• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK AIR

PERMUKAAN DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS PAJAK AIR PERMUKAAN PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (PERSERO))

TESIS

DIAN LESTARI 157005094/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK AIR

PERMUKAAN DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS PAJAK AIR PERMUKAAN PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (PERSERO))

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatra Utara

Oleh :

DIAN LESTARI 157005094/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 13 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum

: 2. Dr. Sutiarnoto, SH, M.Hum

: 3. Dr. Utary Maharany Barus, SH., M.Hum : 4. Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum

(5)
(6)

ABSTRAK

PT INALUM (Persero) pada kenyataannya merupakan BUMN. Perbedaan penerapan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 24 Tahun 2011 dengan BUMN lain akan menyebabkan diskriminasi terkait perhitungan pajak air permukaan. Berdasarkan hal tersebut, PT INALUM (Persero) mengajukan keberatan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas SKPD yang diterbitkan, selanjutnya ditolak melalui Surat Penolakan Keberatan. Surat Penolakan Keberatan tersebut, PT INALUM (Persero) mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dan masih dalam proses persidangan. Uraian tersebut membawa arah kepada perlu dikaji mengenai permasalahan mengenai pengaturan penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara. Pemasalahan kronologi sengketa pajak air permukaan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero). Permasalahan perlindungan hukum bagi wajib pajak dalam penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara.

Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan empiris yang bersifat deskriptif analitis, menganalisis fenomena yang berhubungan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak Air Permukaan Di Sumatera Utara (Studi Kasus Pajak Air Permukaan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero)).

Hasil penelitian menunjukkan, perihal Pengaturan penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara ialah Banding administrasi atau pengajuan permohonan keberatan mengacu pada Pasal 54 dan Pasal 55 (termasuk banding) Perda Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

Perihal Kronologi sengketa pajak air permukaan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) ialah perbedaan hitungan pajak antara pemerintahan daerah Provinsi Sumatera Utara dengan PT INALUM (Persero). Perihal Perlindungan hukum bagi wajib pajak dalam penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara sulit berjalan dengan maksimal.

Diharapkan wajib pajak, pajak air permukaan provinsi Sumatera Utara dalam proses penyelesaian sengketa pajak air permukaan provinsi Sumatera Utara mengacu pada peraturan perundang-undang yang berlaku. Diharapkan Pemerintah provinsi Sumatera Utara baik Gubernur Sumatera Utara atau Kepala Dinas Pendapatan Sumatera Utara melakukan perhitungan pajak yang tepat dan disesuaikan dengan aturan yang berlaku dimana akibat kekeliruan hitung atas pajak air permukaan PT.

Inalum (Persero) yang berstatus BUMN menyebabkan beban pajak semakin besar yang seharusnya mengacu Kwh menjadi m3. Diharapkan Pemerintah provinsi Sumatera Utara baik Gubernur Sumatera Utara dapat melakukan perevisian terhadap Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 23 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Air Permukaan Di Provinsi Sumatera Utara sehingga memuat pengaturan yang lengkap.

Kata kunci : Sengketa, Pajak Daerah, Dan Pajak Air Permukaan

(7)

ABSTRACT

PT INALUM (Persero) is in reality a BUMN. Differences in the application of Article 9 paragraph (3) of North Sumatra Governor Regulation no. 24 of 2011 with other BUMN will cause discrimination related to calculation of surface water tax.

Based on this, PT INALUM (Persero) filed an objection to the Provincial Government of North Sumatera on the SKPD issued and subsequently rejected through the Letter of Objection. The Letter of Objection Resistation, PT INALUM (Persero) filed an appeal to the Tax Court and is still in court process. The description brings direction to the need to examine the issues concerning the regulation of surface water tax dispute settlement in North Sumatra. Chronology issue of surface water tax disputes PT. Indonesia Asahan Aluminum (Persero). Legal protection issues for taxpayers in the completion of surface water tax disputes in North Sumatra.

This research is a normative and empirical research that is analytical descriptive, describes and analyzes the phenomena related to Legal Protection for Taxpayers in Surface Water Surface Settlement Disputes in North Sumatra (A Surface Water Tax Case Study of PT Asahan Aluminum (Persero)).

The results of the study indicate that the subject of the regulation of surface water tax dispute settlement in North Sumatra is an administrative appeal or an application for objection refers to Article 54 and Article 55 (including an appeal) of the North Sumatra Provincial Regulation No. 1 of 2011 concerning the Regional Taxes of North Sumatra Province and Law No. 14 of 2002 concerning the Tax Court.

Regarding the Chronology of PT. Indonesia Asahan Aluminum (Persero) is the difference between the tax calculation between the regional government of North Sumatra Province and PT INALUM (Persero). Regarding legal protection for taxpayers in resolving surface water tax disputes in North Sumatra it is difficult to run optimally.

It is expected that taxpayers, the North Sumatra provincial surface water tax in the North Sumatra provincial surface water tax dispute resolution process refer to the applicable laws and regulations. It is expected that the North Sumatra provincial government, either the Governor of North Sumatra or the Head of the North Sumatra Revenue Service, will calculate the right tax and adjust to the prevailing rules which result from a mistake in calculating the surface water tax of PT. Inalum (Persero), which is a state-owned company, causes a greater tax burden which should refer to Kwh to m3. It is expected that the North Sumatra provincial government, both the Governor of North Sumatra, can revise the North Sumatra Governor's Regulation No.

23 of 2011 concerning Guidelines for Collection of Surface Water Taxes in North Sumatra Province so that it contains complete arrangements.

Keywords: Disputes, Local Taxes, and Surface Water Taxes

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat- Nya, Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak Air Permukaan Di Sumatera Utara {Studi Kasus Pajak Air Permukaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero)}”.

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penulisan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya khusus kepada Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H. M.Hum, selaku Penasihat Utama, Prof. Dr. Sunarmi, S.H. M.Hum, selaku Pembimbing I dan Dr.

Sutiarnoto, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran untuk kesempurnaan tulisan ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para Dosen Penguji Dr. T. Keizerina Devi A., S.H., C.N., M.Hum dan Dr. Faisal Akbar Nasution, S.H., M.Hum yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Guru Besar, Dosen beserta pegawai pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua Penulis, Bapak Masana Karo-Karo, SH dan Ibu Rosmeri Sitinjak.

7. Kakak, abang dan adik tersayang, Martina Lova, Irfan Tarigan, Andi Prima, Evin Cristoper, Joy Tarigan, Brama Ginting, Ray Ginting dan Fani Ginting.

8. Kekasih sekaligus sahabat terbaik, Andreas Ginting yang selalu ada dan mendukung Penulis,

9. Adik beda bapak dan ibu, Maria F. Sitepu yang selalu memberikan semangat, 10. Ibu dan kakak administrasi Magister Hukum USU dan Fakultas Hukum USU

yang selalu membantu meringankan beban dan tugas dalam menyelesaikan penulisan tesis ini,

11. Atasan dan rekan sesama legal PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang telah dengan murah hati memberikan keleluasaan waktu dan cuti, serta

12. Teman-teman Penulis yang telah memberikan semangat kepada Penulis yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu dan para pihak yang telah membantu Penulis demi kelancaran penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan saran-saran yang membangun yang dapat menjadi masukan bagi penulis untuk memperbaikinya di kesempatan yang akan datang.

Akhir kata semoga tesis ini nantinya dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan bagi Penulis sendiri.

Medan, Oktober 2018 Penulis

DIAN LESTARI

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dian Lestari

Tempat Lahir : Medan

Umur / tanggal lahir : 27 Tahun / 11 Februari 1991

Alamat : Jl. Jamin Ginting Ps. VI Gg. Putra Jasa No.12, Kel. Padang Bulan Selayang – II, Kec. Medan Selayang, Kota Medan Kebangsaan : Indonesia

Agama : Kristen Protestan Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan pada PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua

- Ayah : Masana Karo-Karo, SH - Ibu : Rosmeri Sitinjak, SH Anak ke : 3 dari 3 bersaudara

Pendidikan : 1. SD Katolik Assisi Medan : Tahun 2002 2. SMP Putri Cahaya Medan : Tahun 2005 3. SMA Methodist-1 Hang Tuah Medan : Tahun 2008 4. S-1 Hukum Universitas Sumatera Utara : Tahun 2012

Tahun masuk di Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2015.

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel... ... ix

Daftar Gambar... .... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ……….... 7

2. Manfaat Praktis ………... 7

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ... 8

1. Kerangka Teori... 8

2. Kerangka Konseptual ... 19

G. Metode Penelitian ... 20

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 21

(12)

2. Pendekatan Penelitian ……… .. 22

3. Data Penelitian ... 23

4. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data ... 25

5. Analisis Data ... 26

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK AIR PERMUKAAN DI SUMATERA UTARA A. Pajak Daerah... 27

1. Urgensi Pajak... 27

2. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Memungut Pajak Daerah 33 3. Mekanisme Pemungutan Pajak Daerah... 43

B. Pajak Air Permukaan……… 54

1. Air Permukaan Dan Air Bawah Tanah... 54

2. Pengaturan Pajak Air Permukaan... 56

C. Pengaturan Penyelesaian Sengketa Pajak Air Permukaan Di Sumatera Utara... 61

1. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Dan Pengadilan Pajak... 61

2. Penyelesaian Sengketa Pajak Air Permukaan Di Sumatera Utara... 65

BAB III KRONOLOGI SENGKETA PAJAK AIR PERMUKAAN PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (PERSERO) A. PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero)……… 75

(13)

B. Kronologi Sengketa Pajak Air Permukaan PT. Indonesia Asahan

Aluminium (Persero)... 78

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WAJIB PAJAK DALAM SENGKETA PAJAK AIR PERMUKAAN DI SUMATERA UTARA

A. Penegakan Hukum Sebagai Wujud Perlindungan Hukum... 95 B. Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Sengketa Pajak Air

Permukaan Di Sumatera Utara... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………. 108 B. Saran………... 110 Daftar Pustaka……… 111

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1... 4 Tabel 2... 84

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1... 77

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan pungutan dari Negara yang dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan (prestatie) yang secara langsung dapat ditunjukkan, karenanya pemungutan pajak ini harus mencakup pembentukan perundang-undangan pengenaannya, pemungutannya maupun dalam pembagian beban pajak yang harus dipikul oleh wajib pajak yang bersangkutan, juga ada saluran-saluran hukum yang terbuka bagi wajib pajak untuk mencari keadilan dalam bidang perpajakan. Dalam mencari keadilan di bidang perpajakan, undang-undang telah menyediakan saluran- saluran khusus, baik bagi wajib pajak maupun pemungut pajak (pemerintah) dalam rangka menciptakan keadilan. Sengketa pajak yang timbul sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang tidak memuaskan wajib pajak harus diupayakan penyelesaiannya secara baik, sederhana, murah dan cepat. Artinya ada penyelesaian secara kekeluargaan dengan musyawarah antar kedua belah pihak yang bersengketa, akan tetapi tetap memperhatikan peraturan perpajakan, dengan kata lain tidak melanggar aturan hukum. Jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan melalui jalan musyawarah antara kedua belah pihak yang bersengketa maka harus ditempuh saluran hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu diupayakan dengan mekanisme yang diajukan melalui Pengadilan Pajak.

Penyelesaian sengketa melalui badan peradilan di sini sebagai upaya untuk mencari

(17)

dan mendapatkan keadilan. Penegakan hukum pajak terjadi kalau hukum pajak terlanggar di bidang aspek administrasi maupun aspek pidananya. Penegakan hukum pajak dalam sengketa pajak pada hakekatnya untuk memberikan perlindungan hukum, baik kepada wajib pajak maupun pejabat pajak sebagai wakil negara.1

Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Selain itu, pengenaan pajak berdasarkan undang-undang akan menjamin adanya keadilan dan Pajak adalah kesepakatan yang timbul berdasarkan Undang-Undang.

Kesepakatan tersebut terjalin antara DPR dengan Presiden, karena negara memerlukan pajak untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan negara. Pajak yang ditetapkan dalam bentuk undang-undang memiliki sifat memaksa karena memuat sanksi hukum berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

1 Etty Rochaeti, “Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak”, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 26 (2012),:hal. 499

(18)

kepastian hukum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah tidak dapat sewenang- wenang menetapkan besarnya pajak.2

Indonesia mengenal berbagai jenis pajak dan diberlakukan meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Banyak ahli pajak yang memberikan/membuat pembagian pajak, yang memiliki perbedaan antara satu ahli dengan ahli lainnya.

Pembagian pajak yang berbeda tersebut dikaitkan dengan sudut pandang masing- masing ahli terhadap pajak tersebut.3

Pajak daerah salah satunya yang merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.4

Persoalan yang muncul ialah terjadi perbedaan dasar perhitungan tarif pajak air permukaan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2011 Pajak daerah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Derah dimana pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pajak daerah provinsi dan pajak daerah kabupaten/kota. Salah satu yang menarik perhatian ialah jenis pajak daerah provinsi Sumatera Utara, yakni pajak air permukaan. Hal itu disebabkan karena terjadi persoalan antara PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau PT INALUM (Persero) dengan pemerintahan provinsi Sumatera Utara.

2 Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 7

3 Ibid, hal. 8-9

4 Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

(19)

Tentang Tata Cara Perhitungan Nilai Perolehan Air, Harga Air Baku, Dan Harga Dasar Air Untuk Penetapan Pajak Air Permukaan Di Provinsi Sumatera Utara dimana jenis tarif tersebut terdiri atas non industri, industri, dan tarif khusus yang dikenakan kepada PDAM, Pertamina dan PLN (Persero). PT INALUM (Persero) sebagai Wajib Pajak sampai dengan saat ini masih memanfaatkan/menggunakan air permukaan dari 4 (empat) sungai yang terdapat di 2 (dua) Kabupaten di Sumatera Utara untuk mendukung kegiatan usaha dan keperluan lainnya, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 1. Pengambilan Air PT INALUM (Persero)

Pemanfaatan/penggunaan air permukaan untuk poin 1 s/d 4 sebagaimana tersebut pada tabel di atas, PT INALUM (Persero) telah membayar seluruh kewajiban yang telah ditagihkan terhitung sejak masa pajak November 2013 sampai dengan Maret 2017. Namun, untuk poin 5, dikarenakan terdapat perbedaan dalam menghitung pajak air permukaan pembangkit listrik kepentingan sendiri, dimana Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menghitung berdasarkan kubikasi air (m3) dengan tarif progresif sedangkan PT INALUM (Persero) berdasarkan listrik yang

No Titik Pengambilan Golongan

1. Sungai Sipare-pare, Batu Bara Non-Industri 2. Sungai Tanjung, Batu Bara Industri 3. Sungai Simanimbo, Tobasa Non-Industri

4. Sungai Asahan, Tobasa Pembangkit Listrik ke PLN

5. Sungai Asahan, Tobasa Pembangkit Listrik untuk kepentingan sendiri

(20)

dibangkitkan (Kwh) dengan tarif Pembangkit Listrik. PT INALUM (Persero) telah mengirimkan surat keberatan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan sebagai syarat pengajuan tersebut berdasarkan Pasal 54 ayat (3) Peraturan Daerah Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara, PT INALUM (Persero) telah membayar pajak air permukaan terhitung sejak masa pajak November 2013 sampai dengan Maret 2017 sesuai dengan perhitungan PT INALUM (Persero) sendiri. PT INALUM (Persero) memanfaatkan air permukaan yang mengalir di Sungai Asahan dalam jumlah yang sangat besar untuk kepentingan Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Perhitungan Nilai Perolehan Air, Harga Air Baku dan Harga Dasar Air Untuk Penetapan Pajak Air Permukaan di Provinsi Sumatera Utara. Sejak tanggak 19 Desember 2013 PT INALUM (Persero) telah menjadi BUMN yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.

Berubahnya status hukum PT INALUM (Persero) dari Perusahaan Penanaman Modal Asing menjadi BUMN dan PT INALUM (Persero) pada kenyataannya merupakan BUMN yang memiliki PLTA, maka Pasal 9 ayat (3) Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2011 yang berbeda antara PLN Persero dengan PT INALUM (Persero) akan menyebabkan diskriminasi antara BUMN yang memiliki PLTA atau memanfaatkan air permukaan dalam jumlah yang relatif besar untuk kegiatan usahanya. Berdasarkan hal tersebut, PT INALUM (Persero) mengajukan keberatan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas SKPD yang diterbitkan,

(21)

yang telah ditolak oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Surat Penolakan Keberatan. Terhadap Surat Penolakan Keberatan tersebut, PT INALUM (Persero) telah mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, dan masih dalam proses persidangan.

Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk dilakukan penelitian dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK AIR PERMUKAAN DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS PAJAK AIR PERMUKAAN PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (Persero))”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara?

2. Bagaimana kronologi sengketa pajak air permukaan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero)?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi wajib pajak dalam penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian, maka tujuan penelitian ini, sebagai berikut:

(22)

1. Untuk mengetahui pengaturan penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui kronologi sengketa pajak air permukaan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero).

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi wajib pajak dalam penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik yang bersifat praktis maupun teoretis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dalam aspek teoretis, diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan baru serta dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep-konsep ilmiah yang ada.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya pemahaman akademisi di bidang ilmu hukum, khususnya hukum pajak dalam hal perlindungan hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.

2. Manfaat Praktis

Manfaat dari segi praktis, diharapkan penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah serta masyarakat.

(23)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian mengenai

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK AIR PERMUKAAN DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS PAJAK AIR PERMUKAAN PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (Persero))” belum pernah dilakukan.

Penelitian sebelumnya, walaupun ada yang dilakukan berkaitan dengan hukum pajak, namun aspek yang dibahas berbeda. Oleh kerena itu, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, karena dilakukan dengan nuansa keilmuan, kejujuran, rasional, objektif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan akademis.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan, yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.5

5 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80

(24)

Kaelan M.S. mengatakan landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.6

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

Kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi- definisi;

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang diteliti;

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.7

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian tesis ini, yaitu menggunakan pendekatan teori perlindungan hukum dan kepastian hukum serta teori keadilan.

a. Teori Perlindungan Hukum

Teori perlindungan hukum merupakan teori yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Roscou Pound mengemukakan hukum merupakan alat rekayasa sosial (law as tool of social engginering). Kepentingan

6 Kaelan M.S., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), hal. 239

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2010), hal. 121

(25)

manusia, adalah suatu tuntutan yang dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum.

Roscou Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum menjadi 3 (tiga) macam, yang meliputi:

1) Kepentingan Umum (Public Interest)

Kepentingan umum (public interest) yang utama, meliputi :

a) Kepentingan negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan substansinya; dan

b) Kepentingan-kepentingan dari negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.

2) Kepentingan Masyarakat (Social Interest)

Ada 6 (enam) kepentingan masyarakat (social interest) yang diindungi oleh hukum. Kepentingan itu, disajikan berikut ini :

a) Kepentingan masyarakat bagi keselamatan umum, seperti : (1) Keamanan;

(2) Kesehatan;

(3) Kesejahteraan;dan

(4) Jaminan bagi transaksi-transaksi dan pendapatan.

b) Kepentingan bagi lembaga-lembaga sosial, yang meliputi perlindungan dalam bidang:

(1) Perkawinan;

(2) Politik, seperti kebebasan berbicara; atau

(26)

(3) Ekonomi.

c) Kepentingan masyarakat terhadap kerusakan moral, seperti:

(1) Korupsi;

(2) Perjudian;

(3) Pengumpatan terhadap Tuhan;

(4) Tidak sahnya transaksi-transaksi yang bertentangan dengan moral yang baik;

(5) Peraturan yang membatasi tindakan-tindakan anggota trust;

d) Kepentingan masyarakat dalam pemeliharaan sumber sosial, seperti menolak perlindungan hukum bagi penyalahgunaan hak (abuse of right);

e) Kepentingan masyarakat dalam kemajuan umum, seperti perlindungan pada:

(1) Hak milik;

(2) Perdagangan bebas dan monopoli;

(3) Kemerdekaan industri; dan (4) Penemuan baru.

f) Kepentingan masyarakat dalam kehidupan manusia secara individual, seperti perlindungan terhadap:

(1) Kehidupan yang layak;

(2) Kemerdekaan berbicara; dan (3) Memilih jabatan.

3) Kepentingan Individual (Private Interest).

(27)

Ada 3 (tiga) macam kepentingan individual (private interest), yang perlu mendapat perlindungan hukum. Ketiga macam perlindungan ini, disajikan berikut ini:

a) Kepentingan kepribadian (interest of personality), meiputi perlindungan terhadap:

(1) Integritas (keutuhan) fisik;

(2) Kemerdekaan kehendak;

(3) Reputasi (nama baik);

(4) Terjaminnya rahasia-rahasia pribadi;

(5) Kemerdekaan untuk menjalankan agama yang dianutnya; dan (6) Kemerdekaan mengemukakan pendapat.

b) Kepentingan dalam hubungan rumah tangga (interest in domestic), meliputi:

(1) Perlindungan bagi perkawinan;

(2) Tuntutan bagi pemeliharaan keluarga; dan

(3) Hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak.

(4) Kepentingan substansi (interest of substance), meliputi perlindungan terhadap:

(5) Harta;

(6) Kemerdekaan dalam penyusunan testamen;

(7) Kemerdekaan industri dan kontrak; dan

(28)

(8) Pengharapan legal dan keuntungan-keuntungan yang diperoleh.8

Manfaat adanya klasifikasi kepentingan hukum menjadi tiga macam di atas, adalah karena :

1) Hukum sebagai instrumen kepentingan sosial;

2) Membantu membuat premis-premis yang tidak terang menjadi jelas; dan 3) Membuat legislator (pembuat undang-undang) menjadi sadar akan prinsip-

prinsip dan nilai-nilai yang terkait dalam tiap-tiap persoalan yang khusus.

Hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia berbeda dengan norma-norma yang lain. Karena hukum itu berisi perintah dan/atau larangan, serta membagi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo mengemukakan tidak hanya tentang tujuan hukum, tetapi juga tentang fungsi hukum dan perlindungan hukum.

Ia berpendapat bahwa:

“Dalam fungsnya sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai.

Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum”.9

1) Fungsi Hukum

Ada tiga hal yang dapat dianalisis dari pandangan Sudikno Mertokusumo, meliputi:

8 Lili Rasyidi, Filsafat Hukum, (Bandung: Remadja Karya, 1988), hal. 228-231

9 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hal. 71

(29)

Fungsi hukum adalah melindungi kepentingan manusia.

2) Tujuan Hukum

Tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, ketertiban dan keseimbangan. Masyarakat yang tertib merupakan masyarakat yang teratur, sopan dan menaati berbagai peraturan perundang-undangan dan peraturan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Ketertiban suatu keadaan dimana masyarakatnya hidup seba teratur baik. Keseimbangan adalah suatu keadaan masyarakat, dimana masyarakatnya hidup dalam keadaan seimbang dan sebanding artinya tidak ada masyarakat yang dibedakan antara satu dengan yang lainnya (sama rasa).

3) Tugas Hukum

Tugas hukum yang utama adalah membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat; membagi wewenang; mengatur cara memecahkan masalah hukum; dan memelihara kepastian hukum.

b. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum menurut Tan Kamello, bahwa dalam suatu undang-undang, kepastian hukum (legal certainty) meliputi dua hal, yaitu pertama, kepastian dalam perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal undang- undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua, kepastian dalam melaksanakan

(30)

norma-norma dan prinsip-prinsip hukum undang-undang tersebut.10 Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengaharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum maka masyarakat akan lebih tertib.11

Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban.12 Selanjutnya, menurut Satjipto Rahardjo untuk mendirikan negara hukum tidak hanya terbatas pada pengelolaan peraturan perundang- undangan dengan baik namun dibutuhkan juga kelembagaan yang kuat dan kokoh dengan kewenangan-kewenangan yang luar biasa dan independen, bebas dari intimidasi atau campur tangan eksekutif dan legislatif yang dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang bermoral baik dan bermoral teruji sehingga tidak mudah terjatuh di luar skema yang diperuntukkan baginya demi terwujudnya suatu kepastian hukum yang syarat akan keadilan atau juga disebut hukum bukan hanya urusan (a business of rules), tetapi juga perilaku (matter of behavior).13

10 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 117

11 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hal. 160

12 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: Nusamedia, 2001), hal. 68

13 Ibid, hal. 240

(31)

Kepastian hukum dalam sistem eropa kontinental (positivistik) merupakan prioritas utama dalam negara hukum meskipun dirasakan sangat tidak adil. Dalam the concept of law menurut H.L.A Hart, ada kalanya kata-kata dalam sebuah

undang-undang dan apa yang diperintahkannya dalam suatu kasus tertentu bisa jadi jelas sekali, namun terkadang mungkin ada keraguan terkait dengan penerapannya. Keraguan itu terkadang dapat diselesaikan melalui interpretasi atas peraturan hukum lainnya. Hal ini menurut H.L.A Hart merupakan suatu ketidakpastian (legal uncertainty) dalam ketentuan undang-undang.14

c. Teori Keadilan

Salah satu teori yang dipandang paling komprehensif membahas tentang keadilan adalah konsep teori keadilan John Rawls.15 Menurut John Rawls perlu ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.

Bagaimana ukuran dari keseimbangan itu harus diberikan, itulah yang disebut dengan keadilan.16

“Dalam kenyataannya, distribusi beban dan keuntungan sosial, seperti pekerjaan, kekayaan, sandang, pangan, papan, dan hak-hak asasi, ternyata belum dirasakan seimbang. Faktor-faktor seperti agama, ras, keturunan, kelas sosial, dan sebagainya, menghalangi tercapainya keadilan dalam distribusi itu.

Rawls mengatakan, hal itu tidak lain karena struktur dasar masyarakat yang belum sehat.

John Rawls juga mengemukakan bahwa :

17

14 H.L.A Hart, The Concept of Law, (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997) diterjemahkan oleh M. Khozim, Konsep Hukum, (Bandung: Nusamedia, 2010), hal. 230.

15 Damanhuri Fattah, Teori Keadilan Menurut John Rawls, Jurnal TAPIs Vol.9 No.2 Juli- Desember2013, dikutip dari ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/download/.../231, diakses tanggal 17 Maret 2018

16 Darji Darmodiharjo dan Sidartha, Pokok-Pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal. 161

17 Ibid, hal. 162

(32)

Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa, faktor kelas sosial juga dapat mempengaruhi dan menghalangi distribusi pemenuhan hak-hak asasi manusia.

John Rawls juga berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan18. Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang dikenal dengan “posisi asli”

(original position) dan “selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance).19

Konsep “selubung ketidaktahuan” diterjemahkan oleh John Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang

Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak ada pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls sebagai suatu “posisi asli” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan (freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat (basic structure of society).

18 Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, Jurnal Konstitusi, Vol. 6 No. 1 (April 2009), hal. 139-140

19 Ibid

(33)

dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang. Konsep “selubung ketidaktahuan” oleh Rawls menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip persamaan yang adil dengan teorinya disebut sebagai “justice as fairness”.

Pandangan John Rawls terhadap konsep “posisi asli” terdapat prinsip- prinsip keadilan yang utama, di antaranya prinsip persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat universal, hakiki dan kompatibel dan ketidaksamaan atas kebutuhan sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu.

Prinsip pertama yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle), seperti kebebasan beragama (freedom ofreligion),

kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekpresi (freedom of speech andexpression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip perbedaan (difference principle), yang menghipotesakan pada prinsip persamaan kesempatan (equal oppotunity principle).

Rawls berpendapat bahwa keadilan sosial harus diperjuangkan untuk (2) dua hal, yaitu: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidakadilan yang dialami kaum lemah.

(34)

Menurut John Rawls, kebutuhan-kebutuhan pokok meliputi hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan, selanjutnya, jika diterapkan pada fakta struktur dasar masyarakat, prinsip-prinsip keadilan harus mengerjakan 2 (dua) hal, yaitu:

1) Prinsip keadilan harus memberi penilaian konkret tentang adil tidaknya institusi-institusi dan praktik-praktik institusional.

2) Prinsip-prinsip keadilan harus membimbing kita dalam memperkembangkan kebijakan-kebijakan dan hukum untuk mengoreksi ketidakadilan dalam struktur dasar masyarakat tertentu.

Prinsip-prinsip inilah yang sangat terkait dengan perlindungan hukum terhadap wajib pajak dalam penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara.

2. Kerangka Konseptual

Membaca dan memahami penulisan pada penelitian ini diperlukan penyamaan persepsi, maka dipandang perlu untuk dijelaskan beberapa kerangka koseptual dalam bentuk definisi, sebagai berikut : Perlindungan hukum adalah jaminan hak dan kewajiban untuk manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun didalam hubungan dengan manusia lainnya.20

20 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 12

(35)

a. Pajak adalah semua jenis Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.21

b. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.22

c. Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang- undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.23

d. Pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.24

G. Metode Penelitian

Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi sebagai

21 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

22 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Undang- Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

23 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

24 Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

(36)

pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan sampel.25

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif dan penelitian hukum empiris atau yuridis sosiologis. Penelitian yuridis normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.

Adapun beberapa langkah yang digunakan dalam metode penelitian ialah :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

26 Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.27 Selanjutnya, penelitian yuridis sosiologis digunakan untuk melihat kenyataan secara langsung yang terjadi terkait Perlindungan Hukum Terhadap Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak Air Permukaan Provinsi Sumatera Utara dengan cara meneliti data primer.28

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi

25 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105

26 Ibid

27 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurumateri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal. 9

28 Ibid, hal. 11

(37)

objek penelitian.29 Deskriptif analitis merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang bertujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.30

Penelitian hukum normatif merupakan prosedur penelitian untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

Penelitian normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai suatu sistem norma yang digunakan untuk memberikan justifikasi prespektif tentang suatu peristiwa hukum. Penelitian ini dilakukan dengan maksud memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentu, apakah sesuatu penstiwa sudah benar atau salah serta bagaimana sebaliknya peristiwa itu menurut hukum.

Dalam penulisan ini akan menguraikan tentang perlindungan hukum terhadap wajib pajak dalam penyelesaian sengketa pajak air permukaan.

2. Pendekatan Penelitian

31 Penelitian hukum empiris bertitik tolak penelitiannya mempergunakan data primer yang mana pada hakikatnya ditujukan terhadap efektivitas hukum yang sedang berlaku atau penelitian terhadap identifikasi hukum.32

29 Ibid, hal. 105

30 Ibid, hal. 223

31 Ibid, hal. 146

32 Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Medan: PT. Sofmedia, 2015), hal. 98

Penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-

(38)

undangan (Statute Aprroach). Pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Aprroach) adalah penelaahan semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani33

Penelitian yuridis empiris menggunakan data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan yang diperoleh melalui wawancara dengan pihak pihak terkait dalam Perlindungan Hukum Terhadap Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak Air Permukaan Provinsi Sumatera Utara dengan cara meneliti data primer.

, yaitu “perlindungan hukum terhadap wajib pajak dalam penyelesaian sengketa pajak air permukaan di Sumatera Utara”.

2. Data Penelitian

34

Penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder35

a. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang mengikat dengan permasalahan dan tujuan penelitian

, maka didalam penelitian hukum normatif yang termasuk data sekunder, yaitu:

36

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

, antara lain :

33 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 93. Metode pendekatan penelitian baik penelitian hukum normatif maupun penelitian hukum empiris dapat juga menggunakan gabungan antara kedua metode pendekatan tersebut. Ediwarman, Op.Cit, hal. 99

34 Ediwarman, Loc.Cit, hal. 98

35 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 23-24

36 Ibid, hal. 13

(39)

2) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

3) Undang-Undang No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

4) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

5) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara.

6) Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Utara No. 24 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Perhitungan Nilai Perolehan Air, Harga Air Baku Dan Harga Dasar Air Untuk Penetapan Pajak Air Permukaan Di Provinsi Sumatera Utara.

b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer37

1) Buku-buku;

2) Jurnal;

3) Majalah;

4) Artikel;

yang terdiri dari :

5) dan berbagai tulisan lainnya.

37 Ibid

(40)

c. Bahan hukum tertier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder38

1) Kamus;

, seperti:

2) Ensiklopedi dan lain sebagainya.

3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Pengumpulan data melalui kepustakaan (library research) menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dimana studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan bahan hukum dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.39

Selanjutnya, juga akan dilakukan wawancara kepada informan yang pelaksanaannya secara terarah (directive interview).40

38 Ibid

39 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, 225

40 Ibid, hal. 55

Pemilihan informan dilakukan dengan mengutamakan segi kompetensi keahlian yang diperkirakan sarat dengan informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini yang dianggap sesuai, yaitu : Staf PT. Inalum (Persero) dan Staf Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara.

(41)

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disaran oleh data.41 Analisis data yang akan dilakukan secara kualitatif. Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan dalam menganalisis permasalahan yang akan dibahas, menafsirkan dan kemudian menarik kesimpulan. Peraturan perundang-undangan dianalisis secara kualiatif dengan menggunakan logika berfikir dalam menarik kesimpulan yang dilakukan secara deduktif42, pada akhirnya dapat menjawab permasalahan penelitian ini.

41 Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 280

42 Penarikan kesimpulan yang dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret. Jhonny Ibrahim, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayu Media, 2005), hal. 393

(42)

BAB II

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK AIR PERMUKAAN DI SUMATERA UTARA

A. Pajak Daerah 1. Urgensi Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan asli yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak pada prinsipnya digunakan untuk memasukkan ke dalam kas negara (fungsi budgeter) saja, tetapi juga dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik atau tujuan yang ada di luar bidang keuangan (fungsi mengatur atau regulerend). Fungsi pajak yang budgeter dan fungsi yang mengatur sejak diadakan tax reform dikombinasikan yang lazimnya ditentukan dalam kebijaksanaan fiskal (fiscal policy).43 Pajak adalah iuran dari rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, tanpa adanya imbalan atau imbal balik yang secara langsung dapat ditunjukkan yang digunakan untuk biaya rutin dan pembangunan.44

Uraian definisi pajak di atas perlu dipertegas dan diperjelas melalui beberapa definisi dari para ahli dan undang-undang, sebagai berikut:

43 Kebijaksanaan fiskal adalah segala sesuatu yang bertalian dengan usaha Pemerintah untuk menstabilisasikan atau mendorong tingkat aktivitas ekonomi. Kebijaksanaan fiskal tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk pemberian insentif/perangsang misalnya untuk menarik investor dari luar negeri, untuk megembangkan pasar modal,dan lain-lain sebagianya. Suparnyo, Hukum Pajak Suatu Sketsa Asas, (Semarang: Pustaka Magister, 2012), hal. 22

44 Ibid, hal. 31-32

(43)

a. P.J.A Adriani mengatakan, sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya, menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.45

b. Soeparman Soemahamidjaja mengatakan, sebagai berikut:46

c. Rochmat Soemitro, mengatakan, sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

47

d. Pajak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan dari sektor swasta ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan”.

48

45 Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Jakarta: Eresco, 1978), hal. 2

46 Suparnyo, Op.Cit, hal. 31

47 Rochmat Soemitro, Pajak Dan Pembangunan, (Jakarta: Eresco, 1974), hal. 8

48 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia pustakan Utama, 2008), hal. 999

”Pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, haga beli barang dan lain sebagainya”.

(44)

e. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, berbunyi:

”Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Merujuk beberapa definisi di atas maka unsur-unsur pajak, yaitu:49

Pajak yang dipungut dari wajib pajak memiliki dasar pembenaran dimana dengan dasar tersebut maka negara sebagai pemungut pajak dibenarkan

a. Ada undang-undang yang mendasari

Pemungutan pajak harus berdasar pada undang-undang, tidak bisa dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tata urutannya .

b. Ada penguasa pemungut pajak

Pemungutan pajak harus ada pemerintah yang akan memungut pajak, pemungutan pajak tidak dilakukan oleh partikelir (swasta).

c. Ada subjek pajak

Subjek yang dapat berupa orang pribadi atau badan yang dapat dibebani kewajiban untuk membayar pajak.

d. Ada objek pajak, artinya harus ada sasaran apa yang akan dibebani pajak, yang dapat berupa keadaa, perbuatan atau peristiwa.

e. Ada masyarakat / kepentingan umum

Hasil dari pemungutan pajak harus kembali pada masyarakat atau untuk kepentingan masyarakat.

f. Ada Surat Ketetapan Pajak;

Surat Ketetapan pajak ini tidak bersifat mutlak tetapi fakultatif, artinya untuk jenis pajak tertentu kadang tidak memerlukan Surat Ketetapan pajak.

49 Suparnyo, Op.Cit, hal. 33-34

(45)

memungut pajak dari wajib pajak. Dasar pemungutan pajak didasarkan pada beberapa teori, sebagai berikut:

a. Teori Badan Umum

Teori ini menghubungkan hakekat pembayaran pajak sama dengan pembayaran iuran oleh para anggota dari suatu perkumpulan/badan umum. Kalau suatu badan umum atau perkumpulan melayani kepentingan anggota-anggotanya maka adalah wajar apabila anggota-anggotanya tersebut juga membayar iuran, karena pembayaran iuran tersebut manfaatnya akan kembali lagi pada anggota.

Oleh karena itu, pembayaran pajak oleh warga negara kepada negara tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kepentingan warga negara sendiri seperti halnya pembayaran iuran oleh seorang anggota pada suatu perkumpulan/badan umum.50

Menurut teori ini hakekat pembayaran pajak adalah sama dengan pembayaran premi asuransi dalam perjanjian asuransi (pertanggungan). Seseorang yang menutup perjanjian asuransi pada dasarnya melakukan perbuatan itu adalah untuk kepentingan dirinya sendiri atau ahli warisnya. Pembayaran premi asuransi oleh tertanggung, tiada lain adalah dimaksudkan untuk kepentingan dirinya sendiri atau ahli warisnya. Hal inilah yang dimaksud dengan pemungutan pajak adalah untuk kepentingan yang dipungut atau pihak yang membayar pajak.

b. Teori Asuransi

51

50 Ibid, hal. 12

51 Ibid

(46)

Teori asuransi ini apabila dikaitkan dengan kewajiban pembayaran pajak mengandung kelemahan-kelemahan, yaitu :52

Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak jika dipandangnya sebagai gejala sosial dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari sebagian anggota masyarakat (rumah tangga-rumah tangga dalam masyarakat) untuk rumah tangga Negara dan kemudian menyalurkannya (disemprotkan) kembali ke masyarakat (umum) dengan maksud untuk memelihara hidup

1) Bila risiko atau kerugian terjadi/dialami oleh si pembayar pajak maka tidak ada penggantian ganti rugi dari pemerintah kepada pembayar pajak tersebut. Hal tersebut berbeda dengan prinsip dalam perjanjian asuransi, jika si tertanggung mengalami kerugian, maka pihak yang menerima pembayaran premi (perusahaan asuransi atau penanggung) harus membayar ganti rugi kepada pembayar premi (tertanggung).

2) Teori ini melupakan adanya unsur paksaan dalam pembayaran pajak.

Dalam lembaga asuransi yang bersifat keperdataan tidak ada paksaan agar seseorang akan mengadakan atau membuat perjanjian asuransi dengan pihak perusahaan asuransi (penanggung), sedangkan dalam pembayaran pajak terdapat unsur paksaan dari pemungut (pemerintah), wajib pajak (rakyat yang memenuhi syarat membayar pajak) wajib membayar pajak, dan jika tidak dipenuhi maka dapat diberikan sanksi (sanksi pidana atau pun sanksi administrasi).

3) Teori asuransi menggunakan hakekat pembayaran pajak sama dengan pembayaran retribusi, padahal antara keduanya tidak sama. Pembayar retribusi menerima balas jasa langsung yang dapat ditunjuk dari pemerintah (misalnya : dalam pembayaran retribusi parkir, pembayar retribusi mendapat imbal jasa berupa lahan/tempat untuk parkir, pembayar retribusi sampah maka pembayar retribusi mendapatkan fasilitas tempat pembuangan sampah, dan lain-lain), sedangkan dalam pembayaran pajak, pembayar pajak (wajib pajak) yang telah membayar pajak tidak mendapat balas jasa langsung yang dapat ditunjuk yang diberikan oleh fiscus atau pemerintah.

c. Teori Daya Beli

52 Ibid, hal. 13

(47)

masyarakat dan membawanya ke arah tertentu. Selanjutnya, negara adalah penyelenggara berbagai kepentingan yang mendukung kesejahteraan masyarakat.

Penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan juga bukan kepentingan negara, melainkan untuk kepentingan masyarakat yang meliputi kedua-duanya, yaitu pembayar pajak dan pemerintah.53

Teori ini menyatakan bahwa kepentingan Negara dan kepentingan masyarakat dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Pemungutan pajak adalah pemungutan/pengambilan harta negara sendiri yang sedang berada di tangan penduduk. Pajak adalah dividen milik negara. Jadi, negara adalah sebagai pemegang saham. Teori deviden mengatakan bahwa pada hakekatnya pemungutan pajak oleh negara adalah sama dengan pengambilan dividen oleh seorang pesero yang menanamkan sahamnya dalam suatu perusahaan. Jelasnya negara sebagai pemungut pajak merupakan pesero/pemegang saham, sedangkan wajib pajak merupakan pemilik perusahaan yang di dalamnya terdapat saham negara. Pertanyaan yang muncul adalah, dalam bentuk apa dan kapan negara menanamkan modal/sahamnya pada rakyat.

d. Teori Deviden

54

Keberadaan teori badan umum dan teori asurasi merupakan dasar pembenar untuk pemungutan pajak demi kepentingan pihak yang dipungut atau

53 Ibid, hal. 14

54 Ibid

(48)

wajib pajak sedangkan teori deviden dan teori daya beli merupakan dasar pembenar untuk pemungutan pajak demi kepentingan pemungut (negara) dan wajib pajak.

Merujuk pada uraian di atas baik mengenai pengertian pajak dan dasar pemungutan pajak maka urgensi atau pentingnya pajak bagi sebuah bangsa ialah untuk pembangunan dimana dalam rangka pembangunan pajak mempunyai fungsi, yaitu:55

a. Fungsi budgeter adalah fungsi pajak yang terletak di sektor publik dimana pajak merupakan suatu alat untuk mendapatkan pemasukan kas negara yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pendapatan dari sektor pajak ini akan digunakan untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran rutin dan bila ada sisa (surplus) maka dapat digunakan untuk membiayai investasi pemerintah.

b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Fungsi mengatur pajak adalah digunakannya pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar keuangan seperti pemerataan distribusi pendapatan. Fungsi mengatur ini banyak ditujukan kepada sektor swasta misalnya sebagai insentif investasi barang modal atau alokasi industri daerah tertentu.

2. Kewenangan Pemerintahan Daerah Dalam Memungut Pajak Daerah Pajak yang merupakan salah satu sumber dana pemasukan dapat dibagi menjadi 2 (dua) peruntukan, yaitu:56

55 R. Santoso Brotohiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), hal. 212

56 Terdapat beberapa kriteria berkaitan dengan pemberian kewenangan perpajakan baik kewenangan Pemerintah Pusat, Provnsi maupun Kabupaten/Kota, yaitu:

a. Pajak untuk stabilisasi ekonomi dan distribusi pendapatan seharusnya tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

b. Basis pajak daerah seharusnya tidak terlalu mobile. Pajak daerah yang sangat mobile akan mendorong pembayar pajak merelokasi usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah yang beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang tidak terlalu mobile akan mempermudah daerah untuk menetapkan tarif pajak yang berbeda sebagai cerminan dari kemampuan masyarakat. Basis pajak yang mobile merupakan persyaratan utama untuk mempertahankan di tingkat pemerintah yang lebih tinggi (Pusat/Provinsi).

(49)

a. Pajak pusat, b. Pajak daerah.

Artinya, pajak digunakan untuk keperluan negara. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 23A, berbunyi:

”Pajak dan pengutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.

Pajak daerah dipungut oleh pemerintahan daerah provinsi/kabupaten dan kota.57

c. Basis pajak yang distribusinya sangat timpang antar daerah seharusnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat,

Sumber pendapatan asli daerah tidak hanya terbatas pada pajak daerah akan tetapi juga retribusi daerah. Pemerintah daerah (provinsi/kabupaten dan kota) sesuai dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom dimana pemerintah daerah sesuai dengan Pasal 279 ayat (2) huruf a dan Pasal 286 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

d. Pajak daerah seharusnya visible dalam arti pajak harus jelas bagi pembayar pajak daerah, e. Pajak daerah seharusnya tidak dapat dibebankan kepada penduduk daerah lain,

f. Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang memadai untuk menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar,

g. Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relatif mudah di administrasikan atau dengan kata lain perlu pertimbangan efisiensi secara ekonomi berkaitan dengan kebutuhan data,

h. Pajak dan retribusi berdasarkan prinsip manfaat dapat digunakan secukupnya pada semua tingkat pemerintahan, namun penyerahan kewenangan pemungutannya kepada daerah akan tepat sepanjang manfaatnya dapat dilokalisir bagi pembayar pajak lokal.

Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak Dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 124-125. Pendapatan asli daerah berasal dari dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain- lain penerimaan daerah yang sah. Faisal Akbar Nasution et.al (ed) (II), Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi : Dalam Rangka Ultah Ke-80 Prof. Solly Lubis, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hal.

270

57 Bustamar Ayza, Hukum Pajak Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), hal. 92

(50)

Daerah memiliki kewenangan untuk melakukan pemungutan pajak daerah (retribusi daerah) dan tidak boleh memungut pajak daerah diluar yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengaturan kewenangan pemerintah daerah untuk menarik pajak tidak hanya mengacu pada peraturan perundang- undangan akan tetapi juga mengacu pada aturan daerah yang dikeluarkan oleh masing-masing provinsi/kabupaten/kota di Indonesia, misalnya provinsi Sumatera Utara yang juga mengacu pada Perda Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 23 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Air Permukaan Di Provinsi Sumatera Utara.

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.58 Peruntukan pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:59

58 Pajak daerah yang selanjutnya disebut Pajak, Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

59 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

a. Pajak provinsi, terdiri atas:

1) Pajak Kendaraan Bermotor,

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Gambar

Tabel 1. Pengambilan Air PT INALUM (Persero)
Gambar 1. Skema Struktur PT INALUM (Persero)
Tabel 2.   Perbedaan Hitung Pajak Permukaan Air Antara PT INALUM (Persero)  Dengan BP2RD Sumut Untuk Pembangkit Listrik Kepentingan Sendiri

Referensi

Dokumen terkait

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1995.. Steven P Lab, Crime Prevention, Approache, Practices

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat , (Jakarta: Rajawali Press, 2003), Cet ke-7, hal 74.. Dalam penelitian sinkronisasi vertikal

Sri Mumadji & Soerjono Soekanto dan, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001.. Sudarto, Hukum

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hlm.. BPJS kesehatan tentang penolakan rumah

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1984.. Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat ,

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.. Tobing, GHS Lumban, 1999, Peraturan Jabatan

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, h.. kemudian menjadi fokus sekaligus tema sentral

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2006 Peter mahmud marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana Prenada