• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Pemerintahan Daerah Dalam Memungut Pajak Daerah Pajak yang merupakan salah satu sumber dana pemasukan dapat dibagi

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK AIR PERMUKAAN DI SUMATERA UTARA

A. Pajak Daerah 1. Urgensi Pajak

2. Kewenangan Pemerintahan Daerah Dalam Memungut Pajak Daerah Pajak yang merupakan salah satu sumber dana pemasukan dapat dibagi

2. Kewenangan Pemerintahan Daerah Dalam Memungut Pajak Daerah Pajak yang merupakan salah satu sumber dana pemasukan dapat dibagi menjadi 2 (dua) peruntukan, yaitu:56

55 R. Santoso Brotohiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), hal. 212

56 Terdapat beberapa kriteria berkaitan dengan pemberian kewenangan perpajakan baik kewenangan Pemerintah Pusat, Provnsi maupun Kabupaten/Kota, yaitu:

a. Pajak untuk stabilisasi ekonomi dan distribusi pendapatan seharusnya tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

b. Basis pajak daerah seharusnya tidak terlalu mobile. Pajak daerah yang sangat mobile akan mendorong pembayar pajak merelokasi usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah yang beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang tidak terlalu mobile akan mempermudah daerah untuk menetapkan tarif pajak yang berbeda sebagai cerminan dari kemampuan masyarakat. Basis pajak yang mobile merupakan persyaratan utama untuk mempertahankan di tingkat pemerintah yang lebih tinggi (Pusat/Provinsi).

a. Pajak pusat, b. Pajak daerah.

Artinya, pajak digunakan untuk keperluan negara. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 23A, berbunyi:

”Pajak dan pengutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.

Pajak daerah dipungut oleh pemerintahan daerah provinsi/kabupaten dan kota.57

c. Basis pajak yang distribusinya sangat timpang antar daerah seharusnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat,

Sumber pendapatan asli daerah tidak hanya terbatas pada pajak daerah akan tetapi juga retribusi daerah. Pemerintah daerah (provinsi/kabupaten dan kota) sesuai dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom dimana pemerintah daerah sesuai dengan Pasal 279 ayat (2) huruf a dan Pasal 286 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

d. Pajak daerah seharusnya visible dalam arti pajak harus jelas bagi pembayar pajak daerah, e. Pajak daerah seharusnya tidak dapat dibebankan kepada penduduk daerah lain,

f. Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang memadai untuk menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar,

g. Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relatif mudah di administrasikan atau dengan kata lain perlu pertimbangan efisiensi secara ekonomi berkaitan dengan kebutuhan data,

h. Pajak dan retribusi berdasarkan prinsip manfaat dapat digunakan secukupnya pada semua tingkat pemerintahan, namun penyerahan kewenangan pemungutannya kepada daerah akan tepat sepanjang manfaatnya dapat dilokalisir bagi pembayar pajak lokal.

Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak Dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 124-125. Pendapatan asli daerah berasal dari dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan daerah yang sah. Faisal Akbar Nasution et.al (ed) (II), Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi : Dalam Rangka Ultah Ke-80 Prof. Solly Lubis, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hal.

270

57 Bustamar Ayza, Hukum Pajak Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), hal. 92

Daerah memiliki kewenangan untuk melakukan pemungutan pajak daerah (retribusi daerah) dan tidak boleh memungut pajak daerah diluar yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengaturan kewenangan pemerintah daerah untuk menarik pajak tidak hanya mengacu pada peraturan perundang-undangan akan tetapi juga mengacu pada aturan daerah yang dikeluarkan oleh masing-masing provinsi/kabupaten/kota di Indonesia, misalnya provinsi Sumatera Utara yang juga mengacu pada Perda Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 23 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Air Permukaan Di Provinsi Sumatera Utara.

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.58 Peruntukan pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:59

58 Pajak daerah yang selanjutnya disebut Pajak, Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

59 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

a. Pajak provinsi, terdiri atas:

1) Pajak Kendaraan Bermotor,

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

4) Pajak Air Permukaan 5) Pajak Rokok

b. Pajak kabupaten/kota, terdiri atas:

1) Pajak Hotel, 2) Pajak Restoran, 3) Pajak Hiburan, 4) Pajak Reklame,

5) Pajak Penerangan Jalan,

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, 7) Pajak Parkir,

8) Pajak Air Tanah,

9) Pajak Sarang Burung Walet,

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Tarif untuk pajak-pajak daerah di atas, sebagai berikut:

a. Pajak Kendaraan Bermotor, yaitu:

1) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi sebesar 2%

dan untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar 10%.

2) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/ POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi sebesar 1%.

3) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2%.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”(1) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan, sebagai berikut:

a. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);

b. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

(3) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

(4) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen)”.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, yakni pada penyerahan pertama sebesar 20%, sedangkan pada penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%. Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak

menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing, sebagai berikut :

1) Penyerahan pertama sebesar 0,75%.

2) Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”(1) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing, sebagai berikut:

a. penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen); dan b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

(2) Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing, sebagai berikut:

a. penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan

b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen)”.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dimana tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”(1) Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

(2) Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi”.

d. Pajak Air Permukaan dimana tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)”.

e. Pajak Rokok dimana ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok. Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok”.

Selanjutnya, penerimaan pajak rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 31 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk

mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang”.

f. Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)”.

g. Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)”.

h. Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%. Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%. Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan paling tinggi sebesar 10%.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 45 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”(1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

(2) Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).

(3) Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)”.

i. Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen)”.

j. Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tariff Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3%.

Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 55 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”(1) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen).

(2) Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).

(3) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen)”.

k. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen)”.

l. Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen)”.

m. Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen)”.

n. Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen)”.

o. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen)”.

p. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, berbunyi:

”Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen)”.

Penerapan pajak baik pusat maupun daerah harus diterapkan secara baik dengan memperhatikan beberapa kriteria, yaitu:60

a. Distribusi beban yang adil,

b. Pajak meminimalisasi campur tangan keputusan ekonomi sehingga sistem pasar yang efisien dapat dicapai,

c. Jika mungkin, pajak berperan dalam memperbaiki inefisiensi pada sektor swasta,

d. Instrumen pajak harus dapat dipakai dalam kebijakan fiskal untuk tujuan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi,

e. Meminimalisasi biaya administrasi pajak dan

f. Memberikan jaminan kepastian hukum (legal certainty).

Penetapan pajak walaupun telah diterapkan dengan baik namun sifatnya tetap membebani warga negara atau warga negara tertentu. Oleh karena itu, sangat penting pemungutan pajak harus sesuai dengan prinsip keadilan, kepastian, kecocokan dan efisiensi.61

Pada awalnya sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem Government/Official assesment, yaitu setiap tahun pemerintah (dalam hal ini Ditjen Pajak) akan menerbitkan ketetapan pajak terhadap Wajib Pajak. Dengan