kurator sendiri, (ii) kurator lainnya, jika ada; (iii) Hakim Pengawas; atau (iv) debitur pailit. Selain itu, Pengadilan wajib mengganti kurator, atas permohonan kreditur melalui keputusan rapat kreditur.

2. Jika akan mengundurkan diri, kurator menyatakan pengunduran diri secara tertulis kepada Pengadilan, dengan tembusan kepada Hakim Pengawas, panitia kreditur, debitur atau kurator lainnya, jika ada.

10

(29)

3. Dalam bagian ini, kurator terdahulu adalah kurator yang belum menyelesaikan proses penugasannya sebagai kurator, namun penugasannya sebagai kurator diganti dengan alasan apapun. Sementara kurator pengganti adalah kurator yang menggantikan kurator terdahulu dalam suatu penugasan.

4. Kurator terdahulu wajib:

1. Menyerahkan seluruh berkas-berkas dan dokumen, termasuk laporan-laporan dan kertas kerja kurator yang berhubungan dengan penugasan kepada kurator pengganti dalam jangka waktu 2 x 24 jam; dan

2. Memberikan keterangan selengkapnya sehubungan dengan penugasan tersebut khususnya mengenai hal hal yang bersifat material serta diperkirakan dapat memberikan landasan bagi kurator pengganti untuk memahami permasalahan dalam penugasan selanjutnya.

5. Kurator terdahulu wajib membuat laporan pertanggungjawaban atas penugasannya dan menyerahkan salinan laporan tersebut kepada kurator pengganti.11

Ini berarti keputusan untuk mengganti/mengangkat lagi kurator atas permohonan kurator sendiri/kurator lain/hakim pengawas/debitur pailit adalah

diskresi hakim (wewenang hakim). Hakim berwenang untuk mengangkat atau

tidak mengangkat atau mengganti atau tidak mengganti kurator tersebut.

11

(30)

Berbeda dengan yang diatur dalam Pasal 71 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, pada Pasal 71 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU mengatakan bahwa “Pengadilan harus memberhentikan atau mengangkat kurator atas permohonan atau usul kreditor konkruen berdasarkan putusan rapat kreditor yang diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 UU Kepailitan dan PKPU, dengan persyaratan putusan tersebut diambil berdasarkan suara setuju lebih dari ½ jumlah kreditor konkruen atau kuasanya yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih dari ½ jumlah piutang kreditor konkruen atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.12

Imbalan jasa yang harus dibayar kepada Kurator ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Kehakiman (sekarang Hukum dan HAM) melalui keputusannya No. M.09-HT.05.10 Tahun 1998 Tanggal 12 Desember 1998 tentang Pedoman besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus menetapkan bahwa imbalan jasa adalah upah yang harus dibayarkan sebagai berikut :

1. Dalam hal kepailitan berakhir dengan perdamaian (accord), besarnya imbalan jasa bagi kurator adalah sebesar suatu presentase dari nilai hasil harta pailit di luar utang sebagaimana ditentukan dalam perdamaian dengan perhitungan :

Sampai dengan Rp 50 miliar 6%

12

(31)

Kelebihan di atas Rp 50 miliar s/d Rp 250 miliar 4,5%

Kelebihan di atas Rp 250 miliar s/d Rp 550 miliar 3%

Kelebihan di atas Rp 500 miliar 1,5%

2. Dalam hal kepailitan berakhir dengan pemberesan, besarnya imbalan jasa adalah sebesar suatu presentase dari hasil pemberesan harta pailit di luar utang, yaitu :

Sampai dengan Rp 50 miliar 10%

Kelebihan di atas Rp 50 miliar s/d Rp 250 miliar 7,5%

Kelebihan di atas Rp 250 miliar s.d Rp 550 miliar 5%

Kelebihan di atas Rp 500 miliar 2,5%

3. Dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak ditingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh hakim dan dibebankan depada kredior. Dalam menentukan imbalan jasa ini hakim wajib mempertimbangan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja dari kurator sementara yang bersangkutan dengan ketentuan paling tinggi 2% (dua persen) dari harta debitur. Selain usaha atau imbalan jasa di atas, kurator dapat melakukan jasa penjualan kekayaan debitur, yaitu sebesar 21/2% (dua setengah persen) dari hasil penjualan yang

(32)

4. Besarnya imbalan jasa bagi Kurator Tambahan, maka besarnya imbalan jasa ditentukan oleh rapat kreditor yang memutuskan pengangkatan kurator tambahan

5. Imbalan Jasa bagi Kurator Pengganti, besarnya imbalan jasa bagi kurator yang diganti dan kurator yang mengganti ditentukan berdasarkan perbandingan nilai harta pailit yang diurus dan/atau dibereskan.

6. Imbalan Jasa bagi Kurator yang Dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, pedoman besarnya jasa bagi kurator yang dilakukanJ oleh Balai Harta Peninggalan, berlaku ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman (sekarang Hukum dan HAM) No : M.02-UM.01.06 Tahun 1993 tentang Penetapan Biaya Pelayanan Jasa Hukum Di Lingkungan Kantor Balai Harta Peninggalan Departemen Kehakiman.13

Kurator dalam melaksanakan tugas dan pengurusan dan pemberesan harta pailit, tidak akan berhasil tanpa bantuan dari pihak yang terkait langsung dengan proses kepailitan tersebut. Meskipun kurator dengan proses kepailitan diberi kekuasaan penuh untuk melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta pailit sejak debitur dinyatakan pailit, namun tanpa bantuan dan kerja sama dari pihak yang terkait langsung dengan kepailitan, maka kurator tidak akan berhasil dengan baik atau bahkan akan gagal sama sekali.

Dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh kurator, kerja

13

(33)

sama maksimal yang diharapkan terlibat langsung di luar kurator dan menjadi sorotan adalah debitur pailit, kreditor, dan hakim pengawas.

Debitor sebagai pihak yang dinyatakan pailit, kreditor sebagai pihak yang berhak mendapatkan hak atas harta debitur pailit, dan hakim pengawas, sebagai pengawas dan pemberi persetujuan atas kerja pengurusan dan pemberesan yang dilakukan kurator, yang sekaligus sebagai tempat debitor dan kreditor menyampaikan hal yang mereka inginkan atau tidak inginkan untuk dilakukan oleh kurator, adalah pihak yang akan membantu kelancaran tugas kurator jika bekerja sama dengan baik, dan menjadi penghambat jika tidak membantu kerja kurator.14

1. Hubungan Kurator dan Debitur Pailit

Selain kemampuan individual kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit sangat dituntut, hal yang paling penting untuk menyukseskan tugas seorang kurator, adalah kerjasama yang baik dari debitur pailit.15

Berdasarkan hal tersebut diatas, kurator sangat dituntut untuk menjalin kerja sama yang baik dengan debitur pailit. Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitur pailit dapat menyebabkan hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan debitur pailit, terlebih jika debitur dinyatakan pailit karena permohonan kreditor. Pada situasi ini, debitor akan senantiasa berpikir bahwa tindakan kurator adalah semata untuk keuntungan kreditor dan tidak memperhatikan kerugian yang diderita oleh si

14

Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta : Rajawali Pers, 2004), hal. 93-94.

15

(34)

debitor. Hal ini berbeda jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh debitur pailit sendiri. Dalam hal ini kurator akan memperoleh kerja sama yang baik dari debitor pailit.16

Untuk memperoleh kerja sama yang baik dari debitor, tidak bararti kurator harus mengikuti keinginan debitur demi terciptanya keharmonisan hubungan, tapi

dalam kerangka professional, seorang kurator harus tetap berada pada jalur bahwa ia wajib menyelamatkan harta pailit. Oleh karena itu, kurator wajib

memberitahukan dan mengingatkan debitur pailit secara tertulis tentang kewajiban dan larangan atau pembatasan yang harus dipatuhinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.17

Namun demikian, jika debitur dinilai tidak kooperatif, yaitu apabila mereka menolak, baik jika diminta kurator atau tidak, untuk bekerja sama dalam menjalankan proses kepailitan, kurator harus tetap berusaha untuk memperoleh harta debitor pailit dengan cara-cara yang ditentukan dalam aturan kepailitan.18

Debitor harus memahami bahwa tindakan kurator bukanlah semata untuk kepentingan kreditor, melainkan untuk kepentingan si debitor juga. Oleh karena itu, kerja sama dengan debitor sangat diharapkan. Kerja sama yang dimaksud antara lain :

1. Memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan harta pailit pailit secara lengkap dan akurat;

2. Menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanya

16

Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia. No. 343 angka 01.

17

Imran Nating, Op. Cit, hal. 95.

18

(35)

pada kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri;

3. Jika diminta, membantu kurator dalam menjalankan tugasnya; dan 4. Tidak menghalangi, baik sengaja atau tidak, pelaksanaan tugas kurator.19

Terhadap debitor pailit yang tidak kooperatif, kurator mengusulkan kepada hakim pengawas untuk dapat diambil tindakan-tindakan hukum agar debitor pailit dapat segera mematuhi proses kepailitan. Tindakan ini dapat bervariasi, misalnya dengan meminta hakim pengawas untuk mengeluarkan surat panggilan yang bertujuan untuk menghadirkan debitur pailit ke muka persidangan atau rapat kreditor, menyampaikan surat teguran yang memerintahkan debitur agar mematuhi tindakan-tindakan khusus dalam kepailitan, atau meminta hakim pengawas untuk menggunakan isntrumen yang tersedia dalam UU Kepailtan.20

Sebaliknya, tidak semua tindakan hukum yang dilakukan oleh kurator harus dengan begitu saja diterima oleh debitur pailit. Debitor pailit dibolehkan dengan surat permohonan mengajukan perlawanan yang ditujukan kepada hakim pengawas terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh kurator ataupun meminta dikeluarkannya perintah hakim, supaya kurator melakukan suatu perbuatan yang sudah dirancangkan.21

Seorang debitor, untuk menyukseskan proses pengurusan dan pemberesan harta pailit, diharapkan agar secara moral membantu tugas kurator. Antara lain dengan memberi keterangan tentang keberadaan hartanya secara lengkap kepada kurator. Dengan sebaliknya, kurator harus bisa dengan kemampuannya yang

19

Ibid.

20

Ibid. hal. 96.

21

(36)

dimilikinya untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit, demi untuk kepentingan para kreditor dan debitor pailit. Pada posisi inilah seseorang kurator sangat dituntut untuk independent, sehingga tidak terbebani untuk mengikuti kepentingan kreditor atau debitor.22

Seorang kurator sebelum memulai tugasnya, dalam hubungannya dengan debitor pailit, harus betul-betul memerhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Keadaan objektif debitur pailit, yang meliputi : 1. Jenis usaha dan skala ekonomis debitur pailit; 2. Kondisi fisik usaha debitur;

3. Uraian harta kekayaan dan utang debitur pailit; dan 4. Keadaan arus kas (cash flow) debitor pailit.

b. Kerja sama dari debitor pailit.

c. Kondisi sosial ekonomi yang timbul sebagai akibat pernyataan pailit.23

Hubungan kurator dan debitur berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka di hadapan hakim pengawas, kurator wajib melakukan perhitungan tanggung jawab kepada debitor.24

2. Hubungan Kurator dan Kreditor

Sukses tidaknya pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator, tidak hanya ditentukan oleh kerja sama yang baik dari

22

Ibid, hal, 97-98.

23

Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia, No. 345 angka 04.

24

(37)

debitor pailit, tapi juga dari kreditor debitor pailit. Kerja sama yang aktif dari kreditor akan mempermudah kerja kurator.25

Kreditor, dalam hal pendataan harta debitor pailit misalnya, diminta atau tidak diminta oleh kurator harus menunjukkan kepada kurator jumlah dan lokasi aset harta debitor pailit.26

Dalam proses kepailitan, meskipun yang mengajukan permohonan pailit hanya satu atau dua kreditor, namun pada saat debitor dinyatakan pailit, maka yang berhak mendapatkan haknya atas harta pailit bukan hanya yang mengajukan permohonan pailit tetapi semua kreditor dari debitur pailit. Dalam menjalin kerja sama dengan para kreditor, sulit bagi kurator jika harus berhubungan dengan organ perorangan dari para kreditor. Untuk itu, dibentuklah panitia kreditor yang selanjutnya menjadi lembaga bagi para kreditor debitor pailit. Hal ini mempermudah kerja kurator karena ia tidak harus berurusan dengan semua kreditor tapi cukup dengan panitia kreditor.27

Terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh kurator, jika oleh kreditor dianggap merugikan, kreditor dapat melakukan perlawanan terhadap perbuatan hukum kurator tersebut. Perlawanan ini diajukan kepada hakim pengawas kreditor dapat meminta kepada hakim pengawas untuk memerintahkan kurator melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. Selanjutnya hal yang tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh kreditor dalam rangka menyukseskan tugas kurator adalah membantu kurator secara terbuka untuk menunjukkan keberadaan harta

25

Ibid.

26

Ibid.

27

(38)

dari debitur pailit yang diketahuinya. Kemudian kreditur juga harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh UU Kepailitan dan PKPU atau putusan rapat panitia kreditor.28

3. Hubungan kurator dan Hakim Pengawas

Dalam pelaksanaan tugas, baik hakim pengawas maupun kurator harus sama-sama saling memahami kapankah harus berhubungan. Kerja sama yang harmonis sangat diperlukan, terlebih-lebih apabila memenuhi debitur atau kreditor yang kurang mendukung kelancaran penyelesaian sengketa.29

Kenyataan di lapangan, meskipun komunikasi hakim pengawas dan kurator lancar, hakim pengawas seringkali ragu secara tegas dan langsung membantu tugas kurator, misalnya menindak debitor yang tidak kooperatif.30

Apapun tindakan yang dilakukan oleh kurator dan hakim pengawas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU atau tindakan yang tidak dilarang oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, keduanya harus senantiasa berada dalam posisi bahwa mereka bertindak untuk kepentingan kreditor dan debitur. Oleh karena itu, upaya meningkatkan nilai harta pailit juga untuk kepentingan kreditor dan debitur.

Hakim pengawas haruslah percaya akan kemampuan kerja seorang kurator. Untuk itu, terhadap keinginan atau ide-ide kurator untuk meningkatkan nilai harta

28

Ibid, hal. 101.

29

Parwoto wignjosumarto,”Peran dan Hubungan Hakim Pengawas dengan Kurator/Pengurus serta Permasalahannya dalam Praktik Kepailitan dan PKPU”, Makalah disampaikan pada Lokakarya Kurator dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis, Jakarta, 2002.

30

(39)

pailit, selama tidak bertentangan dengan peraturan kepailitan, kehendaknya mendapatkan dukungan dari hakim pengawas. Kenyataan menunjukkan bahwa terhadap kerja pengurusan dan pemberesan harta pailit, seorang kurator tentulah jauh lebih paham dan lebih mengerti medannya, ketimbang hakim pengawas. Untuk itu, saling percaya dan tanggung jawab antara kurator dan hakim pengawas sangat diharapkan.

Kepailitan dapat dicabut oleh pengadilan atas usul hakim pengawas pada tingkat awal, berhubungan diterimanya laporan dari kurator yang telah mengadakan pencatatan harta benda si pailit, dan di dapati bahwa kekayaan si pailit sangat sedikit, sehingga tidak cukup untuk menutupi biaya kepailitan.31

B. Kepailitan Perseroan Terbatas

Adapun jenis kegiatan yang dilakukan oleh perseroan terbatas sebagai

sebuah perusahaan yang menjalankan usahanya harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, atau kesusilaan.32

Dasar hukum yang mengatur terbentuknya suatu perseroan terbatas adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dasar hukum dalam melaksanakan pengelolaan perseroan terbatas ada pada pedoman yang disepakati dalam anggaran dasar dari perseroan terbatas.

31

Imran Nating, Op. Cit. hal. 107.

32

(40)

Perseroan terbatas merupakan badan hukum (rechtspersoon) sehingga perseroan terbatas merupakan subjek hukum mandiri atau persona standi in

judicio. Sejauh menyangkut kedudukannya di muka hukum, perseroan seperti

halnya orang-perorangan adalah mengemban hak dan kewajiban. Walaupun perseroan terbatas adalah suatu subjek hukum mandiri, pada hakikatnya perseroan terbatas adalah suatu “artificial person” karena merupakan produk kreasi hukum. Kenyataannya ini menjadi sebab mengapa perseroan terbatas memiliki organ-organ tertentu seperti RUPS, direksi, dan komisaris untuk dapat melakukan perbuatan hukum.33

Di sini akan mengangkat pembahas mengenai direksi sebagai salah satu organ perseroan terbatas. Direksi merupakan organ perseroan terbatas yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya berada di tangan direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang mencakup maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaimana dimuat dalam anggaran dasarnya. Dengan demikian maka direksi juga memiliki kewewenangan dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Kepengurusan oleh direksi tidak terbatas pada memimpin dan menjalankan kegiatan rutin sehari-hari.

33

(41)

Direksi berwenang dan wajib mengambil inisiatif dan membuat rencana masa depan perseroan dalam mewujudkan maksud dan tujuan perseroan. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa kewenangan direksi untuk melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan tidak terbatas pada perbuatan hukum yang secara tegas disebut dalam maksud dan tujuan perseroan, melainkan juga meliputi perbuatan-perbuatan yang menurut kebiasaan, kewajaran dan kepatutan dapat disimpulkan dari maksud dan tujuan perseroan serta berhubungan dengannya sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak secara tegas disebutkan dalam rumusan maksud dan tujuan perseroan.34

Direksi perseroan terbatas tersebut melakukan perbuatan hukum mengenai harta kekayaan perseroan terbatas untuk melaksanakan maksud dan mencapai tujuan dari perseroan terbatas. Dalam melaksanakan maksud dan tujuan dari perseroan terbatas tersebut maka perseroan terbatas melakukan suatu perjanjian maupun perikatan dengan badan hukum lain maupun yang bukan badan hukum. Semua perikatan tersebut menjadi hutang bagi perseroan terbatas selaku debitor dan apabila tidak dipenuhi sebagaimana telah dijanjikan dalam suatu perjanjian, maka memberikan hak kepada kreditor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada perseroan terbatas sebagai debitor dengan catatan adanya kreditor lain.

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang memiliki kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga. Dengan telah ditetapkannya suatu perusahaan

34Rachamadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004),

(42)

dalam keadaan pailit berarti bahwa kekayaan debitor akan berada di bawah sita umum dan debitor demi hukum telah kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya karena dianggap tidak mampu lagi.

Pada prakteknya pelunasan kewajiban perseroan kepada kreditornya sangat bergantung pada kehendak, dan itikad baik perseroan, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh direksi perseroan. Kepailitan merupakan suatu istilah teknis yang menunjuk pada suatu keadaan dimana debitor yang dinyatakan pailit tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus harta kekayaannya. Kewenangan tersebut oleh Pengadilan dilimpahkan kepada Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Selama kepailitan berlangsung, pada prinsipnya debitor pailit tidak berhak dan berwenang lagi untuk membuat perjanjian yang mengikat harta kekayaannya. Setiap perjanjian yang dibuat oleh debitor pailit selama kepailitan berlangsung tidak mengikat harta pailit, oleh karena salah satu tujuan kepailitan adalah untuk melakukan pemberesan atas harta pailit untuk kepentingan para kreditor.35

Kepailitan badan hukum tidak mengurangi kewenangan dan kecakapan bertindak pengurusnya. Kepailitan tidak menyentuh status hukum badan hukum, mengingat bahwa kepailitan hanya mencakup harta kekayaan badan hukum. Badan hukum sebagai sebjek hukum mandiri tetap cakap bertindak dan oleh karena itu pada dasarnya direksi tetap memiliki kewenangan berdasarkan hukum.36

35

Fred BG Tumbuan, “Pembagian Kewenangan antara Kurator dan Organ Perseroan Terbatas”, lokakarya Terbatas Masalah Kepailitan dan Hukum Bisnis lainnya, Jakarta, 2004, hal. 247.

36

(43)

Dalam hal ini berarti direksi peseroan terbatas tetap berwenangan mewakili perseroan secara sah dalam melakukan setiap perbuatan hukum, baik yang berhubungan dengan hak dan kewajibannya, sejauh perbuatan hukum tersebut bukan merupakan pengurusan dan perbuatan pengalihan berkenaan dengan kekayaan perseroan tercakup dalam harta pailit.37

Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab pernuh atas pengurusan perseroan serta mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam Pasal 97 ayat (3) dinyatakan bahwa direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan bertanggung jawab secara pribadi atas kesalahan dan kelalaiannya.

Dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU secara tegas dinyatakan bahwa debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, dalam hal kepailitan perseroan terbatas maka direksi perseroan terbatas akan kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya.

Dengan adanya penyataan kepailitan terhadap perseroan terbatas maka semua hal yang berhubungan dengan pengurusan dan pemberesan terkait dengan harta kekayaan akan diambil alih oleh kurator. Tetapi diluar harta kekayaan direksi tetap mempunyai hak dan kewajibanya yang lain.

Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa dalam hal kepailitan karena kesalahan atau kelalaian direksi dan

37

(44)

harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam

kerpailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

Ketentuan tersebut merupakan perwujudan dari kewajiban direksi terhadap kreditor perseroan. Dengan kata lain Undang-Undang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa salah satu kewajiban direksi perseroan terbatas adalah memperhatikan kepentingan para kreditor perseroan .

C. Kewenangan Kurator Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas

Wewenang kurator merupakan hak, dalam arti kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang untuk menjalankan tugasnya. Wewenang selalu terkait dengan tugas (kewajiban) yang dibebankan terhadap seseorang. Pemberian wewenang harus sesuai dengan tugas yang dibebankan. Secara umum, kurator mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.38

Wewenang kurator dalam kaitannya dengan tugas pokoknya, antara lain sebagai berikut :

1. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan peberitahuan terlebih dahulu kepada Debitur atau salah satu organ debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau

38

(45)

pemberitahuan demikian di persyaratkan.

2. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Jika dalam melakukan pinjaman, kurator perlu membebani harta pailit dengan lembaga jaminan (gadai, hipotek, fidusia, hak tanggungan, atau hak agunan atas kebendaan lainnya), maka kurator harus mendapat persetujuan hakim pengawas terlebih dahulu. Harta pailit yang dapat dibebankan dengan lembaga jaminan adalah harta pailit yang belum dijadikan utang.

3. Dapat mengalihkan harta pailit sejauh diperlukan untuk menutup biaya kepailitan atau apabila penahanannya akan mengakibatkan kerugian pada harta pailit, meskipun terhadap putusan pailit diajukan kasasi atau peninjauan kembali, setelah mendapat persetujuan hakim pengawas (Pasal 107 UU Kepailitan dan PKPU).

4. Berwenang untuk mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara, setelah meminta saran dari panitia kreditor sementara, bila ada, dengan izin hakim pengawas (Pasal 109 UU Kepailitan dan PKPU).

5. Dapat mengadakan rapat dengan panitia kreditor, untuk meminta nasihat. 6. Mengajukan gugatan atau meneruskan perkara yang sedang berlangsung,

ataupun menyanggah gugatan yang diajukan atau yang sedang berlangsung. Untuk melaksanakan wewenang ini, kurator wajib meminta pendapat panitia kreditor, kecuali :

(46)

b. Tentang meneruskan atau tidak meneruskan perusahaan dalam pailit, dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, 38, 39, 59 ayat (3), 106, 107, 184 ayat (3) dan Pasal 186;

c. Tentang cara pemberesan dan penjualan harta pailit;

d. Tentang waktu maupun jumlah pembagian yang harus dilakukan. Kewajiban meminta pendapat panitia kreditor tidak diperlukan lagi apabila kurator telah memanggil panitia kreditor untuk mengadakan rapat guna memberikan pendapat, namun dalam jangka waktu 7 hari setelah pemanggilan panitia kreditor tidak memberikan pendapat.

7. Dapat meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan melalui hakim, atas dasar alasan untuk mengamankan harta pailit.

8. Kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali, setelah mendapat persetujuan panitia kreditor sementara. Jika tidak ada panitia kreditor, kurator memerlukan izin hakim pengawas (Pasal 104 UU Kepailitan dan PKPU).

9. Berwenang membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitor pailit (Pasal 105 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

(47)

11. Untuk keperluan pemberesan harta pailit, Kurator dapat menggunakan jasa Debitur Pailit dengan pemberian upah yang ditentukan oleh Hakim Pangawas (Pasal 186 UU Kepailitan dan PKPU).

12. Berwenang meminta pertanggungjawaban kreditor separatis yang melaksanakan haknya atas hasil penjualan yang menjadi agunan dan menyerahkan sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga, dan biaya kepada kurator (Pasal 60 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU). 13. Kurator dapat mengadakan rapat dengan panitia untuk memninta nasihat

(Pasal 82 UU Kepailitan dan PKPU).

14. Kurator dengan izin hakim pengawas dapat meneruskan penjualan benda milik debitur, baik benda bergerak maupun tidak bergerak dalam rangka eksekusi sudah sedemikian jauhnya hingga penjualan benda itu sudah ditetapkan (Pasal 33 UU Kepailitan dan PKPU).

15. Kurator dengan persetujuan hakim pengawas dapat mengalihkan harta pailit sejauh diperlukan untuk menutup biaya kepailitan atau apabila penahanannya akan mengakibatkan kerugian pada harta pailit, meskipun terhadap putusan pailit diajukan kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 107 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU). 39

Dalam Pasal 73 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU telah memberikan pengaturan, yaitu apabila diangkat lebih dari satu kurator maka untuk melakukan tindakan yang sah dan mengikat, para kurator memerlukan persetujuan dari ½

39

(48)

jumlah para kreditor.40, kecuali Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya (Pasal 73 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU). Jika kurator lebih dari satu, maka mereka bersifat kolegial, artinya masing-masing kurator tidak dapat bertindak sendiri-sendiri untuk dan atas nama kurator, tetapi harus bertindak secara bersama-sama berdasarkan musyawarah untuk mufakat.41

40

Pasal 73 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa apabila suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, tindakan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan hakim pengawas.

41

(49)

BAB III

TANGGUNG JAWAB KURATOR TERHADAP KERUGIAN HARTA

PAILIT PERSEROAN TERBATAS

A. Tugas dan Kewajiban Kurator

Tugas pokok kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 69 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yaitu tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.

Di samping tugas utama tersebut, kurator juga mempunyai sejumlah kewajiban yang dapat diinventarisasi dari UU Kepailitan dan PKPU, antara lain : 1. Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari setelah tanggal putusan

pernyataan pailit diterima oleh kurator, kurator wajib mengumumkan dalam Berita Negara RI dan paling sedikit dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas (Pasal 15 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU).

2. Kurator wajib mengumumkan putusan kasasi atau peninjauan kembali yang membatalkan putusan pailit dalam Berita Negara RI dan paling sedikit dalam dua surat kabar harian (Pasal 17 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

3. Kurator wajib memberikan kepada panitia kreditor atas semua keterangan yang dimintanya termasuk memperlihatkan semua buku, dokumen, dan surat mengenai kepailitan (Pasal 81 UU Kepailitan dan PKPU).

(50)

gugatan yang diajukan atau yang sedang berlangsung (Pasal 83 (1) UU Kepailitan dan PKPU).

5. Kurator wajib memanggil semua kreditor yang mempunyai hak suara dengan surat tercatat atau melalui kurir, dan dengan iklan paling sedikit dalam dua surat kabar harian untuk menghadiri rapat (Pasal 90 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU).

6. Dalam waktu paling lama 5 hari setelah penetapan hakim pengawas sebagaimana maksud Pasal 113, kurator wajib memberitahukan penetapan tersebut kepada semua kreditor yang alamatnya diketahui dengan surat dan mengumumkannya paling sedikit dalam 2 surat kabar harian (Pasal 114 UU Kepailitan dan PKPU).

7. Kurator wajib :

a. Mencocokkan perhitungan piutang yang diserahkan oleh kreditor dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitur pailit; atau b. Berunding dengan kreditor jika terdapat keberatan terhadap penagihan

yang diterima (Pasal 116 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

8. Kurator wajib memasukkan piutang yang disetujuinya ke dalam suatu daftar piutang yang sementara diakui, sedangkan piutang yang dibantah termasuk alasannya dimasukkan ke dalam daftar tersendiri (Pasal 117 UU Kepailitan dan PKPU).

(51)

10. Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dengan menyimpan semua surat, dokumen, uang perhiasan, efek, dan surat berharga lainya dengan memberikan tanda terima (Pasal 98 UU Kepailitan dan PKPU).

11. Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lama 2 (dua) hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai kurator. Pencatatan harta pailit dapat dilakukan di bawah tangan oleh kurator dengan persetujuan hakim pengawas (Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan dan PKPU).

12. Kurator harus membuat daftar yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan utang harta pailit, nama dan tempat tinggal kreditor beserta jumlah piutang masing-masing kreditor (Pasal 102 UU Kepailitan dan PKPU).

13. Kurator wajib menyimpan semua uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya milik debitur pailit kecuali hakim pengawas menentukan lain. Uang tunai yang tidak diperlukan untuk pengurusan harta pailit wajib disimpan oleh kurator di bank untuk kepentingan harta pailit setelah mendapat izin hakim pengawas (Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU).

14. Kurator wajib menyediakan di Kepaniteraan Pengadilan salinan dari masing-masing daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, selama 7 hari sebelum hari pencocokan piutang, dan setiap orang dapat melihatnya secara cuma-cuma (Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU).

(52)

rencana perdamaian jika telah diserahkan oleh debitur pailit (Pasal 120 UU Kepailitan dan PKPU).

16. Setelah berakhirnya pencocokan piutang, kurator wajib memberikan laporan mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya kepada kreditor wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh mereka (Pasal 143 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

17. Kurator wajib memberikan pendapat tertulis tentang rencana pedamaian dalam rapat (Pasal 146 UU Kepailitan dan PKPU).

18. Kurator wajib mengumumkan perdamaian dalam hal perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap di dalam Berita Negara RI dan paling sedikit dalam 2 surat kabar harian (Pasal 116 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan dan PKPU).

19. Kurator wajib melakukan pertanggungjawaban kepada debitur di hadapan hakim pengawas setelah pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 167 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

20. Kurator berkewajiban membayar piutang kreditor yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda masuk kembali dan menguntungkan harta pailit (Pasal 185 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU).

(53)

22. Memberikan kepastian kepada pihak yang mengadakan perjanjian timbal balik dengan debitur pailit tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut yang belum atau baru sebagian dipenuhi (Pasal 36 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).42

B. Tanggung Jawab Kurator

Seorang kurator mempunyai tugas yang cukup berat, yaitu melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Oleh karena itu, kurator juga mempunyai tanggung jawab yang cukup berat atas pengurusan dan pemberesan harta pailit yang ia lakukan. Segala perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit tidak dapat dipulihkan ke keadaan semula dan mengikat terhadap semua pihak. Dalam Pasal 17 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU dinyatakan secara tegas bahwa dalam putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau peninjauan kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan tersebut tetap sah dan mengikat debitur.43

Setiap perbuatan kurator yang merugikan terhadap harta pailit ataupun dalam arti merugikan kepentingan kreditor, baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kurator maka kurator harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Hal ini tegas dinyatakan dalam Pasal 72 UU Kepailitan

42

Ibid, hal. 144-146.

43

(54)

dan PKPU, antara lain : Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan/kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.44

Ini berarti kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan tidak dapat bertindak sewenang-wenang, karena apabila ada perbuatan kurator yang merugikan harta pailit, maka harta pribadi kurator turut bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. Sebagai bentuk pertanggungjawabannya, setiap 3 bulan, kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya (Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU). Laporan ini bersifat untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang secara cuma-cuma (Pasal 74 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU).45

Pasal 77 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU telah memberikan instumen perlawanan bagi kreditor terhadap kebijakan kurator. Dalam Pasal 77 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU dikatakan bahwa setiap kreditor, panitia kreditor, dan debitur pailit dapat mengajukan surat keberatan kepada hakim pengawas terhadap perbuatan yang dilakukan oleh kurator atau memohon kepada hakim pengawas untuk mengeluarkan surat perintah agar kurator melakukan perbuatan tertentu atau tidak melakukan perbuatan yang sudah direncanakan. Hakim pengawas harus menyampaikan surat keberatan tersebut kepada kurator paling lambat 3 hari setelah surat keberatan diterimanya (Pasal 77 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU).

Adapun kurator harus memberikan tanggapan kepada hakim pengawas atas surat keberatan tersebut paling lambat 3 hari setelah surat

44

Ibid.

45

(55)

keberatan tersebut diterima (Pasal 77 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU). Setelah itu, hakim pengawas harus memberikan penetapan paling lambat 3 hari

setelah tanggapan dari kurator sudah diterima oleh hakim pengawas (Pasal 77 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU).46

C. Kerugian Harta Pailit Perseroan Terbatas

Yang disebut dengan harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan. Ketentuan Pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU secara tegas menyatakan bahwa “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. Namun demikian ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU Kepailitan dan PKPU tidak berlaku terhadap :

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang

46

(56)

tunggu atau tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas atau; c. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban

memberi nafkah menurut undang-undang.47

D. Tanggung Jawab Kurator Terhadap Kerugian Harta Pailit Perseroan

Terbatas

Wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU kepada kurator sangatlah luas sehingga menimbulkan suatu konsekuensi hukum bagi kurator untuk berhati-hati dalam menjalankan tugasnya dan bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya sehubungan dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Begitu pula dalam kepailitan perseroan terbatas, bila sebelum terjadi kepailitan, pihak yang bertanggung jawab atas pengurusan harta kekayaan perseroan terbatas adalah direksi maka setelah terjadinya kepailitan, pihak yang bertanggung jawab adalah kurator.

Kurator dapat melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, ia bertanggung jawab pribadi terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Hal ini jika tindakan kurator yang merugikan harta pailit dan pihak ketiga tersebut merupakan tindakan di luar kewenangan kurator yang diberikan padanya oleh undang-undang, tidak dapat dibebankan pada harta pailit, dan merupakan tanggung jawab kurator secara pribadi.48

Sebaliknya, tindakan kurator yang dilakukan sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dan dilakukan dengan itikad baik.

47

Lihat Pasal 21 dan Pasal 22 UU Kepailitan dan PKPU.

48

(57)

Namun, karena hal-hal di luar kekuasaan kurator ternyata merugikan harta pailit, maka tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi kepada kurator dan kerugian dapat dibebankan pada harta pailit.49

Pada perseroan terbatas, dalam hal-hal tertentu direksi harus bertanggung jawab secara pribadi apabila karena kesalahan atau kelalaiannya perseroan terbatas mengalami kerugian dan dinyatakan pailit. Begitu pula halnya dengan kurator, Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa kurator memiliki tanggung jawab yang sangat berat karena kurator bukan saja bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga karena kelalaiannya.50

Bila ternyata ditemui fakta bahwa kurator melakukan suatu kesalahan atau kelalaian yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit maka kurator dapat digugat secara perdata dan wajib membayar ganti kerugian.

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai pengertian dan kesalahan atau kelalaian yang dimaksud dalam Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, sehingga dalam hal ini sulit untuk menentukan parameter dari kesalahan dan kelalaian tersebut.

Jerry Hoff mengungkapkan bahwa tanggung jawab kurator tersebut tidaklah lebih berat atau bahkan sama saja dengan ketentuan yang diatur dalam

49

Ibid.

50

(58)

Pasal 1365 KUH Perdata (perbuatan melawan hukum).51

Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, tindakan kurator dapat dimintakan ganti kerugian apabila telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum diantaranya adalah unsur melawan hukum (onrechtmatige daad), adanya kesalahan, adanya kerugian yang ditimbulkan dan adanya hubungan kausal (sebab-akibat) antara perbuatan dan kerugian yang timbul.

Dengan kata lain, tindakan kurator dianggap memiliki unsur melawan hukum (onrechtmatige daad) bila kurator tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang ditentukan oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Salah satu unsur dari perbuatan melawan hukum adalah adanya kerugian yang nyata-nyata ditimbulkan. Kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil dan kerugian imateriil. Dalam pelaksanaan tugasnya, kurator wajib bertanggung jawab bila tindakannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang berkepentingan dalam kepailitan terutama bagi kreditor dan debitor pailit.

Dalam suatu perbuatan melawan hukum diisyaratkan adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul. Berkaitan dengan tindakan kurato

Referensi

Dokumen terkait

Seperti tertera pada Radar Pekalongan (20 Januari 2015) Ratusan nelayan Kabupaten Batang pada hari Senin 19 Januari 2015 menggelar aksi unjuk rasa di Tempat Pelelangan

Setelah pertanyaan- pertanyaan yang sesuai dijawab, maka sistem akan memberikan informasi kepada pengunjung mengenai berbagai kemungkinan virus dan penyakit yang

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Support Vector Machine (SVM) untuk mengidentifikasi

Pengujian warna minyak nilam dari alat penyuling modifikasi menghasilkan warna minyak nilam yang lebih gelap bila dibandingkan dengan warna minyak nilam alat penyuling

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam kulit batang tumbuhan petai cina ( Leucaena glauca L. ) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan metanol.. Fraksi metanol

Di jaman serba moderen seperti saat ini telah banyak travel haji yang memudahkan seseorang untuk menunaikan ibadah Haji dan Umrah dengan menawarkan berhaji dan

Diagram aktivitas atau activity diagram menggambarkan workflow (aliran kerja) atau aktivitas dari sebuah sistem atau proses bisnis atau menu yang ada pada perangkat lunak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Besarnya biaya, penerimaan dan pendapatan dari usahatani kencur per satu kali musim tanam di Desa Madura Kecamatan