• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Keterlaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian

4.2.2 Kinerja bisnis apotek

Berdasarkan karakteristik apoteker penanggungjawab apotek, imbalan yang diterima per bulan lebih dari 4 juta per bulan, ditambah berbagai fasilitas seperti mobil dinas. Suatu imbalan yang mencerminkan adanya masa depan,

sesuai dengan kelayakan untuk seorang profesional dan telah melebihi upah minimum regional (UMR) kota Medan tahun 2015 yaitu Rp 2.037.000.

Rata-rata jumlah resep per hari yang dikerjakan lebih dari 30-50 lembar, jumlah ini menunjukkan bahwa apotek ini memiliki pelanggan yang banyak dalam kurun waktu pelayanan 24 jam.

Selanjutnya apotek mempunyai omset Rp.5.000.000-Rp.10.000.000 per hari. Omset yang cukup besar ini karena Apotek Kimia Farma No. 27 tidak hanya melayani penjualan langsung seperti melayani resep dokter dan penjualan obat bebas lainnya tetapi juga menyediakan pelayanan lainnya seperti uji laboratorium dan pelayanan OTC/swalayan.

4.2.3 Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

Kriteria keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian ditentukan berdasarkan skor kumulatif hasil penilaian terhadap 63 elemen kinerja yang terbagi dalam aspek karakteristik apoteker penanggungjawab apotek (APA) yang terdiri dari 2 elemen karakteristik APA (apoteker pendamping dan frekuensi kehadiran di apotek) dan 9 aspek standar: aspek pemeriksaan resep terdiri dari 11 elemen kinerja, aspek dispensing terdiri dari 2 elemen kinerja, aspek pelayanan informasi obat (PIO) terdiri dari 10 elemen kinerja, aspek konseling terdiri dari 4 elemen kinerja, aspek pemantauan terapi obat (PTO) terdiri dari 4 elemen kinerja, aspek monitoring efek samping obat (MESO) terdiri dari 3 elemen kinerja, aspek pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai terdiri dari 12 elemen kinerja, aspek administrasi terdiri dari 9 elemen kinerja, dan aspek evaluasi mutu pelayanan terdiri dari 6 elemen kinerja.

Gambar 4.1 merepresentasikan data yang terdapat pada Tabel 4.1 dalam bentuk jejaring laba-laba (spider web), garis merah merupakan skor keterlaksanaan aspek standar pelayanan kefarmasian dan warna biru merupakan keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian secara ideal. Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa standar pelayanan kefarmasian Permenkes No. 35 tahun 2014 masih jauh dari kriteria ideal.

Tabel 4.1 Rerata skor keterlaksanaan setiap standar pelayanan kefarmasian di

Apotek Kimia Farma No. 27 Medan No Aspek standar

Rerata skor keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian Kriteria 1 Karakteristik apoteker 1,5 0,836 Kurang 2 Pemeriksaan resep 0,81 3 Dispensing 1,0

4 Pelayanan informasi obat (PIO) 0,8

5 Konseling 0,75

6 Pemantauan terapi obat (PTO) 0 7 Monitoring efek samping obat

(MESO) 0

8 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

1,7

9 Administrasi 0,4

10 Evaluasi mutu pelayanan 1,3

Gambar 4.1 Gambaran keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian Permenkes No. 35 tahun 2014 di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa keterlaksanaan standar

0 0,5 1 1,5 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ideal Nilai

penilaian sebesar 0,836 atau termasuk dalam kriteria kurang. Hal ini diakibatkan pelayanan kefarmasian di apotek sebagian besar tidak dilakukan oleh apoteker, melainkan oleh asisten apoteker. Sehingga skor keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian rendah. Ditinjau dari masing-masing aspek standar, ternyata aspek monitoring efek samping obat (MESO) dan pemantauan terapi obat (PTO) memiliki rerata skor paling rendah, menunjukkan bahwa aspek ini belum dilakukan. Rendahnya skor monitoring efek samping obat (MESO) dan pemantauan terapi obat (PTO) mengindikasikan bahwa pelayanan kefarmasian masih cenderung berorientasi produk, belum bergeser ke orientasi pasien sebagaimana yang diamanatkan dalam Permenkes No. 35 tahun 2014. Responden memberi skor lebih tinggi pada aktivitas yang berkaitan dengan manajemen apotek, hal ini mengindikasikan bahwa apotek ini merasa nyaman hanya dengan melakukan aktivitas manajemen saja dan tidak sepenuhnya meyakini bahwa aktivitas lain seperti dispensing, konseling, pemantauan terapi obat serta monitoring efek samping obat merupakan tanggung jawab apoteker dan masih jauh dari konsep apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien.

Tabel 4.2 adalah kriteria keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan, berdasarkan skor kumulatif penilaian hasil observasi. Dapat dilihat bahwa keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian menghasilkan rerata skor kumulatif penilaian sebesar 46,06 atau termasuk dalam kriteria kurang. Hasil ini menjelaskan bahwa secara umum, Apotek Kimia Farma belum memahami peran serta kewajiban apoteker di apotek dalam memberikan pelayanan di apotek sesuai standar dalam Permenkes No. 35 tahun 2014.

Rendahnya skor penilaian terjadi karena pelayanan di apotek dilakukan oleh asisten apoteker. Walaupun asisten apoteker telah memiliki pengalaman kerja bertahun-tahun, namun hal ini tidak menjadi alasan bahwa pelayanan di apotek yang harusnya menjadi tugas dari apoteker dilakukan oleh asisten apoteker. Selain itu apoteker pendamping tidak menjalankan kewajibannya sebagai pengganti apoteker penanggungjawab bila tidak bisa melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian. Apoteker pendamping bertugas menggantikan apoteker penangungjawab apotek bila berhalangan melaksanakan tugas-tugasnya. Peraturan ini merupakan dasar pembagian dan ranah tugas masing-masing tenaga penyedia pelayanan di apotek. Namun, kenyataan di lapangan sangat jauh dari yang diharapkan. Hal ini berdampak pada rendahnya kinerja pelayanan farmasi komunitas di apotek. Sehingga pelayanan yang berorientasi pada pasien (patient oriented) masih jauh dari harapan.

Tabel 4.2 Rerata skor kumulatif keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan

No Aspek standar Rerata skor Kriteria

1 Karakteristik apoteker 2,38

46,06 Kurang 2 Pemeriksaan resep 7,94

3 Dispensing 1,59

4 Pelayanan informasi obat

(PIO) 6,35

5 Konseling 2,38

6 Pemantauan terapi obat

(PTO) 0

7 Monitoring efek samping

obat (MESO) 0

8 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

Berdasarkan praktik di apotek, perlu adanya pembinaan dan pengawasan untuk memperbaiki tingkat keterlaksanaan pelayanan kefarmasian . Peran ini tidak hanya berfokus pada Apotek Kimia Farma itu sendiri namun juga menjadi perhatian pihak lain sebagaimana tercantum dalam PP 51 tahun 2009 pasal 58, yaitu Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Salah satu peran instansi pemerintah tersebut dalam pasal 59 adalah mempertahankan dan meningkatkan mutu pekerjaan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini tidak lepas dari peran pemerintah sebagai institusi yang bertanggungjawab dalam mengawal implementasi berbagai aturan yang ditetapkan.

4.3 Kepuasan Konsumen 4.3.1 Karakteristik konsumen

Responden untuk penelitian ini sebanyak 100 orang konsumen yang datang ke Apotek Kimia Farma No. 27 Jl. Palang Merah No.32 Medan.

Karakteristik responden pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa konsumen yang datang ke apotek, adalah konsumen yang masih berusia produktif (18-49 tahun) sebesar 77%, dengan 35% jenis kelamin laki-laki dan 65% jenis kelamin perempuan, dimana resep atau obat yang dibeli untuk anak 88% dan 12% untuk orang lain.

Tabel 4.3 Distribusi karakteristik responden penelitian

No Pertanyaan Jumlah (n=100) %

1 Umur

Usia 16-17 tahun 1 1

Tabel 4.3 (lanjutan) 2 Jenis kelamin Laki-laki 35 35 Perempuan 65 65 3 Pendidikan Tidak tamat SD - - Tamat SD 1 1 Tamat SMP 16 16 Tamat SMA 38 38

Tamat perguruan tinggi/akademi 45 45 4 Tingkat penghasilan kepala

keluarga tiap bulan

< Rp1.000.000 2 2 Rp1.000.000 s/d Rp5.000.000 73 73 > Rp5.000.000 25 25 5 Pekerjaan Mahasiswa/mahasiswi 11 11 Pegawai swasta 16 16 Wiraswasta 16 16

Ibu rumah tangga 22 22

PNS 23 23

Lain-lain 12 12

6 Frekuensi datang ke apotek

Baru pertama kali 16 16

2-5 kali 20 20

Lebih dari 5 kali 64 64

Berdasarkan karakteristik responden kebanyakan konsumen yang datang untuk menebus resep adalah mereka yang memiliki pendidikan tinggi. Hal ini terbukti dari segi pendidikan, perguruan tinggi/akademi memiliki persentase terbesar yaitu 45%. Kemudian diikuti oleh SMA 38% dan SMP 16%. Berdasarkan data diperoleh persentase penghasilan konsumen Rp1.000.000 s/d Rp5.000.000 adalah 73%, dengan pekerjaan terbanyak adalah PNS 23% diikuti oleh ibu rumah tangga 22%, pegawai swasta dan wiraswasta sebesar 16%. Dengan pendidikan yang tinggi maka penghasilan konsumen rata-rata menengah ke atas. Hal ini sangat berhubungan dengan pertanyaan nomor A3 yaitu obat dijual dengan harga yang wajar. Dengan penghasilan menengah ke atas tersebut konsumen

merasa obat yang dijual masih dalam taraf wajar. Hal ini juga menunjukkan bahwa konsumen mengharapkan pelayanan yang lebih baik seperti adanya kartu anggota bagi pelanggan apotek dan nomor antrian konsumen.

Konsumen yang datang umumnya adalah mereka yang sudah loyal menjadi pelanggan apotek sebelumnya, terbukti dengan mereka menebus resep ke

apotek ≥5 kalidengan persentase terbesar yaitu 64%.

Kepuasan konsumen dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang sama. Konsumen yang baik akan menjadi pelanggan yang loyal, berupa promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen lainya, yang diharapkan sangat positif bagi usaha apotek (Supranto, 2006).

4.3.2 Distribusi penilaian kenyataan dan harapan pada variabel-variabel

Dokumen terkait