• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Pemerintah Daerah Bagi Pelayanan Pertanahan dalam Konteks Otonomi Daerah

KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

C. Kewenangan Pemerintah Daerah Bagi Pelayanan Pertanahan dalam Konteks Otonomi Daerah

1. Pengertian Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti peraturan. Oleh karena itu, secara harfiah otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintah sendiri.60

Terdapat dua komponen utama pengertian otonomi, yaitu pertama kompnonen wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan

Pasal 1 angka 5 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan pengertian otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian daerah otonom berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU Pemerintahan Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

60

Dharma Setyawan Salam, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan

tertentu yang diperoleh dari pemerintah pusat melalui desentralisasi wewenang dan wewenang tersebut merupakan kekuasaan formal, yaitu kekuasaan sebagai pelaksana dan bukanlah kekuasaan untuk menetapkan kebijakan secara materil. Sedangkan, komponen kedua adalah wewenang untuk mengelola secara mandiri pendapatan dan sumber-sumber keuangan daerah.61

Lahirnya prinsip otonomi daerah dalam sistem pemerintahan di Indonesia sejak tahun 1999 melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, melahirkan perubahan paradigma pemerintahan yang lebih desentralistik. Pejabat-pejabat pelaksana pemerintahan di daerah merasa undang-undang tersebut telah melegitimasi tindakan untuk menuntut penyelenggaraan otonomi daerah secara penuh termasuk masalah pertanahan. Apabila dikatakan seluruh kewenangan pertanahan, itu dapat berarti termasuk salah satunya kewenangan penetapan status hak atas tanah. Hal ini tentu menimbulkan masalah ketika eksistensi BPN masih tetap dipertahankan, sedangkan dilain pihak kriteria dan batasan kewenangan pertanahan yang dimiliki pemerintahan daerah tidak

Prinsip pemberian hak Otonomi oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta untuk menampung aspirasi dan keinginan masyarakat untuk diolah dan diproses menjadi kebijakan daerah yang langsung dijalankan oleh daerah demi kemakmuran seluruh rakyat.

2. Kewenangan Pemerintah Daerah Melaksanakan Urusan Pertanahan

61

ditentukan secara jelas dan tegas. Undang-undang tersebut kemudian dicabut setelah lahirnya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pada dasarnya pelaksanaan pertanahan yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah adalah pelaksanaan hukum tanah nasional. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUPA yang menyatakan bahwa hak menguasai dari Negara, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Dalam penjelasan pasal 2 UUPA disebutkan pula bahwa pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah itu dilakukan dalam rangka tugas medebewind.62

Berdasarkan konsep yang ditetapkan oleh UUPA tersebut, maka pelaksanaan pelimpahan wewenang menjalankan tugas administrasi pertanahan di Indonesia bukanlah berdasarkan prinsip otonomi, melainkan berdasarkan prinsip tugas pembantuan. Apabila berpegang pada prinsip otonomi daerah, maka ketentuannya menekankan bahwa pemerintah pusat wajib menyerahkan seluruh urusan pertanahan kepada pemerintah daerah. Tetapi, UUPA sebagai peraturan dasar kebijakan pertanahan telah menekankan secara tegas bahwa pelimpahan kewenangan bidang pertanahan hanya dapat dilakukan dalam rangka tugas pembantuan. Artinya, pelimpahan wewenang tersebut tidaklah terhadap seluruh

Hak dan kewenangan pemerintah daerah adalah hanya sebatas pada pelaksanaan saja dan bukan menyangkut pada perumusan dan penetapan hukum tanah nasional.

62

aspek masalah pertanahan, melainkan hanya terhadap urusan-urusan pertanahan tertentu yang dinyatakan secara tegas pelimpahan kewenangannya dalam peraturan perundang-undangan.

Ketentuan tersebut telah dijalankan oleh pemerintah dengan menetapkan ketentuan hukum yang memberikan batasan dan klasifikasi kewenangan apa saja yang dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pertanahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 dan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 meliputi sembilan sub bidang, yaitu :

a. Sub bidang izin lokasi

Kewenangan pemerintah daerah adalah penerbitan surat keputusan izin lokasi. Surat keputusan izin lokasi ini diberikan setelah dilaksanakannya persyaratan dan prosedur penerbitan izin lokasi oleh perangkat pelaksana pemerintahan daerah, yang meliputi penerimaan permohonan izin lokasi, pelaksanaan rapat koordinasi, pelaksanaan peninjauan lokasi, penyiapan berita acara koordinasi berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan dari kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi dan pertimbangan teknis instansi terkait lainnya, seta pembuatan peta lokasi. b.Sub bidang pengadaan tanah untuk kepentingan umum

Kewenangan pemerintah daerah adalah penetapan lokasi, penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian, pelaksanaan pemberian ganti kerugian, pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah dihadapan kepala kantor pertanahan kabupaten/Kota.

c. Sub bidang penyelesaian sengketa tanah garapan

Kewenangan pemerintah daerah adalah menerima dan mengkaji laporan pengaduan sengketa tanah garapan, meneliti obyek dan subyek sengketa, mencegah meluasnya dampak sengketa tanah garapan, berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menetapkan langkah-langkah sengketa, serta memfasilitasi musyawarah antar pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para pihak.

d. Sub bidang penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan

Kewenangan pemerintah daerah adalah melaksanakan penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan dengan membentuk tim pengawasan pengendalian.

e. Sub bidang penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee

Kewenangan pemerintah daerah adalah penetapan untuk kelebihan maksimum dan tanah absentee sebagai obyek, penetapan para penerima redistribusi tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee berdasarkan hasil sidang penitia, penerbitan surat keputusan subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian.

f. Sub bidang penetapan tanah ulayat

Kewenangan pemerintah daerah adalah pengusulan rancangan Peraturan daerah tentang penetapan tanah ulayat, pengusulan pemetaan dan pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah kepada kantor pertanahan

Kabupaten/Kota, penanganan masalah tanah ulayat melalui musyawarah dan mufakat.

g. Sub bidang pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong

Kewenangan pemerintah daerah adalah penetapan bidang-bidang tanah untuk tanaman pangan semusim bersama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian, penetapan untuk tanaman pangan musiman dengan mengutamakan masyarakat setempat, penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian dan semua prosesnya.

h. Sub bidang izin membuka tanah

Kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah menerima dan memeriksa permohonan izin membuka tanah, pemeriksaan lapangan dengan memperhatikan kemampuan tanah, status tanah dan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, penerbitan izin membuka tanah dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari kantor pertanahan Kabupaten/ Kota. Sedangkan kewenangan pemerintah provinsi adalah penyelesaian permasalahan pemberian izin membuka tanah serta pengawasan dan pengendalian penggunaan izin membuka tanah.

i. Sub bidang perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota. Sub bidang ini sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintahan Kabupaten/Kota yang meliputi pembentukan tim koordinasi tingkat kabupaten / Kota, Rencana Tata Ruang Wilayah, rencana pembangunan

yang akan menggunakan tanah baik rencana pemerintah, pemerintah Kabupaten/ Kota, maupun investasi swasta.

D. Pelaksana Kewenangan Kebijakan Pertanahan Bagi Penyelenggaraan