C. PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN
2. Kimia
Secara kimiawi, degradasi produk selama penyimpanan dianalisa berdasarkan perubahan kimiawi pada komponen produk. Salah satu indikasi dari kebusukan produk perikanan adalah terbentuknya trimethylamine
y = 1.9152x - 2.68 R2 = 0.9856 y = 1.3227x - 1.3538 R2 = 0.9895 -5 0 5 10 15 20 25 30 0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 hari ke-m g T M A /1 00 g HDPE perforated PP rigid
(TMA) dan total nitrogen volatil (TVN). Pembentukan TMA selama penyimpanan disajikan dibawah ini.
Gambar 6. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan ikan nila
y = 1.1748x + 1.3281 R2 = 0.9637 y = 0.9861x + 1.1581 R2 = 0.9633 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 hari ke-m g T M A / 100g HDPE PP rigid
Gambar 7. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto Hasil pengukuran nilai TMA pada Gambar 6 dan Gambar 7 memperlihatkan bahwa selama penyimpanan kedua produk mengalami peningkatan seiring dengan lama penyimpanan dan laju pertumbuhan mikroba. Pada penyimpanan ikan nila dan bandeng presto, nilai awal TMA adalah 0 mg TMA/ 100g karena TMA yang terbentuk sangat kecil dan tidak terdeteksi.
Selama penyimpanan ikan nila pada Gambar 6 terlihat bahwa laju pembentukan TMA ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE
perforated lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di
dalam PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TMA pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah 1,91 mg TMA/100 g/ hari. Laju pembentukan TMA pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah 1,32 mg TMA/100 g/ hari.
Gambar 7 menunjukkan laju pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE dan PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE sebesar 1,17 mg TMA/100 g/ hari. Laju pembentukan TMA bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara lebih lambat yaitu sebesar 0,98 mg TMA/100 g/ hari.
Pembentukan TMA adalah hasil dari aktivitas mikroba. Pada kemasan PP rigid, laju pertumbuhan mikroba lebih rendah dibandingkan kemasan HDPE untuk kedua produk. Pada kemasan PP, laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah 1046.7e0.9849 sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5354.1 sel/gram/hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah 787.32e1.0891 sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5760.5 sel/gram/hari. Hal ini disebabkan pada kemasan PP rigid ketersediaan O2 untuk keberlangsungan hidup mikroorganisme terbatas karena laju permeasi O2-nya yang relatif lebih rendah. Jumlah total mikroba yang rendah dapat mengurangi pembentukn TMA selama penyimpanan.
Pengukuran nilai TMA sangat penting sebagai indikator kimiawi kesegaran produk perikanan. Trimethylamine oxide, salah satu komponen yang terdapat pada produk perikanan diurai oleh mikroba menghasilkan komponen berbau trimethylamine (Burgess, 1967). Mikroba pengurai TMAO menjadi TMA yang paling dominan adalah Pseudomonas yang merupakan jenis mikroba psycrophilic. Jenis mikroba ini selama penyimpanan beku masih dapat tumbuh dengan baik. Level maksimum nilai TMA untuk kualitas produk yang dapat diterima berdasarkan standar
yang diberlakukan di Australia dan Jepang adalah 5 mg trimethylamine nitrogen /100 g (Jay, 2000). H3C Trimethylamine-N-oxide N CH3 H3C TMA Sumber: Jay (2000)
Penentuan kesegaran produk perikanan secara kimiawi tidak hanya dengan mengukur nilai TMA tetapi juga dapat dilihat dari jumlah total volatil nitrogen yang terbentuk. Berikut ini ditampilkan grafik laju pembentukan TVN selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto.
y = 2.5334x - 1.8031 R2 = 0.9877 y = 1.7377x - 0.7329 R2 = 0.9734 0 5 10 15 20 25 30 35 0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 hari ke-m g T V N / 100 g HDPE perforated PP rigid
Gambar 8. Grafik pembentukan TVN selama penyimpanan ikan nila
y = 2.239x + 2.0045 R2 = 0.9622 y = 1.9058x + 2.6741 R2 = 0.9573 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 hari ke-m g T V N / 100g HDPE PP rigid
Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9 di atas maka terlihat selama penyimpanan nilai TVN semakin tinggi untuk kedua produk. Dari data yang dihasilkan laju pembentukan TVN selama penyimpanan memperlihatkan bahwa laju pembentukan TVN ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TVN pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah 2,53 mg TVN/100 g/ hari. Laju pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah 1,73 mg TVN/100 g/ hari.
Gambar 9 menunjukkan laju pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE perforated dan PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE
perforated 2,24 mg TVN/100 g/ hari. Bandeng presto yang disimpan di
dalam PP rigid kedap udara laju pembentukan TVNnya lebih lambat yaitu 1,90 mg TVN/100 g/ hari.
Pembentukan TVN merupakan hasil dari aktivitas miroorganisme dan enzim yang terdapat di dalam produk. Penguraian asam amino menjadi bahan volatil yang disebabkan aktivitas mikroorganisme pada kemasan PP rigid dapat dihambat lajunya karena ketersediaan O2 bagi mikroorganisme lebih terbatas dibandingkan dengan kemasan HDPE. Pada kemasan PP rigid laju pertukaran gas O2 dan CO2 juga relatif lebih kecil sehingga pertumbuhan mikroba yang menyebabkan penguraian komponen lebih kecil.
Nilai TVN cenderung lebih besar dari nilai TMA karena Total volatil nitrogen (TVN) meliputi total volatil base (TVB) dan komponen nitrogen lainnya. Sedangkan TVB meliputi amonia, dimethylamine dan
trimethylamine. Maksimum level TVB untuk kualitas produk perikanan
yang dapat diterima adalah 30 mg TVN/ 100g. Standar ini berlaku di Australia dan Jepang (Jay, 2000).
Selain itu, menurut Ferber (1965), tingkat kesegaran ikan berdasarkan nilai TVN-nya adalah sebagai berikut:
a. Ikan yang sangat segar mempunyai nilai TVN 10 mg/ 100 gram atau lebih kecil.
b. Ikan segar mempunyai nilai TVN antara 10-20 mg/100 gram. c. Garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi
mempunyai nilai TVN 20-30 mg/100 gram.
d. Ikan busuk dan tidak dapat dikonsumsi apabila nilai TVN lebih besar dari 30 mg/ 100 gram.
Berdasarkan parameter TVN, ikan nila yang disimpan di dalam wadah PP rigid kedap udara pada akhir penyimpanan masih masuk kategori garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi. Ikan nila yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated pada hari ke-32 sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi. Untuk bandeng presto yang disimpan di dalam wadah PP rigid kedap udara pada akhir penyimpanan masih masuk kategori garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi. Pada bandeng presto yang disimpan dalam plastik HDPE sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi lagi pada hari ke-13.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 hari ke-pH PP rigid HDPE perforated
Parameter kimia lainnya yang dapat menggambarkan kesegaran produk ikan adalah nilai keasaman atau pH. Nilai pH menggambarkan derajat keasaman pada ikan. Perubahan pH terjadi karena selama penyimpanan terjadi perubahan kimia di dalam komponen produk. Data perubahan pH selama penyimpanan disajikan di bawah ini.
0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 hari ke-pH PP rigid HDPE
Gambar 11. Grafik nilai pH selama penyimpanan bandeng presto.
Perubahan nilai pH dipengaruhi oleh perubahan produk setelah kematian. Pada produk ikan nila, tren nilai pH mengalami penurunan kemudian mengalami peningkatan kembali. Hal ini dikarenakan selama awal penyimpanan, ikan nila mengalami rigor mortis. Ikan nila yang dipakai dalam penelitian ini adalah ikan nila hidup yang dimatikan hanya sesaat sebelum disimpan beku. Pada awal penyimpanan, kondisi otot ikan nila masih baik sehingga nilai pH yang terukur masih netral. Kemudian setelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti dan ketersediaan oksigen berkurang, potensial redoks pun menurun, daging ikan mengalami pengerasan. Saat seperti inilah yang disebut rigor mortis. Saat terjadi respirasi, selain rigor mortis, glikogen terhidrolisis menjadi asam laktat menyebabkan pH menurun. Selama waktu penyimpanan nilai pH mengalami peningkatan kembali. Hal ini dikarenakan selama waktu penyimpanan protein dan derivatnya akan diuraikan baik secara mikrobiologis maupun enzimatis menjadi turunan-turunannya yang bersifat basa sehingga mengakibatkan nilai pH menjadi naik. Nilai pH produk ikan nila selama penyimpanan berkisar antara 6,1 sampai 7,9 (Gambar 10).
Nilai pH produk bandeng presto selama penyimpanan berkisar antara 5,9 sampai 6,3 (Gambar 11). Pada awal penyimpanan terlihat bahwa pH bandeng presto mendekati pH netral. Selama penyimpanan terjadi
penguraian baik mikro maupun makromolekul menjadi senyawa yang bersifat basa sehingga pH menjadi tinggi.
Dari hasil data di atas, perubahan nilai pH diakibatkan oleh perubahan kondisi kimiawi produk. Perubahan produk ini akan mengarah kepada pembusukan. Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan yang sudah tidak segar mempunyai pH lebih basa atau tinggi daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti amonia, trimethylamine, dan senyawa volatil lainnya.
Selama penyimpanan, protein mengalami degradasi dan denaturasi membentuk komponen-komponen yang lebih sederhana. Proses ini mengakibatkan kandungan protein dalam produk mengalami penurunan. Berikut ini data penurunan protein selama penyimpanan.
y = -0,0044x + 0,0877 R2 = 0,9626 y = -0,0041x + 0,0875 R2 = 0,9759 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 hari ke-m g pr o te in/ g s a m p le HDPE perforated PP rigid
Gambar 12. Grafik kadar protein selama penyimpanan ikan nila
y = -0,0013x + 0,0248 R2 = 0,9589 y = -0,0014x + 0,022 R2 = 0,9532 0 0,01 0,02 0,03 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 hari ke-g p rot e in / g s a m pl e HDPE PP rigid m
Laju penurunan protein selama penyimpanan ikan nila pada Gambar 12 memperlihatkan bahwa ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE
perforated lebih cepat lajunya dibandingkan dengan ikan nila yang
disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju penurunan potein pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah sebesar 0,0044 mg protein/ g sampel. Sedangkan laju pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah sebesar 0,0041 mg protein/ g sampel.
Gambar 13 menunjukkan laju penurunan protein selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE perforated dan PP rigid kedap udara. Laju penurunan protein selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE
perforated sebesar 0,0014 mg protein/ g sampel.. Sedangkan bandeng
presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara laju penurunannya lebih lambat yaitu sebesar 0,0013 mg protein/ g sampel..
Penurunan protein selama penyimpanan disebabkan oleh degradasi dan denaturasi oleh mikroba. Protein dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana untuk digunakan oleh mikroorganisme sebagai bahan makanan. Peningkatan jumlah total mikroba menyebabkan degradasi protein menjadi komponen-komponen sederhana semakin besar. Pembentukan TMA dan TVN yang semakin meningkat selama penyimpanan bisa menjadi salah satu indikatornya. Selama penyimpanan, baik ikan nila maupun bandeng presto, jumlah total mikroba semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan mikroba yang bernilai positif. Pada kemasan PP, laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah 1046.7e0.9849 sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5,3 x 103 sel/gram/hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah 787.32e1.0891 sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5,7 x 103 sel/gram/hari. Selain itu, pembentukan TMA dan TVN pun juga meningkat selama penyimpanan. Pada kemasan PP, laju pembentukan TMA dan TVN pada ikan nila adalah 1,32 mg TMA/100 g/ hari dan 1,73 mg TVN/100 g/ hari dan pada bandeng presto sebesar 0,98 mg TMA/100 g/ hari dan 1,90 mg TVN/100 g/ hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pembentukan TMA dan TVN pada ikan nila adalah 1,91 mg TMA/100 g/ hari dan 2,53
mg TVN/100 g/ hari dan pada bandeng presto sebesar 1,17 mg TMA/100 g/ hari dan 2,24 mg TVN/100 g/ hari.
Berdasarkan pengukuran kandungan protein, selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto terjadi penurunan kadar protein dalam bahan. Kandungan protein pada ikan nila pada akhir penyimpanan berdasarkan analisa proksimat akhir adalah sebesar 36% bk untuk ikan nila yang disimpan dalam PP rigid dan 26 % bk untuk yang disimpan dalam HDPE
perforated. Dibandingkan dengan kandungan protein pada awal
penyimpanan yaitu 40% bk, penurunan kandungan protein ikan nila yang disimpan pada HDPE perforated lebih besar. Kandungan protein awal bandeng presto adalah sebesar 43,5 % bk sedangkan di akhir penyimpanan kandungan proteinnya sebesar 29% bk untuk yang disimpan dalam wadah PP rigid dan 21% bk untuk yang disimpan dalam plastik HDPE.
y = 0,4847x + 2,5173 R2 = 0,9558 y = 0,5554x + 1,4644 R2 = 0,901 0 1 2