• Tidak ada hasil yang ditemukan

TABEL III

B. Data Khusus

1. Latar belakang orang tua melakukan perkawinan beda agama.

Perkawinan adalah kecendrungan fitri dalam perjalanan umat

manusia, untuk itulah Islam sebagai agama fitri mengaturnya sebagai

bagian dari ajarannya dan mewajibkan kepada umatnya untu menikah bila

sudah memenuhi syarat-syarat yang mewajibkan untuk menikah.

Sebagai seorang muslim sejati menikah merupakan suatu ibadah

tersendiri karena ingin mengikuti perintah Alah SWT dan sunah Nabi

Muhammad SAW untuk melakukan pernikahan.

Dari hasil wawancara dengan orang tua yang melakukan

perkawinan beda agama, mereka mengatakan bahwa keadaan yang

berlebihan dan kecocokan terhadap pasangannya tanpa memandang apa

agama yang dianut oleh pasangannya tersebut.

Hal ini dibuktikan dengan penuturan kepala keluarga I yang kawin

beda agama, sebagai berikut : “waktu dulu saya merasa kasihan sama

bapak, karena bapak tidak mempunyai ibu, walaupun saya menentang dari

keluarga saya sampai pasangan kami ingin ada niat kawin lari, akhirnya

kedua orang tua merestui hubungan kami sampai sekarag.” 1

Dari keterangan ini dan penuturan yang lain ternyata cinta dan

kecocokan diantara keduanya menjadi sebab yang dominan untuk

melakukan perkawinan beda agama, mereka kurang memperhatikan

faktor-faktor perbedaan agama diantara keduanya. Hal ini mereka yang

menjalaninya dari berbagai rintangan dan ditempuh dengan rasa suka sama

suka.

Dari hasil wawancara-wawancara dengan yang lain ternyata latar

belakang mereka melakukan perkawinan beda agama ini tidak begitu

berbeda dengan keluarga pertama yaitu lebih disebabkan faktor kecocokan

dan suka sama suka diantara kedua pasangan tersebut. Berikut ini kutipan

dari penuturan keluarga-keluarga yang lain :

Keluarga II

Sebab yang sama juga telah dituturkan oleh keluarga II, sang istri

menjelaskan bahwa keduanya melakukan perkawinan tersebut disebabkan

oleh adanya faktor suka sama suka diantara keduanya. Dari pihak keluarga

sang istripun tidak keberatan, yang penting suaminya mampu bertanggung

jawab memberi nafkah bagi dia dan anak-anaknya, sehingga faktor

perbedaan agama kurang mereka perhatikan.2

Keluarga III

Pasangan keluarga ini sebenarnya sama, yaitu dalam hal yang

menyebabkan mereka melakukan perkawinan beda agama. Mereka

melakukan perkawinan beda agama lebih disebabkan faktor kecocokan

dan rasa suka sama suka diantara keduanya, hanya saja dari pihak sang

istri terutama sang ayah sangat menetang perkawinan tersebut. Namun

karena dia tetap nekat dan bersikeras untuk melakukan perkawinan

akhirnya orang tuanya mengijinkan, walaupun dengan beberapa

persyaratan. Diantaranya supaya anaknya tersebut tetap teguh menjalankan

ajaran Islam dan supaya cucunya diajarkan dengan ajaran agama Islam.3

Keluarga IV

Latar belakang keluarga inin untuk melakukan perkawnan beda

agama juga tidak jauh beda dengan keluarga beda agama yang lain. Yaitu

disebabkan faktor suka sama suka diantara kedanya. Hal ini dibuktikan

dengan penjelasan sang suami bahwa dia tidak terlalu mempersoalkan

2 Wawancara dengan ibu Linda, 22 Juni 2008 3 Wawancara dengan Ibu Rohmi, 22 Juni 2008

ajaran agama ang di anut istrinya (Katolik) dia pun tidak keberatan.4

Keluarga V

Latar belakang terjadinya perkawinan beda agama pada keluarga

ini dimulai ketika sang suami pergi merantau ke Sumatra dan menumpang

di salah satu familinya disana.

Perlu diketahui bahwa di daerah tersebut mayoritas penduduknya

beragama Islam termasuk familinya tersebut. Setelah beberapa bulan dia

tinggal disana, dia diperkenalkan dengan seorang gadis didaerah itu.

Ternyata keduannya saling menyukai dan masing-masing keluarga juga

tidak keberatan termasuk dengan perbedaan agama diantara keduannya.5

Berangkat dari fakta tersebut menunjukkan ju g a betapa tipisnya

kadar keimanan dan kurangnya pengetauan mereka akan makna agama

dalam kehidupan umat manusia.

Dari penjelasan-penjelasan mengenai latar belakang keluarga

dalam melakukan perkawinan beda agama dapat penulis simpulkan

melalui tabel berikut in i:

TABEL

No

Keluarga Latar Belakang

1 I Suka Sama Suka

2 II Suka Sama Suka

4 Wawancar dengan Bapak Sukarto, 24 Juni 2008 5 Wawancara dengan bapak Sunardi, 24 Juni 2008

3 III Suka Sama Suka

4 IV Suka Sama Suka

5 V Dijodohkan

Sumber : Wawancara dengan keluarga kawin beda agama tanggal 22 — 24 Juni 2008.

Dari tabel diatas dari lima keluarga yang melakukan perkawinan

beda agama tersebut ternyata latar belakang mereka melakukan

perkawinan beda agama 80% diantaranya disebabkan faktor suka sama

suka dan 20% disebabkan faktor perjodohan.

2. Sikap Keluarga Terhadap Keluarga Yang Kawin Beda Agama

Setiap agama menghendaki pemeluknya untuk melakukan

perkawinan yang seagama atau seiman sebagaimana penulis paparkan

pada bab sebelumnya, karena setelah memasuki dunia keluarga atau

berumah tangga diharapkan dalam kehidupan sehari-sehari ajaran agama

turut mewarai dan berperan dalam membentuk keluarga yang sakinah

mawadah warahmah sesuai dengan tujan pokok perkawinan tersebut.

Dari hasil wawancara dengan keluarga yang melakukan

perkawinan beda agama, ada hal menarik terutama dari keluarga pertama,

yaitu perkawinan yang terjadi ternyata menimbulkan problem, yaitu

retaknya hubungan antara keluarga sang istri dengan pihak keluarga

suami. Hal ini terjadi ketika masing-masing keluarga saling

mengendalikan rumah tangga yang baru dibangun. “Saya dulu sebenarnya

dilarang oleh keluarga saya dan saudara-saudara saya, ketika saya

kurang setuju.”6

Perkawinan beda agama dapat menimbulkan beban terutama beban

psikologis dari salah satu pihak yang disebabkan tidak diterimanya oleh

keluarga pasangannya.

Keretakan rumah tangga dengan permusuhan antara keluarga satu

pihak dengan keluarga yang lain juga biasa timbul. Padahal salah satu

hikmah dilakukannya perkawinan untuk menambah saudara dan

merekatkan hubungan silaturrahmi antara dua keluarga dan dua

lingkungan yang berbeda. Namun sebalikya perkawinan beda agama

malah dapat memicu terjadinya keretakan dan permusuhan pihak yang satu

dengan pihak yang lain.

Hal ini dapat dibuktikan dengan penuturan istri dari keluarga tiga

juga tidak merasa kebingungan dalam mendidik agama anak-anaknya

sebagai orang tu a hanya kasih nasihat agar punya agama sebagai pedoman

hidup tapi orang tua membebaskan anak untuk memilih agama yang

disukai. Dan dari keluarga ini orang tua selalu mengingatkan supaya dia

jangan sampai menelantarkan masalah pendidikan agama anaknya. Namun

disisi lain dia terhambat oleh suaminya ingin juga mendidika agama

anaknya dengan ajaran agamanya. Bahwa dari perebutan untuk

menanamkan ajaran agama masing-masing inilah mereka terlibat

pertengkaran. Dari pihak anaknya sendiri ternyata dia lebih tertarik kepada

ibunya yaitu agama Islam, sehingga anaknya sering terkena marah dari

sang suami.7

Pendidikan agama dimulai sejak kecil, karena untuk pengenalan

dan penanaman nilai-nilai agama pada anaknya. Segala sesuatu, orang tua

selalu berdo’a lebih dulu. Di dalam keluarga pastinya ada kesulitan apalagi

yang beda agama yang seimanpun ada, tapi intinya saling pengertian,

menghormati dan mengalah walaupun penghasilannya lebih besar dari

suami. Melihat kenyataan seperti ini terlihat betapa sulitnya problem yang

mereka alami dengan dibuktikan oleh sang suami yang seperti menanggapi

apa yang dikatakan istrinya dengan ekpresi yang terlihat agak merendah

yaitu dia juga berhak untuk mendidik agama anak-anaknya.8

Menanggapi persoalan keluarga ini, salah seorang tokoh agama

Islam dan juga merupakan salah satu pemuka masyarakat mengatakan

bahwa sebenarnya sang suami dulu sudah tidak terlalu ngotot dalam hal

menjalankan agamanya dan dia sudah hampir mau pindah agama. Namn

karena orang tuanya tidak memperbolehkan maka tidak terjadi, malah

sebaliknya keluarganya terutama ayahnya sangat menghendaki kalau

cucunya dididk dengan ajaran agam a Katolik.9

Dari penuturan-penuturan ini jelas terlihat betapa masing-masing

pihak keluarga saling mengendalikan keluarga ini, dan tanpa mereka

sadari telah menambah konflik yang sangat sulit untuk terselesaikan.

7 Ibid

8 Wawancar dengan bapak Suyoto, 13 Mei 2008

Selama dilokasi menurut penulis dan dari wawancara-wawancara

tambahan, terlihat bahwa salah satu pihak keluarga baik itu suami atau istri

terutama yang non muslim terlihat kurang dapat menyesuaikan dengan

lingkungan yang mayoritas beragama Islam tersebut. Dari segi pergaulan

terlihat pihak suami atau istri dari keluarga yang kawin beda agama

terutama dari pihak non muslim lebih sering d i rumah dan lebih sering

menghabiskan waktunya dengan bekerja, mereka ju g a jarang keluar rumah

untuk sekedar ngobrol dengan tetangganya.

Hal ini dibuktikan dengan penuturan warga tetangganya sebagai

b e rik u t:

“Ada juga dari keluarga yang jarang keluar rumah. Dia baru keluar semisal

ada keija bakti atau undangan syukuran. Itu saja tidak kumpul atau

ngobrol-ngobrol dulu seperti yang lainnya.” 10

Gambaran ini menunjukkan betapa perkawinan beda agama dapat

menyebabkan salah satu pihak akan terkucil dari lingkungan pihak

lainnya.

4. Aktivitas ibadah keluarga yang kawin beda agama

Mengenai aktivitas ibadah yang dilakukan oleh keluarga kawin

beda agama, ternyata ada sebuah keluarga yang saling memberikan

kebebasan dalam melakukan ibadah, masing-masin berusaha untuk saling

menghormat pihak yang lain dalam melaksanakan ibadah agamanya. Hal

ini berdasarkan penuturan seorang ibu dari keluarga pertama yang

kebetulan dari keluarga Kristen dia memperbolehkan suaminya shalat dan

sebagainya.11

Namun disisi lain, ada sebuah keluarga yang keduanya sama-sama

tekun dalam menjalankan dan menyakini agamanya, mereka sering terlihat

bertengkar terutama sang istri yang selalu mempersoalkan suaminya yang

kembali ke agamanya semula yaitu Katolik. Ternyata sebelum menikah

dia sudah menyatakan masuk Islam, namun entah kenapa sang suami

sekarang kembali keagamanya dulu.

Hal ini dibuktikan dengan penuturan seorang tokoh masyarakat

setempat, bahwa sebelum menikah dulu suaminya sudah masuk Islam,

namun entah mengapa beberapa bulan kemudian dia kembali kepada

aamanya sebelumnya. Dahulu istrinya itu sering marah-marah dan mereka

sering bertengkar terutama setelah suaminya pulang dan berangkat ke

gereja, tapi akhirnya dia sering mengalah. Dia sering bercerita kalau

sedang bertengkar suaminya mengancam akan menceraikannya, maka

demi keutuhan keluarganya dia lebih memilih diam dan mengalah. Bahkan

dia sekarang jarang terlihat di masjid, mungkin dia malu, orang tuaya

selalu mendesak untuk bercerai saja, tapi tidak mau karena kasihan

terhadap anak-anaknya.11 12

11 Wawancara dengan Ibu Linda, 16 Mei 2008 12 Wawancara tokoh agama setempat, 16 Mei 2008

dialami oleh sang istri, dia dihadapkan dua pulihan yang sama-sama berat

baginya.

Dalam hal ini anak turut pula jadi korban terutama dalam hal

agama yang mana yang akan dipeluknya, dia dihadapkan pada dua pilihan

dan dua orang panutan dalam hidupnya. Ini terlihat sekali sewaktu ibunya

menjalankan ibadah ke masjid, dia pun ikut serta, bahkan dia juga sering

pergi ke TPA, walaupun kadang dilarang ayahnya.13

Dari hal ini terlihat betapa kebingungan melanda sang anak,

diusianya yang masih sangat kecil sudah dihadapkan pada masalah yang

begitu sulit, yaitu di akan ikut agamanya siapa, mau menikuti siapa,

padahal seorang anak, apa lagi anak ang masih kecil, masih sangat

membutuhkan arahan, bimbingan, panutan dan suritauladan dari kedua

orang tuanya apalagi bimbingan dalam hal beragama.

Dari wawancara dengan keluarga yang lainnya, penulis

memperolehnya informasi tentang keluarga keempat, ternyata anaknya

dalam beragama mengikuti agama ibunya, karena ibunyalah yang lebih

tekun dalam menjalankan ibadah dan lebih tekun dalam menjalankan

ibadah dan lebih memperhatikan pendidikan anaknya. Hal ini dibuktikan

dengan penuturan sang ibu yang menjelaskan bahwa sekarang dia masih

pergi ke gereja dengan anaknya. Kelihatannya anak tersebut lebih senang

memilih agama ibunya (Katolik) karena sejak kecil anaknya tersebut

hampi setiap kali ibunya ke gereja selalu diajak, sehingga sekarag anaknya

tersebut memeluk agam a K atolik.14

Yang menjadi pertanyaan adalah sang ayah kurang dalam

memperhatikan pendidikan anaknya, mungkin ini disebabkan sang ayah

sering d i luar rumah untuk mencari nafkah dan mugkin juga ini disebabkan

oleh keberagamaan sang ayah yang kurang tekun dalam menjalankan

ibadah, sehingga sang anak lebih tertarik dengan agama sang ibu. Hal ini

dibuktikan dengan penuturan seorang tokoh masyarakat setempat dengan

menjelaskan bahwa anaknya lebih memilih ikut masuk agama ibunya.

Ibunya tersebut tekun dalam menjalankan ibadah, dia rutin ke gereja dan

anaknya sering diajak, sedangkan suaminya jarang melakukan ibadah di

masjid dan tidak terlalu mempersoalkan pendidikan agama anaknya.15

5. Bentuk pendidikan agam a anak

Bentuk pendidikan agama yang diberikan orang tua kepada

anaknya adalah dengan meyuruh anaknya tersebut berangkat ke TPA, hal

ini diperbolehkan oleh penuturan seorang ibu dari keluarga II : "Di saya

suruh ke masjid untuk ikut TPA tiap malam sabtu dan minggu, anak saya

kelihatannya lebih senang agama saya, bapaknya juga juga tidak

mempersoalkan agamanya, jadi terserah mau ikut agama saya atau

bapaknya.” 16

Dari penuturan ini, ternyata bentuk dari pendidikan agama yang

diberikan orang tua baru sebatas memasukkan anaknya ke TPA, di

14 Wawancara dengan Ibu Sawiyah, 20 Mei 2008 15 Ibid

Sekolah Dasar (SD) setempat.

Lain lagi dengan penuturan seorang suami di keluarga V, bahwa

dia dalam mendidik agama anaknya tidak terlalu memaksakan kepada

anaknya untuk mengikuti agamanya. Ketika dia ke gereja dan anaknya

masih kecil, kadang dia mengajak anaknya, namun lama kelamaan anak

tersebut mulai jarang ikut, mungkin dia terpengaruh pada lingkungan yang

mayoritas beragama Islam, dia lebih sering pergi ke TPA dengan teman-

temannya dari pada ke gereja. Dan akhirnya lebih senang kepada agama

istrinya ( Islam).17

Hal ini diperkuat dengan penjelasan istrinya bahwa anaknya lebih

memilih Islam sebagai agamanya, ini mungkin juga disebabkan oleh

suaminya yang sekarang jarang ke gereja. Jadi kurang begitu

mempermasalahkan mengenai pendidikan agama dan jenis agama

anaknya.

Perlu diketahui bersama bahwa TPA yang ada di daerah tersebut

sifatnya sudah maju, dilihat dari segi mengajarnya menurut penulis sangat

baik dan anak yang mengikuti pendidikan di TPA tersebut sangat

banyak.18

Bentuk pendidikan ini baru dapat terjadi manakala salah satu pihak

dari suami atau istri yang non musim kurang peduli dengan pendidian

agama anaknya. Masing-masing berusaha untuk mendidik agama anak

17 Wawancara dengan Bapak Sunardi, 20 Mei 2008 18 Observasi, 19-20 Mei 2008

sesuai dengan agamanya maka bentuk penddikan ini akan sulit terlaksana

dan terjadi konfik perselisihan.

Hal ini dibuktikan dengan keluarga III dalam mendidik agama

anaknya masing-masing berusaha mendidik dengan agama masing-masing

orang tua, dengan penuturan sang suami bahwa dia kalau ke gereja

anaknya selalu di ajak dan ada juga menuturkan bahwa kelihatannya

anaknya lebih senang dengan agama Katolik.19

Hal ini ditanggapi sang istri bahwa suaminya sangat keras dalam

pendidikan anaknya, sehingga anak lebih patuh kepada ayahnya, karena

anak merasa ayahnya yang mencari dan memberi nafkah bagi keluarganya.

Ayah sering menyuruh anaknya pergi ke masjid dan TPA untuk belajar

agama Islam. Tapi anak tersebut sering memilih pergi ke gereja.20

Dengan penuturan seorang suami yang beragama Islam, dalam

bentuk mendidik agama anak sering timbul masalah yang berakhir dengan

konflik, karena dia dan istrinya sama-sama ingin mendidik anaknya sesuai

dengan agamanya masing-masing. Sehingga sampai sekarang konflik-

konflik tersebut masih sering terjadi, pertentangan ini kadang terjadi ketika

istrinya anaknya ke gereja atau ketika dia mengajari anaknya dengan

dasar-dasar ajaran Islam.

Menurut pengamatan penulis bahwa anaknya yang masih kecil

(kurang lebih usia 1,6 tahun) tersebut mengalami kebingungan dan belum

bisa memutuskan untuk ikut agama yang mana, agama ayah atau ibunya.

19 Suyoto, Op. C it

yang diberikan orang tua yang melakukan kawin beda agama adalah

dengan mengajak anaknya ke gereja bagi yang non muslim, sedagkan bagi

orang tua yang muslim bentuk pendidikan yang di berikan ialah dengan

memasukkan anaknya ke TPA dan diselingi dengan memberikan

pendidikan dasar-dasar agama Islam.21

6. Cara atau metode yang digunakan dalam mendidik agama anak

Pada bab sebelumnya penulis telah paparkan bahwa metode

merupakan cara atau way yang diguinakan dalam pelaksanaan proses

pendidikan dan metode merupakan faktor yang menentukan cepat atau

lambatnya tujuan dari suatu pendidikan tercapai. Dalam mendidik agama

pada anak orang tua menggunakan beberapa metode antara lain :

a. Metode tanya jaw ab

Metode ini digunakan oleh orang tua yang beragama Islam

misalnya, ketika anaknya pulang TPA atau sekolah, misalnya anak

ditanya tentang masalah pelajaran yang baru diterimanya dari TPA

atau sekolah kemudian bapak atau ibu mencoba memberikan

pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran tersebut. Metode ini juga

digunakan ketika anaknya menanyakan tentang Allah SWT, di mana

tempatnya, dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan agama.

b. M etode ceramah

Dalam mendidik agama anak seorang bapak atau ibu juga

menggunakan metode ceramah, misalnya ketika memjelaskan kepada

anaknya apa itu malaikat, setan, surga atau neraka. Hal ini dibuktikan

dengan penuturan seorang ibu dari keluarga kedua yang pada suatu

waktu anaknya menanyakan tentang dimana surga, neraka, setan dan

sebagainya. Kemudian ibu menjelaskan itu semua. Dari penuturan ini

tanpa disadari telah terjadi proses pendidikan dengan menggunakan

metode ceramah.22

c. M etode diskusi

Dalam mendidik agama anak orang tua juga menggunakan

metode diskusi, ini terlihat ketika orang tua dari keluarga yang kawin

beda agam a menjelaskan tentang adab bergaul dengan orang yang

lebih dewasa, adab ketika bertamu serta menjelaskan tentang perbuatan

baik dan buruk menurut agam dan sebagainya.

Contoh lain dari metode diskusi yang dilakukan oleh orang tua

adalah ketika salah satu keluarga yang beda agama yaitu keluarga

kedua, ketika ibu di tanya anaknya mengapa agama ayah dan ibunya

tidak sama, kemudian agama apa yang paling besar, kemudian ibu

menjelaskan dan sesekali anak membandingkan dengan apa yang

proses pendidikan dengan menggunakan metode diskusi.23

d. Metode Pemberian Contoh atau suri tauladan ( Demonstrasi)

Pada dasarnya kebutuhan m anusia akan seorang figur teladan

bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter

manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang

senantiasa merasa bahwa dirinya berada dalam persaan yang sama

dengan kelompok yang lain, sehingga dalam peniruan ini anak

cenderung meniru pada karakter orang tua atau para pendidiknya.

Metode ini khusus bagi orang tua sangat menentukan sekali,

karena ia menjadi figur anak dalam kegiatan sehari-sehari, sehingga

anak cenderung meniru sebagaimana yang dilakukan oleh orang

tuanya. Orang tua harus bisa menerapakan seperti apa yang telah

disampaikan kepada anaknya.

Metode pemberian keteladanan pada pendidikan agama anak

ini dilakukan orang tua dengan cara misalnya, dapat dilihat dari

penuturan seorang ibu dari keluarga kedua bahwa dia melaksanakan

shalat jam a’ah di masjid dan sering mengajak anak-anaknya, kemudian

ketika ia melakukan ibadah shalat di rumah maka anaknya yang masih

kecil tersebut sering mengikuti gerakan-gerakan dari shalat ibunya.24

Pemberian materi pendidikan dengan memberikan contoh atau

keteladan juga dilakukan dengan cara bagimana bersikap sopan santun

23 Ibid

ketika menghadapi tamu, bagaimana bersikap kepada yang lebih tua,

adab ketika berdo’a dan sebagainya.

7. M ateri Pendidikan Agama Yang Di Berikan

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat disimpulkan

bahwa di antara materi yang diberikan dalam pendidikan agama pada anak

m elip u ti:

a. Pendidikan Aqidah, meliputi : Pendidikan shalat, puasa dan

sebagainya.

b. Pendidikan Akhlak, m e lip u ti: Adab berdo’a, cara menghormati yang

lebih dewasa, cara menghormati tamu dan sebagainya.

c. Pendidikan Kebudayaan Islam, meliputi : Menjelaskan kebudayaan

yang ada dalam agama Islam, misalnya menjelaskan mengenai rencana

dan lain sebagainya.

A. Latar Belakang Orang Tua dalam Melakukan Perkawinan Berbeda

Dokumen terkait