• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Badan Pertanahan Nasional sebagai Lembaga Pelaksana Kebijakan Pertanahan

KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

B. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional sebagai Lembaga Pelaksana Kebijakan Pertanahan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, pelaksanaan kebijakan di bidang pertanahan pada prinsipnya merupakan kewenangan daerah.55

Pengelolaan pertanahan secara nasional didasarkan pada pertimbangan bahwa:

Namun pengelolaan kebijakan pertanahan tersebut tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah sebab ketentuannya dibatasi oleh prinsip hak menguasai dari negara yang dimuat dalam Pasal 2 UUPA. Artinya, pengelolaan pertanahan adalah sepenuhnya kewenangan pemerintah pusat selaku pemegang kekuasaan negara tertinggi dan pelimpahan kewenangan hanya dapat dilaksanakan sebatas pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

56

55

Penjelasan Umum PP Nomor 13 Tahun 2010. 56

Lihat Konsiderans Perpres Nomor 10 Tahun 2006.

a. hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi dan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia;

b. tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara;

Pertimbangan-pertimbangan mengenai pengelolaan pertanahan yang harus dilaksanakan secara nasional tersebut, menjadi alasan untuk tetap mempertahankan eksistensi Badan Pertanahan Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

1. Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional

BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.57 Dalam melaksanakan tugasnya, BPN menyelenggarakan fungsi :58

57

Ibid, Pasal 2. 58

Ibid, Pasal 3.

a. perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; b. perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

c. koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; d. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;

e. penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan;

f. pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; g. pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

h. pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah- wilayah khusus;

i. penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan;

j. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; k. kerja sama dengan lembaga-lembaga lain;

l. penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;

m. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

n. pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara, dan konflik di bidang pertanahan;

o. pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; p. penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;

q. pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan;

r. pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;

s. pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;

t. pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

u. fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan BPN tersebut merupakan wujud pelaksanaan kewenangan pemerintah pusat dalam mengelola kebijakan pertanahan sebagaimana telah ditentukan dalam Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Keppres ini menetapkan bahwa kewenangan pertanahan yang dimiliki oleh pemerintah pusat meliputi penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, kriteria, dan prosedur pelaksanaan kebijakan pertanahan, pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum, pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah, pengadaan tanah untuk pembangunan lintas provinsi, serta melakukan pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan kebijakan pertanahan.

2. Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional Beserta Kewenangannya Pelaksanaan kewenangan-kewenangan pengelolaan kebijakan pertanahan oleh BPN tersebut dirumuskan dan dijabarkan lebih lanjut dalam suatu ketentuan yang terarah dan terstruktur melalui perangkat lembaganya. Struktur keorganisasian di dalam Badan Pertanahan Nasional beserta dengan kewenangannya masing-masing, diatur dalam ketentuan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Badan Pertanahan Nasional dipimpin oleh seorang kepala, dan unsur pelaksana tugasnya dipimpin oleh Deputi yang membidangi masing-masing bagian sesuai dengan kewenangan tugasnya, yaitu :

1) Deputi I yang membidangi survei, pengukuran dan pemetaan menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan teknis di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;

b. pelaksanaan survei dan pemetaan tematik; c. pelaksanaan pengukuran dasar nasional; d. pelaksanaan pemetaan dasar pertanahan.

2) Deputi II yang membidangi hak tanah dan pendaftaran tanah menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan teknis di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah;

b. pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

c. inventarisasi dan penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah;

d. pelaksanaan pengadaan tanah untuk keperluan pemerintah, pemerintah daerah, organisasi sosial keagamaan dan kepentingan umum lainnya; e. penetapan batas, pengukuran dan perpetaan dan bidang tanah serta

pembukuan tanah (kadaster);

f. pembinaan teknis Pejabat Pembuat Akta Tanah, Surveyor Berlisensi dan Lembaga Penilai Tanah.

Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah membawahi Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah serta Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang.

a. Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah membawahi Subdirektorat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai serta Subdirektorat Hak Guna Usaha.

1) Subdirektorat Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai membawahi Seksi Penetapan Hak yang mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, meneliti, menelaah dan mengolah permohonan hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai, serta menyiapkan penetapan pemberian haknya, perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan/atau pendaftaran hak, ijin peralihan hak tanah tertentu dan

melakukan inventarisasi dan penyusunan pelaporan data hak milik,hak guna bangunan, dan hak pakai.

2) Subdirektorat Hak Guna Usaha mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pemberian, perpanjangan, pembaruan dan perubahan hak guna usaha perkebunan besar, perkebunan rakyat, peternakan, perikanan dan tambak.

b. Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang membawahi :

1) Subdirektorat Pendaftaran Hak yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pendaftaran hak atas tanah, pemberian tanda bukti hak atas tanah dan pengelolaan dokumen serta blanko pendaftaran tanah.

2) Subdirektorat Pendaftaran Hak Guna Ruang dan Perairan yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pendaftaran hak guna ruang dan perairan,

3) Subdirektorat Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT yang mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas tanah, serta melaksanakan pembinaan teknis PPAT.

Pemberian Hak Atas Tanah adalah penetapan Pemerintah yang memberikan suatu Hak Atas Tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan hak serta pemberian hak di atas Hak Pengelolaan. Pemberian hak atas tanah dilakukan oleh Badan Pertanahan

Nasional baik di tingkat pusat sampai pada tingkat kaupaten/kota sesuai dengan kewenangan yang telah dilimpahkan berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu. Kewenangan pemberian hak atas tanah tersebut meliputi :

1) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menetapkan pemberian Hak Atas Tanah yang diberikan secara umum.

2) Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai:

a) pemberian Hak Milik untuk orang perseorangan atau badan hukum atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 m². b) pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya

lebih dari 2.000 m² dan tidak lebih dari 5.000 m².

c) pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 1.000.000 m².

d) pemberian Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan atas tanah yang luasnya lebih dari 1.000 m2 dan tidak lebih dari 5.000m².

e) pemberian Hak Guna Bangunan untuk badan hukum atas tanah yang luasnya lebih dari 5.000 m2 dan tidak lebih dari 75.000m².

f) pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atau badan hukum atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 m². g) pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atas tanah non

pertanian yang luasnya lebih dari 2.000 m² dan tidak lebih dari 5.000 m2.

h) pemberian Hak Pakai untuk badan hukum atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 2.000 m² dan tidak lebih dari 25.000 m².

a) pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 20.000 m².

b) pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m².

c) pemberian Hak Milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program transmigrasi, redistribusi tanah, konsolidasi tanah dan Pendaftaran Tanah yang bersifat strategis, massal, dan program lainnya.

d) pemberian Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 1.000 m².

e) pemberian Hak Guna Bangunan untuk badan hukum atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 5.000 m².

f) semua pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.

g) pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atau badan hukum atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 20.000 m².

f) pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atau badan hukum atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m².

i) semua pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan.

3) Deputi III yang membidangi pengaturan dan penataan tanah menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan teknis di bidang pengaturan dan penataan pertanahan;

b. penyiapan peruntukan, persediaan, pemeliharaan , dan penggunaan tanah;

c. pelaksanaan pengaturan dan penetapan penguasaan dan pemilikan tanah serta pemanfaatan dan penggunaan tanah;

d. pelaksanaan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya.

4) Deputi IV yang membidangi pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan teknis di bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat;

b. pelaksanaan pengendalian kebijakan, perencanaan dan program penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

c. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

d. evaluasi dan pemantauan penyediaan tanah untuk berbagai kepentingan.

5) Deputi V yang membidangi pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan teknis di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan;

b. pengkajian dan pemetaan secara sistematis berbagai masalah, sengketa, dan konflik pertanahan;

c. penanganan masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara hukum dan non hukum;

d. penanganan perkara pertanahan;

e. pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah, sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya;

f. pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan yang berkaitan dengan pertanahan;

g. penyiapan pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keputusan Kepala BPN nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan bahwa, dalam setiap kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah menyangkut pelaksanaan kewenangan pertanahan yang dimilikinya sesuai peraturan perundang-undangan, wajib dilaporkan kepada Pemerintah Pusat atas nama Badan Pertanahan Nasional melalui kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional provinsi setempat. Hal ini merupakan pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah oleh BPN, sekaligus menunjukkan kedudukan negara sebagai pemegang hak penguasaan atas tanah yang tertinggi.

3. Kewenangan Legalitas Penetapan Hak atas Tanah

Penguasan tanah mengandung dua aspek pembuktian agar penguasaan tersebut dapat dikatakan kuat dan sempurna, yaitu :59

59

Rinto Manulang, Segala hal tentang Tanah, Rumah, dan Perizinannya, Jakarta, Buku Pintar, 2011, hal. 32-34.

1) Bukti Surat.

Bukti penguasaan atas tanah yang terkuat adalah sertifikat hak atas tanah, namun itu tidaklah mutlak. Artinya, sebuah sertifikat dianggap sah dan benar selama tidak terdapat tuntutan pihak lain untuk membatalkan sertifikat tersebut. Ketidakmutlakan itu untuk menjamin asas keadilan dan kebenaran. Oleh karenanya, ada empat hal pokok dan sangat prinsip yang wajib dipenuhi dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah yaitu status dan dasar hukum atas hak penguasaan untuk menegetahui dan memastikan dengan dasar apa tanah diperoleh termasuk riwayat penguasaannya, identitas pemegang hak untuk menjamin kepastian subjek pemegang hak, letak dan luas objek tanah untuk menjamin kepastian objek hak atas tanah, dan prosedur penerbitan hak atas tanah yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan. Kewenangan legalitas penetapan atas tanah melalui penerbitan status hak atas tanah adalah mutlak menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional dan tidak dapat dilimpahkan pada lembaga lain.

Bukti ini berfungsi sebagai kepastian bahwa orang yang bersangkutan benar-benar menguasai secara fisik tanah tersebut dan menghindari terjadi dua penguasaan hak yang berbeda yaitu hak atas (fisik) dan hak bawah (surat).

C. Kewenangan Pemerintah Daerah Bagi Pelayanan Pertanahan dalam