• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRO BLEM ATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM KELUARGA PERKAW INAN BEDA AGAM A DI KELURAHAN KA LICAC IN G KECAMATAN SIDO M UKTI KOTA SA LATIG A TAHUN 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PRO BLEM ATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM KELUARGA PERKAW INAN BEDA AGAM A DI KELURAHAN KA LICAC IN G KECAMATAN SIDO M UKTI KOTA SA LATIG A TAHUN 2008"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN SIDO M UKTI KOTA SA LATIG A TAHUN 2008

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I

Dalam Ilmu Tarbiyah

A EN I M U ST A FID A H NIM : 121 04 011

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(2)

W ebsite: www.stainsalatiga.ac.id E -m ail: admimstrasi@stamsalatiga.ac.id

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqosah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 15 Agustus 2008 Penulis,

Aeni Mustafidah

NIM. 121 04 011

(3)

Dra. Djami'atul Islamiyah, M.Ag

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi sau d a ri:

Nama : AEN I M USTAFIDAH NIM : 12104 011

Jurusan / Progdi : TA R B IY A H / PAI

(4)

Website : www.stainsalatiea.ac.id E -m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

P E N G E S A H A N

Skripsi Saudari : AENI MUSTAFIDAH dengan Nomor Induk Mahasiswa :

121 04 011 yang berjudul : ’’PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM KELUARGA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI KELURAHAN KALICACING SIDOMUKTI KOTA SALATIGA TAHUN 2008”, Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Selasa, 16 September 2008 yang bertepatan dengan tanggal 16 Ramadhan 1429 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah.

16 September 2008 M Salatiga,

---16 Ramadhan 1429 H

Panitia Ujian

(5)

...

IjU

j

I

1

j3 i j J l l^tlb

Hai orang-orang yang 6eriman, pe&haraCaH dirimu dan { eCuargamu

(6)

Skripsi ini penuCis persembahkan untuki

1. (Bapak- Ibunda tercinta, terkasih, tersayang yang

sefa.hu mem6im6ing, mend) 'akan dan mem6erikgn

segalanya 6aik, moral maupun sprituah bagi

kelancaran study ku, semoga Adah senantiasa

meridhoinya

2. Kpkpk,

(fan

Adikku

tersayang

senantiasa

memberikan dorongan dan motivasi

3 .

(Buat teman-teman angkatan 2004

4.

‘Keluarga besar (Dot. Com thanks fo r tbeir help

(7)

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat-Nya yang tiada

terhingga kepada seluruh makhluk, zat tempat bergantung dan memohon segala

hal dalam kehidupan. Sholawat dan salam kita sanjungkan kepada beliau Nabi

Agung Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya yang telah

menghantarkan manusia pada jalan yang benar sesuai dengan perintah dan

petunjuk Allah SWT.

Penulisan skripsi ini tak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa

ada bantuan, dorongan serta bimbingan dari pihak-pihak tertentu yang terkait.

Namun, kebahagiaan tentu tidak dapat di sembunyikan dari terselesaikannya

penulisan skripsi ini.

Tak lupa penulis ucapankan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya

dan setulusnya atas semua bantuan, bimbingan dan partisipasinya, khususnya

kepada:

1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.

2. Bapak Fatchurrahman, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibu Djami'atul Islamiyah, M.Ag selaku pembimbing dalam penulisan skripsi

ini yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran.

4. Bapak dan Ibu Dosen yang dengan tulus mendidik dan memberikan jasanya

(8)

skripsi ini.

6. Bapak Ibu, kakak dan adikku yang telah memberikan dorongan moril

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Tak lupa teman-teman (Dot.Com yang juga telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman sekelasku dan semua pihak yang telah membantu dan

memberikan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya dapat berdoa kepada Allah SWT, semoga semua

amal baik dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat

balasan yang berlipat ganda dan selalu mendapatkan hidayah serta ridho dari-Nya.

Amin.

Dengan berbagai keterbatasan pengetahuan dan lainnya yang dimiliki

penulis, tentunya dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis

harapkan. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat, barokah bagi penulis

khususnya dan segenap pembaca pada umumnya, serta bermanfaat bagi nusa,

bangsa dan negara.

A m in - am in ya ro b b a l'alamin

Salatiga, 15 Agustus 2008

(9)

DEKLARASI... ii

NOTA PEM BIM BING... iii

PENGESAHAN... ... iv

M OTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR I S I ... ix

DAFTAR TA BEL... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Definisi Operasional... 5

C. Pokok Masalah... 7

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Metode Penelitian... 7

F. Sistematika Penelitian... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Agama Anak... 11

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 12

2. Pandangan Islam Tentang A nak... 14

B. Metode Pendidikan Agama... 18

1. Metode Ceramah... 20

2. Metode Tanya Jawab... 20

3. Metode Diskusi... 21

4. Metode Demonstrasi dan Eksperimen... 21

(10)

C. Perkawinan Beda Agama... 21

1. P e n g e rtia n ... 21

2. Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Islam... 22

3. Sebab-Sebab Perkawinan Beda A gam a... 28

4. Problem Perkawinan Beda A gam a... 31

5. Problem Pendidikan Agama Anak Dalam

Keluarga Beda Agama... 36

BAB III HASIL PENELITIAN

A. Data Umum... 39

B. D ata Khusus... 41

1. Latar Belakang orang Tua Melakukan Perkawinan

Beda A gam a... 41

2. Sikap Keluarga Terhadap Keluarga Yang Kawin

Beda A gam a... 45

3. Sikap Lingkungan Terhadap Keluarga Yang Kawin

Beda A gam a... 47

4. Aktifitas Ibadah Keluarga Yang Kawin Beda Agama... 47

5. Bentuk Pendidikan Agama A nak... 51

6. Cara atau Metode Yang Digunakan Dalam Mendidik

Agama A nak... 54

7. M ateri Pendidikan Agama Yang Diberikan... 57

BAB IV ANALISIS DATA

A. Latar Belakang Orang Tua Melakukan Perkawinan

Beda Agama... 58

1. Karena Rasa Cinta Yang Berlebihan... 58

(11)

B. Problem Yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Beda

Agama... 61

1. Terjadinya Erosi Im am ... 61

2. Terjadinya Pola Hidup S ek u ler... 62

3. Salah Satu Pasangan Terkucil... 62

C. Problem Pendidikan Agama Anak Dalam Keluarga Perkawinan Beda Agama di Kelurahan Kalicacing... 62

1. Menimbulkan Stressor Kewajiban Pada A n ak ... 63

2. Menimbulkan Kebingungan Anak dalam Memiliah Agama Yang Dianut... 63

3. Dapat Memperbesar Prosentase Kekacauan Pendidikan A n a k ... 64

D. Bentuk Pendidikan Agama Yang Diberikan Oleh Orang Tua Yang Kawin Beda A gam a... 65

E. M etode Yang Digunakan Orang Tua Yang Kawin Beda Agama Dalam Mendidik Agama A n ak ... 66

F. Materi Yang Diajarkan Oleh Keluarga Yang Kawin Beda Agama... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 67

B. Saran-Saran... 70

C. Penutup... 72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(12)

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan buah ha(i, tumpu;m, dan garapan dari keluarga selain

itu juga anak adalah amanat dari Allah diberikan kepada orang tua, maka

Islam menugaskan kepada umatnya (orang tua pendidik) agar memberikan

pendidikan terhadap anaknya, terutama dalam hal ini pendidik agama.

Pemeliharaan, perawatan dan pendidikan anak merupakan sesuatu

yang penting, yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua, karena anak-

anak merupakan cikal bakal generasi penerus dari sebuah bangsa. Kunci

utama keberhasilan pendidikan ini terletak kepada orang tua, sejak dari

kelahiran anak sampai berangsur-angsur menjadi orang yang dewasa.

Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan

jiw a keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H. Clark berjalin dengan

unsur-unsur sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah

yang menyangkut kejiwaan manusia demikian rumit dan kompleksnya.

Namun demikian melalui fungsi-fungsi yang masih sangat sederhana tersebut,

agama terjalin dan terlibat di dalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan

tenaga kejiwaan ini agama itu berkembang menurut W.H. Clark :4

sebagaimana dikutip oleh Dr. Jalaludin. Dalam kaitan itu terlihat peran

pendidikan keluarga dalam menanamkan jiw a keagamaan pada anak. Maka

(13)

Menurut Rasulullah SAW fungsi dan peran orang tua mampu untuk

membentuk keyakinan anak-anak mereka. Menrut beliau setiap bayi yang

dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan

agama akan dianut anak sepenuhnya tergantung dar bimbingan, pemeliharaan

dan pengaruh kedua orang tua mereka.

* » > ^ *•

S jk iil ^1 J - ^ : f C? : J y * 0 ^ ^ (j )

y o l j j j <01y S S o j <01i^J o\y\}

“Dari Abi H urarah ra. Dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka atas kedua orang yang menjadi Yahudi atau Nasrani, atau M ajusi". (HR. Muslim)

Untuk dapat menjalankan tugas yang berat sebagai orangtua ini maka

perlu adanya kesiapan mental dan persamaan prinsip dari pasangan remaja

sebelum memasuki jenjang pekawinan. Perkawinan adalah kecenderungan

fitri dalam perjalanan sejarah umat manusia. Oleh karenanya Islam sebagai

agama fitri mengaturnya sebagai bagian dari ajaranya, sehingga perkawinan

dalam perspektif Islam, mengandung dimensi religius yang kental.

Sebagai gejala fitri, t asa cinta sebagai landasan diberlakukanya

perkawinan dapat saja terjadi pada siapa saja dan kepada siapa saja tanpa

memandang batas-batas suku, ras, bangsa, agam a dan sebagainya. Sehingga

perkawinan antar agama merupakan realitas sosiologis dan hampir seluruh 1 2

(14)

agama mengaturnya walaupaun masing-masing agama memberikan

kesimpulan yang berbeda-beda terhadapa tidaknya perkawinan antar agama.3

Dr. Rebecca Liswood dalam bukunya u First A id fo r The Happy

Marriage” sebagaimana dikutip Mahmuddin Sudin mengatakan bahwa

“inferfaith marriage” (Perkawinan antar agama) termasuk ke dalam

“marriages with built in problem” yakni perkawinan yang banyak

mengandung persoalan kedalam rumah tangga.4

Menurut sang doctor yang berpengalaman dan mengkhususkan dalam

bidang perkawinan ini, sesuai dengan pengalaman yang dilaluinya dalam

bidang tersebut mengatakan bahwa sangat sukar meyakinkan generasi muda

untuk merenungkan secara hakiki tentang perkawinan beda agama, mereka

senantiasa akan menghadapi persoalan-persoalan yang sungguh menegangkan

dan menentukan generasi muda senantiasa menolak dan selanjutnya

meyakinkan dirinya bahwa cinta akan dapat mengatasi segala-galanya.5

Setiap pasangan suami istri yang ideal senantiasa menginginkan satu

rumah tangga yang senantiasa stabil. Dan ini sudah pasti merupakan

pengharapan-pengharapan dan keinginan bersama dari setiap mereka yang

menikah.

Sebaliknya dalam kenyataan, banyak teijadi marriage conflicts atau

konflik-konflik rumah tangga yang berbeda tajam antara apa yang diharap-

harapkan. Diantara penyebabnya yaitu kurangnya penikiran dan penelitian

3 Imam Abu Husain Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim Juz IV, (Indonesia: Maktabah Dahlan, 1.1.), him. 2004.

4 Mahmoudin Sudin, Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: Yayasan Sarana Keluarga, 1985, him. 31.

(15)

yang menimbulkan pengertian-pengertian terhadap unsur-unsur penyebab

ketidakstabilan satu rumah tangga.6

Anak merupakan buah perkawinan yang sangat membutuhkan orang

tua untuk memberikan pendidikaa agama, dalam proses pendidikan banyak

masalah yang akan dilontarkan anak pada orang tua, misalnya anak

menanyakan tentang siapa Tuhan itu, dimana surga dan neraka itu, siapa yang

membuat alam ini dar. sebagainya, untuk menjawab persoalan maka sangat

diperlukan adanya persamaan persepsi, prinsip, pemikiran dari orang tua

untuk memberikan dan membawanya agar anak menyadari dan melaksanakan

apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang agama, serta

mengerjakan hal-hal yang baik dan beramal shaleh.

Dari fenomena yang ada, tampaknya para pemuda yang melakukan

perkawinan antar agama hanya karena dorongan rasa cinta yang berlebihan

dan kebutuhan lahiriah saja. Tapi kenyataan yang mereka bina tak seperti yang

mereka harapkan, bahkan tidak sedikit rumah tangga yang berantakan, sering

cekcok, tidak direstui orang tua dan terakhir dengan perceraian, sehingga anak

menjadi korban, padahal menurut agama Islam tujuan perkawianan yaitu

mencari ridho Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam

masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.7

Berangkat dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan riset

dengan judul : PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM

KELUARGA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI KELURAHAN

6 Ibid., him. 9-10.

(16)

B. Definisi Operasional

Untuk memberikan batasan-batasan yang jelas dalam skripsi ini,

penulis perlu menegaskan istialh-istilah dalam judul diatas.

1. Problem Pendidikan Agama Anak

Problem mempunyai arti persoalan atau permasalahan.8 Sedangkan

pendidikan agama berperan penting dalam kehidupan anak, usia

merupakan basic yang harus diberikan lebih dahulu sebelum mengenal

ajaran-ajaran lain dalam rangka membentuk kepribadian jasmani, rohani

yang agamis, sehingga dengan agama merupakan pendidikan dasar yang

harus diberikan pada anak sebelum ia memperoleh ajaran-ajaran yang lain.

Tujuan pendidikan agama (Islam) yaitu: Menciptakan manusia yang

berakhlak Islam, beriman, bertaqwa, dan meyakininya sebagai suatu

kebenaran, serta berusaha dan mampu membuktikanya sebagai kebenaran

tersebut melalui akal, rasa, feeling di dalam seluruh perbuatan dan tingkah

lakunya sehari-hari.9

Pendidikan agama yang dimaksud penulis yaitu pendidikan agama

Islam, merupakan usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian

anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran

8 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, him. 38.

(17)

Islam, memikirkan, memutuskan, berbuat dan bertanggungaw ab sesuai

nilai-nilai Islam .10 11

2. Keluarga

Keluarga adalah seisi rumah, anak, bini, batin, kepala keluarga

yang menjadi kepala keluarga.11

3. Perkawinan Beda Agama

Perkawinan dalam bahasa Arab adalah “nikah” arti nikah ada 2

yaitu arti sebenarnya dan arti kiasan. Arti sebenarnya nikah adalah “dham

yang artinya menghimpit, menindih, atau berkumpul, arti kiasannya sama

dengan “wathaa ”, yang artinya bersetubuh.

Menurut syara’, nikah itu pada hakikatnya adalah “aqad”, antara

calon suami istri untuk membolehkan keduanya bergaul sebagai suami

istri.12 Aqad artinya ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan

qabul dari pihak calon suami atau wakilnya.13

Sedang yang dimaksud perkawinan antar agama, menurut Islam

perkawinan orang Islam (pria atau wanita) dengan orang bukan Islam (pria

atau wanita).

10 Zuhairini, dkk., Filsafat pendidikan Islam , Bumi Aksara, Jakarta, 1997, him. 152. 11 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, him. 731.

‘2 Asmin, SH, Status Perkawinan Antar Agama Petinjau dari Undang-undang Perkawinan No. 1/1974, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986, him. 28.

(18)

C. Rumusan masalah

1. Bagaimana model pendidikan anak dalam lingkungan keluarga beda

agama?

2. Apa problem yang muncul pada pendidikan agam a anak dalam lingkugan

keluarga beda agama?

3. Apa solusi yang ditempuh untuk menyelasaikan problem pendidikan

agama dalam lingkungan keluarga beda agama?

D. Tujuan Penelitian

Ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana keadaan keluarga yang kawin beda agama,

di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti K ota Salatiga.

2. Untuk mengetahui problem apa yang dialami orang tua yang kawin beda

agama dalam mendidik agama anak.di Kelurahan Kalicacing Kecamatan

Sidomukti Kota Salatiga.

3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan jiw a anak dalam keluarga

beda agama, di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti K ota Salatiga.

E. Manfaat Penelitian

Penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat

bagi anak-anak dalam pendidikan agama Islam dan dari pedoman tersebut.

Dalam menerapkan pembelajaran pendidikan agama Islam melalui pendekatan

(19)

telah dihasilkan melalui penelitian akan dapat memberikan kontribusi yang

positif bagi dunia pendidikan kita. Pendidikan agama kepada anak, m eliputi:

1. Materi pendidikan agama

2. Bimbingan orang tua

3. Metode orang tua dalam mendidik agama terhadap anak.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitu: Tehnik lapangan {Field research). Tehnik ini dilakukan guna

mendapatkan data-data dari kancah, tempat terjadinya kejadian atau kasus.

2. Tehnik pengumpulan data

a. Wawancara bebas terpimpin

W awancara ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang

problem yang dihadapai orang tua yang berbeda agama dalam

mendidik agama anak. Wawancara yang menggunakan pedoman

pertanyaan, tetapi pada prakteknya tidak harus urut sesuai dengan

urutan pertanyaan.

b. Observasi Partisipasi

Tehnik ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang kedaan

keluarga yang kawin beda agama. Dalam hal ini saya mengunjungi

(20)

c. Dokumentasi

Dokumentasi menggunakan pendekatan dokumentasi formal,

yaitu dilakukan untuk mendapatkan data um um tentang gambaran

umum keadaan keluarga yang beda agama. Dalam hal ini saya

mempelajari tentang bagaimana interaksi antara sesama anggota

keluarga

3. Metode Analisis Data

Analisa data dapat diartikan sebagai sebuah teknik yang dapat

digunakan untuk memberi arti kepada beratus-ratus atau bahkan beribu-

ribu, lembaran catatan pernyataan dan perilaku dalam catatan.14 Definisi

yang lain menerangkan bahwa analisa data adalah teknik yang digunakan

untuk memperoleh keterangan dari isu komunikasi yang disampaikan

dalam bentuk lambang.15

Hal itu dapat disimpulkan bahwa analisa data merupakan teknik

dalam memaknai, atau menafsirkan data-data yang diperoleh. Berdasarkan

teori yang ada, dengan melihat hasil observasi, wawancara, dan

sebagainya, peneliti akan menganalisa semua data tersebut yang

selanjutnya dapat disimpulkan apakah problematikan pendidikan agama

anak dalam keluarga perkawinan beda agam a di Kelurahan Kalicacing

Kecmatan Sidomukti Kota Salatiga tersebut.

14 Jalaludin Rahmat, M etode Penelitian Komunikasi, Remaja Karya, Bandung, 1999, him 15 Ibid, Him 123

(21)

Dengan demikian problem atau fokus penelitian dapat dirumuskan

kembali secara lebih luas atau lebih sempit. Pelaksanaan analisis data

tersebut dilakukan selama di lapangan.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

B A B I : Pendahuluan, meliputi: Latar belakang masalah, Definisi

Operasonal, Pokok Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

penelitian sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Landasan teori, terdiri atas: a) Pendidikan agama anak meliputi:

Pengertian pendidikan agama, Pengertian pendidikan agama anak,

Metode pendidikan anak b) Perkawinan beda agama, meliputi:

Pengertian perkawinan beda agama, perkawinan antar orang yang

beda agama menurut hukum Islam, Sebab-sebab timbulnya

perkawinana beda agama, Problem perkawinan beda agama, c)

Problem pendidikan agama anak dalam keluarga beda agama.

BAB III : Laporan hasil penelitian, meliputi: a) Diskripsi Umum letak

Geograris, Keadaan penduduk, Kondisi sosial ekonomi, Kondisi

sosial keagamaan, b) data hasil wawancara, meliputi: Data

tentang keadaan keluarga yang kawin beda agama, Data tentang

problem yang dialami orang tua yang kawin beda agama dalam

mendidik agama anak. Di kelurahan Kalicacing Kecamatan

Sidomukti Kota Salatiga.

BAB IV : Laporan hasil penelitian dalam bentuk analisis dengan

menggunakan metode induksi analitik

(22)

A. Pendidikan Agama Anak

Menurut al-Ghozali, sebagaimana dikutip oleh Drs. H.M. Arifin,

M.Ed, dalam bukunya yang berjudul “Hubungan Timbal Balik Pendidikan

Agama Dilingkungan Keluarga Dan Sekolah” orang tu a sebagai pendidik

yaitu melatih anak-anak sebagai suatu hal yang sangat penting, karena anak

sebagai amanat bagi orang tuanya. Hati anak suci bagaikan mutiara

cemerlang, bersih dari segala ukuran serta gambaran, ia dapat menerima

segala sesuatu yang diukirkan diatasnya dan condong kepada apa yang

dicondongkan kepadanya. Maka apabila ia dibiasakan kepada kebaikan,

jadilah ia baik dan berbahagia di dunia dan akhirat. Orang tuanya turut

mendapat pahalanya. Tetapi apabila ia dibiasakan kearah kejelekan, maka

celakalah ia, sedang wali dan para pendidiknya mendapat dosa.1

Berikut ini penulis akan mencoba membahas pengertian pendidikan

agama anak, kemudian penulis lanjutkan dengan membahas mengenai metode

yang dipakai dalam pendidikan agama Islam karena metode berperanan

penting dalam menunjang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. 1

1 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama D ilingkungan Keluarga, Bulan Bintang , Jakarta, 1976, him 75

(23)

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Untuk menjelaskan pengertian pendidikan agama Islam, terlebih

dahulu akan penulis kemukakan pengertian pendidikan.

Pengertian pendidikan secara sederhana yaitu segala usaha orang

dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin

perkembangan jasm ani dan rohaninya kearah kedewasaannya. Atau lebih

jelas lagi, pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh

orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan

rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.2

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai

suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya

kepribadian peserta didik.3

Sedangkan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan

diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi kegenerasi

yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada didalam suatu lingkungan

budaya tertentu.4

Dengan adanya beberapa pengertian pendidikan tersebut dapat

diambil pengertian bahwa pendidikan merupakan proses sosial yang

membantu manusia untuk berkembang sesuai dengan fase perkembangan

menuju kepada cita-cita pendidikan.

2 Galim Purwanto, Ilm u Pendidikan, Bandung, Remaja Karya, Jakarta 1986, him 3 Limar Tirta Rahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000,

4 Ibid., him. 33.

(24)

Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam

menurut pendapat beberapa Sarjana Islam, memberikan batasan :

a. Menurut Ahmad D. Marimba

Pendidikan agama Islam ialah bimbingan jasm ani dan rohani

berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian

utama menurut ukuran-ukuran agam a Islam.5

b. Menurut M. Arifin

Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang dapat

memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya

sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai

dan mewarnai corak kepribadian.6

c. Menurut Zuhairiani

Pendidikan agama adalah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis

dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran

Islam.7 8

Sedangkan tujuan utama dari pendidikan Islam ialah membina dan

mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama dan sekaligus

mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga ia mampu mengamalkan

syariat-o

syariat Islam secara besar sesuai pengetahuan agama.

5 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , Al-Ma’arif,Bandung,, 1987, him 23

6 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, cet. 1, him 10.

7 Zuhairini, Dkk, M etodik Khusus Pendidikan Agam a Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, Malang, 1983, him 27

8 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 1991,

(25)

Dengan adanya pengertian-pengertian pendidikan agama Islam

tersebut, memberikan gambaran bahwa manusia harus belajar serta

menyiapkan pribadi agar didalam masyarakat kelak dapat bertindak sesuai

dengan perintah ajaran Islam.

2. Pandangan Islam tentang anak

a. Anak lahir dengan membawa fitrah

Dalam pandangan Islam anak lahir telah dibekali oleh Allah

dengan adanya fitrah beragama, sebagaimana disebutkan dalam QS.

A r-R u m : 30

z' / / z' ^ ✓ 6 5 fl j?

J i U

\

\

ji*AS1 S j i j J i

/ " / / / / ^ ^ z'

< r • > ^ V \ 3 \ % p i ^ j M o t o 411

/ / / /

Artinya : “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah, tetaplah atas) fitrah-fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitra h A llah Itulah agama yang lurus, tetapi

kebanyakan manusia tidak m engetahui’ (A r-R um : 30).9

b. Anak dapat terpengaruh lingkungan

Disisi lain Islam memandang bahwa anak dalam

perkembangannya dapat terpengaruh lingkungan. Hal tersebut

sebagaimana dilukiskan oleh sebuah Hadist.

(26)

j

J 6 • Jj Aj a jlP <t}il

menjadi yahudi atau nasrani atau M ajusi (HR. Muslim)”.10 11

Dari ayat dan Hadist tersebut jelas bahwa pada dasarnya anak

telah membawa fitrah beragama dan kemudian tergantung pada

pendidikan selanjutnya. Pendidikan didalam keluarga merupakan

pendidikan kodrati. Apalagi setelah lahir, pergaulan diantara orang tua

dan anak-anaknya yang diliputi rasa cinta kasih, ketentraman dan

kedamaian anak-anak akan berkembang ke arah kedewasaan dengan

wajar.11

Pendidikan dalam keluarga juga merupakan dasar

perkembangan dari pendidikan anak pada saat berikutnya.

Adapun pendidikan yang dilaksanakan di dalam keluarga ada

yang disengaja dan ada yang tidak disengaja, pendidikan yang

disengaja antara lain : mengajarkan berkelakuan baik, memberikan

pelajaran agama dan sebagainya. Sedangkan pendidikan yang tidak

disengaja misalnya tingkah laku orang tua, hubungan keduanya baik

10 Imam Abu Husain bin Hajjaj, Shahih M uslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, t-th. Juz IV, him. 204.

(27)

atau tidak, ini semua tanpa disadari lebih berpengaruh kepada jiw a

anak dari pada pendidikan yang disengaja. Maka keluarga yang baik,

orang tua hidup rukun dan damai akan dapat membentuk anak-anak

baik pula, tetapi sebaliknya keluarga yang berantakan, orang tua hidup

tidak tentram, suasana kacau akan membuat anak kacau tidak

tentram.12

Dalam kontek pendidikan, Islam menempatkan anak dalam

posisi yang sangat penting, karena tugas suci termasuk fardlu ain bagi

setiap orang tua, maka dosa besar bagi mereka yang tidak

memperhatikan pendidikan agama anak. Guru terbesar dalam Islam,

Nabi Muhammad SAW, mengingatkan bahwa siapa yang tidak

menyayangi anak maka bukan termasuk golongannya. Ancaman lebih

keras bagi mereka yang tidak memperhatikan yatim piatu. Kutukan

Nabi dan Allah akan selalu menimpanya serta mendapatkan sebuah

status tercela “Pendusta agama”.

Betapa pentingnya pendidikan agama anak, hingga Nabi

mengingatkan bahwa seorang calon bapak sudah semestinya

memikirkan calon anak sejak usia menseleksi calon ibunya. Karena

menurut Nabi, darah ibu dan ayah akan mengalir ke tubuh anak dan

sangat mempengaruhi masa depannya. Setelah anak berada di

kandungan ibu, seorang ayah dianjurkan meningkatkan tradisi prety.

Yakni tingkah laku kesalihan yang merupakan ekspresi syukur pada

12

(28)

Allah dan kerinduan akan kelahiran putranya. Pada para ibu Nabi

berpesan bahwa surga berada pada telapak kaki ibunda : sebuah pesan

simbolik yang dalam dan mengagungkan tugas suci ibu. Peran ibulah

yang akan membawa sengsara atau bahagia anak.

Tegasnya pada kedua orang tua, Nabi memberi legitimasi

sebagai agen Allah dibumi yang paling berhak mendidik anak sejak

d in i: ridha Allah terletak pada ridha orang tua dan murka-Nya terletak

pada murka mereka pula. Layak tidak seorang anak meraih gelar

termulia “ Shalih dan muttaqin” disisi Allah masih harus dibuktikan

ijazah dan rekomendasikan yang diperoleh anak dari orang tua terlebih

dahulu.

Nabi menganjurkan agar setiap orang tua membacakan adzan

pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri bayi yang baru lahir.

Adzan dan iqamah merupakan ajakan kemenangan dalam arti yang

sebenarnya yakni al-Falah, true victory, kejayaan lahir batin, dunia

akherat. Alangkah indahnya ajaran Nabi yang menggambarkan

pendidikan sejak dini. Orang tua sebagai first schod dianjurkan mampu

memotivasi perkembangan anak secara total yang mencakup fisik,

emosi, intelektual senantiasa dan religius spiritual. Bahwa

perkembangan intelektual senantiasa dibarengi dan seirama dengan

perkembangan relijius ialah satu kenicayaan dalam pendidikan.13

(29)

Bagi umat Islam seharusnya anak lahir dan berkembang dalam

bimbingan, pengaruh dan pengarahan masyarakat dan kebudayaan

Islam jik a diinginkan kelak mereka dewasa sebagai umat yang

bertaqwa.

B. Metode Pendidikan Agama

Menurut bahasa metode (method) berarti suatu cara kerja yang

sistematika dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan ia merupakan

jaw aban atas pertanyaan “Bagaimana”. Methodik (methodie) sama artinya

dengan methodologi, (methodology) yaitu suatu penyelidikan yang sistematis

dan formulasi method-method yang akan digunakan dalam penelitian.14

Sedangkan methode mengajar ialah :

a. Merupakan salah sati komponen daripada proses pendidikan

b. Merupakan alat mencapai tujuan, yang didukung oleh alat-alat bantu

mengajar

c. Merupakan kebulatan dalam suatu sistem pendidikan.15

Pendidikan agama merupakan suatu tugas yang pasti mempunyai

tujuan, agar tujuan itu dapat dicapai dengan cepat meyakinkan dan tepat, maka

perlu adanya suatu cara yang serasi.16 Atau dengan kata lain dapat dikatakan

bahwa cepat dan tidaknya tujuan dari pendidikan sangat ditentukan oleh

keserasian dalam menggunakan cara/methode.

14 Dir. Jend. Bin. Baga. Agama Islam, M ethodik Khusus Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: 1984/1985, Cet. 2, him. 1.

15 Zuhairini, dkk, M etodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1983, Cet. 8, him. 79.

(30)

Methode mengajar sebagai alat pencapai tujuan, maka diperlukan

pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan dengan sejelas-

jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum seseorang menentukan

dan memilih methode mengajar yang tepat. Kekaburan didalam tujuan yang

akan dicapai menyebabkan kesulitan didalam memilih dan menentukan

metode yang tepat.17

Bertitik tolak dari pengertian metode sebagai salah satu cara untuk

mencapai tujuan, maka dapat dirumuskan pengertian metodologi pendidikan

agama adalah segala usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai

tujuan pendidikan agama, dengan melalui berbagi aktivitas, baik didalam

maupun diluar kelas dalam lingkungan sekolah.18

Al-Q ur’an al-Karim juga telah mengajarkan kepada orang tua cara

berbicara dengan anak-anaknya melalui contoh yang terkandung dalam surat

Luqman ayat 13 :

y / / 5 o > s t> s , t

p i p j & s

£ p \ 'o\

is

' J

i r i W A ,

&

/ / x x

Artinya : “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya, “wahai janganlah kamu

menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah

benar-benar kedzaliman yang benar”.19

Teks Al-Qur’an ini mengarahkan secara halus kepada kedua orang tua

cara berbicara kepada anak-anaknya.20

17 Ib id ,

18 Ib id , him 80

19 Depag, Ibid. , him. 654.

(31)

Para Rasul dalam menyampaikan dakwahnya juga menggunakan

metode, hal ini dapat kita lihat misalnya sebelum Nabi Musa. As.

Menjalankan misi dakwahnya, beliau berdoa : (surat Thaha : 25-28)

Artinya : “Berkata Musa : ya Tuhanku lapangkanlah dadaku, mudahkanlah

Selain daripada itu, hampir semua bahan atau materi dakwah Nabi

Muhammad SAW. Sampaikan melalui metode ceramah.22 23

Metode pendidikan anak dalam keluarga :

1. Metode ceramah

Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dimana

cara menyampaikan pengertian-pengertian materi kepada anak didik

dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan. Untuk penjelasan

uraiannya, guru dapat mempergunakan alat-alat bantu mengajar yang lain,

misalnya gambar-gambar, peta, dan alat peraga lainnya.

2. Metode tanya jawab

untukku urusanku dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku supaya mereka me ngeri perkataanku".21

Ialah penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan

pertanyaan dan murid menjawab atau suatu metode didalam pendidikan

21 Departemen Agama RI, op. c it., him. 478 22 Zuhairini, op. c it., him. 86.

(32)

dimana guru bertanya sedang murid menjawab tentang bahan atau materi

yang ingin diperolehnya.24

3. M etode diskusi

Ialah suatu metode didalam mempelajari bahan atau

menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat

menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid.25

4. M etode demonstrasi dan eksperimen

Ialah suatu metode mengajar dimana seorang guru atau orang lain

yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh

kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah jenazah dan sebagainya.26

5. Metode pemberian tugas atau resitasi

Adalah metode dimana murid diberi tugas khusus di luar jam pelajaran.27

6. Metode kerja kelompok

Metode kerja kelompok dalam rangka pendidikan dan pengajaran

ialah kelompok kerja dari kumpulan beberapa individu yang bersifat

paedagogis yang didalamnya terdapat adanya hubungan timbal balik

(kerjasama) antara individu serta saling percaya mempercayai.28

C. Perkawinan Berbeda Agama

1. Pengertian

Perkawinan antar orang yang berlainan agama atau biasa disebut

perkawinan beda agama, merupakan diantara masalah kontemporer yang

(33)

saat ini masih banyak terjadi didalam kehidupan masyarakat. Kita

menyadari semakin banyaknya perkawinan beda agama antara orang Islam

(pria atau wanita) dengan orang bukan Islam (pria atau wanita). Gejala

perkawinan campur semacam ini selayaknya kita tanggapi secara arif

bijaksana, tidak hanya dengan perasaan prihatin dan was-was belaka.28 29

Di satu sisi, bila perkawinan beda agam a dihayati secara

bertanggung jaw ab dan penuh kedewasaan, dapat menjadi berkat bagi

kedua belah pihak dan kedua agama, yakni terjadinya dialog antar agama.

Karena itu ditinjau dari masalah perkawinan berbeda agama harus

dilaksanakan secara rasional dalam semangat dialog. Disisi lain,

perkawinan ini juga sangat rentan dan mengandung resiko yang besar,

justru karena terdapat dua panutan di bawah satu atap yang sekalipun

persamaannya, terdapat perbedaan mendasar.

Yang dimaksud dengan “perkawinan antar orang yang berlainan

agama”, ialah perkawinan orang Islam (pria atau wanita) dengan orang

bukan Islam (pria atau wanita).30

2. Perkawinan beda agama menurut hukum Islam

Mengenai masalah perkawinan beda agam a ini Islam membedakan

hukumnya menjadi tiga macam.31

28 Ibid. him. 99.

29 Al Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan M enurut Islam dan Im plikasinya terhadap Kawin Campur, Yogyakarta: Kanisius, 1990, Cet. 1, him. 10.

(34)

a. Perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita musyrik

Islam melarang perkawinan antara seorang pria muslim dengan

wanita musyrik, berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah

ayat 221 :

-wj.

l j A \ \ j

& 1 I

J

Ij

jU l

J

X / // / /

Artinya: “Janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita-wanita budak yang beriman lebih baik daripada wanita musyrik,

walaupun dia menarik hatim u” (QS. Al-Baqarah : 22 1).32

Hikmah pengharaman ini sangat jelas, yaitu ketidakmampuan

bertemunya Islam dengan keberhalaan. Aqidah tauhid yang mumi

bertentangan secara diameterial dengan aqidah syirik.33 Selanjutnya

agama berhala tidak mempunyai kitab suci m u ’tabar dan tidak

mempunyai Nabi yang dikenal dan diakui. Karena itulah Islam

melarang kaum muslimin mengawinkan kaum muslimah dengan lelaki

musyrik, keterangan tersebut mempunyai alasan (1liat) dengan firman

Allah SWT . dalam surat Al-Baqarah 221

'y .y ji. c k ^ i \

%

A rtinya: “...Janganlah kamu mengawini wanita-wanta musyrik, sebelum mereka beriman. Sesunguhnya wanita budak yang

32 Depag. RI, op. cit., him. 53.

(35)

beriman lebih baik dai pada wanita musyrik, walaupun dia

menarik hatimu (QS. Al Baqarah 2 2 1)34

b. Perkawinan antara wanita muslimah dengan pria non muslim

Ulama telah sepakat bahwa Islam melarang perkawinan antara

seorang wanita muslimah dengan pria non muslim, baik suaminya itu

termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci, seperti Kristen

dan Yahudi (revealed religion), ataupun pemeluk agama yang

mempunyai kitab-kitab serupa dengan kitab suci seperti Budhisme,

Hiduisme, maupun pemeluk agama atau kepercayaan yang tidak punya

kitab suci dan juga kitab yang serupa kitab suci. Termasuk pula di sini

penganut annimisme, dinamisme, politeisme, dan sebagainya.35

Adapun dalail yang menjadi dasar pelarangan kawin antara

wanita muslimah dengan pria non muslim.36 *

d. Firman Allah SWT QS. Al Baqarah 221

Aiii

s>uii

(j 3 Z i \ j \

j\ai

j \

v

z' / // / X

Artinya : “M ereka mengajak keneraka, sedangkan Allah mengajak

kesurga dan ampunan dengan ijinnya (QS. Al Baqarah

221 )3Y

e. Ijma’ para ulama tentang pelarangan perkawinan antara wanita

muslimah dengan pria non muslim

Adapun hikmah dilarangnya perkawinan antara orang Islam

(pria atau wanita dengan orang yang bukan Islam pria atau wanita,

34 Depag. RI., op. cit., him. 54. 35 Masjfiik Zuhdi, op. cit., him. 6. 36 Ib id ,

(36)

sebaliknya, sehingga, seandainya perkawinan semacam itu dibolehkan,

maka pasti ayat tersebut akan menegaskannya.40

c. Perkawinan antara seoran pria muslim dengan wanita Ahlul Kitab

Sebelum kita membahas boleh tidaknya seorang pria muslim

kawin dengan wanita Ahlul Kitab, terlebih dahulu kita lihat apakah

wanita Ahlul Kitab itu. Wanita Ahlul Kitab ya itu wanita dari golongan

yang tetap beragama kepada Al-Kitab yang diwahyukan sebelum Al-

Qur’an seperti Taurat, Injil, Zabur.41

Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria muslim

boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi atau Kristen).42

Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5 :

jii

j,

\ j ) 'd i \ j

^

Artinya : ”...dan dihalalkan m engawini wanita-w anita ya n g menjaga kehorm atannya diantara wanita-wanita ya n g beriman dan wanita-w anita yang m enjaga kehorm atan diantara orang-orang ya n g diberi kitab suci sebelum kam u... ”. (QS. Al- Maidah : 5)43

Selain berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah

ayat 5, juga berdasarkan sunah Nabi Muhammad SAW, dimana Nabi

Muhammad SAW pernah kawin dengan wanita Ahlul Kitab, yakni

M ariah Al-Qibtiyah (Kristen). Demikian pula seorang sahabat nabi

40 M. Quraish Shihab, Wawasan A l-Q ur’an, Mizan, Bandung, 2000,him. 196.

41 Dahlan Indhamy, Azas-azas Fiah M unakahat Hukum Keluarga Islam, Al-Ikhlas Surabaya, 1984, him. 27.

(37)

selain Ahlul Kitab) ialah bahwa antara orang Islam dengan orang kafir

selain Kristen dan Yahudi itu terdapat way o f life dan filsafat hidup

yang sangat berbeda. Sebab orang Islam percaya sepenuhnya kepada

Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada para nabi, kitab

suci, malaikat, dan percaya pula pada hari kiamat, sedangkan orang

musyrik/kafir pada umumnya tidak percaya pada semua itu.

Kepercayaan mereka penuh dengan khurafat dan irasional. Bahkan

mereka selalu mengajak orang-orang yang telah beragama dan beriman

untuk meninggalkan agamanya dan kemudian diajak mengikuti

“kepercayaan atau ideologi” mereka.38

Adapun hikmah dilarangnya perkawinan antara wanita

muslimah dengan pria non muslim yang lain karena dikhawatirkan

wanita muslimah itu kehilangan kebebasan beragama dalam

menjalankan ajaran-ajaran agamanya, kemudian terseret kepada agama

suaminya.39 *

Selain itu, larangan mengawinkan perempuan muslimah

dengan pria non muslim term asuk pria ahlul Al-Kitab diisyaratkan

oleh A l-Qur’an. Isyarat ini dipahami dari redaksi Surat Al Baqarah (2):

221 di atas, yang hanya berbicara tentang bolehnya perkawinan pria

muslim dengan wanita ahlul Al-Kitab, dan tidak menyinggung

38 Masjfak Zuhdi, op. cit., him. 7.

(38)

yang bernama Hudzaikah bin Al-Yaman pernah kaw in dengan seorang

wanita Yahudi, sedang para sahabat tidak ada yang menentangnya.44

Kebanyakan ulama bahkan umat Islam sepakat bahwa seorang

pria muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab. Karena ajaran-

ajaran yang terdapat dalam kitab suci yang diturunkan sebelum Al-

Qur’an turun pada waktu itu, betul-betul wahyu dari Allah SWT

sehingga ajarannya tidak bertentangan atau sama dengan ajaran yang

terdapat dalam kitab Al-Qur’an, karena Al-Q ur’an merupakan

penyempurnaan kitab suci yang turun sebelumnya. Akan tetapi, yang

menjadi permasalahan, berdasarkan realita sekarang ini, apakah ajaran

Ahlul Kitab masih mumi wahyu yang berasal dari Allah SWT. Umat

Islam memandang ajaran para Ahlul-Kitab seperti yang terdapat dalam

kitab sucinya sudah tidak mumi lagi, telah mengalami perubahan di

tangan manusia, sehingga ajarannya banyak yang bertentangan dengan

ajaran Islam. Hal ini dapat kita lihat pada akidah dan praktik ibadah,

Kristen dan Yahudi telah jauh menyimpang dari ajaran tauhid yang

mumi.45

Oleh sebab itu, tepat dan bijaksana umat Islam melarang

perkawinan seorang pria muslim dengan wanita Ahlul-Kitab itu,

dengan musyawarah Nasional ke II Majelis Ulama se Indonesia

tanggal 26 M ei-1 Juni 1980 di Jakarta, itu dianggap berlaku pada

zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa kini, tidak ada lagi

(39)

golongan Ahlul-Kitab yang bisa diyakini oleh pemuda muslim. Oleh

karenanya difatwakan sebagai “haram laki-laki” muslim kawin dengan

wanita Kristen.”46

3. Sebab-sebab perkawinan beda agama

a. Karena kurangnya pengetahuan agama yang mereka yakini

Hal ini biasanya teijadi para pemuda-pemudi sekarang ini

karena m akin tipisnya keyakinan agama yang mereka peluk dan rasa

cinta yang berlebihan pada lawan jenisnya, seringkah tidak mereka

bedakan dari satu nafsu seksual atau rasa asmara belaka, mungkin

lebih menguasai akal budi mereka daripada iman, dan keyakinan

agama mereka.47

Biasanya mereka yang melakukan kawin beda agama

menganggap bahwa urusan perkawinan terlepas dari urusan agama.

Yang terpenting rasa suka sama suka dan saling pengertian antara

kedua belah pihak, maka orang dapat nikah. Anggapan semacam ini

yang keliru. Agama sangat menentukan dan turut andil dalam

mewarnai jenjang perkawinan menuju keluarga yang sakinah,

mawaddah, warahmah. Hal ini sesuai dengan penjelasan Syekh

Muhammad Abduh tentang motivasi larangan kawin beda agama yang

terdapat dalam tafsir Al-Manajar Jilid II hal 352, yang isinya : “Untuk

memelihara akidah, menjaga ketenangan dan ketentraman dalam

rumah tangga, memupuk kecintaan (mawaddah) dan kasih sayang

46 Ib id, him. 5.

(40)

(rahmah) yang menjadi tujuan pokok perkawinan, memelihara anak-

anak dan turunan.48

b. Menyalahguna pengertian hak-hak asasi, toleransi dan keturunan

beragama

Melakukan perkawinan berbeda agam a dengan alasan toleransi

dengan menyatukan dua agama dalam satu atap, merupakan suatu hal

yang tidak dapat dibenarkan oleh agama, terutama sekali oleh Islam.

Karena pada hakekatnya Islam telah memberikan ketentuan dan tata

cara dalam melakukan toleransi umat beragama yaitu menghormati,

menghargai dan memberikan orang meyakini dan mengamalkan ajaran

agama yang diyakini. Hal ini jelas terdapat dalam kaidah suci Al-

Qur’an, Surat Al-Kafirun ayat 6 :

' J j ( & M ‘M

s s * / * s

Artinya : “Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.

Jadi, salah jika demi “toleransi” dan demi “kerukunan” masing-

masing mereka ’’melepaskan” prinsip-prinsip agamanya sendiri dan

tanpa disadari telah terjadi “erosi iman”.49

48 M. Yunan Nasution, Islam dan Problema Kemasyarakatan : Dilema dalam Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta 1998. Him. 49.

(41)

c. Keyakinan generasi muda bahwa cinta akan dapat mengatasi

segalanya50

It is difficult to convince young people interfaith marriage that

they fa ce any serious problems. They refuse to believe that their love

will not conquer all.

d. Kesalahan pengertian akan makna agama

Ray E Baber dalam bukunya “Manager and the Family”,

sebagaimana yang dikutip Mahmouddin Sudin menyatakan bahwa

dapatnya berlangsung parkawinan antar agama disebabkan kesalahan

pengertian yang beranggapan "That to young people o f different

religious believes fo r more than that is involved.” Jadi remaja yang

kawin antar agama itu hanya berbeda dalam Tuhan dan dipercayanya

saja, padahal lebih banyak dan lebih jauh serta menghakiki masalah-

masalah yang terlibat di dalamnya.51

Inilah yang membentuk ciri kehidupan diambang tahun 2000,

yaitu diantaranya apa yang dinamakan dengan berlangsungnya proses

pendangkalan nilai, arti dan peranan agama dalam kehidupan manusia.

Dimana m enurut RR. Alford sebagaimana dikutip oleh Mahmouddin

Sudin menyatakan bahwa proses pendangkalan arti, nilai dan agama

terjelma ke dalam tiga bentuk :

(42)

1) Secularization, the weakening o f religious b elief in general

2) Compartmentalization, the separation o f religion from other areas

o f life

3) Homogenization, the convergence, o f many religion upon a

vaguely defined consensus on teaching and practiced.52

4. Problem perkawinan beda agama

Di bawah ini akan penulis sampaikan salah satu contoh yang

merupakan akibat dari satu perkawinan antar agama (Interfaith Marriage)

yang penulis kutib dari bukunya M ahmouddin Sudin.

Contoh ini yaitu rumah tangga yang sudah melangsungkan

perkawinan selama 13 tahun. Sang suami beragama Katolik Roma,

sedangkan sang istri beragama Katolik Yunani (Greek Ortodox).

Sewaktu perkawinan akan dilangsungkan, sang istri sudah

menyadari dengan penuh kesungguhan bahwa perkawinan akan

dilangsungkan menurut agama sang suami yaitu Katolik Roma. Dalam hal

ini sang istri juga menyetujui untuk menandatangani perjanjian bahwa

anak yang lahir dari perkawinan tersebut akan didik sesuai dengan agama

sang suami. Dan juga berjanji akan mematuhi seluruh isi perjanjian

tersebut.

Setelah perkawinan itu berjalan sebagaimana mestinya, sang istri

tetap memenuhi janji yang telah ditandatanganinya, tiba-tiba ada gugatan

yang datang dari dirinya sendiri yakni mengenai perjanjiannya dengan

(43)

Tuhannya dalam agama Katolik Yunani. Karena menurut agama Katolik

Yunani setiap wanita penganutnya tidak boleh menikah dengan pria yang

tidak seagama.

Setelah 13 tahun menikah, suami istri belum pernah dapat

melakukan hubungan kelamin. Apakah suaminya impoten ataukah sang

istri Frigid (dingin nafsu sex). Ternyata tidak demikian, karena pasangan

tersebut dikaitkan dengan kebutuhan sex senantiasa berada dalam batas

kenormalan.

Diantara dokter yang melakukan pemeriksaan, menyatakan sang

istri mempunyai ketebalan selaput dara (hymen). Dianjurkan dokter untuk

melakukan operasi selaput dara. Setelah operasi dilakukan dan berhasil,

pasangan ini juga belum mampu untuk melakukan hubungan sex.

Selanjutnya suami istri ini pergi ke konsultan perkawinan, dalam

hal ini Rebecca sendiri, barulah ketahuan penyebab utam a kasus fungsi

rumah tangga yang sudah berlarut-larut tersebut.

Penyebabnya sangat menghakiki, yakni tumbuhnya sense o f quilty

(rasa bersalah) sebagai akibat melanggar perjanjian dengan Tuhannya.

Dalam hukum agama sang istri, melakukan hubungan sex dengan

sang suami yang tidak seagama, nilainya sama dengan hubungan kelamin

yang dilakukan dengan tanpa nikah (qithout marriage), atau zina. Karena

perkawinan seperti itu, termasuk satu bentuk perkawinan yang terlarang

(44)

Jadi setiap sang istri akan melakukan hubungan kelamin dengan

suaminya, dia selalu dihantui oleh dosa sebagai akibat rasa bersalah karena

sudah melanggar hukum agamanya.

Rebeeca Liswood menutup kasus ini dengan menyatakan bahwa

“People often have no conception o f how deep are the root o f their

religious b e lie f \ Jadi dalam kasus seperti ini banyak orang tidak

menyadari bagaimana dalamnya mengakar keyakinan agama yang

dianutnya53

Diantara problem yang ditimbulkan akibat perkawinan beda agama

antara lain :

a Perkawinan beda agama lebih mengundang persoalan-persoalan yang

menghakiki yang mengguncangkan kestabilan kehidupan rumah

tangga yang berakhir kepada hancurnya sendi-sendi kehidupan

perkawinan atau pemutusan perkawinan.54

b. Perkawinan antar agama dapat menimbulkan kecurigaan antar agama

yang selanjutnya berkembang menjadi konflik agama walau secara

diam-diam atau terang-terangan.55

c. Mungkin terjadinya pola hidup yang sekuler56

Manakalah konflik perbedaan agama itu tidak terselesaikan,

maka pasangan suami istri itu tidak mengamalkan agama yang

dianutnya, yang pola hidup sekuler akan menimbulkan konflik-konflik

53 Ib id , him. 31-32. 54 Ibid., him. 40. 55 Ibid., him. 42.

(45)

baru yang lebih sulit diatasi yang dapat menjurus kepada konflik

agama sebagaimana dialami di barat, yaitu kebahagian semu. Semakin

banyak orang yang melakukan kawin beda agama, berarti semakin

memperbanyak perilaku sekuler, yang akibatnya orang tidak lagi

mengamalkan ajaran agama yang dianutnya, karena mereka

menganggap agama ialah urusan dengan Tuhan, tidak ada

hubungannya dengan manusia, sehingga ajaran agama tidak

tersosialisasikan/teramalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau ini

yang terjadi di masyarakat, maka sangat gawat sekali karena orang tak

lagi menjadikan agama sebagai pedoman dalam hidup, melainkan

sebagai barang rongsokan tak berguna, dan orang lebih mementingkan

materi.

d. Kemungkinan terjadi erosi iman57

Kalau tidak sampai terjadi pola hidup yang sekuler, maka

pasangan kawin beda agama bukannya semakin bertambah keimanan

mereka terhadap agamanya, bahkan sebaliknya semakin melemahkan

iman m ereka Dan demi “Toleransi” dan “Kerukunan” masing-masing

mereka melepaskan prinsip-prinsip akidah agamanya sendiri dari tanpa

disadari telah terjadi “erosi iman”.

e. Kemungkinan salah satu pasangan akan terkucil dan kelompok

masyarakat agama58

(46)

Setiap agama menghendaki pemeluknya melakukan

perkawinan yang seagama/seiman. Karena setelah memasuki dunia

keluarga/berumah tangga diharapkan dalam kehidupan sehari-hari

ajaran agam a yang dianutnya turut mewarnai dan berperan dalam

membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah sesuai

dengan tujuan pokok perkawinan tersebut. Perkawinan beda agama

tidak akan pernah memuaskan kedua pihak. Kedua agama tidak

merelakan terjadinya perkawinan beda agama. Maka apabila

perkawinan tersebut terjadi, kedua pihak akan terkucilkan di komunitas

agama kedua belah pihak, terutama sekali pihak masing-masing

keluarga. Karena dalam masyarakat kita perkawinan bukan hanya

antara dua individu, melainkan perkawinan yang melibatkan keluarga

kedua belah pihak, bahkan komunitas agamanya ikut terlibat,

f. Memungkinkan terjadinya derita mental dari salah satu pasangan

kawin beda agama

Sering terjadi demi agar perkawinan dapat dilangsungkan dan

mengikuti tata cara Islam sewaktu menikah. Namun dalam perjalanan,

suami berbalik kembali memeluk agam a yang semula dianutnya.59 Hal

ini dapat menimbulkan derita mental bagi si istri dan akan sulit bagi si

istri untuk bisa diterima dalam lingkungan keluarganya karena ia telah

kawin dengan suami yang berbeda agama. Bahkan ini bisa berakibat

pemutusan hubungan perkawinan.

(47)

5. Problem pendidikan agama anak dalam keluarga beda agama

Pada bab sebelumnya sudah penulis sampaikan bahwa menurut

Rosulullah SAW setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk

beragama, namun bentuk keyakinan agam a yang dianut anak sepenuhnya

tergantung dari bimbingan, arahan dan pengaruh dan orangtua mereka.

Jadi fungsi dan peran orangtua mampu untuk membentuk arah keyakinan

anak-anak mereka.

Perbedaan dalam perkawinan, dapat merupakan stressor

psikososial untuk terjadinya berbagai bentuk gangguan kejiwaan (konflik

kejiwaan), yang pada gilirannya tidak terwujudnya keluarga yang seliat

dan sakinah!bahagia sebagaimana yang diidamkan pada waktu perkawinan

itu dilangsungkan. Faktor afeksional yang merupakan pilar utama

perkawinan sukar untuk dapat diwujudkan karena dasar akidahnya

berbeda, bahkan bisa bertentangan, konsekuensi lebih lanjut adalah pada

tumbuhkembang anak. Anak itu ke akidah yang mana, anak itu agama

ayahnya, atau agama ibunya, atau tidak beragama sama sekali.60 Anak bisa

bingung karenanya. Ini sungguh persoalan yang sangat besar sekali dan

mengandung omplikasi yang berbahaya sekali. Kita dapat membayangkan

bersama, jika yang menjadi anak hasil kawin beda agama itu kita, apa

yang akan kita lakukan dan sikap apa yang harus kita berikan kepada dua

orang tua serta siapa yang harus kita jadikan panutan/suri tauladan dalam

menapaki hidup yang masih memerlukan panutan dan ajaran serta

60

(48)

pedoman dalam beragama termasuk didalamnya ibadah, baik ibadah

madhah atau ibadah ritual kita kepada Allah SW T maupun ibadah ghairu

mahdhah atau ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia, anak

harus dihadapkan dengan dua dilema yang menjadi penentu arah yang

sekaligus akan mewarnai segala perilaku hidupnya termasuk didalamnya

mencakup kegiatan beragama/beribadah karena agama merupakan

sandaran sekaligus pedoman untuk melangkah dalam hidup di dunia dan

hidup di akherat, dan keluarga yang termasuk kedua orang tua kita

menentukan keberagamaan kita.

Jadi, jelas bahwa kedua orangtua punya andil yang besar dalam

membimbing anak dalam beragama. Sehingga jika kedua orang tua

mempunyai agama yang berbeda, lantas mana yang seharusnya pantas kita

ikuti dalam beribadah, padahal kedua-duanya sama-sama berjasa dalam

mendidik dan membesarkan kita. Pada anak dan remaja, adalah cara

pendidikan yang berbeda antara ayah dan ibu.61 62 Pendidikan anak dari

orangtua yang berbeda agama akan tetap sulit dilaksanakan apabila

masing-masing pihak berteguh dalam hukum agama.

Keduanya punya kewajiban yang sama dalam mendidik anaknya

dan keduanya punya kewajiban yang sama dalam mendidik anaknya dan

keduanyapun menginginkan anak-anak didik sesuai dengan agamanya.

Sebagai contoh, menurut hukum Islam orang tua Islam harus mendidik

61 Ibid., him. 19.

(49)

anak-anaknya secara Islam. Sedangkan menurut Katolik menuntut hal

serupa dari warganya.63

Persoalan ini yang seharusnya kita pikirkan, sebelum memutuskan

melakukan perkawinan beda agama, kebanyakan pemuda pemudi sekarang

bertindak tidak berpikir dulu akan dampaknya dikemudian hari. Hanya

dengan cinta buta lupa segalanya. Dapat kita bayangkan nasib anak hasil

kawin beda agama, dari segi hukum agama terutama Islam tak mengakui

dan tak mensahkan perkawinan agama, lantas bagaimana dengan nasib

anaknya dalam hal nasablketurunan dan hak waris padahal Islam tak

mensahkan perkawinan tersebtu, bahkan melarang “Akibatnya anak-anak

tidak akan diakui oleh hukum Islam sebagai anak yang sah”.64 Sehingga

tidak ada nasab keturunan dan tak punya hak waris.

63 Ib id ,

(50)

A. Data Umum

Dalam melakukan penelitian, penulis berhasil mendapatkan informan

lima keluarga yang kawin beda agama, mereka berstatus sebagai orang biasa.

Artinya mereka bukan berasal dari status sosial pejabat atau pegawai negeri

maupun swasta. Jenis pekerjaan dari keluarga-keluarga ini pun beraneka

rag am Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat dari tabel berikut in i:

TABEL I

No Keluarga Jenis Pekerjaan Penghasilan Rata-Rata / @

1 I Swasta Rp. 800.000

2 II Pedagang Rp. 600.000

3 III Karyawan Rp. 300.000

4 IV Pedagang Rp. 450.000

5 V Pedagang Rp. 500.000

Sumber : Hasil wawancara dengan orang tua yang kawin beda agama pada tanga 11 maret

2008.

Dari data tersebut diketahui bahwa tingkat ekonomi dari jenis

pekerjaan yang kawin beda agama yang menjadi obyek dalam penilaian ini

a d a la h :

1. Keluarga swasta berekonomi menengah atas

2. Keluarga pedagang berekonomi menegah

3. Keluarga karyawan berekonomi bawah

(51)

5. Keluarga pedagang berekonomi menegah

Daftar keluarga yang kawin beda agama

Jumlah keluarga yang kawin beda agama yang penulis jadikan

responden dalam penelitian ini adalah lima keluarga, karena kelima keluarga

tersebut penulis jadikan obyek penelitian. Maka kiranya perlu penulis

cantumkan nama, pasangan, usia dan anak kandung mereka hal itu dapat

dilihat dari table II dan III sebagai berikut.

TABEL II

Daftar Keluarga Kawin Beda Agama

No Suami Istri Usia

1 Suhedro ( I ) Linda Pratiwi ( K ) 46 / 43 Th

2 Ngasman ( K ) Sriyati ( I ) 4 1 / 3 5 Th

3 Suyoto ( K a ) Rohmi ( I ) 3 2 / 3 1 Th

4 K a r t o ( I ) Sawiyah ( Ka ) 4 7 / 4 3 Th

5 Sunardi ( K a ) Sri Ningsih ( I ) 33 / 27 Th

Sumber : Hasil wawancara dengan orang tua yang kawin beda agama pada tanga 13 Mei 2008. Keterangan I : Islam

Ka : Katolik

(52)

TABEL III

Daftar Nama dan Keberagamaan Anak

No Keluarga Nama Anak Agama Anak

1 I Heryanto Kristen

Ningrum Kristen

2 II Sriyanto Islam

Sulis Islam

3 III Istianah Katolik

4 IV Suburyanto Katolik

5 V Miskun Islam

Sum ber: Hasil wawancara dengan orang tua yang kawin beda agama pada tanga 14 mei 2008.

B. Data Khusus

1. Latar belakang orang tua melakukan perkawinan beda agama.

Perkawinan adalah kecendrungan fitri dalam perjalanan umat

manusia, untuk itulah Islam sebagai agama fitri mengaturnya sebagai

bagian dari ajarannya dan mewajibkan kepada umatnya untu menikah bila

sudah memenuhi syarat-syarat yang mewajibkan untuk menikah.

Sebagai seorang muslim sejati menikah merupakan suatu ibadah

tersendiri karena ingin mengikuti perintah Alah SWT dan sunah Nabi

Muhammad SAW untuk melakukan pernikahan.

Dari hasil wawancara dengan orang tua yang melakukan

perkawinan beda agama, mereka mengatakan bahwa keadaan yang

(53)

berlebihan dan kecocokan terhadap pasangannya tanpa memandang apa

agama yang dianut oleh pasangannya tersebut.

Hal ini dibuktikan dengan penuturan kepala keluarga I yang kawin

beda agama, sebagai berikut : “waktu dulu saya merasa kasihan sama

bapak, karena bapak tidak mempunyai ibu, walaupun saya menentang dari

keluarga saya sampai pasangan kami ingin ada niat kawin lari, akhirnya

kedua orang tua merestui hubungan kami sampai sekarag.” 1

Dari keterangan ini dan penuturan yang lain ternyata cinta dan

kecocokan diantara keduanya menjadi sebab yang dominan untuk

melakukan perkawinan beda agama, mereka kurang memperhatikan

faktor-faktor perbedaan agama diantara keduanya. Hal ini mereka yang

menjalaninya dari berbagai rintangan dan ditempuh dengan rasa suka sama

suka.

Dari hasil wawancara-wawancara dengan yang lain ternyata latar

belakang mereka melakukan perkawinan beda agama ini tidak begitu

berbeda dengan keluarga pertama yaitu lebih disebabkan faktor kecocokan

dan suka sama suka diantara kedua pasangan tersebut. Berikut ini kutipan

dari penuturan keluarga-keluarga yang lain :

Keluarga II

Sebab yang sama juga telah dituturkan oleh keluarga II, sang istri

menjelaskan bahwa keduanya melakukan perkawinan tersebut disebabkan

Gambar

NoTABEL IKeluargaJenis Pekerjaan
TABEL IIDaftar Keluarga Kawin Beda Agama
TABEL IIIDaftar Nama dan Keberagamaan Anak

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan morfologi eritrosit dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi yang dilakukan identifikasi pada mikroskop tidak selalu menghasilkan interpretasi baik atau normal, namun

Namun apabila Surat Pemberitahuan tersebut tidak disampaikan sesuai dengan batas waku yang telah ditentukan, maka wajib pajak. akan dikenai sanksi administrasi

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa jumlah wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan sedangkan jumlah surat pemberitahuan tidak

Penurunan tebal sel-sel germinal tubulus semini- ferus pada tikus jantan disebabkan oleh adanya gangguan aktifitas mitosis sel-sel spermatogenik oleh fraksi saponin yang

Gambar 4.17 Nilai Biomassa Akar Tanaman setelah 45 Hari Pengolahan Sedangkan hasil dari analisis ANOVA biomassa pada akar tanaman vetiver menunjukkan bahwa biomassa berat basah

kemasyarakatan produktif pada bidang peningkatan produktivitas tenaga kerja. Pendidikan kemasyarakatan produktif dalam rangka Peningkatan relevansi dan kualitas lembaga

Al-Farisi (2014) Pengaruh Inovasi dan Kreatifitas terhadap Keberhasilan Usaha (Survey terhadap para pengusaha di Industri Rajut Binong Jati Bandung) • Inovasi

Lebih daripada itu, dalam Renstra ini telah termuat visi, misi, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan dalam bidang perpustakaan dan kearsipan yang nantinya akan